Minggu, 30 November 2008

Bdikar Anumtiko Ling Kricas

oleh Erwin S Basrin

Bdikar Anumtiko Ling Kricas, bukan sebuah nama tanpa arti atau serangkaian kata yang tak bermakna, Bdikar adalah penyebutan dalam Bahasa Rejang bagi seseorang yang mempunyai kekuatan batin dan darah juang yang mengutamakan keselamatan rakyat ‘PENDEKAR’ demikian jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, Anumtiko adalah Gelar Bangsawan Rejang secara filosopis melindungi empat penjuru pintu dan melindungi rakyatnya di waktu-waktu yang dipercayai bisa membawa bencana bagi rakyatnya, Ling diambil dari singkatan dari Lingkaran dalam bahasa Indonesia sedangkan Kricas adalah penyebutan bagi orang Rejang agresif, lincah dan pintar. Jika dirangkai Bdikar Anumtiko Ling Kricas adalah Pendekar berdarah bangsawan yang berada di sekitar orang-orang yang pintar, agresif dan lincah.

Bdikar ini adalah seorang putra yang dilahirkan di Klinik Tiara Zella di pertengahan tahun 2005 yang merupakan buah cinta dari Erwin S Basrin dengan Susi Ekayanti. Dia dilahirkan ketika kedua orang tuanya tidak punya apa-apa buat masa depannya, tangisan pertamanya adalah tangisan pemberontakan dimana dominasi imprialisme, penetrasi kapital mulai merasuki sel-sel sosialisme komunal di mana mulai melakukan penghancuran stuktur-struktur sosial.

Tangisan pertamanya merupakan tangisan betapa susahnya kedua orang tuanya membeli susu yang merupakan produk kapital, harga pangan yang meningkat tajam, keluarganya dikampung selalu menjadi korban atas kepentingan kapital, politik sesaat dan korban atas nama pembangunan yang tentunya tidak diperuntukan oleh rakyat yang kelak di kemudian hari akan di pimpin oleh Bdikar Anumtiko Ling Kricas.

Ciuman pertama dari Ibunya adalah ciuman kasih dan restu untuk bergerak Lincah (Kricas) dalam membela atas penindasan, Ciuman pertama dari Neneknya adalah ciuman yang menandai bahwa hidup bukan berbanga atas kondisi leluhur tapi bagai mana berjuang mempertahankan sumber-sumber penghidupan rakyat, Air Susu pertama dari ibunya adalah sumber kekuatan dan kemurnian nurani untuk berjuang, Ciuman dari Kaka Sepupunya Reynaldi Ananda Qhibal Azhora adalah pertanda perjuangan tidak akan dilakukan oleh Bdikar sendiri tapi didukung penuh oleh keluarga dan sahabat.

Anakku selamat datang di Dunia nyata di sini banyak tipu, banyak daya, banyak intrik, pertentangan-pertentangan hadapi dengan kekuatan yang bernurani, jangan takut darah yang mengalir ditubuhmu adalah darah perjuangan yang bersumber dari unsur pembentuk bumi dan dari cinta murni kedua orang tuamu. Tegakkan kepalamu, usungkan dadamu, tatap mata mereka yang tak tunduk dengan mu sampai mereka bertekuk lutut, Sinar matamu adalah sinar Ulubalang 9, di dadamu ada Asma Allah, dan tubuhmu di lingkupi oleh sinar dan taburan kekuatan 4 dewa dari Mekedum Rajo Diwo dan 4 dewa penjaga Kutai Nated, Gelegar darahmu seperti derasnya sungai Ketahun yang mampu menembus gunung Karang di Muara Sulit.

Anakku kau tak perlu takut semua kekuatan yang ada di bumi dan di langit ada bersamamu jangan pernah jadi pencundang dan pastikan jika katamu tak bisa didengarkan hantam tanganmu karena disana ada kekuatan Rajo Tiak Ketiko yang bersumber dari kekuatan Petir dan mempunya daya hantam secepat kilat, mereka tidak akan mampu untuk mengelaknya. Anakku jangan takut dengan apapun di dunia ini kecuali kebenaran tetaplah tegak di sana, taburan restu dan karomah leluhurmu pasti bersamamu patikan mereka bangga padamu.

Bapak bangga atas adanya kamu…..

Jurukalang dalam Serpihan Catatan

Oleh Erwin S Basrin

Suku Rejang adalah salah satu suku tertua di pulau Sumatra selain suku Bangsa Melayu, argumen ini dikuatkan bahwa Suku Rejang ini telah memiliki tulisan dan bahasa sendiri, ada perdebatan-perdebatan panjang mengenai asal-usul Suku Rejang, ada yang menyakini bahwa suku ini bersasal dari Sumatera Bagian Utara, ada juga sebagai yang menyakini bahwa Rejang berasal dari Majapahit bahkan sebagai masyarakat meyakini bahwa sebagian besar berasal dari jazirah Arab. Mengenai asal usul Rejang sangat sedikit sekali literatur maupun hasil penelitian yang lebih lengkap tentang asal usul bangsa Rejang, namun dalam menyusun sejarah Adat Jurukalang yang merupakan kesatuan masyarakat komunal, AMARTA mencoba menyusun serpihan-serpihan cerita turun temurun yang kemudian mencoba untuk mengelaborasi dengan beberapa tulisan tentang Rejang.

Jurukalang dalam bahasa lokal disebut dengan Jekalang yang pada awalnya hanya terdiri dari 2 kutai atau dusun, dalam sejarah secara turun temurun kutai tersebut adalah Kutai Topos dan Kutai Teluk Diyen, kutai-kutai ini dikenal sejak zamannya pemerintahan Marga Jurukalang di bawah pimpinan Bikau Bembo, namun sebelum zaman Bikau Bembo yang memerintah Marga Jekalang ini diwilayah ini terdapat beberapa Kutai dibawah pimpinan Ajai Siang antara lain Kutai Pukua, Kutai Mawua, Kutai Menai, Kutai Sebayem dan Kutai Titik.

Jurukalang adalah salah satu Petulai dalam sejarah suku bangsa Rejang, selain sejarah turun temurun beberapa tulisan tentang rejang ini adalah tulisan John Marsden (Residen Inggris di Lais, tahun 1775-1779), dalam laporannya dia meceritakan tentang adanya empat petulai Rejang yaitu Joorcalang (Jurukalang), Beremanni (Bermani), Selopo (Selupu) dan Toobye (Tubai).[1]

Catatn-catatan lain tentang Kedudukan Jurukalang sebagai komunitas adat asli Rejang, dalam laporannya mengenai ‘adat-federatie in de Residentie’s Bengkoelen en Palembang Dr. JW. Van Royen menyebutkan bahwa kesatuan Rejang yang paling murni dimana marga-marga dapat dikatakan didiami hanya ole orang-orang di satu bang, harus diakui Rejang Lebong.[2]

Selain serpihan catatan, sejarah Jurukalang kebanyakan disampikan secara turun temurun, hampir tidak ada catatan yang ditulis oleh masyarakat lokal tentang Jurukalang, dari wawancara yang dilakukan kebanyakan menceritakan bahwa di Jurukalang sebelum ditempati oleh masyarakat yang mereka sebut ‘masyarakat beradat’ kebanyakan mereka mulai menceritakan sistem lokal yang diyakini, bahwa sebelum kejadian asal warga komunitas tersebut diwilayah ini terdapat beberapa manusia ‘dewa’ dan dalam bahasa lokal di sebut diwo-diwo yang berada di Istana Ninik Mekedum Rajo Diwo masing-masing mereka adalah Raden Serdang Lai, Raden Serdang Titik, Cito Layang, Puteri Emban Bulan, Puteri Serasa Dewa, Puteri Gading Cempaka dan Puteri Serindang Panan.[3]

Ada kepercayaan yang berkembang di masyarakat, Perkembangan dari zamannya dewa-dewi ini kemudian banyak di ceritakan bahwa terdapat Manusia Setengah Dewa bagi masyarakat lokal Jurukalang di sebut dengan Diwo Tu’un Semidang, mereka yang lahir Tu’un Semidang umumnya tidak diketahui dari mana asal usul, di Jurukalang di yakini sebagai Diwo Tu’un Semidang adalah Anok Mecer, Bujang Tungea, Anok Dalam, Lemang Batu, Batu Idak Cene, Bujang Remalun, Semalim Angin atau Seliman Putih dan Burung Binang.[4]

Dari perkembangan Diwo Tu’un Semidang tidak diketahui secara pasti namun dari cerita-cerita rakyat (folklore) yang masih sangat dipercayai oleh warga komunitas Jurukalang bahwa pasca setelah Diwo Tu’un Semidang hidup masyarakat nomanden selama 5 tahap[5].

Ada beberapa bagian cerita pada tahap atau generasi ini dimana hidup masyarakat komunal dengan sistem ’meduro kelam’[6], yang dibagi menurut perkembangan generasi, generasi pertama biasa disebut dengan Jang Bikoa (Rejang Berekor) dari beberapa cerita yang coba disimpulkan oleh Team AMARTA Rejang Bikoa bukalah Rejang yang sedang mengalami evolusi biologis seperti teori Darwin bahwa manusia berasal dari kera atau perubahan atas proses jangka waktu tertentu yang berarti perubahan sifat-sifat yang diwariskan dalam suatu populasi organisme dari satu generasi ke generasi berikutnya, tetapi Zaman Rejang Bikoa adalah penjelasan dari kondisi Evolusi Peradaban dan budaya masyarakat di masa tertentu, evolusi peradaban yang dimaksud adalah proses peralihan pengenalan sistem adat dari Meduro Kelam menjadi manusia yang mulai mengenal kearifan-kearifan tertentu dalam mengatur proses persingungan antar meraka, dengan alam maupun dengan kepercayaan tertentu, sedangkan penyebutan budaya masyarakat adalah kebiasaan sebuah komunitas tertentu dalam menyelesaikan sebuah perkara yang tak pernah berujung.

Zaman Segeak yang merupakan perkembangan dan penyebutan zaman Bikoa, dalam istilah lokal zaman ini hanya untuk menyebutkan pola-pola hidup mereka yang nomaden dan food gatering, kecenderungan masyarakat Rejang yang hidup di zaman ini adalah bermata pencaharian berburu dan mengumpulkan makanan, hidup berpindah-pindah, tinggal di gua-gua, dalam sejarah Rejang menurut Bapak Kadirman SH[7] ada kecenderungan yang besar masyarakat ini hidup dibawah permukaan tanah dia menyebutkan bahwa Gua Kazam yang terletak di Lebong Atas merupakan tempat hunian orang Rejang Zaman ini dan banyak ditemui peralatan-peralatan masyarakat di wilayah ini, alat-alat yang digunakan terbuat dari batu kali yang masih kasar, tulang-tulang dan tanduk rusa, dari cici-ciri yang ada kemungkinan zaman Segeak ini adalah zaman batu tua (Palaeolithikum) dan Zaman batu tengah (Mesolithikum). Belum ada sistem budidaya kebutuhan makanan sehingga semuanya diambil dari alam, atas kondisi ini kemudian banyak menyebutkan bahwa masyarakat yang hidup pada zaman pola food gatering ini memakan semua yang di anggap bukan makanan yang secara medis mengangu fisik mereka.

Perkembangan dari Zaman Segeak ini, masyarakat komunal mulai meninggalkan tradisi-tradisi Zaman Segeak, hidup relatif menetap dan mulai melakukan budidaya-budidaya pertanian sehingga zaman ini disebut dengan Rejang Saweak, saweak dalam bahasa Rejang adalah sawah (suatu tempat untuk bercocok tanam jenis padi). Mereka umumnya menetap disepanjang hulu sungai yang banyak terdapat di wilayah Jurukalang seperti Sungai Ketahun, Sungai Buah, Sungai Baloi, dari beberapa bukti yang ditingalkan pola pertanian mereka umumnya dengan membuat kolam-kolam besar di tengah-tengah hutan, mereka tidak tinggal di dalam gua, seperti masyarakat primitif lainnya karena diwilayah ini hampir tidak ditemukan gua-gua yang menunjukan sebagai tempat tinggal, umumnya mereka membuat pondok yang dikenal sebagai serudung untuk tempat tinggal.[8]

Perkembangan yang penting adalah Zaman Ajai, Ajai itu sendiri berasal dari kata majai yang berarti pimpinan suatu kumpulan komunitas tertentu, dalam sejarah Rejang terdapat 4 Ajai yang memerintah di wilayah Kutai Belek Tebo (wilayah Lebong Sekarang). Dari beberapa catatan WL De Sturler, pada zaman Ajai ini Lebong masih bernama Renah Sekalawi atau Pinang Belapis, sekumpulan manusia pada zaman ini sudah hidup secara menetap merupakan satuan masyarakat komunal, belum ada kepemilikan pribadi pada zaman ini, semua yang ada merupakan hak bersama, pentinnya kepemimpinan Ajai ini sangat dihormati oleh masyarakat komunal namun Ajai dianggap sebagai anggota biasa dari masyarakat hanya saja diberi tugas dalam memimpin.[9]

Yang paling diketahui oleh masyarakat Jurukalang adalah Ajai Siang, namun ada kepercayaan bahwa bukan hanya Ajai Siang ini saja yang memimpin komunal yang dimaksud tetapi masih ada Ajai-Ajai lain yang hilang dari sejarah masyarakat Jurukalang. Namun yang terpenting ketika Ajai Siang ini memimpin di wilayah Rejang di datangi 4 orang bikau yang kemudian dipercayai memperbaharui peradaban di wilayah Rejang tentunya termasuk wilayah Jurukalang, terjadi perdebatan panjang tentang asal usul para bikau ini, sebagian menyakini bikau berasal dari majapahit dan sebagian besar meyakini berasal dari jazirah arab, dan sebagian ada yang meyakini dari China.

Argumen menyebutkan bahwa Rejang secara umum berasal dari china dibuktikan dengan fakta sejarah yang menunjukkan bahwa bangsa China telah datang ke wilayah ini sejak tahun 225-216 SM atau 147–138 tahun saka, mereka umumnya berasal dari negeri Hyunan (China daratan), dengan bahasa Mon. Bahasa inilah yang menyebar keberbagai negeri di Thailand, Birma, Kamboya dan sebagian Korea, dan pertama kali mendirikan negeri bernama Lu-Shiangshe yang berarti sungai kejayaan atau sungai yang memberi kehidupan/harapan atau sungai emas, yang penduduknya disebut dengan sebutan Rha-hyang atau Ra-Hyang atau Re-Hyang atau Re-jang, sebuah tempat yang terletak di pesisir barat Pulau Sumatera, pembuktian ini kemudian diperkuat Suatu hal yang menarik adalah ditemukannya mata uang China (Numismatic) yang bertuliskan Chien Ma berangka tahun 421 Masehi di Bengkulu Utara (Pulau Enggano). Mata uang yang Sama juga ditemukan di Criviyaya atau Criwiyaya (Baca: Palembang) dan di Tarumanagara (Baca: Jakarta). Dari kata CHIEN MA inilah muncul kata Cha-Chien (Caci=uang dalam bahasa Rejang).[10]

Sementara dari sejarah yang coba disusun oleh penulis yang disadur dari cerita secara turun temurun bahwa komunitas Jurukalang khususnya Bikau Bembo dan keturunanya berasal dari Jasirah Arab, salah satu bukti yang sampai saat ini masih terjaga dengan baik di Jurukalang adalah Pedang yang bertulisan arab, pedang ini dipercayai milik dan peningalan oleh Bikau Bembo yang di pelihara oleh keluarga ahli waris yang tinggal di Desa Talang Baru. Dari sejarah yang didapati dari ninik mamak bahwa Bikau Bembo berasal dari Istambul dan merupakan anak dari Zulkarnaene, apakah ada hubungan dengan Alexander Agung (Alexander the Great) yang merupakan anak kepada Maharaja Philip II dari Macedonia yang ibunya berasal dari surga yang boleh jadi adalah Puteri Olympias dari Epirus, akan sangat dini jika disebut ada hubungan dengan Alexander the Great dan Puteri Olympias dari Epirus, biasanya sejarah yang diturunkan secara turun temurun dalam prosesnya ada bagian yang tidak boleh di publish tanpa alasan yang jelas dan ada transfer pengetahuan yang tidak sempurna maupun dipengaruhi oleh pola pikir dan pengaruh eksternal bagi orang yang menerima cerita tersebut.

