Rabu, 29 April 2009

Lakon Tunggal Pentas Demokrasi

Oleh Naim Emel Prahana
budayawan

BEBERAPA tetanggaku akhirnya tak mampu mengeluh, apalagi menyampaikan keluhannya ketika nama mereka raib dari bumi Indonesia, tidak dicatat dalam daftar pemilih tetap (DPT) pemilu 2009 lalu. Padahal, kata mereka—sambil menunjukkan kartu tanda penduduk (KTP), kartu keluarga (KK) dan lembaran-lembaran pembayaran pajak setiap tahunnya.
Padahal, beberapa bulan sebelumnya mereka tercatat sebagai pemilih pada pemilihan kepala daerah di tempat mereka tinggal. Kini, mereka tidak lagi mampu berkata apa-apa, sebab nama mereka di-delete saat pemutakhiran daftar pemilih sementara (DPS) yang dilakukan oleh petugas KPPS. Dengan hilangnya nama mereka sebagai penduduk dari sisi DPT itu, praktis mereka kehilangan tanah air, kehilangan hak-hak sebagai warganegara dan kehilangan segalanya.
Tapi, bukan karena kehilangan itu mereka semakin tak berdaya. Lha, karen apa? Itu lho, sudah namanya tidak dicantumkan dan tidak dapat menggunakan hak pilih. Mereka dianggap golongan putih alias golput dan yang mengerikan adalah status golput itu telah diharamkan oleh MUI. Bukankah negara ini hebat?
Apalagi presidennya serta merta menanggapi masalah DPT dengan catatan “pemeritah akan membantu KPU soal DPT untuk pilpres Juli mendatang!”. Bak angin semilir seperti mendapat uang mendadak, sepertinya begitu menyejukkan dan menyegarkan perkataan itu.
Namun, apakah kita hanya selalu berkata, “Ya, yang sudah, sudahlah. Mari kita bangun bangsa ini lebih baik ke masa depan?” Setiap waktu kata-kata bijak itu selalu dimunculkan ketika banyak terjadi masalah di negeri ini. Akhirnya, memang kita tak pernah maju-maju, karena filosofi politis yang hanya kemasan kepentingan kekuasaan orang-orang tertentu. Mempertahankan status quo kekuasaan dewasa ini banyak ragam, rupa-rupawan yang semuanya mengatasnamakan rakyat. Rakyat sendiri tidak berdaya.
Kietika seorang presiden dengan mimik yang serius karena marah soal kenapa tarif angkutan umum tidak turun, padahal harga minyak sudah diturunkan. Terasa kita berada di kawasan Bronx Amerika Serikat, walau situasi dan kondisinya tidak baik untuk keamanan jiwa raga. Tapi, menyejukkan ketika presiden turun bicara soal tarif angkutan tadi.
Alhasil, tetanggaku tetap mengeluh. Karena ongkos naik angkutan kota atau angkutan poedesaan tetap tinggi, bahkan dinaikkan dengan alasan suku cadang kendaraan tidak turun. Sekolah yang katanya gratis sejak taman kanak-kanak (TK) sampai SMA, ternyata tetanggaku tetap bayar uang pendaftaran, dan pungutan dari komite sekolah. “Jadi, yang gratis itu di mana ya, Pak?” tanya tetangga sambil menyandarkan punggungnya di batang pohon mangga yang sudah kropos.
Ternyata yang gratis itu cuma ‘ngomongnya’ saja. selain itu tak ada yang gratis.
Di atas pentas demokrasi bangsa ini, bukan cuma melihat badut-badut yang enggan mati yang tidak mau menyerahkan tongkatnya kepada para cucu. Walau kakinya sudah pinjang, walau langkahnya sudah berat dan cuma mampu berjalan beberapa langkah saja. lalu, berhenti dan istirahat. Tapi, keinginannya untuk mempertahankan kekuasaan, apalagi namanya adalah penciunan jenderal, masih begitu menakutkan rakyat. Inikah wajah demokrasi yang sebenarnya yang pembangunan jembatan antara si kaya dan miskin tak pernah tercapai (tersambung). Sebab, makin lama makin lama jurangnya makin lebar.
Sedemikian hebat struktur demokrasi di Indonesia ini. Teori ya teori, pelaksanaannya penuh dengan duri yang tajam di balik senyum dan kata pengayom para petinggi di pusat kekuasaan. Sampai seorang petinggi dari Kejagung—Jampidus bilang, “ya sistemnya harus dirubah!” tapi, siapakah yang siap merubahnya? Mungkin pemerintah dan DPR-RI yang dipenuhi elite-elite politik yang sebenarnya tidak paham dengan politik beretika dan bersosial.
Di atas pentas demokrasi kita, semakin jelas; siapa-siapa yang akan mendapatkan bagian-bagian dari potongan kue negara dan bangsa ini. Sudah barang tentu ada lobi, deal-deal, dan koalisi-koalisi. Dan, sudah barang tentu pula ada ‘pura-pura’ polemik tentang sistem dan pelaksanaannya. Yang sedang berkuasa pastilah di atasnya dan yang mengatur semua pelaksanaan sistem yang didukung oleh negara asing yang adijaya tersebut.
Kalau membaca keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang suara terbanyak. Siapapun akan menterjemahkannya siapa yang mendapat suara paling banyak itulah yang memenangkan pertarungan ditambah dengan pemenang lainnya sesuai dengan kuota. Misalnya jumlah meja kursi tempat kue diperebutkan ada 50 buah. Sedangkan jatah yang akan didapati 15 orang. Logika ilmu berhitungnya, kalau seseorang mendapat 30 suara. Maka yang akan mendapatkan kursi meja berikutnya ada 14 orang.
Jadi, ke-14 orang itu akan mendapat kursi dan yang paling buncit mendapat kursi adalah orang yang memperoleh 17 suara. Suara ke 16 sampai dengan 1 yang diperoleh, tidak akan mendapat kursi. Hal itu jika dihitung selisih perolehannya adalah 1. Sayangnya pada pemilu 2009 yang menerapkan suara terbanyak, belum dapat dijelaskan sejel;as-jelasnya kepada masyarakat.
Masalahnya, melihat penetapan KPU untuk anggota legislatif periode 2009—2014, ternyata yang mendapat suara terbanyak kedua—walaupun puluhan ribu, toh masih kalah dengan yang mendapat suara cuma 3000-an dari partai lain. Apapun namanya, BPP, kuota, bilangan pembagi atau hasil akumulasi suara. Tetap saja definisi suara terbanyak tidak sesuai dengan hasil penetapan oleh KPU. Artinya, penghitungan suara dan standar suara yang bisa mendudukkan seseorang menjadi anggota legislatif masih menggunakan sistem pembagian kue.
Apakah fenomena tersebut akan menjadi basis demokrasi di Indonesia atau hanya hasil deal-deal antara penguasa dengan pelaksanaan pemilu?. Hanya doa dan harapan yang dapat dipanjatkan kehadirat Allah SWT. Karena Dia-lah yang Maha Mengetahui, Maha Melihat dan Maha Mendengar apa-apa yang menggeliat di alam semesta ini. Ini bukan persoalan frustasi karena mungkin ada jagoan (calegnya)-nya yang tidak goal. Tetapi hal itu hanyalah meneropong bahasa “suara terbanyak” sebagai pengganti “nomor urut” calon anggota legislatif.
Dengan hasil pelaksanaan pemilu 2009 ini, diharapkan UU pemilu, UU KPU dan peraturan-peraturan lainnya yang terkait dapat dikoreksi, dievaluasi dan direvisi, agar betul-betul sesuai dengan judul, karakter dan jiwa sistem suara terbanyak tersebut dan harus menyatu antara bahasa peraturannya dengan bahasa pelaksanaannya. Kalau tidak, tatanan sosial kemasyarakatan menjadi lebih rusak dibandingkan saat sekarang.
Sebab, pelaksanaan demokrasi semacam pemilu adalah ajang penyadaran masyarakat tentang arti kehidupan berbangsa yang saling menghormati dan bukan saling mengkhianati, apalagi menghidup konflik sosial karena pembagian kue kekuasaan sebagaimana saat ini sedang diupayakan para elite politik. Perseteruan di dalam konflik sosial masyarakat dewasa ini sangat tajam. Jumlah penderita stres atau pada akhirnya putus asa menjalani hidup di Indonesia, cukup meningkat tajam pula. Mulai dari anak SD sampai kakek-kakek sudah banyak yang bunuh diri, setidak-tidaknya menjadi gila karena himpitan beban ekonomi dirinya dan keluarganya.
Kita tidak mengharapkan lai munculnya pemain tunggal dalam lakon tunggal pentas politik di Indonesia. Kita menginginkan banyak lakon dan pemain dengan rambu-rambu yang jelas dan harus mengisi national building, bukan seedar ucapan atau tertera dalam GBHN. Melainkan harus diwujudkan dalam kehidupan masyarakat yang banyak tidak sejahtera dalam bidang sosial dan ekonomi.

Waspadai Flu Babi

Waspadai Flu Babi
Dipostkan oleh Naim Emel Prahana/http://anokjang.multiply.com
VIRUS flu babi yang mewabah di Meksiko merupakan varian baru, yang strukturnya dibangun oleh tiga virus influenza yang berbeda, yaitu virus influenza babi (swine flu), virus influenza manusia, dan virus flu burung (avian influenza). Namun, berdasarkan penelitian, virulensinya (kemampuannya untuk menimbulkan penyakit) lebih rendah dibanding flu burung. Oleh karenanya, masyarakat diminta tidak terlalu panik, meskipun tetap meningkatkan kewaspadaan.
Seorang wanita membawa anaknya keluar dari ruang penyembuhan bagi pasien yang memiliki gejala seperti flu, di Rumah Sakit Naval, Meksiko, Selasa (28/4). Peringatan global telah dikeluarkan terhadap flu babi yang diduga menjadi penyebab naiknya angka kematian di Meksiko. Penyebaran penyakit ini telah keluar dari Meksiko, yang kasusnya terjadi di Timur Tengah dan Asia Pasifik.
Doktor CA Nidom yang mengepalai laboratorium flu burung Universitas Airlangga, Surabaya, kepada SP Rabu (29/4) mengatakan, virus H1N1 memang merupakan strain baru, namun ia cenderung menyebut varian baru, sehingga subtipenya tetap, yakni H1N1. Berbeda dengan H1N1 sebelumnya, karena virus yang telah menyebar dari Meksiko ke berbagai negara di dunia ini, berasal dari tiga virus influenza yang berbeda.
Dia menjelaskan, virus H1N1 model Meksiko kecepatan penyebarannya lebih cepat dibanding flu burung H5N1. Namun, dari segi virulensi lebih rendah. Di dunia angka kematian (case fatality rate/CFR) karena H5N1 berkisar 60 hingga 70 persen, di Indonesia 80 persen. Sedangkan, CFR untuk H1N1 Meksiko sekitar 7 persen.
Menurut Nidom, penetapan peningkatan fase 3 menjadi fase 4 oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terhadap wabah flu babi bermakna virus H1N1 sangat menular antarmanusia dan bisa menuju pandemik pada manusia.
Saat ini, katanya, belum ada kajian apakah virus H1N1 varian baru yang menginfeksi manusia bisa balik menginfeksi hewan. "Jadi penanganannya pada tingkat manusia, dan harus cepat," kata Nidom.
Lebih lanjut dikatakan, informasi dari Centers for Disease and Prevention (CDC), virus flu babi bisa menular dari babi ke manusia, dan babi bisa terinfeksi flu manusia. Dari dulu telah ada penularan antarmanusia, tetapi tidak sedahsyat sekarang.
Menurut Nidom, pencegahan masuknya virus H1N1 varian Meksiko adalah pada manusia. Ini berbeda dengan H5N1 yang penekanannya pada hewan. Untuk sektor peternakan yang penting adalah biosekuriti.
"Departemen Pertanian harus melakukan karantina. Awasi lalu lintas babi antarwilayah dan lakukan surveilans. Kebanyakan selama ini surveilans diutamakan pada penyakit yang memiliki aspek ekonomi. Sekarang juga perlu ditekankan pada penyakit yang beraspek pada kesehatan masyarakat," tegas Nidom.
Sementara itu, ia mempertanyakan vaksinasi pada babi. Apakah agar tidak tertular virus varian Meksiko atau agar pola Meksiko tidak terjadi di Indonesia. Jadi, ucapnya, tidak perlu panik menghadapi flu babi.