Dalam cerita yang percayai di Jurukalang Bukau Bembo yang menikah dengan salah satu Puteri Ajai Siang yang bergelar Ajai Bijar Sakti yang bernama Dayang Regiak, dari perkawinan ini melahirkan 7 orang putra yang semuanya lahir di Jurukalang masing-masing putra tersebut adalah;

1. Rio Menaen
2. Rio Taen
3. Rio Tebuen
4. Rio Apai
5. Rio Mangok
6. Rio Penitis
7. Tuan Diwo Rio Setangai Panjang

Yang terakhir dipercayai sebagai jelmaan dari kedua orang tuanya, dalam proses kelahiranya diceritakan bahwa kedua orang tuanya berkeinginan untuk mencukupi anaknya menjadi 7 orang sehingga kedua orang tuanya (Bikau Bembo dan Dayang Regiak) melakukan pertapaan dan meminta kekuatan para dewa, pada hari ke 7 ritual tersebut Bikau Bembo dan isterinya Dayang Regiak hilang, Raib dalam bahasa lokal tempat Raib/hilangnya Bikau Bembo ini saat dikenal dengan Keramat Topos, namun tiba-tiba di lokasi ritual tersebut ada seorang bayi yang kuku tangannya panjang sampai ke siku sehingga di sebut Rio Satangai Panjang.

Ke tujuh anak Bikau Bembo ini kemudian menyebar di wilayah Rejang yang sekarang, Rio Menaen membentuk Kutai di Teluk Diyen, Rio Taen berkedudukan di Kutai Donok (Kota Donok sekarang), Rio Tebuen kemudian membentuk di Komunitas Jurukalang di Lubuk Puding di perbatasan Bengkulu dengan Sumatera Selatan, Rio Apai di Talang Useu Lais kemudian disebut Rejang Pesisir begitu juga dengan Rion Mangok membentuk komunitas Jurukalang di Gading Pagar Jati, sedangkan Rio Penitis membentuk Komunitas Jurukalang di Musi, hanya Rio Setangai Panjang yang berkedudukan dan meneruskan kepemimpinan di Tapus Jurukalang.

Sampai saat ini dokumentasi yang masih di ingat oleh tua-tua di Jurukalang, dari generasi Bikau memimpin kelembagaan Petulai Jurukalang sampai dibubarkannya marga akibat kebijakan sentralis negara melalui UU No 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, Petulai Jurukalang dipimpin 19 Generasi Kepala Persekutuan, ke 17 orang yang dimaksud adalah;[11]

1. Bikau Bembo

2. Rio Taen

3. Tuan Diwo Rio Setangai Panjang

4. Rio Tado

5. Depati Singo

6. Depati Sugon

7. Depati Kulon

8. Sipan

9. Rajo Sediwo

10. Djike

11. Salam

12. Terusan

13. Ratu Salam

14. Sijar

15. Ali Asar

16. Ali Kera

17. Abdul Muin

18. Gulam Ahmad

19. Sabirin Wahid

Rio Setangai Panjang hanya mempunyai 6 orang putra putra yang ke semuanya berkedudukan di Tapus sebagai pusat kedudukan Marga Jurukalang, masing-masing putra putri tersebut adalah Mangkau Bumai, Temengung, Dayang Regini, Dayang Reginang, Malim Rajo dan Pedito Rajo. Kebiasaan di Jurukalang yang meneruskan kepemimpinan Marga adalah Putra tertua dari generasi sebelumnya dan kemudian diberi gelar Depati atau Pesirah, ketika pemerintahan Belanda baru kemudian ada proses demokratisasi dalam pemilihan kepemimpinan.

[1] W. Marsden, The History of Sumatera, London MDCCLXXXIII, hal 178

[2] Dr. JW. Van Royen, adat-federatie in de Residentie’s Bengkoelen en Palembang Bab de Redjang. Hal 18

[3] Cerita ini kebanyakan di ceritakan di Desa Tapus oleh Bapak Salim Senawar

[4] Diwo Tu’un Semidang atau tun semidang adalah penyebutan dalam bahasa rejang Jurukalang dimana ada kesulitan untuk menyebukan asal-usul seseorang secara pasti

[5] Tidak ada penjelasan lebih rinci mengenai 5 tahap ini, namun gambaran yang coba ditangkap oleh penulis adalah 5 generasi/keturunan satu klan, jika di asumsi 1 tahap/generasi adalah 100 tahun maka lamanya generasi ini adalah 500 tahun

[6] Meduro Kelam, adalah istilah lokal untuk menyebutkan Priode tanpa peradaban atau sering di sinonim dengan Jahilliah.

[7] Kadirman SH adalah ketua Badan Musyawarah Adat Kabupaten Rejang Lebong dan penyusun buku Rejang Ireak Cao

[8] Ada banyak pendapat mereka juga tinggal di dataran-dataran landai di sepanjang Danau Tes dan berpendapat sebagain besar masyarakat primitif Rejang hidup dan menetap di dalam gua-gua di wilayah Lebong yang sekarang seperti di Gua Kasam di Lebong Atas, dan sepertinya masyarakat komunanal yang berada di Jurukalang sampai saat tidak ada bukti-bukti yang menunjukan gua-gua di Jurukalang yang digunakan sebagai tempat tingal atau menetap. Serudung adalah sejenis pondok sederhana sampai saat ini masih banyak ditemui di wilayah Jurukalang biasanya ketidak akan membuka lahan perkebunan masyarakat membuat bangun ini.

[9] W.L. de Sturler, Proeve eener bechrijving van het gebied van Palembang. Groningen 1843 hal 6

[10] Hakim Benardie Sabri, www.metrobengkulu.com

[11] Nama-Nama ini diambil dari dokumentasi catatan Wak Usman Desa Talang Baru

Patang Stumang

oleh Erwin S Basrin

Patang setumang adalah pilosofi dalam sistem peradaban Rejang dalam mengaplikasi sistem komunal yang lebih besar atau sistem pertemanan yang lebih kecil, Patang dalam bahasan Rejang adalah larangan dengan beberapa konsekwensi ketika dilanggar, Setumang adalah berpisah, berpisah ini diterjemahkan secara holistik yang mencakup beberapa dimensi kehdupan dengan berbagai tahapan generasi.

Dalam sehari-hari pepatah ‘pet samo nuwang, mis samo muk’ adalah bagian turunan dari aplikasi Patang Setumang. Jika dilihat lebih jauh dalam sejarah Rejang Patang Setumang ini hampir sama tuanya dengan peradaban Rejang itu sendiri, Dari sistem komunal yang paternalistik, genelogis dan kepercayaan-kepercayaan lokal di Rejang banyak yang mengajari dan menjelaskan kesepakatan adat mengacu pada Patang Setumang, Kesepakatan adat antar 4 Ajai di Lebong Atas adalah awal yang mengclearkan sistem ini dalam bentuk kesepakatan tertulis dalam sejarah turun temurun dikenal dengan prosesi pemotongan Kerbau yang tanduknya diukir, jantung dan hatinya dimakan sebagai simbol kesepakatan tersebut jadi darah dan daging yang akan diturunkan ke generasi berikutnya tentunya melalui perkawinan yang eksogami, tujuannya adalah untuk menyebarkan ajaran Patang Setumang ini lebih luas.

Periode berikutnya dari Aplikasi Patang Setumang adalah kesepakatan yang dilakukan di Gua Kazam Lebong Atas yang lebih rigit menjelaskan bentuk-bentuk kesepakatan-kesepakatan yang akan di sepakati oleh masinh-masinh komunitas Rejang di manapun berada, kesepakatan yang dilakukan ini antara lain disepakati So Samo Kamo Bamo…… sebuah bahasa penyederhanaan dari Patang Setumang, turunan-turunan bahasa Patang Setumang ini kemudian dalam komunitas yang lebih kecil seperti topos tunun puweng kutai donok tunun pelbeak adalah bentuk bahasa dan kesepakatan yang sampai saat ini masih dipercayai oleh warga komunitasnya terutama di kampung-kampung.

Apakah kemudian Patang Setumang ini dalam kontek lebih besar berdampak pada sistem pembangunan komunitas maupun pada pembangunan nurani .? Lebong yang dikenal sebagai pusat dan tempat asal usul suku Rejang dalam sistem Administrasi pemerintahan mengunakan simbol Patang Setumang, tentunya ini membawa konsekwensi yang sangat besar bagi generasi yang saat ini mengunakan paslsafah ini maupun bagi generasi berikutnya , apakah Patang Setumang ini bisa diterjemahkan dalam sistem berkehidupan maupun relasi antar mereka dalam mengkonsolidasi kembagi komunitas-komunitas yang semakin tersebar dan mulai dirasuki globalisasi yang mendistori arti sistem lokal ini.

Dalam perjalanannya Patang Setumang ini hanya sebatas Slogan, namun nilai-nilai yang ada dalam Patang Setumang di tinggalkan dan ini pasti akan berdampak pada komunitas dan generasi berikutnya. Pengingkaran Sistem Patang Setumang ini karena deklarasinya ada tahapan yang terlupakan, misalnya apakah ini lahir dari kesepakatan adat atau memang lahir atas kepentingan politik yang jauh sekali dari nilai-nilai lokal yang mistik. Di Lebong saja sudah mulai mengakumulasi kekuasaan, modal dan penguasaan terhadap tanah-tanah sebagai alat produksi warga komunitas dan ini berakibat adanya ketimpangan sosial, budaya dan modal sehinga yang tampak adalah penguasa di satu sisi dan rakyat yang di tindas di sisi lain dan proses ini jauh sekali dari nilai-nilai Patang Setumang.

Akibat dari distosi pemahaman Patang Setumang dan Aplikasinya akan ada konsewensi secara psikologis misalnya masyarakat Rejang ‘patang merajuk, amen merajuk patang belek, patang mengiak amen mengiak munuak tun’ ini adalah ungkapan ketika terakumulasinya dari akibat pengingkaran terhadap nilai-nilai Patang Setumang, ada banyak pelajaran sebagai gejalah akan terjadinya dampak psikologis tersebut tanda-tanda alam dengan gagalnya panen, munculnya binatang liar di tengah-tengah pemukiman penduduk, dan stigma terhadap kelompok dan perorangan.

Tentunya bagi pegiat dan warga komunitas yang masih memegang teguh sistem lokal yang ada mari Patang Setumang ini kita jadikan sebagai proses konsolidasi ditengah merosotnya eksistensi komunitas Rejang dalam berbagai struktur kemasyarakatan, sistem budaya, sosial dan relasi dengan komunitas yang lebih besar.

Erwin S Basrin adalah Tuntopos

Ragam Hias pada Umeak Jang

Kajian Bentuk dan Makna Ragam Hias Berdasarkan Latar Belakang Sosial Budaya Suku Rejang di Rejang Lebong
Gustiyan Rachmadi, NIM.27099004
Ragam Hias pada Umek Jang : Kajian Bentuk dan Makna Ragam Hias Berdasarkan Latar Belakang Sosial Budaya Suku Rejang di Rejang Lebong

Penelitian ini secara umum untuk menggali nilai-nilai tradisi rumah tradisional Rejang dengan berusaha mengungkapkan konsepsi dan nilai-nilai budaya Rejang yang ada. Secara khusus : 1. Mengungkapkan makna simbolik yang ada dalam Ragam Hias; 2. Mendeskripsikan komponen pada rumah tradisional Rejang seperti : tiang, tangga, dinding, ruang dan atap; 3. Mendeskripsikan tata cara dan upacara dalam pembuatan sebuah rumah tradisional Rejang. Data dan informasi ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan informasi budaya, seni dan teknologi guna mentransformasikan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya.

Penelitian ini adalah penelitian lapangan, dilakukan pada dua lokasi penelitian yakni : Gunung alam dan Muara Aman. Teknik pengumpulan datanya dilakukan melalui studi lapangan dan studi kepustakaan. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kebudayaan, konsep kebudayaan merupakan faktor utama di dalam menempatkan permasalahan. Penelitian bersifat deskripsi dengan analisis pada pendekatan bentuk, sedangkan alat pengumpulan data dilakukan metode dokumentasi, observasi dan wawancara.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Sistem kepercayaan, sistem nilai, pengetahuan dan aturan, serta simbol yang dimiliki masyarakat Rejang mendasari konsepsi mengenai rumah tradisional, mulai dari aturan pembuatan, upacara, memilih bahan, penataan ruang sampai ke bentuk tiang; (2) Pada Ragam Hias yang menggambarkan manusia sangat erat kaitannya dengan kepercayaan suku Rejang yang percaya akan kekuatan roh nenek moyang, dan bentuk mengacu pada gaya primitif yang lebih mementingkan kepentingan sakral; (3) Ragam Hias tumbuh-tumbuhan yang terdapat pada rumah memperlihatkan adanya pengaruh budaya Minang dan tidak diterapkannya beberapa motif makhluk hidup pada rumah Muara Aman, disebabkan pengaruh konteks budaya dalam ruang waktu yang berbeda; (4) Motif pada rumah tradisional Rejang merupakan tanda yang mengandung makna simbolik dari adat istiadat Rejang. Browse Rejang Lebong (Indonesia) google maps gazetteer. Browse the most comprehensive and up-to-date online directory of administrative regions in Indonesia. Regions are sorted in alphabetical order from level 1 to level 2 and eventually up to level 3 regions.
You are in Rejang Lebong (Bengkulu, Indonesia), administrative region of level 2. Continue further in the list below to get to the place you are interested in.
1. Airdingin
2. Embongpanjang
3. Kotadonok
4. Lebongsimpang
5. Lebongtandai
6. Lubuksumpit
7. Muaraaman
8. Muaramanderas
9. Rantaukermas
10. Renahalai
11. Rimbopengadang
12. Sukadatang
13. Tabahanyar
14. Tabahbaru
15. Talang Leak
16. Talangratu
17. Tambangsawah
18. Teis
19. Tes

Lebongsimpang Map — Satellite Images of Lebongsimpang
original name: Lebongsimpang
geographical location: Rejang Lebong, Bengkulu, Indonesia, Asia
geographical coordinates: 3° 20' 0" South, 102° 18' 0" East
detailed map of Lebongsimpang and near places
Welcome to the Lebongsimpang google satellite map! This place is situated in Rejang Lebong, Bengkulu, Indonesia, its geographical coordinates are 3° 20' 0" South, 102° 18' 0" East and its original name (with diacritics) is Lebongsimpang. See Lebongsimpang photos and images from satellite below, explore the aerial photographs of Lebongsimpang in Indonesia.

Profil Daerah Kabupaten Lebong

Statistik Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Kabupaten Lebong
Tahun
Statistik Penduduk 2004 2005
Jumlah Pria - 46,843 jiwa
Jumlah Wanita - 44,882 jiwa
Jumlah Total - 91,725 jiwa
Pertumbuhan Penduduk 0 %
Kepadatan Penduduk per km248.00

Profil Daerah Kabupaten Lebong
Profil Komoditi
Menampilkan 1 sampai 4 dari 4
No Sektor / Komoditi Unggulan / Tidak Deskripsi
1 Sekunder-Industri:Industri Kelapa Terpadu Unggulan
Bahan baku & Ketersediaan di daerah (Untuk Kom. Sekunder Tersier) Kelapa (2,645.00 ton)
2 Sekunder-Industri:Industri Minyak Kelapa Unggulan
Bahan baku & Ketersediaan di daerah (Untuk Kom. Sekunder Tersier) Kelapa (2,645.00 ton)
3 Sekunder-Industri:Industri Minyak Pacheoli Unggulan
Bahan baku & Ketersediaan di daerah (Untuk Kom. Sekunder Tersier) Nilam (1,161.00 ton)
4 Sekunder-Industri:Industri Oleokimia Kelapa Unggulan
Bahan baku & Ketersediaan di daerah (Untuk Kom. Sekunder Tersier) Kelapa (529.00 ton)

Sumber Data:
Penyusunan Peta Komoditas Unggulan Sektor Sekunder Dan Pengkajian Tersedianya Bahan Baku, Lokasi dan Faktor Pendukungnya Diwilayah Provinsi Thn 2006
Badan Koordinasi Penanaman Modal, Bappeda Kabupaten Pegunungan Bintang
Jl. Gatot Subroto No. 44 Jakarta
Telp 021-5252008
Updated: 31-1-2007

Pembangunan Jalan Dalam TNKS Wilayah Lebong
(Lembar Info WALHI Bengkulu: 2 Desember 2005)
Saat ini, telah dilakukan pembangunan jalan untuk jalur Desa Tapus, Kecamatan Rimbopengadang, menuju Desa Tes-kota Donok, Kabupaten Lebong, yang dilaksanakan mulai tanggal 23 September hingga 21 Desember 2005.
Pembangunan sarana transportasi, baik transportasi darat, perairan, maupun udara, merupakan sarana umum penting dan mendesak yang diperlukan oleh setiap daerah. Dengan tujuan untuk membuka keterisoliran, sehingga memudahkan terjadinya interaksi dari satu daerah ke daerah lain di sekitarnya.
Untuk transportasi darat, Propinsi Bengkulu pada tahun 2004 tercatat memiliki jalan nasional sepanjang 750,43 Km (11,72%) dan jalan propinsi 1.574,63 Km. Dalam upaya meningkatkan sarana transportasi darat yang ada, pemerintah propinsi dan kabupaten telah melakukan kegiatan perbaikan dan peningkatan kualitas jalan, bahkan dengan membangun jalur-jalur jalan yang baru. Untuk jalur antardesa, kecamatan, dan kabupaten dalam propinsi maupun jalur antarpropinsi.
Pada tahun 2005, ada beberapa rencana dan pembuatan jalan yang mendapat reaksi dan tanggapan dari berbagai pihak, misalnya, rencana pembuatan jalan penghubung Mukomuko Bengkulu – Kerinci Jambi dirancang sedemikian rupa dengan jalan terowongan bawah tanah yang membelah TNKS. Rencana pembuatan jalan Kabupaten Lebong ke Kabupaten Merangin, Jambi, dan Rupit, Sumatera Selatan.

Jalan di Kabupaten Lebong
Kabupaten Lebong yang dibentuk berdasarkan ketetapan UU No. 39 Tahun 2003 merupakan kabupaten pemekaran dari Kabupaten Rejang Lebong. Kabupaten yang berbatasan dengan dua propinsi ini: Jambi dan Sumatera Selatan, memiliki luasan sekitar 192.924 ha dan sebagian besarnya merupakan daerah dengan kemiringan lebih dari 40%. Daerah dengan kemiringan >40% ini mencapai 121.209 ha atau 62,8%-nya.
Wilayah Kabupaten Lebong dilewati 2 sungai besar, Sungai Ketahun dan Sungai Sebelat, yang mengalir ke Kabupaten Bengkulu Utara dan bermuara ke Samudera Hindia. Salah satu sungai yang telah dimanfaatkan adalah Sungai Ketahun sebagai pembangkit PLTA Tes yang dikelola oleh PLN dengan daya 17,2 MW.
Sungai-sungai kecil di Kabupaten Lebong merupakan DAS Sungai Ketahun dan Sungai Sebelat. Pada saat ini, sungai-sungai kecil tersebut sebagian telah dimanfaatkan masyarakat sebagai sumber irigasi dan air bersih. Data Kabupaten Lebong menunjukan luas persawahan yang telah dikelola saat ini seluas 12.856 ha yang tersebar di 5 kecamatan, selain untuk mengairi sawah air irigasi juga dimanfaatkan masyarakat untuk budidaya ikan kolam dan air deras, tercatat pada tahun 2003 sektor ini mampu memproduksi ikan sebanyak 2.181 ton dengan luas total kolam 3.131 ha.
Mata pencaharian penduduk kabupaten ini sebagian besar merupakan petani, baik petani lahan menetap maupun petani lahan berpindah. Sedangkan sebagian penduduk lainnya sebagai PNS, TNI/Polri, dan buruh. Kepadatan penduduk kabupaten berpenghuni 103.997 jiwa ini sekitar 0,54 jiwa/Ha. Selintas kepadatan ini sangat kecil, namun kalau dibandingkan dengan lahan yang dapat dan diolah diluar 71%, yang merupakan kawasan hutan TN, CA, dan HL, maka kepadatan penduduk kabupaten ini mencapai 1,9 jiwa/ha.

Kontribusi TNKS bagi daerah
Kawasan taman nasional merupakan kawasan hutan yang sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup manusia, bahkan, untuk menunjukkan nilai istimewanya, dunia menetapkan Taman Nasional sebagai warisan dunia. Taman nasional Kerinci Sebelat (TNKS) merupakan habitat satwa langka, daerah tangkapan air untuk ratusan sungai besar dan kecil di Pulau Sumatera bagian tengah, menjadi produsen oksigen dan filter polusi udara, dan banyak fungsi dan keistimewaan lain dari kawasan ini.
Sederet manfaat TNKS di mata dunia, namun di mata Pemerintah Daerah Lebong dan masyarakat, manfaat dari penetapan dan keberadaan TNKS sangat kecil. Keberadaan TNKS hanya mengurangi lahan budidaya, membatasi pemanfaatan kawasan hutan, bahkan ancaman pengusiran dan penjara bagi pandangan masyarakat awam.
Asisten 1 Kabupaten Lebong, Rahman Chandra, mengatakan bahwa keberadaan TNKS menjadi dilematis, berdasarkan fisik wilayah penetapan kawasan konservasi di Lebong merupakan keharusan, tetapi nilai tambah bagi kabupaten yang menjaga kawasan ini dapat dikatakan sangat kecil. Bantuan langsung ke pemerintah daerah yang ada hanya berbentuk pembuatan tanggul tebing, pembuatan bak air, dan GERHAN. Pemerintah daerah tidak dapat mengelola dan memanfaatkan kawasan, tidak dapat memetik hasil langsung dari kawasan hutan. Berbeda dengan daerah yang memiliki kawasan hutan produksi, selain menjaga, juga dapat memperoleh PAD (Pendapatan Asli Daerah) dari kawasan hutan tersebut, seperti mengelola hasil hutan kayu dan non kayu.

Jalan Dalam TNKS
Bupati Lebong, Drs. Dalhadi Umar, melalui Dinas Kehutanan, Drs.Safuan Thoyib, sudah membicarakan rencana pembuatan jalan memotong TNKS dengan kepala Balai Taman Nasional Kerinci Sebelat, Ir. Suhartono. Kelanjutan dari pembicaraan dan upaya-upaya tersebut, saat ini telah dilakukan pembangunan jalan untuk jalur Desa Tapus, Kecamatan Rimbopengadang, menuju Desa Tes—Kotadonok, Kabupaten Lebong, yang dilaksanakan pada tanggal 23 September hingga 21 Desember 2005.
Menurut beberapa tokoh adat Tapus, mereka mendukung pembuatan jalan tersebut, namun yang seharusnya diutamakan pembangunan dan perbaikan jalan yang telah ada. Misalnya, jalan Desa Rimbo Pengadang ke Desa Tapus yang kondisinya telah rusak berat dan jalan menuju Desa Bandaragung yang belum dilakukan pengerasan.
Jalan tembus yang membelah TNKS ini melewati lokasi: Tapus, Talang Macan, Tanah putus, dan Turan Lalang. Volume jalan, panjang 12 Km dan lebar 8m dengan nilai kontrak Rp 1.242.168.000. Jalan tersebut lebih kurang sepanjang 8 Km, di antaranya dalam TNKS. Dengan kontraktor pembuatan jalan dilakukan oleh CV. ANDRI Bengkulu.
Selain jalur jalan tersebut rencana pembuatan jalan menembus TNKS lainnya adalah jalan tembus Desa Ketenong, Kecamatan Lebong Utara, menuju Kabupaten Meranging, Jambi, serta pembangunan jalan Desa Bandaragung, Kecamatan Rimbo Pengadang, menuju Kecamatan Rupit, Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan.
Informasi yang diperoleh WALHI Bengkulu dari Pemerintah Daerah dan DPRD Kabupaten Lebong saat dengar pendapat (hearing) pada tanggal 1 Desember 2005, bahwa pembuatan jalan tersebut merupakan rencana yang telah diwacanakan sejak lama, bahkan sebelum pemekaran Kabupaten Lebong.
Mereka menyadari pembukaan jalan dalam TNKS tersebut bukan hal yang mudah, dalam arti harus mendapat izin dan memiliki kajian yang kuat tentang dampak negatif dan positif jika dibukanya jalan. Merujuk dari rencana penetapan Lebong sebagai kabupaten konservasi, tentu pengelolaan wilayah di kabupaten ini harus spesifik, terbatas, dan dengan memperhatikan kaidah-kaidah konservasi, termasuk rencana pembuatan jalan ini.
Dalam dokumen Bentuk Penyusunan RTRW anggaran tahun 2005 disebutkan, dalam skenario I struktur ruang Kabupaten Lebong, perlu ditunjang oleh pembukaan akses jalan menuju ke arah lintas tengah Sumatera, tepatnya Propinsi Jambi. Dari jalur ini, diharapkan Kabupaten Lebong dapat mengambil manfaat sebagai pelintasan barang maupun manusia.
Dampak Kerusakan Hutan TNKS
Kajian fisik topografi wilayah Kabupaten Lebong tidak mendukung untuk pembukaan lahan, salah satunya kerena daerah yang memiliki kemiringan di atas 40% mencapai luas 121.209,8 Ha atau sekitar 69,8%. Dengan kondisi tersebut, pembukaan lahan harus dengan pertimbangan dan pola-pola konservasi pengelolaan terbatas. Jika pengelolaannya tidak dengan memperhatikan kondisi tersebut, maka erosi, bencana longsor, dan banjir akan terjadi.
Dengan dilakukannya pembukaan jalan dalam taman nasional ini, maka akses, dan tekanan aktivitas manusia terhadap kawasan akan sangat tinggi. Pembukaan lahan, penebangan liar dalam kawasan taman nasional semakin tidak terkendali.
Pembukaan kawasan ini akan mengakibatkan terjadinya dampak, seperti kerusakan habitat dan ekosistem, rusaknya daerah tangkapan air dan DAS, terjadi erosi, pendangkalan sungai, tidak stabilnya debit air, longsor, dan banjir.
Kontak:
Supintri Yohar [0813.7349.9788 / 0736-347.150].
Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi: liem
Email liem
Tanggal Buat: 02 Dec 2005 | Tanggal Update: 02 Dec 2005

Berendam Air Panas di Rejang Lebong


pariwisata

Selasa, 11 November 2008 | 12:22 WIB
Suban Air Panas yang terletak di Kabupaten Rejang Lebong, merupakan salah satu situ budaya yang juga menjadi obyek wisata andalan di daerah itu. "Kami menjadikan Suban Air Panas sebagai obyek wisata, tapi karena statusnya sebagai situ budaya maka kegiatan wisata tidak boleh mengganggu kondisi kawasan itu," kata Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu, Edi Nevian di Bengkulu, Senin (10/11).

Menurut dia, Suban Air Panas saat ini cukup ramai dikunjungi wisatawan, baik domestik maupun mancanegara, termasuk dari Kabupaten Musirawas dan Kota Lubuklinggau (Sumsel).

"Para wisatawan banyak berkunjung ke lokasi itu, karena selain bisa menikmati keindahan alam yang sejuk juga bisa ’memanjakan’ diri dengan berendam di air panas," ujarnya.

Suban Air Panas merupakan kawasan pemandian alam yang bersumber dari mata air panas. Guna memberikan pelayanan bagi para wisatawan, pemerintah daerah telah membangun sarana penunjang di lokasi itu di antaranya kolam renang, tempat peristirahatan dan rekreasi keluarga.

Di kawasan ini juga terdapat dua buah air terjun yang mengalir dari bukit dengan ketinggian masing-masing 75 meter dan 50 meter. Air terjun ini juga merupakan sumber air alam pegunungan yang sejuk dan jernih serta sehat untuk mandi.

Tak jauh dari lokasi tersebut juga terdapat perkebunan stroberi milik masyarakat setempat dan obyek wisata Danau Mas Harun Bestari (DMHB) yang memberikan layanan wisata keliling danau menggunakan perahu dan motor boat.

"Panorama alam yang indah dan elok di sepanjang perjalanan menuju lokasi membuat pengalaman tersendiri bagi liburan keluarga yang indah," kata Edi Nevian.

Lokasi ini mudah dijangkau dan hanya 15 menit perjalanan atau enam kilometer dari kota Curup dan 1,5 jam perjalanan dengan kendaraan roda empat atau sekitar 90 Km dari Bandara Fatmawati Kota Bengkulu.
"Bagi wisatawan yang ingin berkunjung ke lokasi itu sangat mudah, karena ada kendaraan angkutan umum dari Kota Bengkulu, yang siap mengantar setiap saat," ujarnya.
Menurut Edi, bagi wisatawan yang ingin membeli oleh-oleh khas Rejang Lebong juga banyak terdapat di sekitar kawasan itu, mulai dari sale, kacang dan marning (jagung goreng) serta jenis penganan lainnya.