Meluas
Sementara itu, wilayah penularan flu babi di dunia semakin meluas hingga Asia, Australia, dan Timur Tengah. Akibatnya, banyak maskapai penerbangan menghentikan penerbangan ke Meksiko.
Di Indonesia, sejumlah wilayah mewaspadai wabah flu babi. Dari Surabaya dilaporkan, Kepala Dinas Peternakan Jawa Timur, Sigit Hanggono mengatakan lima dari 38 kabupaten/kota di provinsi itu, yakni Banyuwangi, Lumajang, Sidoarjo, Malang, dan Tulungagung, rawan flu babi.
"Meskipun demikian masyarakat di daerah tersebut tidak perlu risau, sebab flu babi tidak tergolong berbahaya,'' katanya. Pemerintah Kabupaten Badung juga bersiap mencegah masuknya flu babi. Penyakit itu dianggap mengancam masuknya wisatawan.
"Kami telah menyiapkan dana tidak terbatas melalui anggaran tak terduga untuk mengantisipasi mewabahnya pernyakit ini. Berapa pun dana yang diperlukan, akan kita support supaya daerah kami aman, " ujar Bupati Badung, Anak Agung Gde Agung.
Sedangkan dari Sumatera Utara dilaporkan, virus flu babi belum masuk ke daerah tersebut. Kendati demikian, ancaman penyakit ini harus tetap diantisipasi. "Masyarakat harus mewaspadai ancaman penyakit ini. Jangan sampai ada yang menjadi korban," ujar Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi Provinsi Sumut, Eddy Syofian. [N-4/SP/AFP/AP/E-9/B-14/080/070/AHS/137/151]

Waspadai Flu Babi

Waspadai Flu Babi
Dipostkan oleh Naim Emel Prahana/http://anokjang.multiply.com
VIRUS flu babi yang mewabah di Meksiko merupakan varian baru, yang strukturnya dibangun oleh tiga virus influenza yang berbeda, yaitu virus influenza babi (swine flu), virus influenza manusia, dan virus flu burung (avian influenza). Namun, berdasarkan penelitian, virulensinya (kemampuannya untuk menimbulkan penyakit) lebih rendah dibanding flu burung. Oleh karenanya, masyarakat diminta tidak terlalu panik, meskipun tetap meningkatkan kewaspadaan.
Seorang wanita membawa anaknya keluar dari ruang penyembuhan bagi pasien yang memiliki gejala seperti flu, di Rumah Sakit Naval, Meksiko, Selasa (28/4). Peringatan global telah dikeluarkan terhadap flu babi yang diduga menjadi penyebab naiknya angka kematian di Meksiko. Penyebaran penyakit ini telah keluar dari Meksiko, yang kasusnya terjadi di Timur Tengah dan Asia Pasifik.
Doktor CA Nidom yang mengepalai laboratorium flu burung Universitas Airlangga, Surabaya, kepada SP Rabu (29/4) mengatakan, virus H1N1 memang merupakan strain baru, namun ia cenderung menyebut varian baru, sehingga subtipenya tetap, yakni H1N1. Berbeda dengan H1N1 sebelumnya, karena virus yang telah menyebar dari Meksiko ke berbagai negara di dunia ini, berasal dari tiga virus influenza yang berbeda.
Dia menjelaskan, virus H1N1 model Meksiko kecepatan penyebarannya lebih cepat dibanding flu burung H5N1. Namun, dari segi virulensi lebih rendah. Di dunia angka kematian (case fatality rate/CFR) karena H5N1 berkisar 60 hingga 70 persen, di Indonesia 80 persen. Sedangkan, CFR untuk H1N1 Meksiko sekitar 7 persen.
Menurut Nidom, penetapan peningkatan fase 3 menjadi fase 4 oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terhadap wabah flu babi bermakna virus H1N1 sangat menular antarmanusia dan bisa menuju pandemik pada manusia.
Saat ini, katanya, belum ada kajian apakah virus H1N1 varian baru yang menginfeksi manusia bisa balik menginfeksi hewan. "Jadi penanganannya pada tingkat manusia, dan harus cepat," kata Nidom.
Lebih lanjut dikatakan, informasi dari Centers for Disease and Prevention (CDC), virus flu babi bisa menular dari babi ke manusia, dan babi bisa terinfeksi flu manusia. Dari dulu telah ada penularan antarmanusia, tetapi tidak sedahsyat sekarang.
Menurut Nidom, pencegahan masuknya virus H1N1 varian Meksiko adalah pada manusia. Ini berbeda dengan H5N1 yang penekanannya pada hewan. Untuk sektor peternakan yang penting adalah biosekuriti.
"Departemen Pertanian harus melakukan karantina. Awasi lalu lintas babi antarwilayah dan lakukan surveilans. Kebanyakan selama ini surveilans diutamakan pada penyakit yang memiliki aspek ekonomi. Sekarang juga perlu ditekankan pada penyakit yang beraspek pada kesehatan masyarakat," tegas Nidom.
Sementara itu, ia mempertanyakan vaksinasi pada babi. Apakah agar tidak tertular virus varian Meksiko atau agar pola Meksiko tidak terjadi di Indonesia. Jadi, ucapnya, tidak perlu panik menghadapi flu babi.

Meluas
Sementara itu, wilayah penularan flu babi di dunia semakin meluas hingga Asia, Australia, dan Timur Tengah. Akibatnya, banyak maskapai penerbangan menghentikan penerbangan ke Meksiko.
Di Indonesia, sejumlah wilayah mewaspadai wabah flu babi. Dari Surabaya dilaporkan, Kepala Dinas Peternakan Jawa Timur, Sigit Hanggono mengatakan lima dari 38 kabupaten/kota di provinsi itu, yakni Banyuwangi, Lumajang, Sidoarjo, Malang, dan Tulungagung, rawan flu babi.
"Meskipun demikian masyarakat di daerah tersebut tidak perlu risau, sebab flu babi tidak tergolong berbahaya,'' katanya. Pemerintah Kabupaten Badung juga bersiap mencegah masuknya flu babi. Penyakit itu dianggap mengancam masuknya wisatawan.
"Kami telah menyiapkan dana tidak terbatas melalui anggaran tak terduga untuk mengantisipasi mewabahnya pernyakit ini. Berapa pun dana yang diperlukan, akan kita support supaya daerah kami aman, " ujar Bupati Badung, Anak Agung Gde Agung.
Sedangkan dari Sumatera Utara dilaporkan, virus flu babi belum masuk ke daerah tersebut. Kendati demikian, ancaman penyakit ini harus tetap diantisipasi. "Masyarakat harus mewaspadai ancaman penyakit ini. Jangan sampai ada yang menjadi korban," ujar Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi Provinsi Sumut, Eddy Syofian. [N-4/SP/AFP/AP/E-9/B-14/080/070/AHS/137/151]

Pendemi Abad 21 “Flu Babi”

Pendemi Abad 21 “Flu Babi”
Dipostkan oleh Naim Emel Prahana/http://anokjang.multiply.com
Dunia dikejutkan dengan wabah flu babi atau influenza babi hingga menimbulkan kepanikan masyarakat internasional. Sampai dengan ditulisnya artikel ini, 103 orang dilaporkan meninggal dunia, dan lebih dari 1.000 orang diduga terserang flu babi di Meksiko. Di AS, ditemukan 20 orang terinfeksi flu babi, tetapi belum ada laporan adanya kematian.
Flu babi pertama kali dikenal pada saat berlangsungnya pandemi influenza Spanyol dalam kurun 1918-1919. Peristiwa itu dianggap sebagai pandemi terburuk sepanjang sejarah modern, karena 40 persen populasi manusia di dunia tertular dan lebih dari 50 juta orang meninggal dunia.
Penyebab pandemi flu Spanyol kala itu adalah virus influenza H1N1. Para ahli memprediksi bahwa wabah flu babi di Meksiko dan AS sekarang ini berpotensi memicu terjadinya pandemi global, seperti halnya pandemi flu Spanyol 1918. Seorang dokter hewan di AS, J Koen, adalah orang yang pertama kali menemukan penyakit flu babi pada 1919. Temuan itu setelah dia mengamati sejumlah keluarga menderita flu, begitu ternak babi peliharaannya menderita sakit dan begitu juga terjadi sebaliknya.
Virus flu babi pertama kali diisolasi dari babi pada 1930 oleh Shope dan Lewis. Baru pada 1974, virus berhasil diisolasi dari manusia. Penemuan pada waktu itu membuktikan spekulasi yang sudah lama beredar, bahwa virus influenza asal babi dapat menular ke manusia. Flu babi merupakan penyakit yang umum ditemukan pada peternakan babi dan penyebarannya sudah meluas. Virus influenza diketahui secara reguler bersirkulasi pada populasi babi di seluruh dunia, dan yang paling banyak ditemukan yaitu subtipe H1N1, H3N2, H1N2, dan H1N3.
Gejala klinis flu babi sama halnya seperti gejala flu pada manusia, akan tetapi sifatnya lebih ringan. Ditandai dengan demam akut, gangguan pernapasan, batuk, dan keluarnya cairan dari hidung. Pada banyak kasus bisa bersifat subklinis atau babi tidak menunjukkan gejala sakit.
Dari kasus sporadik flu babi yang terjadi pada manusia, dikombinasikan dengan hasil studi sero-epidemiologi yang pernah dilakukan, menunjukkan bahwa risiko flu babi semakin meningkat pada para pekerja peternakan babi. Para ahli menekankan pentingnya peranan kelompok yang berisiko tinggi ini dalam proses terbentuknya strain influenza baru pada masa depan.

Peran Babi
Sejak lama babi dianggap berperan dalam penularan influenza antarspesies, karena hewan ini memiliki reseptor, baik terhadap virus influenza unggas maupun manusia. Konsekuensinya, babi dianggap sebagai induk semang perantara atau sebagai tabung pencampur (mixing vessel), di mana material genetik virus dapat dipertukarkan.
Material genetik virus asal unggas, manusia, dan babi dapat saling bersegmentasi, sehingga mampu menghasilkan virus baru. Bahayanya, manusia tidak memiliki kekebalan dan menjadi sangat rentan. Pasien yang diidentifikasi flu babi di Meksiko dan AS kebanyakan anak-anak dan tidak seorang pun pernah memiliki riwayat kontak dengan babi. Hal ini memunculkan pemikiran para ahli, bahwa penularan bukan berasal dari babi, melainkan telah terjadi penularan dari manusia ke manusia.
Para ahli dari Center for Disease Control and Prevention (CDC) AS menyatakan bahwa penyebab timbulnya wabah influenza di Meksiko dan AS saat ini adalah suatu strain baru dari virus influenza babi tipe A H1N1, yang secara substansial berbeda dari strain influenza H1N1 yang biasa menyerang manusia.
Berdasarkan analisis kombinasi genetik dari virus strain baru tersebut tidak pernah dikenal sebelumnya di antara isolatif-isolatif virus yang ditemukan, baik dari babi atau manusia di AS, atau tempat mana pun di dunia. Virus H1N1 versi baru ini dikatakan mengandung campuran material genetik yang khas ditemukan pada strain virus yang menulari manusia, unggas, dan babi. Sebagian besar dari populasi manusia tentunya akan sangat rentan dengan strain baru ini. Apalagi vaksin influenza biasa dengan antigen H1N1, sangat mungkin tidak akan mampu memberikan proteksi.

Berpotensi Pandemi?
Para ahli mengatakan, virus flu babi sudah mulai menyebar ke seluruh dunia. Setelah Meksiko dan AS, sejumlah kecil kasus terduga dilaporkan di Kanada, Selandia Baru, Kolombia, Spanyol, Inggris, Prancis, dan Israel. Sebagian besar ahli percaya bahwa upaya menangkal virus di era modern, di tengah perjalanan udara begitu cepat, akan sangat sulit dilakukan. Apabila pandemi global terjadi, tidak dapat dihindarkan dampak yang sangat katastrofe bagi perjalanan domestik, internasional, dan niaga.
Pertanyaan yang mengemuka, akankah ini menjadi lonceng timbulnya pandemi pada abad ke-21? Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan, sejumlah dasar ilmiah yang digunakan untuk menilai potensi pandemi dari wabah ini.

Pertama
virus adalah strain influenza baru, di mana populasi manusia belum tervaksinasi atau belum memiliki kekebalan alamiah.
Kedua
virus menginfeksi manusia melalui penularan manusia ke manusia.
Ketiga
adanya virulensi (keganasan) yang ditunjukkan dengan kejadian penyakit yang parah dan kematian manusia di Meksiko.
Keempat
virus dideteksi di sejumlah wilayah sepanjang Amerika Utara, dan kemungkinan kasus lain di Eropa, Timur Tengah, Amerika Selatan, dan Pasifik Selatan.

Kesiapan Indonesia
Direktur Jenderal WHO Margaret Chan telah menyatakan bahwa wabah influenza babi tipe A H1N1 di Meksiko dan AS merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat yang bersifat darurat dan berdampak internasional. Mematuhi International Health Regulation, semua negara di dunia disarankan untuk melakukan surveilans influenza secara intensif dan melaporkan apabila menemukan kejadian luar biasa.
Pemerintah Indonesia harus menyiapkan dana memadai dan sumber daya manusia andal untuk mengenali secara dini terhadap setiap kemungkinan kejadian influenza luar biasa, baik pada hewan maupun pada manusia. Pengalaman wabah flu burung H5N1 lebih dari lima tahun seharusnya bisa menjadi proses pembelajaran yang membuat para ahli Indonesia mampu lebih siap dibandingkan sebelumnya.
Ancaman pandemi bukan hanya bisa datang dari luar, tetapi juga dari dalam negeri. Mengingat faktor-faktor seperti virus H5N1 sudah endemik di 31 provinsi, penyebaran virus ada di berbagai spesies dan konsentrasi peternakan babi di sejumlah daerah di Indonesia. (SP/Tri Satya Putri Naipospos: Penulis adalah Pakar Zoonosis,bekerja di World Organization for Animal Health Regional Coordination Unit for South East Asia)

Pendemi Abad 21 “Flu Babi”

Pendemi Abad 21 “Flu Babi”
Dipostkan oleh Naim Emel Prahana/http://anokjang.multiply.com
Dunia dikejutkan dengan wabah flu babi atau influenza babi hingga menimbulkan kepanikan masyarakat internasional. Sampai dengan ditulisnya artikel ini, 103 orang dilaporkan meninggal dunia, dan lebih dari 1.000 orang diduga terserang flu babi di Meksiko. Di AS, ditemukan 20 orang terinfeksi flu babi, tetapi belum ada laporan adanya kematian.
Flu babi pertama kali dikenal pada saat berlangsungnya pandemi influenza Spanyol dalam kurun 1918-1919. Peristiwa itu dianggap sebagai pandemi terburuk sepanjang sejarah modern, karena 40 persen populasi manusia di dunia tertular dan lebih dari 50 juta orang meninggal dunia.
Penyebab pandemi flu Spanyol kala itu adalah virus influenza H1N1. Para ahli memprediksi bahwa wabah flu babi di Meksiko dan AS sekarang ini berpotensi memicu terjadinya pandemi global, seperti halnya pandemi flu Spanyol 1918. Seorang dokter hewan di AS, J Koen, adalah orang yang pertama kali menemukan penyakit flu babi pada 1919. Temuan itu setelah dia mengamati sejumlah keluarga menderita flu, begitu ternak babi peliharaannya menderita sakit dan begitu juga terjadi sebaliknya.
Virus flu babi pertama kali diisolasi dari babi pada 1930 oleh Shope dan Lewis. Baru pada 1974, virus berhasil diisolasi dari manusia. Penemuan pada waktu itu membuktikan spekulasi yang sudah lama beredar, bahwa virus influenza asal babi dapat menular ke manusia. Flu babi merupakan penyakit yang umum ditemukan pada peternakan babi dan penyebarannya sudah meluas. Virus influenza diketahui secara reguler bersirkulasi pada populasi babi di seluruh dunia, dan yang paling banyak ditemukan yaitu subtipe H1N1, H3N2, H1N2, dan H1N3.
Gejala klinis flu babi sama halnya seperti gejala flu pada manusia, akan tetapi sifatnya lebih ringan. Ditandai dengan demam akut, gangguan pernapasan, batuk, dan keluarnya cairan dari hidung. Pada banyak kasus bisa bersifat subklinis atau babi tidak menunjukkan gejala sakit.
Dari kasus sporadik flu babi yang terjadi pada manusia, dikombinasikan dengan hasil studi sero-epidemiologi yang pernah dilakukan, menunjukkan bahwa risiko flu babi semakin meningkat pada para pekerja peternakan babi. Para ahli menekankan pentingnya peranan kelompok yang berisiko tinggi ini dalam proses terbentuknya strain influenza baru pada masa depan.

Peran Babi
Sejak lama babi dianggap berperan dalam penularan influenza antarspesies, karena hewan ini memiliki reseptor, baik terhadap virus influenza unggas maupun manusia. Konsekuensinya, babi dianggap sebagai induk semang perantara atau sebagai tabung pencampur (mixing vessel), di mana material genetik virus dapat dipertukarkan.
Material genetik virus asal unggas, manusia, dan babi dapat saling bersegmentasi, sehingga mampu menghasilkan virus baru. Bahayanya, manusia tidak memiliki kekebalan dan menjadi sangat rentan. Pasien yang diidentifikasi flu babi di Meksiko dan AS kebanyakan anak-anak dan tidak seorang pun pernah memiliki riwayat kontak dengan babi. Hal ini memunculkan pemikiran para ahli, bahwa penularan bukan berasal dari babi, melainkan telah terjadi penularan dari manusia ke manusia.
Para ahli dari Center for Disease Control and Prevention (CDC) AS menyatakan bahwa penyebab timbulnya wabah influenza di Meksiko dan AS saat ini adalah suatu strain baru dari virus influenza babi tipe A H1N1, yang secara substansial berbeda dari strain influenza H1N1 yang biasa menyerang manusia.
Berdasarkan analisis kombinasi genetik dari virus strain baru tersebut tidak pernah dikenal sebelumnya di antara isolatif-isolatif virus yang ditemukan, baik dari babi atau manusia di AS, atau tempat mana pun di dunia. Virus H1N1 versi baru ini dikatakan mengandung campuran material genetik yang khas ditemukan pada strain virus yang menulari manusia, unggas, dan babi. Sebagian besar dari populasi manusia tentunya akan sangat rentan dengan strain baru ini. Apalagi vaksin influenza biasa dengan antigen H1N1, sangat mungkin tidak akan mampu memberikan proteksi.

Berpotensi Pandemi?
Para ahli mengatakan, virus flu babi sudah mulai menyebar ke seluruh dunia. Setelah Meksiko dan AS, sejumlah kecil kasus terduga dilaporkan di Kanada, Selandia Baru, Kolombia, Spanyol, Inggris, Prancis, dan Israel. Sebagian besar ahli percaya bahwa upaya menangkal virus di era modern, di tengah perjalanan udara begitu cepat, akan sangat sulit dilakukan. Apabila pandemi global terjadi, tidak dapat dihindarkan dampak yang sangat katastrofe bagi perjalanan domestik, internasional, dan niaga.
Pertanyaan yang mengemuka, akankah ini menjadi lonceng timbulnya pandemi pada abad ke-21? Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan, sejumlah dasar ilmiah yang digunakan untuk menilai potensi pandemi dari wabah ini.

Pertama
virus adalah strain influenza baru, di mana populasi manusia belum tervaksinasi atau belum memiliki kekebalan alamiah.
Kedua
virus menginfeksi manusia melalui penularan manusia ke manusia.
Ketiga
adanya virulensi (keganasan) yang ditunjukkan dengan kejadian penyakit yang parah dan kematian manusia di Meksiko.
Keempat
virus dideteksi di sejumlah wilayah sepanjang Amerika Utara, dan kemungkinan kasus lain di Eropa, Timur Tengah, Amerika Selatan, dan Pasifik Selatan.

Kesiapan Indonesia
Direktur Jenderal WHO Margaret Chan telah menyatakan bahwa wabah influenza babi tipe A H1N1 di Meksiko dan AS merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat yang bersifat darurat dan berdampak internasional. Mematuhi International Health Regulation, semua negara di dunia disarankan untuk melakukan surveilans influenza secara intensif dan melaporkan apabila menemukan kejadian luar biasa.
Pemerintah Indonesia harus menyiapkan dana memadai dan sumber daya manusia andal untuk mengenali secara dini terhadap setiap kemungkinan kejadian influenza luar biasa, baik pada hewan maupun pada manusia. Pengalaman wabah flu burung H5N1 lebih dari lima tahun seharusnya bisa menjadi proses pembelajaran yang membuat para ahli Indonesia mampu lebih siap dibandingkan sebelumnya.
Ancaman pandemi bukan hanya bisa datang dari luar, tetapi juga dari dalam negeri. Mengingat faktor-faktor seperti virus H5N1 sudah endemik di 31 provinsi, penyebaran virus ada di berbagai spesies dan konsentrasi peternakan babi di sejumlah daerah di Indonesia. (SP/Tri Satya Putri Naipospos: Penulis adalah Pakar Zoonosis,bekerja di World Organization for Animal Health Regional Coordination Unit for South East Asia)

Penularan Flu Babi Meluas

Penularan Flu Babi Meluas
Dipostkan oleh Naim Emel Prahana/http://anokjang.multiply.com
Penyebaran flu babi semakin meluas ke seantero dunia. Flu babi yang sebelumnya ditemukan di Meksiko, telah menyebar ke Amerika, Kanada, Eropa, Asia, Selandia Baru, Australia, dan juga Timur Tengah. Hal ini menimbulkan kekhawatiran warga terhadap serangan virus mematikan tersebut.
Maskapai penerbangan dan operator wisata menghentikan penerbangan ke Meksiko, Selasa (28/4), seiring bertambahnya kasus penularan flu babi di berbagai belahan dunia dan peringatan dari pejabat-pejabat pemerintahan akan dampak lebih jauh virus yang diyakini sebagai hasil mutasi flu burung itu.
Amerika Serikat (AS) mengatakan, bakal segera ada korban tewas karena infeksi tekanan virus ganda, yang disebut hasil pencampuran antara virus flu manusia dan virus flu burung yang terinfeksi pada babi. AS berupaya menahan jatuhnya korban tewas pertama karena serangan flu babi. Sedikitnya, ada 65 orang terinfeksi di AS, di mana Indiana menjadi negara bagian keenam yang terjangkit penyakit tersebut.
Sejumlah pejabat di sana menyebutkan, orang yang terinfeksi flu babi tidak berkunjung ke Meksiko dalam beberapa waktu terakhir, sehingga tidak bersentuhan langsung dengan virus tersebut. "Tampaknya, kita akan menghadapi sakitnya sejumlah orang dan kematian yang lebih serius di tengah upaya kita menghadapi lingkaran flu ini," ungkap Menteri Keamanan Dalam Negeri AS Janet Napolitano, Selasa (28/4).
California, yang menyatakan status darurat, menepis anggapan, bahwa flu babi menjadi penyebab munculnya satu kasus kematian di wilayah Los Angeles belum lama ini. Tetapi, kematian dari seorang pria lain yang berbeda terus diselidiki setelah sejumlah tes awal terbukti tidak meyakinkan.
Richard Besser, Pejabat Sementara Direktur Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menegaskan, "Saya sepenuhnya memperkirakan, kita akan menemui sejumlah kematian akibat infeksi ini," katanya.
Petugas Karantina Korea Selatan (Korsel) mengambil sampel darah seorang bayi yang baru tiba dari AS di Bandara Incheon, Seoul, Selasa (28/4). Seorang wanita Korsel yang baru saja mengunjungi Meksiko dipastikan terkena flu babi, Selasa.
64 Kasus di AS
Besser mengatakan, AS memiliki 64 kasus flu babi yang dipastikan terjadi di lima negara bagian, yakni 45 kasus di New York, satu di Ohio, dua di Kansas, enam di Texas dan 10 di California. Sejauh ini, dipastikan belum ada korban tewas di AS akibat terjangkit flu babi. Sedangkan, di Meksiko virus ini telah mematikan lebih dari 150 orang. Presiden AS Barack Obama mendesak Kongres untuk menyetujui kucuran dana darurat sebesar US$ 1,5 miliar guna menangani kasus flu babi tersebut.
Sejumlah pejabat kesehatan di seantero dunia menyebutkan, virus flu babi menyebar sedemikian cepat, sehingga upaya mencegah penyebaran tersebut terbukti tidak efektif. "Pembatasan perjalanan tidak berjalan," kata Juru Bicara Organisasi Kesehatan Dunia Gregory Hartl di Jenewa.
Hartl mengingatkan kembali wabah SARS dalam satu dekade terakhir telah menewaskan 774 orang, sebagian besar di Asia, sekaligus memperlambat ekonomi global.
Di seluruh dunia, para pejabat berharap berjangkitnya penyakit tidak akan menjadi pandemik, yakni wabah atau epidemik yang menyebar ke seantero penjuru wilayah tanpa mengenal lagi batasan-batasan geografis. [SP/AFP/AP/E-9/B-14]

Kamis, 16 April 2009

KPU & Presiden Mangkir


kolom Naim Emel Prahana
RAKYAT semakin salah manakala memilih calon wakilnya dan pemimpin (presiden) bangsa ini. Bayangkan betapa serius dan prihatinnya presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terhadap daftar pemilih tetap (DPT) yang menjadi ganjalan pelaksanaan pemilu 2009 yang baru saja usai hari pencontrengannya.
Ketika sikap serius dan prihatin itu sudah menjadi komoditas politik untuk memperoleh simpati rakyat dalam pemilu dan khususnya pilpres 2009, Juli 2009 mendatang. Pada kenyataannya (terbukti) itu hanyalah sandiwara, pemanis rayuan terhadap rakyat atau hanya life serivce belaka. Kenapa demikian? Itu disebabkan baik KPU maupun presiden (SBY) sebagai tergugat masalah kisruhnya DPT, dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (16/4/) kemarin ternyata ’mangkir’ alias tidak datang.
FX Arief Poyuono sebagai salah satu korban kisruhnya DPT pemilu 2009 berasal dari Citizen Law Suit menggugat KPU dan presiden mewakil Mendagri adalah wakil dari dua ratus jutaan penduduk Indonesia yang lenyap begitu saja selama pemilu 2009 ini (tidak masuk DPT). Kenyataan pahit yang diterima warga yang berhak memberikan suaranya di pemilu 2009 sungguh menyakitkan.
Rakyat sakit semakin parah, ketika mereka ingin menggunakan hak pilihnya, KPU dan pemerintah menghilangkan daftar namanya sebagai penduduk secara mendadak via DP. Ketika rakyat tak ingin menggunakan hak pilihnya, MUI menghadang rakyat dengan mengharamkan golongan putih (golput) alias warga yang tidak menggunakan hak pilihnya.
Kepada siapa rakyat mengadu ketika statusnya sebagai warganegara asli Indonesia begitu saja didelete dari DPT, kendati mengantongi KTP, rumah tetap, dan asal-usul yang jelas. “Sungguh menyakitkan pemilu 2009 yang cxentyang prenang itu!” Ketidak hadiran KPU dan presiden dalam sidang perdana di PN Jakarta Pusat kemarin (Kamis, 16/4) merupakan preseden buruk bagi pemimpin Indonesia yang akan mencalonkan diri lagi menjadi presiden kedua kalinya di republik ini. Siapakah yang salah dalam kasus tersebut?
Apakah rakyat yang memilih Partai Demokrat dan SBY sebagai presiden dalam pemilu 2009 dan pilpres 2009 mendatang, juga harus diminta pertanggunganjawabannya? Atau hanya KPU sampai kepada KPPS?
Barangkali, masih ada harapan bangsa ini untuk mendapatkan figur pemimpin yang bukan bisnisman politik atau bukan hanya mengumbar kata-kata melalui media massa. Tapi, siapa mereka? Oh God, help Nation and this Country is to gets leader genuinely leader honest, fair, clean and believe in.
Bangsa ini sedang terpuruk moral dan mentalnya, semua saling merusak tatanan kebangsaan dan jiwa nasional yang ditanamkan oleh para pejuang dan proklamator tahun 1945. dengan senyum diumbarkan di podium dan berbagai media cetak dan elektronik, maka senyum itu kini menjadi pedang tajam yang membunuh jutaan orang Indonesia yang dihilangkannya hak pilih mereka.
Belum lagi suara mereka hilang saat pemungutan suara di TPS dibaca, karena dirampok oleh caleg yang sangat dominan premanismenya. Semoga kesalahan dan dosa yang diperbuat para pemimpin dapat diampuni dan menjadi jembatan penyadaran dirinya sebagai warganegara yang baik, tidak membunuh dan memakan warganegara yang lain. Seperi dalam pemilu 2009 ini. Hadirlah presiden di persidangan.