Penangkaran Kacang Tanah PRIMATANI Rejang Lebong

Ditulis oleh Ahmad Damiri, Penyuluh Pertanian Muda BPTP Bengkulu
Monday, 13 October 2008
Kabupaten Rejang Lebong dikenal sebagai penghasil kacang tanah di Provinsi Bengkulu. Setiap pengunjung yang datang ke Kabupaten Rejang Lebong, pulangnya hampir selalu membeli oleh-oleh kacang tanah yang dikenal dengan sebutan "Kacang Curup", meskipun kenyataannya tidak semua "Kacang Curup" yang dijual menggunakan bahan baku dari Kabupaten Rejang Lebong. Kenyataan ini menjadikan perdagangan kacang tanah di Kabupaten Rejang Lebong cukup lancar. Tak heran jika
"Kacang Curup" sudah menjadi ikon Kabupaten Rejang Lebong. Berdasarkan hasil wawancara dengan pedagang oleh-oleh yang ada di Curup, pada saat-saat kekurangan bahan baku, pedagang mencari kacang tanah dari kabupaten lain seperti Kabupaten Bengkulu Utara atau Bengkulu Selatan. Mengingat perdagangan kacang tanah di Kabupaten Rejang Lebong cukup lancar, usahatani kacang tanah menjadi peluang bisnis yang menggiurkan bagi petani. Namun demikian peluang tersebut tidak dapat ditangkap dengan baik di Kabupaten Rejang Lebong. Tidak terpenuhinya permintaan kacang tanah oleh petani Kabupaten Rejang Lebong karena produktifitas yang rendah yang dihasilkan oleh petani. Hasil diskusi dengan petugas lapang maupun petani setempat diketahui bahwa petani sudah biasa menanam kacang tanah, namun produksi yang dicapai relatif rendah yang diduga karena penggunaan bibit dari varietas lokal yang telah ditanam berulang-ulang. Menurut kepala BPTP Bengkulu Dr. Tri Sudaryono, varietas tanaman kacang tanah yang ditanam terus menerus akan mengalami penurunan daya hasil karena proses heterosis. Untuk itu perlu dilakukan pergantian varietas baru yang memiliki daya hasil tinggi. Menangkap peluang pasar kacang tanah yang cukup baik khususnya di Kabupaten Rejang Lebong, Gapoktan "Prima Usaha" Prima Tani Desa Air Bening Kecamatan Bermani Ulu Raya Kabupaten Rejang Lebong dengan bimbingan BPTP Bengkulu dan Pemerintah Kabupaten Rejang Lebong melakukan penangkaran bibit kacang tanah guna mendapatkan bibit kacang tanah yang pertumbuhan dan produksinya cukup baik. Produksi kacang tanah hasil penangkaran yang dipanen pada tanggal 4 Februari 2008 dibandingkan dengan produksi kacang tanah berdasarkan deskripsinya seperti terlihat pada tabel. Kacang tanah yang ditanam di lokasi Prima Tani Desa Air Bening Kabupaten Rejang Lebong berumur lebih panjang ± 10 hari bila Kepala BPTP Bengkulu (Dr. Ir.Tri Sudaryono, MS) dan Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kab. Rejang Lebong (Ir. RosihanYT, M.Si) saat panen kacang tanah dibandingkan dengan deskripsinya. Umur yang lebih panjang ini karena lokasi penanaman terletak di dataran tinggi (1.000 — 1.100 m dpl) dengan iklim yang relatif dingin, sementara tanaman kacang tanah dapat dipanen lebih cepat bila ditanam di dataran rendah. Dampak yang diperoleh dari penangkaran kacang tanah yang telah dilakukan di desa Air Bening Kecamatan Bermani Ulu Raya bagi Prima Tani adalah meningkatnya jumlah petani yang menangkarkan kacang tanah dari seorang petani dengan luas lahan 0,3 ha menjadi 4 prang petani dengan luas lahan 1,0 ha. Bagi pemangku kepentingan di daerah seperti Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Rejang Lebong, dampak yang diperoleh berupa terbantunya pembinaan petani terutama petani kacang tanah dan rasa kebanggaan dengan keberhasilan tersebut yang ditunjukkan dengan dikoleksinya sampel masing-masing varietas kacang tanah yang ditangkarkan 0,25 kg. Koleksi ini digunakan sebagai bahan pameran bagi Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Rejang Lebong. Dengan adanya penangkaran benih kacang tanah ini, efek ke Penyerahan benih kacang tanah hasil penangkaran oleh Kepala BPTP Bengkulu ke ketua Gapoktan. depan yang akan diharapkan terjadi yaitu, tersedianya benih kacang tanah yang dapat dijadikan sumber produksi kacang tanah bagi kota Curup yang dikenal dengan ikon kacang curupnya. Sebagai sumber teknologi, BPTP Bengkulu akan semakin dihargai keberadaannya. Sebagai contoh penghargaan kepada BPTP Bengkulu adalah diberikannya kesempatan Kepala BPTP Bengkulu untuk menyerahkan kacang tanah hasil penangkaran kepada ketua gapoktan Prima Usaha pada saat acara Bedah Kampung yang diadakan di desa tetanggga lokasi Prima Tani yaitu desa Babakan Baru Kecamatan Bermani Ulu Raya pada bulan Maret 2008. Acara bedah kampung itu sendiri diresmikan pelaksanaannya oleh Bupati Kabupaten Rejang Lebong Dr Suherman,

Kabupaten Rejang Lebong

Kabupaten Rejang Lebong adalah sebuah kabupaten di Provinsi Bengkulu. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 4.109,8 km² dan populasi 450.000 jiwa. Ibu kotanya ialah Curup Terletak di pegunungan Bukit Besar. Penduduk asli terdiri dari suku Rejang dan suku Lembak. Suku Rejang mendiami kecamatan Kota Padang, Padang Ulak Tanding, Sindang Kelingi. Kabupaten Rejang Lebong memiliki 15 buah kecamatan yang masih dalam pengembangan. Sebelah utara berbatas dengan Kota Lubuk Linggau dan Kabupaten Musi Rawas, sebelah Selatan dengan kabupaten Kepahiang, sebelah timur berbatas dengan kabupaten Lebong dan propinsi Jambi, sedangkan sebelah barat berbatas dengan kabupaten Lahat. Ibukota kabupaten ini di Curup. Terletak 85 km dari kota Bengkulu. Mata pencarian penduduk adalah bertani, dagang, PNS dan lain-lain. Perkebunan rakyat adalah perkebunan kopi, karet. Sedangkan palawija banyak ditanam di lereng gunung Kaba. Sebagian lagi merupakan petani pembuat aren/gula merah.

Kabupaten Konservasi

Kabupaten Lebong merupakan salah satu Daerah Tingkat II di Provinsi Bengkulu. Kabupaten Lebong beribukota di Muaraaman. Kabupaten Lebong dibentuk dari hasil pemekaran Kabupaten Rejang Lebong berdasarkan UU No.39 Tahun 2003, Kabupaten ini terletak di posisi 105º-108º Bujur Timur dan 02º,65’-03º,60’ Lintang Selatan di sepanjang Bukit Barisan serta terklasifikasi sebagai daerah Bukit Range pada ketinggian 500-1.000 dpl dan secara Adminsitratif terdiri dari 77 Desa dan Kelurahan dan 6 Kecamatan dengan Luas wilayah keseluruhan 192.424 Ha dari total luas ini seluas 134.834,55 Ha adalah Kawasan Konservasi dengan peruntukan untuk Kawasan Taman Nasional Kerinci Sebelat 111.035,00 Ha, Hutan Lindung 20.777,40 Ha dan Cagar Alam 3.022,15 Ha. Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS) yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No 736/Mentan/X/1982 kemudian dipekuat berdasarkan SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No 901/kpts-II/1999 sebagai kawasan konservasi dan di wilayah lain juga di kukuhkan sebagai kawasan Hutan Lindung Rimbo Pengadang Register 42 dan kawasan lindung Boven Lais yang awal pengukuhan kawasan ini ditetapkan sebagai hutan lindung oleh Pemerintahan Kolonial Belanda sekitar tahun 1927 yang dikenal sebagai hutan batas Boszwezen (BW).

Hutan Gundul di Rejang Lebong (RL)

41.313 Hektar HL Rejang Lebong (RL) Gundul
Rakyat Bengkulu 22 oktober 2003
Curup - Sejak sembilan bulan terakhir sebanyak 14 warga Rejang Lebong diduga
melakukan tindak pidana kehutanan berhasil digaruk oleh tim terpadu. Saat ini
para tersangka yang diduga menggarap HL atau TNKS itu sudah mendekam di LP
Curup. Ke - 14 warga itu masing-masing Usman, Takhiran, Yaumin, Adil Fitri, Mursalin, Burhan, Sahran, Indar, Wandi, Saip, Iskandar, Herlen Susanto, Roni,
Bahermansyah. Mereka digaruk saat menggarap HL dibeberapa lokasi HL dalam
Kecamatan Tebat Karai, Kepahyang dan Ujan Mas. Kadis Kehutanan dan Perkebunan RL
Chairil Burhan B.Sc melalui Kasubdin Keamanan dan Penyuluhan Ishak Efendi AM. SH
mengatakan saat ini ke- 14 warga itu perkaranya dalam proses penyelidikan untuk
diketahui " kata Ishak, Luas wilayah RL 410.980 Ha, 50 persen dari luas wilayah
itu merupakan hutan dengan fungsi lindung. "Saat ini sudah 1,96 persen habis
ditebang (illegal Logging, red) atau berkurang setiap tahun seluas 2.020 Ha,
"jelas Ishak Efendi, AM, SH didampingi PPNS kehutanan Herodin, SH kepada RB
kemarin". Papar Herodin luas Hutan Lindung RL tercatat 52.600 Ha, sementara
kawasan hutan wisata seluas 13.450 Ha. Hutan suaka alam seluas 3.022,5 Ha dan
cagar alam 11,7 Ha serta TNKS 137.063 Ha. " Saat ini fung si hutan lindung
seluas 206.190,43 Ha yang gundul alias dibabat masyarakat sudah 41.313 Ha,
artinya wilayah RL yang masih ada hutan hanya tersisa 164.862 Ha. Kita masih
kekurangan personil dan peralatan pendukung operasional. Idealnya untuk 25 - 100
Ha itu harus ada satu petugas kehutanan. Untuk menjaga 410.980 Ha hutan di RL
itu kita hanya mempunyai 40 personil. "makanya angka kerusakan hutan akibat
perambah itu terus meningkat", demikian kata Herodin, SH.

Pertamina Mulai Garap Cadangan Panas Bumi di Lebong

PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) mulai menggarap cadangan gas panas bumi di Desa Talang Sakti, Hulu Lais, Kecamatan Lebong Tengah, Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu dengan besar cadangan sekitar 650 Mega Watt Energi (MWE).
Sementara cadangan di beberapa lokasi seperti di Desa Tambang Sawah, Kecamatan Lebong Utara dan di kawasan Bukit Daun, akan menjadi target berikutnya, kata Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Lebong Darsono ATP, Jumat.
Pihak Pertamina sangat serius dan saat ini sudah melakukan sosialisasi terhadap warga sekitar lokasi tambang gas alam itu, disamping sudah mempersiapkan sarana untuk bahan operasi tahap awal yakni mengadakan eksplorasi.
Pemkab Lebong sangat mendukung langkah badan usaha milik negara itu untuk menggarap potensi panas bumi yang sangat melimpah ruah di perut bumi Kabupaten Lebong.
Bupati Lebong Drs Dalhadi Umar belum lama ini mengakui di daerahnya ditemukan potensi panas bumi dan gas alam yang bisa dimanfaatkan untuk memproduksi listrik ratusan MW.
Gas alam berenergi tinggi ditemukan di enam lokasi di daerah itu, sebagian besar berada di pinggiran sungai Ketahun atau hanya sekitar 10 Km dari kota Muara Aman, ibukota Lebong.
Dari enam lokasi itu antara lain di sekitar Desa Sukaraja, ujung Sungai Ketahun dan di Air Kopras, selain itu juga terdapat di sekitar transmigrasi Ladang Palembang dan Lebong Sulit serta di Ulu Lais.
Manajer Mutu PT PGE Wilman Napitupulu mengatakan, untuk menggarap gas panas bumi di Desa Talang Sakti Ulu Lais itu, memerlukan waktu sekitar lima tahun dan menggunakan empat unit turbin dengan kapasitas masing-masing 55 MWE.
Mulai awal tahun 2008 ini pihaknya akan melakukan sosialisasi kepada masyarakat setempat guna melihat dampak negatif dan positif yang dapat dijadikan acuan lokasi pengeboran.
"Kami optimis program itu akan terwujud, karena berbagai elemen masyarakat dan pemerintah sangat mendukung," katanya.
Berdasarkan hasil survei Dinas ESDM Provinsi Bengkulu, cadangan gas alam di daerah itu ditaksir bisa menghasilkan sekitar 1.073 MWE yang terdapat di tiga lokasi, disamping cadangan gas alam berkapasitas besar.
Cadangan panas bumi sebesar itu terdapat di Tambang Sawah, Kecamatan Lebong Utara Kabupaten Lebong dengan jumlah sekitar 173 MWE, kandungan panas bumi di Padang Hulu Lais, Bengkulu Utara ada 650 MWE dan cadangan di Bukit Daun, Kabupaten Rejang Lebong sebanyak 250 MWE.
Potensi panas bumi itu merupakan hasil survei Pertamina sekitar tahun 90-an, sedangkan gas alam tersebut belum tercatat dalam peta geologi, karena baru ditemukan, katanya. (*/rsd)