Kamis, 02 April 2009

Menggugat UU Pornografi

Oleh Naim Emel Prahana

PERBEDAAN mencolok lahirnya produk undang-undang (aturan hukum) di Indonesia, antara zaman orde lama, orde baru dan orde reformasi sangat terasa. Di zaman orde lama, apapun bentuk dan sistem pemerintah yang sering berubah. Produk UU dibuat dan diberlakukan “untuk kepentingan bangsa dan negara”.
Lain halnya pada zaman orde baru dan orde reformasi sekarang ini. UU dibuat karena kepentingan elite politik di dalam partai politik. Produk seperti itu, mengisyaratkan telah terjadi krisis dan semangat nasional di kalangan masyarakat elite Indonesia. Banyak produk yang dinilai sangat lemah, karena substansinya tidak lebih tidak kurang untuk kepentingan orang-orang berkuasa.
Apalagi produk di tingkat Inpres, Keppres, PP dan yang paling kentara adalah produk hukum yang berada di balik “Surat Edaran” para menteri atau Surat Keputusan bersama. Kondisi demikian mengakibatkan banyaknya produk hukum yang tiak dijalankan sebagaimana mestinya. Sebab, roh kepentingan elite politik dan pejabat di tingkat pusat tidak sama dengan roh dan kebutuhan di tingkat lokal.
Seperti halnya UU Pornografi No 44/2008 yang sejak diwacanakan sudah membuat peta konflik di tengah masyarakat yang bhinneka tunggal ika itu. UU Kepolisian yang baru yang polisi disebut bukan militer (terp[isah dari TNI), ternyata sikap dan pelaksanaan tugasnya tidak berubah sama sekali. UU Otonomi Daerah, UU Pemilu, UU tentang KPU , UU KDRT dan sebagainya.
Untuk UU Pornografi yang saat ini tengah digugat, bukan lantaran masyarakat Indoneia tidak mau taat dengan nilai dan norma-norma keagamaan dalam kehidupan sosialnya. Akan tetapi, banyak pasal yang hanya menjadi perpanjangan kepentingan elite politik di tanah air. Serunya, UU Pornografi itu di sejumlah daerah ditindaklanjuti dengan Peraturan Daerah (Perda) tentan pelacuran.
Keduanya tidak bisa diterapkan, karena pihak pelaksana daripada UU itu selain tidak konsisten, juga menjadikan peraturan hukum itu untuk kepentingan korps, oknum dan kekayaan pribadi. Mungkin itulah yang menyebabkan UU Pornografi digugat 28 elemen masyarakat, seperti masyarakat Sulawesi Utara (Sulut), seniman dan penulis, ELSAM, The Wahid Institute Foundation, dan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI).
Para penggugat di Mahkamah Konstitusi pada umumnya menyatakan UU No 44/2008 dari sisi substansi cacat hukum dan mengancam terlaksananya hak konstitusional pemohon secara bebas. Beberapa pasal yang dituding cacat hukum dalam UU No 44/2008 itu, antara lain Pasal 1 ayat (1) mengenai definisi pornografi, Pasal 4 ayat (1) soal mengesankan ketelanjangan, Pasal 20 dan Pasal 21 tentang keterlibatan masyarakat, serta Pasal 43 mengenai mewajibkan bukti ke pihak yang berwajib.
UU itu banyak melanggar hak asasi manusia dan prinsip negara hukum, seperti UU tentang KDRT yang telah menghilangkan hak dan kekuasaan seorang kepala rumah tangga (keluarga). Secara langsung maupun tidak langsung lahirnya banyak produk UU yang kemudian digugat karena diniai cacat hukum merupakan akibat salah pilih anggota legislatif tahun 1999 dan 2004 lalu. Untuk itu, wajar dalam pemilu 2009 ini masyarakat jangan asal pilihcaleg, karena berakibat fatal di kemudian hari. Sebab, untuk mencabut dan menghentikan sebuah produk UU tidak gampang, membutuhkan banyak faktor pendukung dan dana yang sangat besar. Di lain sisi, UU itu bukan arena politik.

Pers 4 Sehat 5 Sempurna

Oleh Naim Emel Prahana

PERS disebut-sebut sebagai kekuatan keempat dio suatu negara dapat dibuktikan kebenarannya. Bahkan, tanpa pers pembangunan tidak akan ada artinya di tengah kehidupan masyarakat. Sebaliknya pers juga membutuhkan masyarakat dan hal-hal lainnya sebagaimana masyarakat membutuhkan dukungan bagi kelangsungan hidup di muka bumi ini.
Tetapi, betapapun hebatnya eksistensi pers, tentu ada batas-batas yang harus dihargai, dihormati dan dipatuhi oleh pers. Pers bukanlah sebuah retorika sebab pers adalah karya jurnalistik yang nilainya sangat tinggi. Jika pers disebut sebagai salah satu kekuasaan di suatu negara, itu perlu diklarifikasi sebaik-baiknya. Sehingga arti dan tujuan pers itu saendiri tidak ke luar dari garis-garisnya.
Bahkan, yang cenderung terjadi akhir-akhir ini adalah kecenderungan pers menjadi pengadil—pengadilan terhadap hal-hal yang baru disangkakan dan sedang dalam proses hukum. Betapapun tingginya nilai dan kedudukan pers. Tetapi, akan akan jatuh juga ketika kalangan pers sendiri tidak menghormatinya.
Dan, itu harus diketahui, dipahami dan dijalankan oleh insan pers dan diketahui, dipahami dan dimaklumi oleh masyarakat luas. Sehingga akan terjadi perimbangan kedudukan dan status. Sebagai contoh pers tidak menghormati nilai-nilai dirinya sendiri, terjadi ketika suatu penerbitan pers melakukan kontrol sosialnya yang rada-rada ‘dendam’ terjadi kasus insan pers yang terjadi di penerbitan pers lainnya.
Saling menghargai dan menghormati sesama penerbitan pers, termasuk personilnya adalah sesuatu yang mutlak diperlukan dalam membangun pers yang sehat dalam semua faktor. Yang patut dan harus ditandai oleh pers adalah orang-orang yang tidak pernah membangun kehidupan pers tetapi dalam aksi dan aktivitas sehari-harinya sering mengaku sebagai insan pers.
Dan., itu banyak merugikan pers itu sendiri akibat adanya perbuatan pemerasan, tindakan ancaman, tindakan kekerasan dan tindakan penipuan yang menjadikan seseorang atau banyak orang dirugikan. Baik secara fisik mapun psikis, baik secara material maupun inmaterial.
Akhir-akhir ini dengan banyaknya muncul media massa cetak di hampir setiap daerah di Indonesia, pers dijadikan alat untuk memperkaya diri sendiri. Soal terbit atau tidak terbitnya media yang sudah diterbitkan, itu urusan belakang. Yang penting ada stempel redaksi lengkap dengan biro-bironya. Dengan stempel itu para insan persnya yang kebanyakan tidak pernah mengeyam proses sebagai seorang jurnalis melakuklan aksi dengan banyak tindakan yang justru melanggar hukum.
Misalnya secara rutin mengajukan proposal ke pemerintah daerah dan instansi lainnya. Kemudian mencvetak kalender dan dijual seperti menjual barang kebutuhan lainnya dengan harga yang sangat tinggi. Persoalan pers saat ini adalah persoalan jati diri dan sumber daya manusia.
Untuk itu pers dengan insan pers dan perangkatlainnya harus membenahi diri, agar mampu menghargai dunianya dengan sumberdaya manusia yang lebih baik, terdidik, trampil dan tidak menjadi corong penguasa atau sekelompok orang atau seseorang pejabat. Pers harus mengoreksi dirinya sendiri sebelum melakukan kontrol sosial yang lebih makro yang memiliki peluang konflik yang lebih besar.nep.

Napi Menjadi Caleg

Oleh Naim Emel Prahana

INI barangkali puncak kehebatan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dipimpin Prod DR Mahfud MD yang mengeluarkan amar putusan terhadap UU No 10/2008 tentang Pemilu anggota DPR, DPRD dan DPD dan UU No 12/2008 tentang pemerintah daerah terhadap UUD 1945.
Kenapa dikatakan sebagai puncak kehebatan MK? Karena, ketika narapidana (napi) diizinkan untuk menjadi calon legislatif (caleg), bagaimana hubungannya dengan kebijakan Polri yang mengeluarkan Surat Keterangan Catatan Kriminal (SKCK) di berbagai keperluan warga negara?
SKCK dapat membatalkan seseorang yang ingin menjadi caleg, sementara MK mengizinkan napi menjadi caleg. Asumsinya, bagaimana SKCK itu? Bagaimana seorang napi yang masih di dalam penjara bisa menjadi caleg. Betapa runyamnya hukum di Indonesia ini, sehingga ada kesan kepentingan kelompok lebih dihormati kepentingan kepentingan rakyat luas (umum).
Sangat jelas amar keputusan MK tentang napi boleh menjadi caleg karena permohonan uji materi yang disampaikan oleh Rbertus Aji Sa’im—caleg dari PDIP daerah Pagar Alam, Sumatera Selatan. Langkahnya menjadi caleg terganjal oleh pasal 12 huruf g dan pasal 50 ayat (1) huruf g UU Pemilu anggota DPR, DPRD dan DPD.
Dalam diktumnya MK menegaskan, UU tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak memenuhi syarat sebagai berikut : tidak berlaku untuk jabatan publik yang dipilih, berlaku dengan jangka waktu hanya lima tahun sejak terpidana selesai menjalani hukumannya, mantan narapidana harus secara jujur membuka jati dirinya kepada publik, dan bukanlah sebagai pelaku kejahatan yang dilakukan berulang-ulang.
Saat ini rakyat Indonesia menghadapi pilihan yang sulit, penegakan hukum yang rancu, dan aturan hukum yang ada pengecualiaannya. Oleh karena itu, apa mungkin reformasi bidang hukum di Indosia akan berjakan sebagai digembar-gemborkan oleh pemerintah dan politisi di Senayan?
Akibat aturan hukum yang tidak pasti, tumpang tindih, lemah dan disertai dengan aparat hukum yang kalah pamor dengan uang dan jabatan membuat rakyat semakin apatius terhadap penegakan hukum di Indonesia. Sebab, rasa keadilan yang dirasakan tidak ada sama sekali.
Kelemahan penegakan dan aparat penegak hukum itu yang dimanfaatkan oleh segelintir orang untuk kepentingan kelompok dan dirinya sendiri. Seperti saat sekarang, alangkah banyaknya caleg yang membantu menguruskan kasus-kasus masyarakat maupun kepentingan masyarakat dengan harapan ia akan mendulang suara pada hari pencontrengan tanggal 9 April 2009—beberapa lagi.
Kalau itu yang menjadi faktor sulitnya hukum ditegakkan di Indonesia ini, alangkah baiknya UU yang banyak tentang hukum, apalagi PP, Perpers, Kepres, Surat Edaran yang kedudukannya di bawah UU harus dimusnahkan. Mengaculah kepada KUHP dan KUHAP serta UU Perkawinan No 1/1974 saja.
Seharusnya makin banyak produk UU, semakin baik pelaksanaan penegakan hukumnya oleh penegak hukum. Namun, yang terjadi hanya sebaliknya. Korupsi saja saat ini dapat diretorikakan oleh Pemda menjadi bukan korupsi, tersangka narkoba dapat diretorikakan menjadi “perlu direhabilitasi”, sehingga tidak terjerak hukum.hahahaaaaaaa.

Memainkan UU Narkotika

Oleh Naim Emel Prahana

SALAH seorang Direktur Narkoba Polda Lampung beberapa tahun lalu pernah bilang, “kasus narkoba terlihat meningkat karena polisi terus melakukan operasi penangkapan!”. Rasanya ungkapan yang disampaikan kepada calon TOT narkoba se Lampung itu hanya sebuah retorika untuk menjawab persoalan narkoba sebenarnya.
Narkoba meningkat di Indonesia bukan hanya karena selalu dilakukan operasi narkoba oleh aparat penegak. Tetapi kenyataannya memang penyalahgunaan narkoba sudah sedemikian meningkat di kalangan masyarakat Indonesia. Bukan hanya di kalangan masyarakat elite, tetapi sudah merangsek ke tengah-tengah masyarakat yang tidak baik ekonominya.
Persoalannya, apakah UU narkotika dan psikotropika yang dinilai cukup bagus itu sudah diterapkan sebenarnya oleh aparat penegak hukum atau tidak. Persoalannya, karena selama ini ada kesan dari kenyataan penanganan kasus-kasus narkoba. Baik di tingkat penyidik (polisi), penuntut (kejaksaan) maupun penbgambil keputusan (pengadilan), masih belum sinkron dengan apa yang diamanatkan oleh kedua UU tersebut.
Aparat penegak hukum kelihatannya masih silau (gugup) menegakkan aturan sebenarnya, jika berhadapan dengan tersangka kasus narkoba dari kalangan anak pejabat, pengusaha, petinggi Polri atau TNI. Namun, sangat tegas terhadap rakyat biasa yang tersangkut kasus narkoba.
Analisa kita semua itu terjadi karena uang dan jabatan. Rakyat biasa tidak memiliki uang dan jabatan. Kita dapat melihat kasus Roy Marten, Polo, Ahmad Albar dan sebagainya. Termasuk kasus yang di Lampung. Apakah mungkin kalau kita beberkan satu per satu kasus yang agak ‘aneh’ dapat mengembaliklan supremasi hukum di bidang pemberantasan narkoba?
Karena terjadi diskriminasi akibat uang dan jaban/kekuasaan, maka terjadi tuntutan yang sama dari kalangan rakyat biasa yang tertangkap narkoba, bukan karena kebiasaan. Tetapi, karena ingin memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, menjadi kurir, menjadi sales narkoba atau menjadi alat untuk mendapatkan uang lainnya. Misalnya pemandu lagu di karaoke. Ia terpaksa menenggak miras dan menelan inek karena permintaan yang menyewanya untuk bernyanyi.
Kita butuh revisi perundangan yang mengatur soal identifikasi produsen dan pengguna menjadi salah satu agenda utama pembaruan UU narkotika dan psikotropika tersebut. Sebab, kita tidak ingin terus mempersoalkan perlakuan hukum yang seakan tebang-pilih terhadap bandar-bandar dan produsen narkoba besar. Ia juga mengkritisi produk hukum Indonesia yang seolah dinakodai oleh kepentingan tertentu.
Memang hukum di Indonesia ini aneh, para kurir narkoba ditembak bahkan sampai mati dengan banyak alasan yang dibuat aparat kepolisian. Sementara, yang memproduksi narkoba tidak ditembak mati. Ada apa di balik itu semua? Kepentingan siapa yang dibela, apakah hanya karena kepentingan sumber pendapatan para petinggi penegak hukum atau kekuasaan?
Meningkatnya kasus nakoba akibat kesulitan ekonomi di Indonesia yang terus bertambah buruk dengan kinerja pemerintah yang hanya mementingkan golongannya sendiri. Sedangkan rakyat dijadikan proyek percontohan dengan berbagai dalih program pembangunan sosial ekonomi yang nyatanya tidak pernah merubah sosial ekonomi rakyat.

Nasib Rakyat Miskin

RAKYAT miskin di Indonesia saat ini benar-benar menjadi rakyat jelata tanpa perlindungan dan jaminan hak-hak yang sama seperti warga yang status sosialnya menengah ke atas. Dan, itu terjadi di semua sektor kehidupan warganegara. Sampai-sampai hak-hak yang harusnya mereka peroleh dan dapatkan, dirampok oleh warganegara kelas menengah dan the have akibat kangkalingkong dengan petugas pencatat jumlah penduduk.
Apalagi di bidang hukum, bantuan hukum bagi rakyat miskin yang tidak berdaya di semua kehidupannya sama sekali tidak ada. Selain itu, sulit mencari pengacara yang mau memberikan bantuan secara cuma-cuma kepada rakyat miskin. Boleh dibilang tidak ada pengacara yang mau memberiukan bantuan hukum kepada rakyat miskin dengan cuima-cuma.
Masalah itu disinggung pihak YLBHI, yang meminta segera dibuat undang-undang mengenai bantuan hukum. Yang anggarannya disusun dan berada dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang mengalokasikan dana untuk bantuan hukum secara cuma-cuma bagi rakyat miskin.
Bukian hanya akhirnya ini saja, banyak kasus hukum yang merugikan masyarakat miskin. Kondisi itu diperparah dengan ketidaktahuan terhadap berbagai informasi hukum, sehingga sering mereka dibodohi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Kita ambil contoh saja tahun 2008 dari 80 kasus yang ditangani YLBHI dan disidangkan, tidak sampai 10 persen yang bisa dimenangkan.
Sehingga timbul pameo di kalangan YLBHI, bahwa bagi mereka, menang itu istimewa. Kalau kalah, ya, biasa. Pemasalahan utama, misalnya dalam kasus penggusuran, mereka (rakyat miskin) tidak mempunyai bukti berupa sertifikat tanah atas lahan yang mereka tempati.
Bukan di bidang hukum saja, di bidang lain seperti pendidikan, sosial, keagamaan, adat istiadat, hiburan serta bidang lainnya. Rakyat miskin tidak pernah dipandang oleh masyarakat luas, apalagi oleh pemerintah. Kalaupun ada, misalnya dibidang kesehatan, rakyat miskin terombang-ambing oleh prosedur yang ’direkayasa’ untuk menerima pasien warga miskin dalam pengurusan gakin, raskin dan sebagainya.
Akibatnya, terjadilah kasus-kasus busung lapar, penyakit yang tidak pernah bisa diobatai, karena tidak ada uang. Lalu, banyak anggota keluarga miskin akhirnya terjebak dalam tindakan kriminal, dan jika itu terjadi maka mereka akan menjadi korban penegakan hukum dalam sistem penegakan hukum di negara hukum Indonesia ini.
Permasalahan seperti dalam kasus pertanahan, perburuhan, dan penangkapan yang semena-mena, terjadi di mana-mana, sepertinya tidak ada kontrol sosial terhadap pelaksanaan tugas dari aparat penegak hukum. Hak-hak masyarakat miskin yang dijamin seperti dalam pasal 16 dan 26 Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik yang menyatakan, siapa saja memiliki persamaan kedudukan di depan hukum. Justru yang menghalanginya adalah aparat penegak hukum itu sendiri dengan pengertian dan pengetahuan hukum yang tidak pas atau sengaja diplesetkan, karena kepentingan uang.
Kita semakin prihatin di negara yang berdasarkan hukum itu penegakan hukumnya malah menyandarkan kepada ada tidaknya uang oleh petugas, mulai dari petugas kepolisian, kejaksaan sampai ke pengadilan.nep.

Daftar Pemilih Tetap

Oleh Naim Emel Prahana

ENTAH apa lagi yang harus dibenahi, di mana-mana terjadi manipulasi angka dalam jumlah yang cukup signifikan, semacam daftar pemilih tetap (DPT). Itu, mengisyaratkan bahwa pemilu dan pilkada yang selama ini disleneggarakan di Indonesia penuh dengan kecurangan.
Tidak bisa dibayangkan, kabupaten Ngawi, Jawa Timur lebih dari separuh jumlah mata pilihnya adalah mata pilih ganda, demikian pula Trenggalek. Dan, mungkin di Lampung pun demikian. Metoda atau pola bagaimana agar pemilu di Indonesia ini benar-benar bersih, jujur, adil dan bebas dan rahasia.
Tapi, jika terjadi pemalsuan data, pihak manakah yang paling bertanggungjawab dalam hal itu, sehingga persoalan-persoalan di Indonesia bisa dituntaskan. Tidak ada lagi dendam mendendam antar genarasi. Untuk sementara, kita harus mengakui kalau pemerintahlah yang harus bertanggungjkawab atas manipulasi DPT tersebut. Tentu saja hal itu terkait keinginan pihak penguasa ingin berkuasa kembali.
Akibat tidak pernah selesainya persoalan pemilu dan pilkada di Indonesia, maka krisis multidimensional tidak akan pernah tuntas, walaupun SBY sebagai ketua dewan pembina Partai Demokrat berbusa-busa mengeluarkan pernyataan dalam kampanye partainya sebagaimana kita saksikan di layar televisi.
Kalau DPT sangat diragukan dan itu sangat berpeluang telah terjadi pada pemilu-pemilu sebelum ini. Jumlah PNS saja di Indonesia tidak pernah terdata dengan baik dan selalu datanya berbeda dari sayu instansi terkait dengan instansi terkait lainnya. Jika hal itu tidak pernah akan dapat diselesaikan dengan kualitas penyelenggaraan pemerintahan. Maka sudah pasti pemborosan anggaran pada APBN setiap tahunnya akan merusak sistem pembangunan di negeri ini.
Bermula perbedaan mencolok antara data BKKBN dengan Kantor Statistik, maka semua menjadi persoalan. Belum lagi persoalan lain yang sudah mengakar di bumi Indoensia seperti korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, penyalahgunaan fasilitas negara dan penyelewengan lainnya yang kita temui dan hadapi setiap hari.
Sebagai negara besar dilihat dari luas wilayahnya, besar jumlah penduduknya. Tetapi Indonesia kerdil dalam berpikir dan bekerja. Mental dan sikap nasionalisme dalam kehidupan masyarakat sehari-hari msangat tidak memadai dengan keagunangan nama bangsa Indonesia. Tapi, masihkan ada harapan yang oprtimis digantungkan dari proses demokrasi yang sedang berjalan saat ini?
Tentu masih, dengan catatan agar penegakan hukum harus benar-benar dilakukan dan pelaksanaan tugas aparat keamanan dan ketertiban, jangan bermain retorika bisnis dalam menangani kasus-kasus yang terjadi, terutama menyangkut PNS dan pejabat yang jika terjadi kasus, urusannya harus ada izin presiden.
Untuk itu, soal DPT pemerintah harus bertanggungjawab. Bukan suatu hal yang sulit untuk membongkar kasus tersebut, siapa yang membuat DTP yang salah itu. Apakah melacak si pembuat data kok sulit amat sih! Bagaimana melacak kegiatan-kegiatan spionase di dalam negeri, kan lebih rumit dari melacak pembuat DPT palsu itu.
Sekali lagi pemerintah, kapan dan siapa saja yang pemerintah di Indonesia memang tidak berkeinginan untuk memajukan bangsa ini. Mereka hanya ingin memajukan bangsa mereka sendiri, yaitu keluarga dan kaum kerabat pejabat saja. Dan, itulah biangkeladi rusaknya bangsa ini dengan makin merosotnya kualitas manusia yang ada. Nep

Daftar Pemilih Tetap

Oleh Naim Emel Prahana

ENTAH apa lagi yang harus dibenahi, di mana-mana terjadi manipulasi angka dalam jumlah yang cukup signifikan, semacam daftar pemilih tetap (DPT). Itu, mengisyaratkan bahwa pemilu dan pilkada yang selama ini disleneggarakan di Indonesia penuh dengan kecurangan.
Tidak bisa dibayangkan, kabupaten Ngawi, Jawa Timur lebih dari separuh jumlah mata pilihnya adalah mata pilih ganda, demikian pula Trenggalek. Dan, mungkin di Lampung pun demikian. Metoda atau pola bagaimana agar pemilu di Indonesia ini benar-benar bersih, jujur, adil dan bebas dan rahasia.
Tapi, jika terjadi pemalsuan data, pihak manakah yang paling bertanggungjawab dalam hal itu, sehingga persoalan-persoalan di Indonesia bisa dituntaskan. Tidak ada lagi dendam mendendam antar genarasi. Untuk sementara, kita harus mengakui kalau pemerintahlah yang harus bertanggungjkawab atas manipulasi DPT tersebut. Tentu saja hal itu terkait keinginan pihak penguasa ingin berkuasa kembali.
Akibat tidak pernah selesainya persoalan pemilu dan pilkada di Indonesia, maka krisis multidimensional tidak akan pernah tuntas, walaupun SBY sebagai ketua dewan pembina Partai Demokrat berbusa-busa mengeluarkan pernyataan dalam kampanye partainya sebagaimana kita saksikan di layar televisi.
Kalau DPT sangat diragukan dan itu sangat berpeluang telah terjadi pada pemilu-pemilu sebelum ini. Jumlah PNS saja di Indonesia tidak pernah terdata dengan baik dan selalu datanya berbeda dari sayu instansi terkait dengan instansi terkait lainnya. Jika hal itu tidak pernah akan dapat diselesaikan dengan kualitas penyelenggaraan pemerintahan. Maka sudah pasti pemborosan anggaran pada APBN setiap tahunnya akan merusak sistem pembangunan di negeri ini.
Bermula perbedaan mencolok antara data BKKBN dengan Kantor Statistik, maka semua menjadi persoalan. Belum lagi persoalan lain yang sudah mengakar di bumi Indoensia seperti korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, penyalahgunaan fasilitas negara dan penyelewengan lainnya yang kita temui dan hadapi setiap hari.
Sebagai negara besar dilihat dari luas wilayahnya, besar jumlah penduduknya. Tetapi Indonesia kerdil dalam berpikir dan bekerja. Mental dan sikap nasionalisme dalam kehidupan masyarakat sehari-hari msangat tidak memadai dengan keagunangan nama bangsa Indonesia. Tapi, masihkan ada harapan yang oprtimis digantungkan dari proses demokrasi yang sedang berjalan saat ini?
Tentu masih, dengan catatan agar penegakan hukum harus benar-benar dilakukan dan pelaksanaan tugas aparat keamanan dan ketertiban, jangan bermain retorika bisnis dalam menangani kasus-kasus yang terjadi, terutama menyangkut PNS dan pejabat yang jika terjadi kasus, urusannya harus ada izin presiden.
Untuk itu, soal DPT pemerintah harus bertanggungjawab. Bukan suatu hal yang sulit untuk membongkar kasus tersebut, siapa yang membuat DTP yang salah itu. Apakah melacak si pembuat data kok sulit amat sih! Bagaimana melacak kegiatan-kegiatan spionase di dalam negeri, kan lebih rumit dari melacak pembuat DPT palsu itu.
Sekali lagi pemerintah, kapan dan siapa saja yang pemerintah di Indonesia memang tidak berkeinginan untuk memajukan bangsa ini. Mereka hanya ingin memajukan bangsa mereka sendiri, yaitu keluarga dan kaum kerabat pejabat saja. Dan, itulah biangkeladi rusaknya bangsa ini dengan makin merosotnya kualitas manusia yang ada. Nep