Kabupaten Lebong

"BERANI lewat hutan kalau pulang malam dari Lebong ke Curup?" Intonasi bernada khawatir terngiang di telinga. Terbayang pula ekspresi cemas dan pandangan tidak percaya. Suasana jalan yang diceritakan salah seorang warga Kabupaten Lebong ternyata benar.
Dalam siraman cahaya lampu mobil, terkadang tampak seorang atau tiga orang berjalan perlahan-lahan di bagian tepi. Pejalan kaki itu tidak membekali diri dengan lentera. Pohon-pohon dan belukar terlihat jauh lebih besar dibandingkan sebelum sinar Matahari menghilang. Tumbuhan yang berada di kanan-kiri jalan itu adalah bagian dari hutan lindung seluas 20.123 hektar di Pegunungan Bukit Barisan. Kabupaten Lebong berada di lereng pegunungan itu.
Jarak dari Lebong Atas, calon ibukota Kabupaten Lebong, ke Curup, ibukota Kabupaten Rejang Lebong, sekitar 60 kilometer. Meski beraspal mulus, kondisi jalan yang berkelok-kelok membuat waktu tempuh sekitar tiga jam. Jalan itu hanya satu-satunya penghubung Kabupaten Lebong dengan daerah lain. Kabupaten ini berposisi kuldesak.
Posisi kuldesak bila di perumahan-menurut feng shui atau ilmu tata letak-mendatangkan hoki atau keberuntungan. Karena hanya memiliki satu jalan masuk dan ke luar, ia bukan merupakan jalan umum. Jalan itu seakan menjadi milik penghuni rumah atau tamunya. Selain terhindar dari suara bising kendaraan yang lewat dan polusi dari asap knalpot, lokasi dengan posisi seperti itu menimbulkan rasa tenang, aman, dan nyaman.
Rasa serupa muncul bila menyusuri lima kecamatan yang berada di Kabupaten Lebong. Meski demikian, posisi itu juga mengakibatkan daerah ini seakan-akan "terisolasi". Satu-satunya daerah yang menjadi tetangga adalah Kabupaten Rejang Lebong yang berada di bagian selatan.
Sebelum akhir tahun 2003, Kabupaten Rejang Lebong merupakan kabupaten induk. Lebong adalah salah satu kecamatan yang masuk wilayah kabupaten itu. Pada 7 Januari 2004, Kecamatan Lebong resmi menjadi Kabupaten Lebong.
Sebagai daerah otonom, kabupaten baru ini telah membuat beberapa rencana pengembangan wilayah. Salah satunya adalah membuka jalan. Jalan alternatif yang hendak dibuat dimaksudkan untuk membuka isolasi transportasi. Dalam perencanaan, jalur baru itu berada di Lebong bagian utara.
Di bagian ini, Kabupaten Lebong berbatasan dengan Kabupaten Kerinci di Provinsi Jambi. Bila terealisasi, jalur itu akan menjadi feeder road atau jalan pengumpan bagi kendaraan trans Sumatera. Kendaraan yang melintasi jalan trans Sumatera akan memiliki alternatif lain ke Provinsi Bengkulu, yakni melalui Kabupaten Lebong.
Dengan keberadaan jalur baru, Kabupaten Lebong bisa memosisikan dirinya sebagai daerah transit di Provinsi Bengkulu dari jalur lintas timur, lintas tengah, serta lintas barat Sumatera. Meski demikian, pembuatan jalan itu terbilang tidak mudah. Pro dan kontra mungkin akan timbul karena jalan itu akan "menembus" Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Luas TNKS yang berada di Kecamatan Lebong Utara sekitar 75.000 ha.
Di luar pro dan kontra yang mungkin akan terjadi, bagi kabupaten sendiri, jalan itu akan mempermudah mengoptimalkan segala potensi yang dimiliki. Lebong bertekad menjadi salah satu daerah penghasil beras dan ikan di Provinsi Bengkulu. Selain itu, kabupaten ini juga ingin mendirikan pabrik pengolah nilam. Rencana lain yang hendak diwujudkan adalah mengembalikan kejayaan Lebong sebagai daerah penghasil emas, seperti yang pernah dicapainya saat penjajahan Belanda sampai era Orde Lama.
Sayangnya kabupaten ini tidak memiliki catatan berapa banyak kandungan emas yang sekarang dimiliki. Meskipun begitu, dengan cara tradisional, masyarakat berusaha mendapatkan emas. Setidaknya ada sekitar 1.100 orang penambang mengadu nasib di lokasi tambang emas. Satu tambang emas di Kecamatan Lebong Selatan dan empat di Kecamatan Lebong Atas. Emas yang mereka peroleh dijual ke Curup atau ke Kota Bengkulu dengan harga jual Rp 98.000 per gram.
Selain emas, tanah kabupaten ini mengandung berbagai macam bahan galian golongan C. Hasil galian yang masuk dalam golongan ini, seperti marmer, batu kapur, pasir kuarsa dan kaolin, juga sering disebut sebagai bahan galian industri. Penambangan bahan galian C tidak memerlukan teknologi canggih dan umumnya dilakukan secara tradisional sebagai tambang rakyat. Meskipun begitu, potensi ini belum termanfaatkan secara optimal.
Kendala yang dihadapi terutama berasal dari ketiadaan modal. Pertambangan termasuk kegiatan padat modal. Selain digunakan untuk pembebasan tanah pada lokasi penambangan, juga untuk biaya eksploitasi. Terkadang nilai eksploitasi yang dikeluarkan tidak sebanding dengan kapasitas cadangan. Selain itu, berdasarkan inventarisasi dan pemetaan galian C yang dilakukan pada tahun 2002, beberapa deposit bahan galian yang terdapat di kabupaten ini berada di kawasan hutan lindung.
Sampai saat ini perekonomian kabupaten bersandar pada pertanian. Produk pertanian yang menjadi unggulan berasal dari tanaman pangan, perikanan, dan perkebunan. Komoditas andalan dari tanaman pangan adalah padi. Sekitar 20.000 tenaga kerja menghabiskan sebagian besar waktu mereka di lahan persawahan. Dari luas panen sedikitnya 8.000 hektar, diperoleh 33.000 ton gabah kering giling. Selain untuk konsumsi lokal, padi juga dipasarkan ke Curup dan Kota Bengkulu.
Sebagai produk unggulan, pertanian memberi kontribusi bagi pendapatan asli daerah (PAD) melalui retribusi. Setiap tahun dari tanaman bahan pangan, terutama beras, diperoleh Rp 60 juta. Sementara perikanan memberi sumbangannya bagi PAD sebesar Rp 25 juta.
Demi peningkatan pendapatan masyarakat dan kas kabupaten, Pemerintah Kabupaten Lebong membuat berbagai program kerja. Untuk tanaman bahan pangan, terutama beras, dilakukan penanaman padi dua kali setahun di seluruh wilayah persawahan. Lebong yang menghadapi hama tikus membuat gerakan pembasmian hama secara serentak dan gotong royong. Mereka yang dapat menangkap hewan pengerat itu mendapat insentif Rp 500 per ekor.
Untuk meningkatkan produksi ikan mas, primadona dari perikanan, Pemkab Lebong mengadakan balai benih ikan yang berfungsi sebagai penyedia bibit ikan. Usaha lainnya adalah memelihara jalan untuk memperlancar pengangkutan hasil ikan ke pasar. Di pasar, harga jual ikan mas Rp 10.000 per kilogram.
Dari perkebunan, yang menjadi primadona adalah nilam. Sekitar 4.000 pekerja menggarap lahan nilam seluas 575 hektar. Dari luas seluruhnya, terdapat tanaman menghasilkan seluas 171 hektar yang memproduksi 16,84 ton nilam. Dengan menggunakan kayu bakar, nilam mengalami proses penyulingan menjadi minyak nilam. Minyak ini kemudian dipasarkan ke Kota Medan di Sumatera Utara dengan harga Rp 225.000 per liter.
Perkebunan, terutama kopi dan nilam, memberi kontribusi terhadap PAD lewat retribusi sebesar Rp 10 juta. Pemkab Lebong tengah mencari cara baru untuk proses penyulingan minyak nilam. Selama ini masyarakat menyuling secara tradisional dengan bahan bakar kayu. Jika cara ini terus dibiarkan, dikhawatirkan masyarakat akan mengambil kayu dari hutan atau melakukan penebangan liar. (BE JULIANERY/Litbang Kompas)

Lebongsimpang

Lebongsimpang
original name: Lebongsimpang
geographical location: Rejang Lebong, Bengkulu, Indonesia, Asia
geographical coordinates: 3° 20' 0" South, 102° 18' 0" East
detailed map of Lebongsimpang and near places
Welcome to the Lebongsimpang google satellite map! This place is situated in Rejang Lebong, Bengkulu, Indonesia, its geographical coordinates are 3° 20' 0" South, 102° 18' 0" East and its original name (with diacritics) is Lebongsimpang. See Lebongsimpang photos and images from satellite below, explore the aerial photographs of Lebongsimpang in Indonesia.

Lebongsimpang hotels: low rates, no booking fees, no cancellation fees. Maplandia.com in partnership with Booking.com offers highly competitive rates for all types of hotels in Lebongsimpang, from affordable family hotels to the most luxurious ones. Booking.com, being established in 1996, is longtime Europe’s leader in online hotel reservations.
At Maplandia.com you won't be charged any booking fees, cancellation fees, or administration fees – the reservation service is free of charge. The reservation system is secure and your personal information and credit card is encrypted.
Hotels nearest to the centre of Lebongsimpang

If you would like to recommend this Lebongsimpang map page to a friend, or if you just want to send yourself a reminder, here is the easy way to do it. Simply fill in the e-mail address and name of the person you wish to tell about Maplandia.com, your name and e-mail address (so they can reply to you with gracious thanks), and click the recommend button. The URL of this site will be included automatically. You may also enter an

Alat-Alat Bertani Orang Rejang

Oleh Naim Emel Prahana
Foto Taneak Jang Land

1. Rimbe (asli Rejang)
2. Pakua (cangkul)
3. Arit
4. Golok
5. Gesek Lai
6. Gesek titik
7. Piseu (pisau)
8. Kapok (kampak)
9. Linggis

Alat Mencari Ikan
1. Kewea (pancing)
Kewea terbuat dari mata pancing, senar (tali), tiang kecea (dari bamboo khusus).
2. Kacea
Kacea sama dengan pancing, perbedaannya terletak pada penggunaan dan pada mata pancingnya. Mata pancing kaeca lebih besar dan di atasnya diikat timah lempeng—gunanya untuk memancing ikan-ikan besar mengejar lempengan timah tersebut. Cara menggunakannya dengan cara dilempar dan diayun-ayunkan di atas permukaan air.
3. Tajua
Tajua itu berupa pancing khusus untuk ikan-ikan besar seperti ikan gabus, limbek (lele; limbat), ikan Slan dan Belut besar (seperti di Danau tes). Tajua biasanya dipasang di waktu sore menjelang magrib dan akan ditarik (diambil) pada pagi hari.
Tajua itu unik, tali senarnya hanya sekitar 1 meter dan di atasnya diberi potongan bamboo kecil atau kayu seukuran jari telenjuk yang tujuan, agar ketika ditarik oleh ikan, tidak hilang tenggelam. Biasanya digunakan potongan-potongan pohon Peak (bambu air yang banyak tumbuh di daerah Danau Tes.
4. Jalai (jala)
Sama dengan jala pada umumnya.
5. Ja’ing (jarring)
Sama dengan jarring pada umumnya
6. Cakik
Cakik adalah bokoa kecil yang sengaja dibuat dengan lubang-lubangnya
7. Bau (Bumbu)
Bau itu terbuat dari anyaman khusus dari bahan bambu, berbentuk loncong. Di bagian mulut Bau memang agak kecil dan didalamnya dibuat perangkap ikan. Jika ikan sudah masuk, maka sulit untuk ke luar lagi. Biasanya Bau itu dipasang di air deras atau antara air yang tenang dengan aliran air deras.
Bau itu efektif sekali untuk menangkap ikan Slan (belut besar), ikan putih, ikan paleu dan lainnya, termasuk ikan sebdok dan limbek.
8. Tabem
Tabem itu sejenis Bau, tapi ukurannya kecil seperti silinder dan pintu masuk ikan ke dalamnya sama dengan mulut Bau. Terbuat dari lidi bambu dan rotan.
9. Tubo (tuba)
Tubo adalah alat peracun ikan yang dibuat dari akar khusus yang beracun. Biasanya ketika ditebarkan ke air—sebelumnya dicampur dengan abu atau tanah atau dedak. Tubo itu tidak membuat ikan mati, akan tetapi menjadikan ikan itu mabuk. Saat mabuk itulah ikan-ikan itu ditangkap.
10. Serapang
Terbuat dari besi dengan tiga mata (seperti trisula) dan dimasukkan ke dalam ujung bambu khusus yang panjangnya sekitar 1,5—2 meter. Tergantung selera yang punya. Serapang itu digunakan pada malam hari yang disebut dengan ‘menyuluak’. Mereka yang mencari ikan dengan menggunakan serapang itu biasanya naik perahu, kemudian menggunakan lampu petromak menyisir pinggir sungai atau Danau Tes.
Serapang dapat dipergunakan untuk mencari ikan, ketika air sungai atau danau sedangkan keadaan bersih dan jernih. Sehingga dari permukaan air, dengan mudah dapat melihat ikan di dasar sungai atau pinggiran danau.


Sambang
Sambang adalah tempat minum yang biasanya digunakan oleh orang Rejang di kebun, sawah sebagai pengganti gelas atau cangkir tempat minum. Sambang itu terbuat dari potongan bambu yang ada ruasnya. Kemudian, kulit luar bambunya dikupas dan dihaluskan dengan pisau. Ukuran sambang sama dengan ukuran gelas atau cangkir, begitu juga tingginya. Ditulis oleh Naim Emel Prahana

Alat Petani Masyarakat Rejang

Oleh Naim Emel Prahana
Foto Taneak Jang Land

Pane
Pane merupakan alat angkut tradisional orang Rejang yang dibawa dengan menggendong atau dipikul dengan alat bantu berupa tali dengan ukuran panjang antara 1,5—2 meter. Alat angkut tradisional orang Rejang itu bersifat multifungsi. Pane itu terbuat dari anyaman kulit bamboo yang sudah tua yang dibuat dengan bentuk: bagian bawahnya empat persegi dan dibagian atasnya berbentuk bundar. Bagian bawah tertutup rapat dengan anyaman yang khas dan bagian atas terbuka—tempat memasukkan barang-barang yang akan diangkut.
Di bagian atap Pane pada pinggiran anyamannya kemudian diikat, dijalin rapat dengan rotan belahan dengan cara pengikatan yang sangat artistic dan berkualitas. Sekitar ¼ ukuran pane di bagian atas lebih kurang 7—10 cm disisipkan rotan belahan atau rotan bulat untuk / tempat tali dipasang. Tali pane itu terbuat dari kulit kayu khusus yang disebut tali pukut—yang dalam pengikatannya agar bias digendong dan disangkutkan ke atas kepala. Tali tersebut diikat sampai bagian bawah pane secara silang. Maksudnya untuk supaya kuat bila dimasukkan barang-barang yang akan diangkut.
Pane sangat multifungsi, gunanya bias mengangkut pakaian, padi dan beras, kayu baker, biji kopi mentah, sayuran dan lainnya.
Bahan-bahan Membuat Pane:
1. kuliat bambu (berusia tua) yang tahan dan biasanya sudah melalui proses pengawetan alami; direndam atau disimpan dengan rentang waktu yang ditentukan atau tidak.
2. rotan (yang sudah tua)
3. kulit kayu pukut (berusia tua).

Ukuran
Ukuran panen tergantung selera. Kalau pane itu berukuran kecil, tanpa menggunakan tali dan ikatan rotan di bagian atasnya disebut dengan bokoa serta bokoa itu pun beraneka ragam ukurannya.
Tingginya ukuran pane sudah ditentukan dengan mempertimbangkan keseimbangan ketika digendong. Kalau pane ukuran besar bias mencapai 1 meter lebih sedikit.

Citong
Citong itu adalah alat dapur masyarakat rejang, terbuat dari bahan kayu yang berkualitas bagus. Gunakanya bias dibuat sendok besar untuk nasi, bias dijadikan untuk pengolah gorengan dengan ukuran tertentu. Bias juga dimanfaatkan (sesuai ukurannya) untuk keperluan lain di dapur.
Cara membuat citong sangat artistic. Bagian pegangannya dibuat sedemikian rupa sehingga bias dipegang oleh tangan (pas untuk dipegang)

Cakik
Cakik adalah sejenis bokoa yang mirip dengan gentong (untuk jenis keramik). Uniknya cakik itu terbuat dari anyaman kulit bamboo atau rotan belahan dengan anyaman yang diselang-selingi dengan jarak tertentu. Untuk membuat lubang-lubang. Biasanya cakik digunakan untuk tempat sayuran, sebelum sayur dimasak, maka dicuci dulu di dalam cakik.
Cakik, juga dimanfaatkan untuk mencari ikan di kali-kali atau danau-danau kecil ataupun di petak sawah yang ada ikannya.

Tudung Bkuwang
Tudung Bkuwang merupakan topi (tudung) berukuran lebar terbuat dari anyaman daun bkuwang yang tumbuh di hutan-hutan bukit barisan di daerah Lebong. Tudung Bkuwang dibuat berbentuk lingkatan dengan bagian atas—bagian yang biasanya diletakkan di atas kepala berbentuk kerucut.
Cara menggunakannya, di bagian dalam tudung bkuwang diberi tali yang gunakan untuk supaya ketika dipakai tidak terbang atau jatuh. Talinya dapat dibuat dari apa saja dan ketika dipakai, tali tersebut melilit hingga dagu.
Semua alat-alat masyarakat Rejang tersebut dibuat dengan tangan-tangan trampil yang memiliki nilai seni tinggi. Baik dalam pembentukannya, penganyamannya, dan ada yang memberikan warna.