Ketua KPU Harus Diganti

Oleh Naim Emel Prahana

ORANG bijak pernah bilang sama Edwin Hanibal dan Pattimura, agar cerdik, cerdas dan pandai menghadapi situasi menjelang pemilu 2009, terutama pembentukan tim seleksi (Timsel) calon anggota KPU dan penetapan anggota KPU kabupaten/kota se Lampung. Sayangnya, keduanya seperti hero sendiri di tengah kekuasaan Allah SWT.
Keterlibatan keduanya dalam penseleksian calon anggota timsel dan anggota KPU sangat erat dan kuat sekali pertaliannya, bahkan unsur KKN sangat melekat. Tapi, kedua sosok muda itu makin menampakkan keblingerannya atas status dan jabatan yang dipegang. Saran dan kritik maupun masukan tidak digubris. Hanya bermanis-manis dimulut, tanpa realisasi. Tidak ada nilai persahabatan, saling menghormati dan saling terbuka di antara keduanya.
Kinbi, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) merekomendasikan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Lampung, Edwin Hanibal diberhentikan terkait rekrutmen KPU tujuh kabupaten/kota tahun lalu. Bawaslu juga, mengusulkan anggota KPU Pattimura dicopot dalam kasus yang sama. Sementara itu, dua anggota KPU Lampung lain, Nanang Trenggono dan Sholihin, diusulkan agar diperiksa Dewan Kehormatan (DK) KPU karena dianggap turut dalam rapat pleno penetapan anggota KPU kabupaten/kota.
Semua tahu sepak terjang ketua KPU dan anggota KPU Lampung, Edwin Hanibal dan Pattimura. Terutama dalam kasus pilkada di Lampung Utara, kemudian bagaimana keduanya tidak mengindahkan Peraturan KPU No 13/2007 tentang ekrutmen anggota timsel. Bahkan melecehkan lembaga legislatif yang dipercayai untuk memilih dan menetapkan 2 calon timsel dari preofesional dan akademik.
Bukan hanya kode etik yang dilanggar oleh Edwin Hanibal dan Pattimura sebagaimana diungkapkan oleh Ketua Panwaslu Provinsi Lampung, tetapi telah memperkosa Hak Azasi Manusia dan menghilangkan kesempatan setiap warganegara yang inginb mendapatkan pekerjaan.
Setting Edwin Hanibal dan Pattimura untuk mengoalkan anggota KPU pro mereka dan dapat diatur, sudah lama mereka kemas dan beraksi sejak diumumkannya wacana penerimaan anggota timsel kabupaten/kota se Lampung. Sayang sekali, walaupun KPU Pusat mengetahui sepak terjang ketua dan anggota KPU provinsi Lampung, Edwin anibal dan Pattimura sudah jauh melampaui kewenangannya. Toh, sampai sekarang tidak ada tindak lanju atas pengaduan yang diterima KPU Pusat sepanjang 2008.
Dan, anggota KPU kabupaten/kota yang ditetapkan oleh KPU Lampung memang banyak yang terlibat parpol, dan penetapan anggota timsel tanpa melalui mekanisme dan prosedure perundang-undangan seperti yang dilakukan di Metro, sudah membuktikan keduanya memang harus dicopot dari jabatannya.
Termasuk nggota yang lain dan termasuk Ny Handi. Di sisi lain KPU Lampung memang tidak netral sebagai wasit, banyak kasus yang terjadi seperti penggelembungan surat pendukung calon gubernur beberapa waktu lalu. Sebab, kalau berdasarkan bukti otentik yang sah, calon gubernur dari jalur independen tida bisa mengikuti proses pilgub. Karena, banyak dukungan via fotocopy KTP adalah aspal.
Tapi, sudahlah. Kita relakan saja penggantian ketua dan anggota KPU Lampung, agar pemilu 2009 berjalan sebagaimana mestinya, dan jauh dari trik politik yang tidak netral. Termasuk DPT yang saat ini masih dipersoalkan di seluruh Indonesia. Bawaslu sudah bekerja atas nama rakyat Lampung dan DK KPU harus segera memutuskan rekomendasi itu.

Ketua KPU Harus Diganti

Oleh Naim Emel Prahana

ORANG bijak pernah bilang sama Edwin Hanibal dan Pattimura, agar cerdik, cerdas dan pandai menghadapi situasi menjelang pemilu 2009, terutama pembentukan tim seleksi (Timsel) calon anggota KPU dan penetapan anggota KPU kabupaten/kota se Lampung. Sayangnya, keduanya seperti hero sendiri di tengah kekuasaan Allah SWT.
Keterlibatan keduanya dalam penseleksian calon anggota timsel dan anggota KPU sangat erat dan kuat sekali pertaliannya, bahkan unsur KKN sangat melekat. Tapi, kedua sosok muda itu makin menampakkan keblingerannya atas status dan jabatan yang dipegang. Saran dan kritik maupun masukan tidak digubris. Hanya bermanis-manis dimulut, tanpa realisasi. Tidak ada nilai persahabatan, saling menghormati dan saling terbuka di antara keduanya.
Kinbi, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) merekomendasikan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Lampung, Edwin Hanibal diberhentikan terkait rekrutmen KPU tujuh kabupaten/kota tahun lalu. Bawaslu juga, mengusulkan anggota KPU Pattimura dicopot dalam kasus yang sama. Sementara itu, dua anggota KPU Lampung lain, Nanang Trenggono dan Sholihin, diusulkan agar diperiksa Dewan Kehormatan (DK) KPU karena dianggap turut dalam rapat pleno penetapan anggota KPU kabupaten/kota.
Semua tahu sepak terjang ketua KPU dan anggota KPU Lampung, Edwin Hanibal dan Pattimura. Terutama dalam kasus pilkada di Lampung Utara, kemudian bagaimana keduanya tidak mengindahkan Peraturan KPU No 13/2007 tentang ekrutmen anggota timsel. Bahkan melecehkan lembaga legislatif yang dipercayai untuk memilih dan menetapkan 2 calon timsel dari preofesional dan akademik.
Bukan hanya kode etik yang dilanggar oleh Edwin Hanibal dan Pattimura sebagaimana diungkapkan oleh Ketua Panwaslu Provinsi Lampung, tetapi telah memperkosa Hak Azasi Manusia dan menghilangkan kesempatan setiap warganegara yang inginb mendapatkan pekerjaan.
Setting Edwin Hanibal dan Pattimura untuk mengoalkan anggota KPU pro mereka dan dapat diatur, sudah lama mereka kemas dan beraksi sejak diumumkannya wacana penerimaan anggota timsel kabupaten/kota se Lampung. Sayang sekali, walaupun KPU Pusat mengetahui sepak terjang ketua dan anggota KPU provinsi Lampung, Edwin anibal dan Pattimura sudah jauh melampaui kewenangannya. Toh, sampai sekarang tidak ada tindak lanju atas pengaduan yang diterima KPU Pusat sepanjang 2008.
Dan, anggota KPU kabupaten/kota yang ditetapkan oleh KPU Lampung memang banyak yang terlibat parpol, dan penetapan anggota timsel tanpa melalui mekanisme dan prosedure perundang-undangan seperti yang dilakukan di Metro, sudah membuktikan keduanya memang harus dicopot dari jabatannya.
Termasuk nggota yang lain dan termasuk Ny Handi. Di sisi lain KPU Lampung memang tidak netral sebagai wasit, banyak kasus yang terjadi seperti penggelembungan surat pendukung calon gubernur beberapa waktu lalu. Sebab, kalau berdasarkan bukti otentik yang sah, calon gubernur dari jalur independen tida bisa mengikuti proses pilgub. Karena, banyak dukungan via fotocopy KTP adalah aspal.
Tapi, sudahlah. Kita relakan saja penggantian ketua dan anggota KPU Lampung, agar pemilu 2009 berjalan sebagaimana mestinya, dan jauh dari trik politik yang tidak netral. Termasuk DPT yang saat ini masih dipersoalkan di seluruh Indonesia. Bawaslu sudah bekerja atas nama rakyat Lampung dan DK KPUharus segera memutuskan rekomendasi itu.

Bandarlampung—Jakarta

Oleh Naim Emel Prahana
MAU cepat ke Jakarta dan bergengsi? Naiklah pesawat terbang dengan waktu tempuh sekitar 37 menit. Artinya lebih lama 23 menit kalau naik bis AC jurusan Rajabasa—Metro. Apalagi mobil pengantar dan penjemput di Bandara Branti, keren-keren dan elite-elite. Tentu orang yang naik pesawat terbang ke Jakarta adalah orang-orang berduit alias warga yang punya harta banyak?
Itulah asumsinya. Harga tiket pesawat terbang dengan jarak tempuh sekitar 37 menit itu rata-rata (minimum) Rp Rp 320.000,- dan maksimumnya tidak pernah bisa dipukul rata. Sebab, “semua terserah gua!” Pagi hari bisa Rp 290.000,- mines bording pas, siangnya bisa tiket dijual Rp 475.000,-mines bording pas.
Dapat dibayangkan pula kalkulasi cost yang ditimbulkan sekali jalan ke Jakarta via udara. Ongkos pesawat + bording pas + taksi di Jakarta ke alamat tujuan + lain-lainnya. Jika diwujudkan dalam angka kalau kita mengambil pukul rata adalah Rp 320.000,- + Rp 30.000,-+ Rp 80.000,- + lain-lain Rp 40.000,-= Rp 470.000,-Bagaimana kalau tiket pesawat Branti—Soekarno Hatta dijual dengan harga Rp 475.000,- belum ditambah bording pas, taksi dan lain-lain?
Kesan kita, “waduh gila amat tu tiket pesawat!” Dan coba membandingkannya dengan tarif Jakarta—Surabaya yang jarak tempuhnya sekitar 90 menit dengan harga rata-rata (minimun) Rp 250.000,- mines bording pas dan taksi dan lain-lain. Atau Jakarta—Bengkulu yang jarak tempuhnya 2 X lipat dari jarak tempuh Branti—Soekarno-Hatta. Tiket pesawat Bengkulu—Jakarta saja dipukul rata Rp 290.000,- sekali jalan (min bording pas, taksi dan lainnya).
Atau kita bandingkan harga tiket Jakarta—Medan? Waduh Lampung—Jakarta memecahkan rekor tiket pesawat termahal di negeri ini setelah di daerah pedalaman Irian Jaya (Papua). Sementara kalau kita menyewa sebuah helikopter seharinya hanya Rp 100.000.000,-
Dan, jika kita naik bis ke Jakarta dari Bandarlampung secara estafet uang Rp 100.000,- masih sisa sekitar Rp 20.000,-dengan catatan waktu sekitar 6—8 jam perjalanan. Tapi, walaupun mahal harga tiket yang juga tidak pernah ada standarnya itu, koki masih banyak saja yang ke Jakarta via udara. Kayakah mereka, atau oranmg-orang elitekah mereka?
Seperti kalau naik pesawat ke Surabaya dari Jakarta, alangkah banyaknya para pembantu rumah tangga yang naik pesawat. Artinya, harga tiketnya relatif murah. Kalau pembantu rumah tangga asal Lampung kerja di Jakarta yang mudik naik pesawat, wah bisa berabe dan gaji bulanannya tidak bakal cukup. Sebab, lain dengan naik pesawat Jakarta—Surabaya.
Sebenarnya ingin dipertanyakan, siapakah yang menetapkan tarif pesawat terbang di Indonesia ini. Sejauhmana kewenangan pemerintah atas tarif pesawat terbang tersebut. Apakah hanya sebagai penonton atau bahkan jadi pemain juga. Belum ada yang menanyakan hal itu. Yang ada penumpang menanyakan pelayanan awak pesawat atau hilangnya barang bawaan melalui kargo pesawat.
Dalam kontek turunnya harga BBM dan situasi buruk ekonomi dunia Internasional sekarang ini, apakah tidak baik kalau soal harga tiket pesawat diatur sedemikian rupa, dilihat jarak tempuhnya dan biaya parkir di setiap bandara yang disinggahi sebuah pesawat terbang.nep

Non Fasilitas Negara

Oleh Naim Emel Prahana
TIDAK ada yang perlu ditakuti bagi peserta pemilu 2009 sebagai anggota legislatif dan kampanye partai politik. Termasuk penggunaan fasiulitas negara oleh caleg yang kebetulan isteri pejabat yang memegang banyak jabatan nonstruktural di pemerintahan. Seperti ketua Dekranasda, ketua TP PKK, ketua Darma Wanita dan sebagainya.
Ancaman sanksi bagi mereka yang memegang jabatan tertsebut yang kebetulan nyaleg oleh pimpinannya, jangan takut. Cuma gertak sambal yang penting ada surat ke luar si ketua di pusat. Walaupun di sini kita mendialogka fenomena yang sangat jelas yang dikaburkan itu.
Misalnya ketua dan pengurus PKK hingga ke kecamatan tidak dibenarkan (dilarang) untuk menjadi caleg. Kalau dia tetap sebagai ketua atau pengurus PKK di suatu daerah. Baiklah sekarang, karena sosoknya tetap ngotot ingin jadi caleg. Maka ia tinggalkan jabatannya sebagai ketua Dekranasda atau TP PKK atau Darma Wanita.
Persoalannya, bagaimana membedakan apakah ia menggunakan fasilitas negara atau tidak? Ketika dia mundur dari (misal) ketua PKK, tapi ia masih memegang jabatan sebagai ketua Dekranasda yang juga punya kendaraan dinas. Jika ia menggunakan mobil Dekranasda tidak menggunakan mobil plat merah PKK, apakah itu termasuk dilarang yang masuk dalam kategori fasilitas negara?
Atau begini, seseorang caleg yang menggunakan fasilitas negara itu kan bukan hanya bentuk mobil, motor, rumah dinas atau atribut dinas. Tetapi fasilitas lainnya yang digolongkan fasilitas negara tidak boleh dimanfaakan si caleg isteri pejabat tadi. Misalnya kampanye di Posyandu dengan mengumpulkan warga atas nama gerakan kasih sayang ibu. Lalu kepada mereka yang datang setelah diminta tolong dukungan suaranya, diberikan uang di dalam amplop masing-masing (katakanlah demikian) Rp 10.000,-
Apakah itu tergolong fasilitas negara yang dimanfaatkan oleh si isterio pejabat tadi? Atau ia menghadap ke Panwaslu mengakui tidak menggunakan fasilitas negara, akan tetapi ia membawa mbil dinas berplat merah? Kita yakin dan pasti aturan soal fasilitas negara itu sudah jelas, namun memang dibuat tidak jelas dengan banyak retorika, alasan dan alibi.
Apalagi yang namanya isteri pejabat yang tengah berkuasa, ia mampu menundukkan kekuasaan suaminya ada pada dirinya juga. Sehingga kalau ia memerintahkan pegawai dilingkungan kerja suaminya (Pemda), si pegawai atau pejabat aktif pasti takut. Karena yang memerintah itu adalah isteri kepala daerah (isteri gubernur/wakil, isteri bupati/wakil bupati atau isteri walikota atau isteri wakil walikota).
Sekarang, apakah modal anggota Panwaslu itu sudah cukup mengarah ke sana, sehingga praktek kotor yang dilarang oleh UU Pemilu dapat dikenai sanksi yang tegas, pasti tanpa kompromi—asal memiliki data yang cukup. Namun, data yang sudah cukup jangan dibilang masih kurang lengkap, karena ada kepentingan-kepentingan di balik itu semua.
Di sisi lain, kekhawatiran kita akan penyalahgunaan fasilitas negara bukan hanya tersebut di atas saja. akan tetapi, bisa juga berbentuk keuangan organisasi semacam PKK, Dekranasda dan Darma Wanita dipergunakan untuk kepentingan si caleg yang isteri pejabat tadi, termasuk dana-dana bantuan yang diberikan pemerintah.
Oleh karenanya, pihak BPK atau KPK atau polisi harus turun tangan melakukan penyelidikan terhadap keuangan PKK, Darma Wanita dan Dekranasda yang ketuanya menjadi caleg pada pemilu 2009 ini. Lebih baik mengantisipasi lebih awal ketimbang mengobati organ yang sudah sakit.nep.

“Selamat Berkampanye”

Oleh Naim Emel Prahana
PAGI hari ini adalah hari pertama masa kampanye secara resmi bagi calon legislatif atau lebih ngetrend disebut ‘caleg’. Hari pertama masa kampanye versi undang-undang pemilu itu, tentunya tidak disia-siakan para caleg DPR-RI, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.
Artinya, secara resmi pula Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) mulai bekerja, mengawasi, mengintip, memberi sanksi dan memasukkan para penggar ke sel yang berjeruji besi. Demikian pula KPU dan pemerintah. begitu idealnya proses pemilu ‘demokrasi’ di Indonesia. Seperti tidak ada celah kelemahan apapun dari aturan yang sudah dibuat.
Mungkin itulah hebatnya Indonesia yang menurut penelitian di luar negeri adalah bangsa yang sangat pintar membuat proposal dan undang-undang. Namun, pelaksanaanya tidak sehebat dan sepintar mereka menuliskan rangkaian kata dan kalimat dalam kumpulan perundang-undangan.
Belum diketahui persis bentuk acara kampoanye yang dikemas oleh para caleg. Apakah sama dengan para calon gubernur, bupati dan walikota dalam momentum pilkada, atau bagaimana rupanya kampanye resmi itu. Bukan apa-apa, kita ingin mengetahui, apa yang dimaksudkan oleh pemerintah dengan masa kampanye pemilu itu. Termasuk kampanye yang akan dilakukan oleh parpol mulai hari ini.
Dan, apakah selama ini pemasangan stiker, baleho, spanduk, banner, selebaran, sosialisasi kepada masyarakat, rupa-rupa bantuan kepada kelompok masyarakat, iklan di media massa ‘bukan’ bentuk kampanye? Apapun alasan para caleg, rasanya itulah kampanye yang sebenarnya, dan masa kampanye yang ditetapkan pemerintah hanyalah proyek bagi Panwaslu dan KPU untuk melakukan lobi-lobi dan negosiasi politik yang ujung-ujungnya adalah uang.
Alasanya, adalah pelanggaran kampanye. Bisa jadi pasal-pasal itu akan meramaikan media massa. Tetapi, tindak lanjutnya masih diragukan. Bukankah kita sudah dua kali melakukan pemilu langsung! Rasanya cerminan-cerminan pemilu 1999 dan 2004 tidak jauh berbeda dengan pemilu 2009 ini. Yang pasti, caleg nomor urut satu tidak lagi bisa melenggang begitu saja duduk di kursi legislatif sebagaimana pemilu 1999 dan 2004. sebab, sistem yang dipakai untuk mendapatkan status anggota DPR dan DPRD adalah digunakannya sistem suara terbanyak.
Jadi, perjuangan dan pengorbanan benar-benar menentukan berapa suara yang diperoleh dan didukung oleh populeritas si caleg itu sendiri. Karena rakyat dominan melihat figur caleg, kewaspadaan caleg harus benar-benar dilakukan. Kalau tidak, mungkin uang ratusan juta yang sudah dikeluarkan akan menimbulkan masalah. Jika tidak duduk di kursi anggota legislatif. Sebab, uang bukan jaminan bahwa seseorang yang banyak mengeluarkan uang secara otomatis akan mendapat suara terbanyak, demikian pula penyebaran informasi pencalegan dari berbagai media, juga bukan jaminan. Namun, kalau tidak ada publikasi apapun yang kemungkinan tidak akan dikenal oleh rakyat saat melakukan pencontrengan (pencoblosan) tanggal 9 April 2009 nanti.
Jadi, bagaimana sebaiknya si caleg dalam masa kampanye resmi ini? Yah, harus ulet, gaul, tidak menebar janji dan tidak mengucapklan kata-kata tidak pantas kepada masyarakat. Karena, kata-kata itu akan menghilangkan suara yang diharapan. “Selamat berkampanye” nep.

Demokrasi "Homo”

Oleh Naim Emel Prahana
PESTA uang adalah hajat demokrasi dalam penyelenggaraan pemilu 2009. Pemilu yang akan memilih, menempatkan dan melegalkan seseorang menjadi wakil rakyat di Dewan Perwakilan Rakyat; baik untuk DPR-RI, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Ada seorang penyair bilang, “merubah nasib menjadi caleg!”
Perubahan yang menelan korban, dengan perjuangan keras dan pengorbanan itu memang berlangsung cuma lima tahun. Tapi, selama 5 tahun itu seorang anggot legislatif memainkan peranan pribadi dan keluarganya. Bahkan, peran yang diperankan terkadang sudah tidak ada lagi kaitannya dengan amanah dan status sebagai wakil rakyat.
Bagaimana pun saya sebagai anggota legislatif adalah sudah ‘kedaulatan’ pribadi. Bukankah waktu menjadi caleg dalam proses pemilu saya sudah memberikan uang kepada rakyat yang berhak memilih. Bahkan, saya sudah membantu beberapa masjid, dan bantuan lain berupa baju kaos, buku yasin, kalender, stiker, baleho dan bantuan penyelenggaraan berbagai acara?
“Wajar kalau sudah saatnya saya mendapat imbalan yang pantas atasd pengorbanan dan perjuangan saya yang sudah mengeluarkan uang ratusan juta untuk jadi secara legal sebagai wakil rakyat. Apalagi sekarang menggunakan sistem suara terbanyak.”
Dari rangkaian kata-kata itu mengandung maksud dan tujuan yang tersirat dan tersurat, bahwa adalah wajar kalau sudah jadi anggota legislatif mendapat jatah proyek secara rutin, mendapat fee berbagai proyek besar, mendapat uang jalan ketika studi banding dan sebagainya.
Itulah imbalan jerih payah dan harga yang sudah dibeli sebelum pemilu berlangsung. Sebab, saat sosialisasi caleg untuk pemilu, rakyat sudah banyak menyodorkan proposal dan minta bantuan berupa uang dan barang. Kalau tidak diberikan, maka mereka hanya mendukung sebatas mulut. Diberikan uang pun tidak jaminan mereka yang terima uang akan memberikan suaranya kepada yang memberi uang.
“Saya diperas!”
Maka, wajarlah kalau selama saya duduk di kursi legislatif, saya juga dengan cara saya yang cerdas, juga akan melakukan pemerasan, agar uang yang sudah dikeluarkan dapat kembali sebagaimana mestinya. Seperti halnya calon gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil dan walikota/wakil walikota. Dalam siaran berita radio kemarin disebutkan, demokrasi di Indonesia tidak jelas. Karena banyak pejabat pemerintah yang menjadi ketua parpol. Akibatnya, kata berita tadi (14/3), tugas-tugas kepemrintahan terbengkalai karena sang menteri (pejabat) lebih mementingkan parpol, terutama saat masa kampanye.
“Adalah sulit dibedakan antara pejabat pemerintah dengan ketua parpol dan akibatnya, banyak fasilitas negara yang dipergunakan tidak dalam tugas-tugas kenegaraan atau penyelenggaraan pemerintahan yang dilakukan pejabat yang juga ketua parpol.
Kemarin, hari pertama masa kampanye secara terbuka sesuai dengan peraturan pemilu. Padahal, kampanye tidak terbuka sudah lama dilakukan, jauh sebelum masa kampanye terbuka diresmikan. Dari berbagai rangakain kejadian, sudah seharusnya UU Pemilu harus dirubah total, untuk menyikapi penyalahgunaan kewenangan pejabat dan tidak asal menjadi caleg. Terutama mereka yang basisnya adalah “mak jelas” sebelumnya.
Kita harap memang, kecerdasan rakyat semakin membaik dari tidur panjangnya akibat kebiasaan dijajah oleh materi dan bangsa asing, jika sudah sadar, maka dimungkinkan anggota legislatif hasiul pemilui 2009 akan lebih berkualitas.nep

Sinetron Bertajuk ‘Sinetron’

Oleh Naim Emel Prahana
BARANGKALI ingatan kita masih segar ketika serial film sinetron di televisi Indonesia menayangkan pertama kalinya trend film-film Amerika Latin yang diawali sinetron Maria Seleste beberapa tahun silam. Banyak suami di Lampung mencekik leher isterinya karena diajak sholat berjamaah, malah si isteri ngotot menonton film sinetron yang serinya banyak sekali itu.
Film sinetron Amerika Latin itu akhirnya menghilang dan oleh dinasti Punjabi dimade in-lah film-film dengan ide cerita dan adegan yang sama. Pada akhirnya hingga kemarin malam dan seterusnya (mungkin) film-film Punjabi itu akan terus menghiasi layar kaya televisi di Indonesia, terutama di Indosiar.
Punjabi sedikit lebih kreatif dengan memasukkan unsur magis, Indianisme dan agama sekuler diraman film-film sinetronnya. Alhasil Punjabi mampu menyedot jutaan pemirsa untuk betah setiap malamnya di depan pesawat televisi swasta kita. Film-film sinetron di televisi kita secara umum dan sisi sineasnya memang jauh dari kualitas. Hanya mengandalkan pangsa pasar dan trend kehidupan masyarakat (life style).
Tidak tahu persis kenapa film-film demikian lolos sensor. Padahal, dua tahun silam budayawan Naim Emel Prahana ketika bertemu dengan Yenny Rahman di Griya Kebun 38 milik Henry Yosodiningrat pernah serius bicara dengan ketua Parfi itu. Waktu itu, Naim minta kepada Parfi untuk berusaha mengevaluasi dan memberikan masukan berupa kritik, saran dan rekomendasi kepada Lembaga Sensor Film (LSF), agar mengkritisi film-film sinetron di televisi Indonesia. Sebab, kadar pendidikannya sangat rendah.
Yenny Rahman berjanji dan akan melakukan apa yang disarankan. Tapi, hingga saat ini film-film sinetron bergaya made in Punjabi masih tetap mendominasi layar kaya di rumah-rumah penduduk di negeri ini. Jika itu berlangsung lebih lama lagi, film-film sinetron itu sudah pasti menjadi salah satu faktor terbesar rusaknya keutuhan keluarga atau rumah tangga orang Indonesia.
Termasuk sinetron (film) legenda yang diproduksi dan ditayangkan dengan mengedepankan nilai magis. Sulit dibayangkan bagaimana dampak negatif yang ditimbulkan film-film seperti itu. Sebab, siapa yang akan memfilter penonton televisi di rumah?
Sangat disayangkan, kenapa film-film demikian justru yang menjadi juru penjelas dan penerangnya adalah ustad-ustad muda yang seharusnya lebih jeli, kritis dan agamis. Bukan malah memberikan warna bisnis kepada film-film tersebut. Sebagaimana film sinetron Muslimah dan Hareem.
Walaupun film (dua yang terakhir kita contohkan) adalah fiktif belaka. Tetapi, perlu diingatkan bahwa nilai fiktif dalam sebuah cerita film mempunyai pertalian dengan kenyataan di masyarakat luas. Tidak asal fiktif dan tidak asal difiktifkan. Bangsa ini masih berharap kepada stasiun-stasiun televisi, khususnya swasta di Indonesia, agar menayangkan film-film atau sinetron yang kadar pendidikan masyarakatnya lebih banyak dibandiongkan kadar bisnis ‘selera’.
Jangan menjadikan film sinetron hanya sebagai ‘sinetron’ yang artinya, yang penting ada film yang penting laris dan banyak pemirsanya yang kepincuit setiap malamnya menonton film bermoral rendahan tersebut. Masih banyak cerita di tengah masyarakat yang dapat dijadikan ide cerita film untuk televisi. Sebagai contoh acara Teropong, Jejak, Situs-Situs di TVRI dan sebagainya.nep.