Teleng
Teleng adalah alat untuk menampi beras atau padi—agar menjadi bersih. Teleng terbuat dari anyaman kulit bamboo atau rotan belahan yang seluruh pinggir bagian atasnya diikat dengan rotan agar menjadi kuat. Teleng berbentuk panjang separuh krucut. Dari ujung bagian belakang (krucut) ke bagian depan bentuknya melebar dan terbuka di bagian atasnya.
Cara menggunakannya adalah dipegang bagian sisi kiri dan kanan dengan tangan, kemudian diayun-ayun dengan system naik turun. Padi atas beras yang ditampi (dibersihkan), biasa naik turun dan ketika turun membuat angin yang akan menghembuskan (mengeluarkan) kotoran dedak pada beras atau padi hampa pada padi.

Keterangan
Semua alat-alat rumah tangga orang Rejang di atas, bila dimiliki oleh sebuah keluarga merupakan suatu kebanggaan tersendiri. Karena, tidak semua orang Rejang bias membuat pane, tudung bkuwang, cakik, bokoa atau teleng dan lainnya. Bagi yang tidak bias membuat, umumnya membeli dengan harga cukup terjangkau, tergantung bagus tidaknya kualitas alat-alat tersebut.

Sabtu, 29 November 2008

Puluhan Kosmetik Berbahaya Masih Beredar

Puluhan Kosmetik Berbahaya Masih Beredar
Jakarta—Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) kembali mengumumkan 27 jenis produk kosmetik yang mengandung bahan berbahaya dan zat warna di Jakarta, baru-baru ini. Selama Januari silam, BPOM telah menguji produk berbahaya itu.
Data Badan POM menunjukkan, kosmetik tersebut terdiri dari 11 produk impor asal Cina dan Jepang, delapan produk lokal, serta delapan produk yang tidak jelas asal produksinya. Sejumlah produk itu mengandung bahan merkuri, asam retinoat dan zat pewarna rhodamine. Krim pemutih merek Doctor Kayama, Meei Yung putih dan kuning, dua di antaranya. Krim tersebut terdiri atas krim siang dan malam.
Lebih lanjut BPOM menjelaskan, produk kosmetik berbahaya tersebut bisa menimbulkan kerusakan permanen pada susunan saraf otak manusia. Bahkan dapat menimbulkan gangguan ginjal, hati dan perkembangan janin.
Berikut daftar beberapa produk yang masih banyak beredar di pasaran: MRC Puteri Salju Cream, MRC PS Crystal Cream, Blossom Day Cream, Blossom Night Cream, Cream malam Lily Cosmetics, Day Cream Vitamin E Herbal, Locos Antifleck Vitamin E dan Herbal, Meei Yung putih dan kuning. Produk tersebut dijual dengan harga mulai puluhan ribu hingga jutaan rupiah

Puluhan Kilogram Kosmetik Oplosan Disita

Denpasar—Balai Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) Bali menyita puluhan kilogram kosmetik oplosan yang mengandung bahan kimia berbahaya merkuri. Barang-barang tersebut disita dari sebuah industri rumahan di Jalan Watu Renggong, Denpasar, Bali, Kamis (27/11). Diduga bisnis kosmetik oplosan berbahaya ini sudah berjalan sekitar satu tahun. Itu karena produknya sudal lama dijual di kota hingga desa.
Kemarin Badan POM mengumukan 27 kosmetik yang mengandung bahan berbahaya, seperti merkuri, rhodamin juga zat pewarna. Produk-produk ini menjanjikan para penggunanya bisa secantik model yang dipakai dalam iklannya. Selain dijual langsung pemasaran kosmetik itu ada yang melalui sistem multi level marketing. Menurut Kepala Badan POM, Husniah R Thamrin, produk-produk ini sangat berbahaya terutama bagi wanita hamil.

कोस्मेती बेर्बहाया मेंगंदुंग MERCURY

DILARANG BEREDAR DAN DITARIK BPOM)
Ditulis pada Nopember 26, 2008 oleh barcodeindonesia
Diposting lagi oleh Naim Emel Prahana, 28 November 2008.

Pastikan wahai para wanita wajah cantik anda tidak di olesi oleh produk produk yang berbahaya ini, maunya cantik bisa-bisa tambah…..rusak
Inilah daftar kosmetik yang ditarik dari peredaran oleh BPOM karena mengandung bahan berbahaya dan zat warna yang dilarang digunakan dalam kosmetik. Penggunaan bahan tersebut dalam sediaan kosmetik dapat membahayakan kesehatan dan dilarang digunakan seperti tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No 445 / MENKES / PER / V / 1998 tentang Bahan, Zat Warna, Substratum, Zat Pengawet dan Tabir Surya dalam Kosmetik dan Keputusan Kepala BPOM No.HK.00.05.4.1745 tentang Kosmetik.

Berikut daftar 27 kosmetik berbahaya:
1. Doctor Kayama (Whitening Day Cream) : diproduksi oleh CV. Estetika Karya
Pratama, Jakarta mengandung
merkuri.
2. Doctor Kayama (Whitening Night Cream) : diproduksi oleh CV. Estetika Karya
Pratama, Jakarta mengandung
merkuri.
3. MRC Putri Salju Cream : diproduksi oleh CV. Ngongoh
Cosmetic, Bekasi mengandung
retinoic acid.
4. MRC PS Crystal Cream : diproduksi oleh CV. Ngongoh
Cosmetic, Bekasi mengandung
retinoic acid.
5. Blossom Day Cream : tak diketahui produsennya,
mengandung Merkuri.
6.Blossom Night Cream : tak diketahui produsennya,
mengandung Merkuri.
7. Cream Malam : distributor Lily Cosmetics,
Yogyakarta mengandung Merkuri.
8. Day Cream Vitamin E Herbal : diproduksi PT. Locos, Bandung
mengandung Merkuri.
9. Locos Anti Flek Vit.E dan Herbal : diproduksi PT. Locos, Bandung mengandung
Merkuri.
10. Night Cream Vitamin E Herbal : diproduksi PT. Locos, Bandung mengandung
Merkuri.
11. Kosmetik Ibu Sari Krim Siang : tidak ada produsennya, mengandung Merkuri.
12. Krim Malam : tidak ada produsennya, mengandung Merkuri.
13. Meei Yung (putih) : diimpor dari Huang Zhou mengandung Merkuri.
14. Meei Yung (kuning) : diimpor dari Huang Zhou mengandung Merkuri.
15. New Rody Special (putih) : diimpor dari Shenzhen, China mengandung
Merkuri.
16. New Rody Special (kuning) : diimpor dari Shenzen, China mengandung
Merkuri.
17. Shee Na Whitening Pearl Cream : dari Atlie Cosmetic mengandung Merkuri
18. Aily Cake 2 in 1 Eye Shadow “01″ : tidak ada produsennya, mengandung merah K.3.
19. Baolishi Eye Shadow : diproduksi dari Baolishi Group Hongkong
mengandung Rhodamin B (merah K.10).
20. Cameo Make Up Kit 3 in 1 Two Way Cake
dan Multi Eye Shadow
dan Blush dari Tailamei Cosmetic
Industrial Company : mengandung Rhodamin B.
21. Cressida Eye Shadow : tak ada produsennya, mengandung Rhodamin B.
22. KAI Eye Shadoq dan Blush On : mengandung Rhodamin B.
23. Meixue Yizu Eye Shadow : diproduksi oleh Meixue Cosmetic Co.Ltd
mengandung Merah K.10.
24. Noubeier Blusher : diproduksi oleh Taizhou Xhongcun Tianyuan
mengandung Merah K 3.
25. Noubeier Blush On : mengandung merah K 3 dan Rhodamin B.
26. Noubeier Pro-make up Blusher No.5 : diproduksi oleh Taizhou Zhongcun Tianyuan
Daily-Use Chemivals Co Ltd mengandung
merah K3.
27. Sutsyu Eye Shadow : diproduksi oleh Sutsyu Corp Tokyo
mengandung Merah K3.

Sumber: bpom-RI

Puluhan Merek Kosmetik Tak Terdaftar di Bandung


27 November 2008 23:37 – Kesehatan
Puluhan Merek Kosmetik Tak Terdaftar di Bandung
Liputan6.com, Bandung: Kaum hawa jangan terbuai dengan janji manis produk kosmetik. Harga mahal yang dijual di pusat perbelanjaan bukan jaminan. Buktinya, saat inspeksi mendadak di Kings Plaza di Kota Bandung, Jawa Barat, belum lama ini petugas Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan menyita sedikitnya 50 merek kosmetik tak terdaftar.
Janji kulit bak pualam memikat konsumen untuk menggunakan kosmetik merek Blossom yang dijual lewat sistem marketing berjenjang. Tak disangka, kosmetik seharga ratusan ribu tak berizin dan mengandung bahan berbahaya merkuri.
Ulah produsen rumahan tak bertanggung jawab juga terendus petugas di Bali. Dari sebuah rumah di Jalan Watu Renggong, Denpasar, puluhan kilogram kosmetik disita. Semuanya positif mengandung merkuri. Setelah dioplos, kosmetik dikemas dalam pot plastik, diberi label palsu dari Cina. Selanjutnya dilempar ke pasar seharga mulai Rp 2.000 hingga Rp 7.000.
Beberapa waktu lalu, Badan Pengawasan Obat dan Makanan mengumumkan daftar kosmetik berbahaya. Dengan demikian, setiap konsumen diharapkan segera mengenalinya produk-produk berbahaya itu. Bila tidak, pemakaian dalam jangka panjang bisa menimbulkan berbagai gangguan organ tubuh seperti ginjal, hati hingga kematian.

DAFTAR KOSMETIK BERBAHAYA

DILARANG BEREDAR DAN DITARIK BPOM)
Ditulis pada Nopember 26, 2008 oleh barcodeindonesia
Diposting lagi oleh Naim Emel Prahana, 28 November 2008.

Pastikan wahai para wanita wajah cantik anda tidak di olesi oleh produk produk yang berbahaya ini, maunya cantik bisa-bisa tambah…..rusak
Inilah daftar kosmetik yang ditarik dari peredaran oleh BPOM karena mengandung bahan berbahaya dan zat warna yang dilarang digunakan dalam kosmetik. Penggunaan bahan tersebut dalam sediaan kosmetik dapat membahayakan kesehatan dan dilarang digunakan seperti tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No 445 / MENKES / PER / V / 1998 tentang Bahan, Zat Warna, Substratum, Zat Pengawet dan Tabir Surya dalam Kosmetik dan Keputusan Kepala BPOM No.HK.00.05.4.1745 tentang Kosmetik.

Berikut daftar 27 kosmetik berbahaya:
1. Doctor Kayama (Whitening Day Cream)
: diproduksi oleh CV. Estetika Karya Pratama, Jakarta mengandung merkuri.
2. Doctor Kayama (Whitening Night Cream)
: diproduksi oleh CV. Estetika Karya Pratama, Jakarta mengandung merkuri.
3. MRC Putri Salju Cream
: diproduksi oleh CV. Ngongoh Cosmetic, Bekasi mengandung retinoic acid.
4. MRC PS Crystal Cream
: diproduksi oleh CV. Ngongoh Cosmetic, Bekasi mengandung retinoic acid.
5. Blossom Day Cream
: tak diketahui produsennya,mengandung Merkuri.
6.Blossom Night Cream
: tak diketahui produsennya,mengandung Merkuri.
7. Cream Malam
: distributor Lily Cosmetics,Yogyakarta mengandung Merkuri.
8. Day Cream Vitamin E Herbal
: diproduksi PT. Locos, Bandung mengandung Merkuri.
9. Locos Anti Flek Vit.E dan Herbal
: diproduksi PT. Locos, Bandung mengandung Merkuri.
10. Night Cream Vitamin E Herbal
: diproduksi PT. Locos, Bandung mengandung Merkuri.
11. Kosmetik Ibu Sari Krim Siang
: tidak ada produsennya, mengandung Merkuri.
12. Krim Malam
: tidak ada produsennya, mengandung Merkuri.
13. Meei Yung (putih)
: diimpor dari Huang Zhou mengandung Merkuri.
14. Meei Yung (kuning)
: diimpor dari Huang Zhou mengandung Merkuri.
15. New Rody Special (putih)
: diimpor dari Shenzhen, China mengandung Merkuri.
16. New Rody Special (kuning)
: diimpor dari Shenzen, China mengandung
Merkuri.
17. Shee Na Whitening Pearl Cream
: dari Atlie Cosmetic mengandung Merkuri
18. Aily Cake 2 in 1 Eye Shadow “01″
: tidak ada produsennya, mengandung merah K.3.
19. Baolishi Eye Shadow
: diproduksi dari Baolishi Group Hongkong mengandung Rhodamin B (merah K.10).
20. Cameo Make Up Kit 3 in 1 Two Way Cake dan Multi Eye Shadow dan Blush dari Tailamei Cosmetic Industrial Company
: mengandung Rhodamin B.
21. Cressida Eye Shadow
: tak ada produsennya, mengandung Rhodamin B.
22. KAI Eye Shadoq dan Blush On
: mengandung Rhodamin B.
23. Meixue Yizu Eye Shadow
: diproduksi oleh Meixue Cosmetic Co.Ltd mengandung Merah K.10.
24. Noubeier Blusher
: diproduksi oleh Taizhou Xhongcun Tianyuan mengandung Merah K 3.
25. Noubeier Blush On
: mengandung merah K 3 dan Rhodamin B.
26. Noubeier Pro-make up Blusher No.5
: diproduksi oleh Taizhou Zhongcun Tianyuan Daily-Use Chemivals Co Ltd mengandung
merah K3.
27. Sutsyu Eye Shadow
: diproduksi oleh Sutsyu Corp Tokyo mengandung Merah K3.

Sumber: bpom-RI

Kamis, 27 November 2008

Marga Bukan Administrasi Pemerintah Masyarakat Rejang

Oleh Naim Emel Prahana

Mengenai istilah marga dalam masyarakat Rejang, sebenarnya bukan asli dari suku Rejang melainkan dibawa dan diterapkan oleh Asisten Residen Belanda di Keresidenan Palembang, J Waland. J Waland membawa konsep ke-marga-an itu dari Palembang ke Bengkulu tahun 1861. (mungkin untuk lebih pasnya silakan baca Adatrectbundel XXVII hal 484-6.)
Di dalam IGOB (Inlandsch Gemeente OrdonantieBuitengewesten) tahun 1928 Belanda secara resmi menerap system pemerintahan yang diberi nama Marga. Sedangkan pengaturan system pemerintah di Lampung baru diatur pada tahun 1929. seperti termuat dalam Staatblad 1929 N0 362. Waktu itu Lampung dijadikan satu Afdeling yang dipimpin seorang Residen.
Satu wilayah Afdeling terbagi dalam 5 (lima) onder afdeling masing-masing dikepalai oleh seorang kontolir yang dijabat oleh orang Belanda. Sedangkan system marga di Bengkulu—khususnya pada masyarakat Rejang diterapkan pada tahun 1861 yang dibawa oleh J Waland dari Palembang. Dengan demikian, penerapan pemerintah marga di Bengkulu lebih tua dari di Lampung.
Suku Rejang dikenal mudah penerima pendatang dalam pergaulan sehariu-hari. Namun, di balik penerimaan tersebut. Suku Rejang (Orang Rejang) sering melupakan identitas mereka, karena mudah percaya dengan pendatang. Sebagai satu dari 18 lingkaran suku bangsa terbesar di Indonesia, suku bangsa Rejang 100% menganut agama Islam. Mata pencaharian utama adalah dari sektor pertanian.
Marga atau Mego yang merupakan pola atau sistem administrasi pemerintahan di zaman Hindia Belanda. Bukan asli dari sukubangsa Rejang. Melainkan diimport dari Palembang oleh J Waland, tujuannya untuk kepentingan penjajahan pihak Belanda. Walau kemudian sistem marga itu sangat dikenal oleh masyarakat Rejang, tapi pada akhirnya sistem itu dihapus.

Definisi Marga
Marga adalah komunitas masyarakat yang mendiami beberapa dusun (sekarang, desa) yang merupakan pola atau system administrasi pemerintahan yang dikepalai oleh seorang Pasirah (pesirah, pen). Kalau di Lampung, Marga terdiri beberapa Mego dan sebaliknya demikian. Namun, di Lampung setelah system pemerintahan Marga dihapus dan diganti Negeri. Dan, di Bengkulu langsung masuk ke system tata pemerintahan Indonesia.
Marga juga bias diartikan sebagai nama nama keluarga dari turun temurun yang mengingatkan generasi berikutnya akan nenek moyang mereka. Itu, biasa digunakan di daerah Batak, orang China, Padang dan daerah lainnya. Artinya, marga itu dikaitkan dengan bagian nama sebagai pertanda dari keluarga mana seseorang itu berasal. Marga lazim ada di banyak kebudayaan di dunia.
Nama marga pada kebudayaan Barat dan kebudayaan-kebudayaan yang terpengaruh budaya Barat (yang lebih menonjolkan individu) umumnya terletak di belakang, oleh karena itu disebut pula nama belakang. Kebalikannya, budaya Tionghoa dan Asia Timur lainnya menaruh nama marga di depan karena yang ditonjolkan adalah keluarga, individu dinomorduakan setelah keluarga.
Ada pula kebudayaan-kebudayaan yang dulunya tidak menggunakan marga, misalnya suku Jawa di Indonesia, meski saat ini banyak yang sudah mengadopsi nama keluarga. Dalam sistematika biologis, marga digunakan bergantian untuk takson 'genus'. Dalam hal itu dapat kita lihat di Lampung yang mengenal marga-marga yang mulanya bersifat geneologis-territorial. Tapi, tahun 1928, pemerintah Belanda menetapkan perubahan marga-marga geneologi-teritorial menjadi marga-marga teritorial-genealogis, dengan penentuan batas-batas daerah masing-masing.
Setiap marga dipimpin oleh seorang kepala marga atas dasar pemilihan oleh dan dari punyimbang-punyimbang yang bersangkutan. Demikian pula, kepala-kepala kampung ditetapkan berdasarkan hasil pemilihan oleh dan dari para punyimbang.

Di seluruh keresidenan Lampung, terdapat marga-marga teritorial sebagai berikut:
No. Nama Marga Kecamatan sekarang Beradat Berbahasa(Dialek)
1. Melinting Labuhan Maringgai Peminggir Melinting A (api)
2. Jabung Jabung idem idem
3. Sekampung idem idem idem
4. Ratu Dataran Ratu Peminggir Darah Putih idem
5. Dataran idem idem idem
6. Pesisir Kalianda idem idem
7. Rajabasa idem idem idem
8. Ketibung Way Ketibung idem idem
9. Telukbetung Telukbetung Peminggir Teluk idem
10. Sabu Mananga Padangcermin idem idem
11. Ratai idem idem idem
12. Punduh idem idem idem
13. Pedada idem idem idem
14. Badak Cukuhbalak Peminggir Pemanggilan (Semaka) idem
15. Putih Doh idem idem idem
16. Limau Doh idem idem idem
17. Kelumbayan idem idem idem
18. Pertiwi idem idem idem
19. Limau Talangpadang idem idem
20. Gunungalip idem idem idem
21. Putih Kedondong idem idem
22. Beluguh Kotaagung idem idem
23. Benawang idem idem idem
24. Pematang Sawah idem idem idem
25. Ngarip Semuong Wonosobo idem idem
26. Buay Nunyai (Abung) Kotabumi Pepadun O (nyou)
27. Buay Unyi Gunungsugih idem idem
28. Buay Subing Terbanggi idem idem
29. Buay Nuban Sukadana idem idem
30. Buay Beliyuk Terbanggi idem idem
31. BuayNyerupa Gunungsugih idem idem
32. Selagai Abung Barat idem idem
33. Anak Tuha Padangratu idem idem
34. Sukadana Sukadana idem idem
35. Subing Labuan Labuan Maringgai idem idem
36. Unyi Way Seputih Seputihbanyak idem idem
37. Gedongwani Sukadana idem idem
38. Buay Bolan Udik Karta (Tulangbawang Udik) Pepadun (Megou-pak) idem
39. Buay Bolan Menggala idem idem
40. Buay Tegamoan Tulangbawang Tengah idem idem
41. Buay Aji Tulangbawang Tengah idem idem
42. Buay Umpu Tulangbawang Tengah idem idem
43. Buay Pemuka Bangsa Raja Negeri Besar Pepadun A (api)
44. Buay Pemuka Pangeran Ilir Pakuonratu idem idem
45. Buay Pemuka Pangeran Udik Pakuonratu idem idem
46. Buay Pemuka Pangeran Tuha Belambangan Umpu idem idem
47. Buay Bahuga Bahuga (Bumiagung) idem idem
48. Buay Semenguk Belambangan Umpu idem idem
49. Buay Baradatu Baradatu idem idem
50. Bungamayang Negararatu Pepadun (Sungkai) idem
51. Balau Kedaton idem idem
52. Merak-Batin Natar idem idem
53. Pugung Pagelaran idem idem
54. Pubian (Nuat) Padangratu idem idem
55. Tegineneng Tegineneng idem idem
56. Way Semah Gedongtataan idem idem
57. Rebang Pugung Talangpadang Semende Sumatera Selatan
58. Rebang Kasui Kasui idem idem
59. Rebang Seputih Tanjungraya idem idem
60. Way Tube Bahuga Ogan idem
61. Mesuji Wiralaga Pegagan idem
62. Buay Belunguh Belalau Peminggir (Belalau) A (api)
63. Buay Kenyangan Batubrak idem idem
64. Kembahang Batubrak idem idem
65. Sukau Sukau idem idem
66. Liwa
Balik Bukit Liwa idem idem
67. Suoh Suoh idem idem
68. Way Sindi Karya Penggawa idem idem
69. La'ai Karya Penggawa idem idem
70. Bandar Karya Penggawa idem idem
71. Pedada Pesisir Tengah idem idem
72. Ulu Krui Pesisir Tengah idem idem
73. Pasar Krui Pesisir Tengah idem idem
74. Way Napal Pesisir Selatan idem idem
75. Tenumbang Pesisir Selatan idem idem
76. Ngambur Bengkunat idem idem
77. Ngaras Bengkunat idem idem
78. Bengkunat Bengkunat idem idem
79. Belimbing Bengkunat idem idem
80. Pugung Penengahan Pesisir Utara idem idem
81. Pugung Melaya Lemong idem idem
82. Pugung Tampak- Pesisir Utara idem idem
83. Pulau Pisang Pesisir Utara idem idem
84. Way Tenong Way Tenong Semendo Sumatera Selatan

Susunan marga-marga territorial yang berdasarkan keturunan kerabat tersebut, pada masa kekuasaan Jepang sampai masa kemerdekaan pada tahun 1952 dihapus dan dijadikan bentuk pemerintahan negeri. Sejak tahun 1970, nampak susunan negeri sebagai persiapan persiapan pemerintahan daerah tingkat III tidak lagi diaktifkan, sehingga sekarang kecamatan langsung mengurus pekon-pekon/kampung/desa sebagai bawahannya.

Dalam perkembangannya, suku bangsa Rejang atau Suku Rejang (boleh disebut dengan kata Orang Rejang) banyak melakukan reformasi pola pikir dari pola pikir agraris tradisional ke pola pikir pendidik formal. Masyarakat Rejang pada awalnya banyak mengirimkan putra-putrinya bersekolah ke daerah Sumatera Padang dengan tujuan Padang, Padang Panjang, Bukittinggi, Payakumbuh dan daerah lainnya.

Di samping itu banyak dari mereka bersekolah di Palembang, dan sangat sedikit melanjutkan pendidik ke Jawa. Kalaupun ada, jumlahnya sangat sedikit. Baru sekitar tahun 70-an kelanjutan sekolah orang-orang Rejang berkiblat ke Jawa, terutama Yogyakarta, Jakarta dan Bandung dan adapula yang menerobos ke Medan.

Akibat banyaknya putra-putri orang Rejang pergi merantau melanjutkan pendidikan di luar Bengkulu membawa konsekuensi logis terhadap pertambahan penduduk di Lebong, Rejang dan sekitarnya—di dalam wilayah provinsi Bengkulu. Pertambahan penduduknya lamban.

Dipelopori orang Rejang dari Kotadonok, Talangleak, Semelako dan Muara Aman yang banyak menjadi pejabat di luar daerah, jadi anggota TNI dan Polri. Akhirnya sekitar tahun 1980-an orang Rejang yang jadi anggota TNI dan Polri serta PNS semakin banyak dan bertebaran dari Aceh sampai Irian Jaya.

Rabu, 26 November 2008

Marga Bukan Administrasi Pemerintah Masyarakat Rejang

Marga Bukan Administrasi Pemerintah Masyarakat Rejang
Oleh Naim Emel Prahana

Mengenai istilah marga dalam masyarakat Rejang, sebenarnya bukan asli dari suku Rejang melainkan dibawa dan diterapkan oleh Asisten Residen Belanda di Keresidenan Palembang, J Waland. J Waland membawa konsep ke-marga-an itu dari Palembang ke Bengkulu tahun 1861. (mungkin untuk lebih pasnya silakan baca Adatrectbundel XXVII hal 484-6.)
Di dalam IGOB (Inlandsch Gemeente OrdonantieBuitengewesten) tahun 1928 Belanda secara resmi menerap system pemerintahan yang diberi nama Marga. Sedangkan pengaturan system pemerintah di Lampung baru diatur pada tahun 1929. seperti termuat dalam Staatblad 1929 N0 362. Waktu itu Lampung dijadikan satu Afdeling yang dipimpin seorang Residen.
Satu wilayah Afdeling terbagi dalam 5 (lima) onder afdeling masing-masing dikepalai oleh seorang kontolir yang dijabat oleh orang Belanda. Sedangkan system marga di Bengkulu—khususnya pada masyarakat Rejang diterapkan pada tahun 1861 yang dibawa oleh J Waland dari Palembang. Dengan demikian, penerapan pemerintah marga di Bengkulu lebih tua dari di Lampung.
Suku Rejang dikenal mudah penerima pendatang dalam pergaulan sehariu-hari. Namun, di balik penerimaan tersebut. Suku Rejang (Orang Rejang) sering melupakan identitas mereka, karena mudah percaya dengan pendatang. Sebagai satu dari 18 lingkaran suku bangsa terbesar di Indonesia, suku bangsa Rejang 100% menganut agama Islam. Mata pencaharian utama adalah dari sektor pertanian.
Marga atau Mego yang merupakan pola atau sistem administrasi pemerintahan di zaman Hindia Belanda. Bukan asli dari sukubangsa Rejang. Melainkan diimport dari Palembang oleh J Waland, tujuannya untuk kepentingan penjajahan pihak Belanda. Walau kemudian sistem marga itu sangat dikenal oleh masyarakat Rejang, tapi pada akhirnya sistem itu dihapus.

Definisi Marga
Marga adalah komunitas masyarakat yang mendiami beberapa dusun (sekarang, desa) yang merupakan pola atau system administrasi pemerintahan yang dikepalai oleh seorang Pasirah (pesirah, pen). Kalau di Lampung, Marga terdiri beberapa Mego dan sebaliknya demikian. Namun, di Lampung setelah system pemerintahan Marga dihapus dan diganti Negeri. Dan, di Bengkulu langsung masuk ke system tata pemerintahan Indonesia.
Marga juga bias diartikan sebagai nama nama keluarga dari turun temurun yang mengingatkan generasi berikutnya akan nenek moyang mereka. Itu, biasa digunakan di daerah Batak, orang China, Padang dan daerah lainnya. Artinya, marga itu dikaitkan dengan bagian nama sebagai pertanda dari keluarga mana seseorang itu berasal. Marga lazim ada di banyak kebudayaan di dunia.
Nama marga pada kebudayaan Barat dan kebudayaan-kebudayaan yang terpengaruh budaya Barat (yang lebih menonjolkan individu) umumnya terletak di belakang, oleh karena itu disebut pula nama belakang. Kebalikannya, budaya Tionghoa dan Asia Timur lainnya menaruh nama marga di depan karena yang ditonjolkan adalah keluarga, individu dinomorduakan setelah keluarga.
Ada pula kebudayaan-kebudayaan yang dulunya tidak menggunakan marga, misalnya suku Jawa di Indonesia, meski saat ini banyak yang sudah mengadopsi nama keluarga. Dalam sistematika biologis, marga digunakan bergantian untuk takson 'genus'. Dalam hal itu dapat kita lihat di Lampung yang mengenal marga-marga yang mulanya bersifat geneologis-territorial. Tapi, tahun 1928, pemerintah Belanda menetapkan perubahan marga-marga geneologi-teritorial menjadi marga-marga teritorial-genealogis, dengan penentuan batas-batas daerah masing-masing.
Setiap marga dipimpin oleh seorang kepala marga atas dasar pemilihan oleh dan dari punyimbang-punyimbang yang bersangkutan. Demikian pula, kepala-kepala kampung ditetapkan berdasarkan hasil pemilihan oleh dan dari para punyimbang.

Di seluruh keresidenan Lampung, terdapat marga-marga teritorial sebagai berikut:
No. Nama Marga Kecamatan sekarang Beradat Berbahasa(Dialek)
1. Melinting Labuhan Maringgai Peminggir Melinting A (api)
2. Jabung Jabung idem idem
3. Sekampung idem idem idem
4. Ratu Dataran Ratu Peminggir Darah Putih idem
5. Dataran idem idem idem
6. Pesisir Kalianda idem idem
7. Rajabasa idem idem idem
8. Ketibung Way Ketibung idem idem
9. Telukbetung Telukbetung Peminggir Teluk idem
10. Sabu Mananga Padangcermin idem idem
11. Ratai idem idem idem
12. Punduh idem idem idem
13. Pedada idem idem idem
14. Badak Cukuhbalak Peminggir Pemanggilan (Semaka) idem
15. Putih Doh idem idem idem
16. Limau Doh idem idem idem
17. Kelumbayan idem idem idem
18. Pertiwi idem idem idem
19. Limau Talangpadang idem idem
20. Gunungalip idem idem idem
21. Putih Kedondong idem idem
22. Beluguh Kotaagung idem idem
23. Benawang idem idem idem
24. Pematang Sawah idem idem idem
25. Ngarip Semuong Wonosobo idem idem
26. Buay Nunyai (Abung) Kotabumi Pepadun O (nyou)
27. Buay Unyi Gunungsugih idem idem
28. Buay Subing Terbanggi idem idem
29. Buay Nuban Sukadana idem idem
30. Buay Beliyuk Terbanggi idem idem
31. BuayNyerupa Gunungsugih idem idem
32. Selagai Abung Barat idem idem
33. Anak Tuha Padangratu idem idem
34. Sukadana Sukadana idem idem
35. Subing Labuan Labuan Maringgai idem idem
36. Unyi Way Seputih Seputihbanyak idem idem
37. Gedongwani Sukadana idem idem
38. Buay Bolan Udik Karta (Tulangbawang Udik) Pepadun (Megou-pak) idem
39. Buay Bolan Menggala idem idem
40. Buay Tegamoan Tulangbawang Tengah idem idem
41. Buay Aji Tulangbawang Tengah idem idem
42. Buay Umpu Tulangbawang Tengah idem idem
43. Buay Pemuka Bangsa Raja Negeri Besar Pepadun A (api)
44. Buay Pemuka Pangeran Ilir Pakuonratu idem idem
45. Buay Pemuka Pangeran Udik Pakuonratu idem idem
46. Buay Pemuka Pangeran Tuha Belambangan Umpu idem idem
47. Buay Bahuga Bahuga (Bumiagung) idem idem
48. Buay Semenguk Belambangan Umpu idem idem
49. Buay Baradatu Baradatu idem idem
50. Bungamayang Negararatu Pepadun (Sungkai) idem
51. Balau Kedaton idem idem
52. Merak-Batin Natar idem idem
53. Pugung Pagelaran idem idem
54. Pubian (Nuat) Padangratu idem idem
55. Tegineneng Tegineneng idem idem
56. Way Semah Gedongtataan idem idem
57. Rebang Pugung Talangpadang Semende Sumatera Selatan
58. Rebang Kasui Kasui idem idem
59. Rebang Seputih Tanjungraya idem idem
60. Way Tube Bahuga Ogan idem
61. Mesuji Wiralaga Pegagan idem
62. Buay Belunguh Belalau Peminggir (Belalau) A (api)
63. Buay Kenyangan Batubrak idem idem
64. Kembahang Batubrak idem idem
65. Sukau Sukau idem idem
66. Liwa
Balik Bukit Liwa idem idem
67. Suoh Suoh idem idem
68. Way Sindi Karya Penggawa idem idem
69. La'ai Karya Penggawa idem idem
70. Bandar Karya Penggawa idem idem
71. Pedada Pesisir Tengah idem idem
72. Ulu Krui Pesisir Tengah idem idem
73. Pasar Krui Pesisir Tengah idem idem
74. Way Napal Pesisir Selatan idem idem
75. Tenumbang Pesisir Selatan idem idem
76. Ngambur Bengkunat idem idem
77. Ngaras Bengkunat idem idem
78. Bengkunat Bengkunat idem idem
79. Belimbing Bengkunat idem idem
80. Pugung Penengahan Pesisir Utara idem idem
81. Pugung Melaya Lemong idem idem
82. Pugung Tampak- Pesisir Utara idem idem
83. Pulau Pisang Pesisir Utara idem idem
84. Way Tenong Way Tenong Semendo Sumatera Selatan

Susunan marga-marga territorial yang berdasarkan keturunan kerabat tersebut, pada masa kekuasaan Jepang sampai masa kemerdekaan pada tahun 1952 dihapus dan dijadikan bentuk pemerintahan negeri. Sejak tahun 1970, nampak susunan negeri sebagai persiapan persiapan pemerintahan daerah tingkat III tidak lagi diaktifkan, sehingga sekarang kecamatan langsung mengurus pekon-pekon/kampung/desa sebagai bawahannya.

Dalam perkembangannya, suku bangsa Rejang atau Suku Rejang (boleh disebut dengan kata Orang Rejang) banyak melakukan reformasi pola pikir dari pola pikir agraris tradisional ke pola pikir pendidik formal. Masyarakat Rejang pada awalnya banyak mengirimkan putra-putrinya bersekolah ke daerah Sumatera Padang dengan tujuan Padang, Padang Panjang, Bukittinggi, Payakumbuh dan daerah lainnya.

Di samping itu banyak dari mereka bersekolah di Palembang, dan sangat sedikit melanjutkan pendidik ke Jawa. Kalaupun ada, jumlahnya sangat sedikit. Baru sekitar tahun 70-an kelanjutan sekolah orang-orang Rejang berkiblat ke Jawa, terutama Yogyakarta, Jakarta dan Bandung dan adapula yang menerobos ke Medan.

Akibat banyaknya putra-putri orang Rejang pergi merantau melanjutkan pendidikan di luar Bengkulu membawa konsekuensi logis terhadap pertambahan penduduk di Lebong, Rejang dan sekitarnya—di dalam wilayah provinsi Bengkulu. Pertambahan penduduknya lamban.

Dipelopori orang Rejang dari Kotadonok, Talangleak, Semelako dan Muara Aman yang banyak menjadi pejabat di luar daerah, jadi anggota TNI dan Polri. Akhirnya sekitar tahun 1980-an orang Rejang yang jadi anggota TNI dan Polri serta PNS semakin banyak dan bertebaran dari Aceh sampai Irian Jaya.

Lintas Tambang Emas Di Lebong

Dr Lindayanti. M.Hum
Diposting kembali oleh Naim Emel Prahana
Tanggal 27 November 2008.

Diperkirakan perusahaan eksplorasi emas pertama di Rejang Lebong, khususnya di Lebong sekitar tahun 1897. Perusahaan Eksplorasi Emas Redjang Lebong itu pada tahun 1898 merubah menjadi Perusahaan Tambang Redjang Lebong. Tahun 1900 berdiri pula Perusahaan Eksplorasi Tambang Lebong Sulit, Perusahaan Eksplorasi Tambang Emas Simau (1901), Perusahaan Tambang Lebong Kandis (1909), dan Perusahaan Tambang Glumbuk (1910).
Namun demikian, jauh sebelum pembukaan tambang emas secara besar-besaran itu, masyarakat Rejang sudah melakukan kegiatan penambangan emas secara tradisionil. Terutama setelah selesai panen.
Dari brbagai sumber, seperti keterangan informasi dari Haji Ismael, warga Pasar Curup yang menceritakan pengetahuannya tentang daerah Rejang Lebong yang banyak mengandung emas. Kemudian informasi Administratur Perkebunan Kopi Soeban Ayam , Eugen Kassel. Pembukaan tambang emas di Lebong diawali dengan penelitian awal dilakukan Eugen Kassel di daerah Lebong. Hasil penelitian emas di daerah Lebong itu menarik perhatian para pengusaha tambang emas di Batavia, yang kemudian mendirikan perusahaan tambang emas bernama Lebong Goud Syndicaat untuk mengadakan penelitian tentang kandungan emas di daerah Lebong.
Lalu diikuti berdirinya perusahaan-perusahaan tambang di daerah Lebong. Sebenarnya, sebelum orang-orang Eropa menemukan tambang emas di daerah Lebong, penduduk setempat sudah terlebih dahulu melakukan penambangan emas. Hal ini dapat diketahui berdasarkan cerita rakyat, dan diantaranya berdasarkan informasi dari Sultan Maruan keturunan dari Sultan Muko-Muko.
Oleh karena itu, sejak dimulainya pembangunan jalan dari kota Bengkulu menuju dataran tinggi Lebong, perusahaan telah menggunakan kuli-kuli pendatang. Pemakaian jumlah kuli pendatang bertambah sejak 1900-an dengan kegiatan eksplorasi tambang di daerah Lebong. Saat itu di Lebong diperkirakan terdapat enam sampai tujuh perusahaan eksplorasi, salah satunya milik Firma Erdmann & Sielcken, yaitu Perusahaan Eksplorasi Tambang Redjang Lebong. Setelah perusahaan eksplorasi berhasil menemukan area penambangan di Lebong Donok (Marga Suku IX) maka perusahaan tambang dibentuk, yaitu Perusahaan Tambang Emas Redjang-Lebong di bawah direksi Lebong-Goudsyndicaat.
Pada masa awal eksploitasi, Perusahaan Tambang Redjang Lebong banyak menggunakan kuli orang Cina yang didatangkan dari Singapura, dan sebagian kecil kuli dari Jawa Barat. Penggunaan kuli dari Cina itu karena kuli dari Pulau Jawa sulit didapatkan dengan adanya permintaan yang besar terhadap kuli dari Pulau Jawa untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi tambang di wilayah Hindia Belanda. Mereka pun sulit mendapatkan kuli dari daerah sekitar penambangan karena kebanyakan orang Rejang tidak berminat bekerja di perusahaan tambang maupun perkebunan milik orang Eropa. Mereka hanya bersedia bekerja sekali waktu di pertambangan dan kadang kala mereka menjual hasil padi, ternak, sayur, dan kayu untuk bangunan pada perusahaan.
Setelah mendapatkan kuli, perusahaan masih harus menghadapi permasalahan banyak kuli yang sakit, bahkan meninggal dunia pada awal kedatangannya. Hal ini terjadi antara lain karena lokasi penambangan yang jauh di pedalaman Dataran Tinggi Rejang Lebong sehingga kuli pendatang harus menempuh perjalanan panjang untuk mencapai lokasi penambangan. Kuli pendatang dari Pelabuhan Bengkulu harus berjalan kaki selama tujuh hari melewati Kepahiang, Pasar Curup, dan Dusun Kotadonok untuk sampai ke Lebong Donok.
Menurut laporan perusahaan, pada tahun 1898 Perusahaan Tambang Redjang-Lebong telah mempekerjakan kuli sebanyak 650 orang. Mereka dipekerjakan untuk pembukaan hutan dan pembangunan jalan dengan upah kerja sebesar 40 sen/orang/hari dengan tambahan 20 sen bagi kuli yang bekerja di luar perusahaan. Masa eksplorasi tambang dan pembuatan jalan dirasakan berat bagi para kuli tambang, karena mereka bekerja di daerah ketinggian 1.200 meter/dpl. di perbukitan Barisan. Selain medan yang berat, para kuli sering mengalami kurang makan dan terserang penyakit, terutama pada musim hujan. Penyakit yang sering menyerang para kuli saat membuka hutan dan membangun jalan adalah malaria dan beri-beri. Kematian kuli yang tinggi terutama terjadi saat eksplorasi tambang di Lebong Donok (tahun 1901), yaitu 50 orang/bulan dan pada tahun 1902 kuli yang meninggal dunia berjumlah 263 orang, sedangkan kuli yang sakit berjumlah 1584 orang.
Curah hujan yang tinggi di Dataran Tinggi Rejang Lebong menjadi salah satu sebab banyak kuli terjangkit penyakit, selain itu juga mengakibatkan banyak jembatan dan jalan yang rusak karena diterjang banjir. Misalnya, pada tahun 1898 banjir mengakibatkan jalan pemerintah antara kota Bengkulu menuju Lais tertutup untuk angkutan gerobak. Hal ini mengakibatkam pasokan beras untuk para kuli yang kebanyakan berada di daerah Redjang-Lebong terhenti. Oleh karena beras masih didatangkan dari Batavia melalui pelabuhan Bengkulu, apabila terjadi keterlambatan kedatangan beras, maka di lokasi penambangan akan terjadi kekurangan pangan.
Pada awal pertumbuhan, perusahaan mengalami berbagai kesulitan, antara lain kekurangan tenaga kerja dan kecukupan kebutuhan pangan bagi pekerja perusahaan. Dalam hal mengatasi kekurangan tenaga kerja, perusahaan mendatangkan tenaga kerja kuli dari daerah lain, terutama dari Pulau Jawa. Selanjutnya, dalam hal memenuhi kebutuhan pangan, pihak perusahaan berusaha menarik para bekas kuli untuk menetap di sekitar perusahaan. Perusahaan akan menyediakan lahan untuk bertani bagi bekas kuli yang mau menetap.

( Dikutip dari dan seizin Dr. Lindayanti. M.Hum “ BAB III : KEBUTUHAN TENAGA KERJA DAN KEBIJAKAN KEPENDUDUKAN: MIGRASI ORANG DARI JAWA KE BENGKULU 1908-1941” Disertasi untuk memperoleh derajat Doktor Ilmu Sejarah pada Universitas Gadjah Mada 9 Agustus 2007.)Untuk kajian tentang Sejarah Perkebunan Teh di Bengkulu dapat dilihat dari Skripsi Sarjana Sastra bidang Ilmu Sejarah. Fak. Sastra Universitas Andalas Padang. Ardiansyah.DSS “SEJARAH PERKEBUNAN TEH DI BENGKULU 1927-1988”

Literature
[1] Mengenai Traktat London lihat, P.H. van der Kemp, “Benkoelen Krachtens het Londensch Tractaat van 15 Maart 1824” BKI deel 56, (‘s-Gravenhage: Martinus Nijhoff, 1903) hlm. 308-312.

[2] Seorang posthouder untuk daerah Lais dan Kaur, seorang gezaghebber untuk daerah Muko-Muko dan Manna, dan seorang kontrolir untuk daerah Seluma dan Krui dengan fungsi yang sama, yaitu penanggung jawab wilayah masing-masing, L. van Vinne, “Benkoelen zoo als het is, en de Benkoelezen zoo als Zij zijn”, TNI vijfde jrg. (Batavia: Ter Landsdrukkerij, 1843), hlm. 558.

[3] Penduduknya terdiri dari penduduk asli (disebut anak sungai) dan penduduk pendatang dari Indrapura (disebut anak pesisir).

[4] Penduduknya adalah suku Rejang Empat Petulai, distrik Sungai Itam yang dihuni oleh penduduk yang disebut anak lakitan

[5] Penduduknya disebut anak lakitan

[6] Pada masa pemerintahan Kompeni Inggris daerah-daerah ini disebut wilayah Keresidenan Luar yang diperintah oleh seorang Residen

[7] Mengenai besarnya tunjangan yang diberikan kepada para Kepala Adat di Bengkulu dapat dilihat di ‘Over Pangerangs Raad Bencoelen’, Arsip Bengkulu, no. B 6/13

[8]Surat Keputusan Komisaris Jendral no.69, tanggal. 18 Agustus 1826, lihat ‘Aantekeningen Gehouden op een Reis in de Binnenlanden van Sumatra enz, De Oosterlingen 1832, Arsip Bengkulu, no. B 6/24
[9] P. Wink, “ De Ontwikkeling der Inheemsche Rechtspraak in het Gewest Benkoelen”, TBG deel LXIX (Batavia: Albrecht & Co., 1912), hlm. 27

[10] Perjanjian berisi tentang pengukuhan hak pemilikan wilayah kepada Pangeran Sungai Lemau, Pangeran Sungai Itam, Sultan Muko-Muko, serta Kepala distrik di wilayah Manna, Seluma, dan Kaur. Lebih lanjut lihat Orders by the Honble the Lieutenant Governor Fort Marlborough 22 May 1820”, Arsip Bengkulu B. 6/14

[11] Mengenai percobaan tanam paksa pala dan cengkeh masa Asisten Residen Knoerle dapat dilihat pada “Extract uit het Register der Handelingen en Resolutien van der Gouverneur Generaal in Rade 1832-1833”, Arsip Bengkulu, no. B 8/12
[12] “Nota Over Benkoelen Geschreven te Padang, in 18 Februari 1840 door Resident van Ajer Bangis de Perez, Arsip Bengkulu no. B 6/17, mengenai Tanam Paksa di Bengkulu lihat pada E.B. Kielstra, “Dwangcultuur en Vrije Arbeid in Bengkoelen”, Indische Gids 10e jrg II, 1888, hlm. 1209-1235.
[13] Mvo. Residentie Benkoelen, 1924, KIT 200, hlm. 53.
[14] Staatsblad 1860. no. 30a.