Presiden Atau Ketua Partai

Oleh Naim Emel Prahana
KITA acung jempol buat Metro Televisi yang membuat wawancara ekslusif dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jusuf Kalla (JK). Keduanya adalah satu paket sebagai presiden dan wakil presiden. Ketika diwancarai, SBY dalam jawaban yang bersuara pelan, pasti dan dalam. Lebih banyak bertindak sebagai presiden.
Sementara, Rabu (4/3), Jusuf Kalla—JK lebih banyak bicara soal dirinya sebagai ketua partai. Wawancara ekslusif Metro TV itu tidak ada istimewanya. Ini suatu pernyataan yang jujur dan transparan. Kenapa tidak menarik? Ketika SBY mengatakan, kita tidak perlu bicara masa lalu.
Tetapi, dalam banyak pernyataan (jawaban) yang sangat tajam, justru SBY terlihat memunculkan suatu claim, bahwa dirinya adalah yang pantas menjadi presiden, bahwa dirinyalah yang paling baik di antara para jendeeral TNI, bahwa dirinya menjadi presiden berangkat dari nol (bawa sekali). Itu, akibat dirinya seakan-akan teranianyai—terutama ketika ia menjadi Menpolkam masa presiden Megawati Soekarnoputri.
Apalagi ketika SBY bilang, Prabowo, Wiranto dan lainnya membuat buku biografi. “Tapi, saya kan tahu semuanya!” Itulah ungkapan yang sebenarnya sangat sombong dan angkuh di balik tatakrama dan sopan santunnya dalam bicara yang sederhana dan luar biasa baiknya.
Sementara JK dengan kemampuan bicaranya yang cenderung beretorika dengan rasa optimis yang dipaksakan dengan kata lain, sikap optimisnya “wait and see” hasil pemilu 2009. JK percaya survei jika survei itu berdasarkan hukum. Keraguan JK menjawab keyakinannya sendiri terlihat jelas. Apalagi ketika menjelaskan soal grid populeritasnya masih di bawah 3 persen.
Dengan retorika JK, ia mengtatakan, gridnya itu karena ia selalu diposisikan sebagai wakil presiden. Ia tidak bicara soal dirinya sebagai ketua parpol (Golkar).
SBY—JK jikalau pemilu 2009 merupakan hasil maksimal klecerdasan politik rakyat, maka keduanya akan kalah dengan bakal calon presiden lain. Hanya dari weawancarai ekslusif itu dapat ditangkap, bahwa keduanya sedang memasang jaring untuk berkoalisi dengan parpol lain atau sedang memancing bakal calon presiden lainnya.
Yang pasti pemerintah di bawah kepemimpinan SBY—JK gagal membawa Indonesia ke luar dari krisis multidimensional. Berbagai kegagalan tak mampu diselesaikan atau ditemukan solusinya. Seorang tokoh nasional sekelas SBY, dalam beberapa kali kesempatan pidatonya, langsung membahas masalah kelangkaan BBM, pupuk dan tidak turunnya tarif angkutan umum ketika BBM turun.
Itu berarti, para menteri sebagai pembantu presiden, tidak mampu menjalankan tugas sebagaimana mestinya. Itulah kegagalan yang banyak ditengarai para pengamat dan rakyat Indonesia. Pemilu 2009 sudah diambang pintu, perubahan tentu pasti ada, tinggal berapa persenkah perubahan yang terjadi setelah pemilu 2009 dan menjelang pemilihan presiden (pilpres).
Mungkin, tidak ada parpol yang dominan menguasai parlemen (DPRD kabupaten/kota, DPRD provinsi, DPR-RI). Atau ada parpol dengan kebangkitannya yang memperoleh suara yang signifikan. Semuanya kita menunggu, bagaimana peningkatan kecerdasan berpolitik rakyat. Kecerdasan politik rakyat sepertinya akan terhambat dengan lambannya kinerja KPU mensosialisasikan pemilu 2009.
Ada apa dengan Indonesia, apakah Indonesia ini hanya SBY dan JK? nep

Organisasi Peduli Politik

Oleh Naim Emel Prahana
KEHADIRAN beberapa figur tokoh kelas Nasional di forum Tanwir Muhammadiyah di Bandarlampungmemang menjadi komoditas suasana politik di daerah ini menjelang pemilu 2009. kenapa tidak, berbagai agenda pada acara Tanwir selalu dikaitkan dengan agenda politik, seperti rencana pencalonan ketua umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin sebagai salah satu calon wapres dalam pilpres 2009 beberapa bulan mendatang.
Sebagai organisasi sosial keagamaan dan pendidikan, Muhammadiyah yang berdiri dari rahim NU itu, visi misinya adalah memajukan masyarakat dibidang keagamaan, sosial, dan pendidikan. Akan tetapi, trend masyarakat Indonesia dan pemerintahannya yang selalu memasukkan unsur politik dalam setiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
Muhammadiyah pun akhirnya ikut dalam barisan habit (‘kebiasaan’) itu.
Yah, sah-sah saja. mengenai akan terjadinya polarisasi dalam tubuh Muhammadiyah toh pada akhirnya dianggap biasa. Sebab, akar sosial dan pendidikan pada capaian tujuan berdirinya Muhammadiyah tidak terlepas dari unsur bisnis dalam penyelenggaraan dan pengelolaannya.
Kenapa tidak, jika memang grid tokoh-tokoh Muhammadiyah memenuhi standar dan kemudian ikut dalam bursa pencalonan capres dan cawapres. Tinggal menunggu bagaimana sikap danm dukungan masyarakat. Sebab, masyarakat Muhammadiyah saja tidak cukup untuk mengantarkan seorang tokohnya ke kursi capres dan cawapres. Jika, tidak berkoalisi dengan parpol lain.
Jika Muhammadiyah berkolaborasi dengan NU, ada pencerahan. Tapi, apa mungkin antara NU dan Muhammadiyah menyatu, apalagi soal pimpinan nasional. Padahal, pimpinan Nasional itu merupakan jelmaan dari semua unsur masyarakat yang ada di Indonesia.
Asumsinya, kader Muhammadiyah yang brilian walau terkadang ada beberapa keputusan Muhammadiyah yang mengakibatkan menjauhnya masyarakat terhadap organisasi keagamaan itu. Muhammadiyah masih pantas untuk memunculkan kandidat capres atau cawapres. Hal itu akan lebih positif, karena calon pimpinan nasional tidak hanya dari kubu Golkar, PDIP, Partai Demokrat atau NU saja.
Hal itu sudah dibuktikan ketika pilpres 2004, ketika Amin Rais ikut bursa pilpres. Ternyata popularitas tokoh reformasi itu, memang masih jauh dibandingkan tokoh-tokoh lainnya yang ikut berkompetisi dalam kancah pilpres tersebut. Jika, nanti dalam pilpres 2009 Din Syamsudin akan maju dalam pilpres. Bolah-boleh saja, siapa yang melarang. Karena selain dirinya sebagai ketua umum PP Muhammadiyah, ia juga seorang warga negara biasa.
Kedudukan dan hak yang sama melekat pada diri Din Syamsudin. Tinggal bagaimana dukunganb Muhammadiyah secara utuh, untuk melenggangkan Din ke kursi cawapres, atau bahkan ke kursi capres. Siapa tahu, tahun ini giliran Muhammadiyah tampil ke depan, siapa tahu suasana Indonesia ada perubahan dibandingkan sebelum-sebelum ini.
Bila perlu bisa minta bantuan dengan lembaga survei nasional, sejauhmana tingkat populeritas Din Syamsudin di tengah republik ini. Itu penting, untuk mengukur diri sebagai pimpinan yang disenangi oleh rakyat. Bukan oleh sekelompok rakyat. Terlepas dari itu semua, semoga Tanwir Muhammadiyah yang susdah payah menghadirkan tokoh-tokoh nasional di Lampung, sukses dalam banyak hal. Termasuk politiknya.nep.

Kampanye dan Fasilitas Negara

Oleh Naim Emel Prahana
SEBAGAI negara berdasarkan hukum, maka wajarlah kalau hal-hal yang menyangkut negara harus jelas status hukumnya. Salah satunya adalah fasilitas negara. Akan tetapi, jika ada larangan menggunakan fasilitas negara kepada peruntukan yang bukan untuk negara dan dipakai oleh bukan pejabat negara atau pemerintah itu. Apakah sudah secara detail diatur dalam berbagai bentuk aturan.
Hal itu mengingatkan kita, betapa sulitnya memisahkan status milik negara dengan bukan milik negara pada barang atau benda yang sama. Karena, pasal alasan atau alibi lebih banyak dibandingkan pasal-pasal dalam aturan hukumnya. Kemudian, jika aturan hukumnya jelas dan ada sanksinya.
Perlu pula dijelaskan secara jelas lagi soal sanksi hukumnya, apakah termasuk kejahatan atau hanya pelanggaran yang sifatnya cukup ditegur saja—walau kerugian yang ditimbulkan cukup besar. Banyak kasus selama ini menyangkut penggunaan fasilitas negara; kendaraan (plat merah), rumah dinas, kantor, ( termasuk gedung sekolah, rumah ibadah), dan sebagainya sering digunakan dalam berkampanye. Lalu, batasan pelanggaran dan sanksinya bagaimana, seperti soal money politic. Atau seperti ketika isteri walikota Metro mendatangi Panwaslu setempat dalam rangka klarifikasi laporan adanya pelanggaran kampanye. Isteri walikota yang menjadi caleg dari PPP itu datang ke kantor Panwaslu menggunakan mobil dinas PKK Kota Metro.
Seyogyanya, kalau ia ingin mengklarifikasi pengaduan adanya pelanggaran yang dilakukannya, walaupun hanya mendatangi kantor Panwaslu Kota Metro, ia harus menggunakan mopbil pribadi. Jika ia masih menggunakan mobil dinas, maka apapun alasannya ia mengatakan tidak melanggar. Itu sudah suatu pelanggaran.
Bagaimana dengan PP No 10/2008? Oleh karenanya, gaya demokrasi Indonesia dalam potret pemilu selalu membingungkan. Pelanggaran aturan hukum pemilu selalu diselesaikan dengan kedip mata atau cukup dengan “kata maaf, tidak akan mengbulanginya lagi”. Sayangnya, ketika aturan itu berbenturan dengan keluarga pejabat, maka yang mengalah itu bukan si pelanggar atau pejabat tau keluarganya. Tetapi, malah aturan hukum yang dibuat ‘mengalah’ oleh lembaga yang terkait menangani permasalahan seperti itu. Barangkali memang bangsa ini senang betul membingungkan diri sendiri, apalagi menghadapi bingungnya dunia. Apa tidak makin bingung?
Banyak hal yang perlu diatur ulang soal pemilu di Indonesia, dengan banyak aturan yang harus dibatalkan. Cukup satu atau dua aturan saja, namun aturan itu lengkap, detail dan tidak membingungkan rakyat. Seperti soal kartu suara dalam pemilu 2009, sebagian besar rakyat bingung. Sebab, sosialisasi pencoblosan (pencontrengan) beraneka ragam, isu yang digulirkan tentang sah tidaknya contreng pun bersileweran entah bagaimana lagi rakyat untuk mengambil kesimpulannya.
Sementara KPU sendiri, cuma duduk di kantor hanya bermain surat, selebaran dan pernyataan di media massa. Sosialisasi dengan anggaran yang besarnya, ke mana dan bagaimana hasilnya? Dengan situasi dan kondisi demikian, apakah tidak membuka kemungkinan meningkatnya suara golput (golongan putih) yang disebabkan banyak faktor.
Bukan hanya tidak (sengaja) mau memilih, tetapi faktor waktu, hasil sosialisasi, banyaknya parpol dan caleg, lebarnya kertas suara dan sebagainya—bisa jadi sebagai faktor terbesar untuk besarnya jumlah golput. nep.

Kampanye dan Fasilitas Negara


Oleh Naim Emel Prahana
SEBAGAI negara berdasarkan hukum, maka wajarlah kalau hal-hal yang menyangkut negara harus jelas status hukumnya. Salah satunya adalah fasilitas negara. Akan tetapi, jika ada larangan menggunakan fasilitas negara kepada peruntukan yang bukan untuk negara dan dipakai oleh bukan pejabat negara atau pemerintah itu. Apakah sudah secara detail diatur dalam berbagai bentuk aturan.
Hal itu mengingatkan kita, betapa sulitnya memisahkan status milik negara dengan bukan milik negara pada barang atau benda yang sama. Karena, pasal alasan atau alibi lebih banyak dibandingkan pasal-pasal dalam aturan hukumnya. Kemudian, jika aturan hukumnya jelas dan ada sanksinya.
Perlu pula dijelaskan secara jelas lagi soal sanksi hukumnya, apakah termasuk kejahatan atau hanya pelanggaran yang sifatnya cukup ditegur saja—walau kerugian yang ditimbulkan cukup besar. Banyak kasus selama ini menyangkut penggunaan fasilitas negara; kendaraan (plat merah), rumah dinas, kantor, ( termasuk gedung sekolah, rumah ibadah), dan sebagainya sering digunakan dalam berkampanye. Lalu, batasan pelanggaran dan sanksinya bagaimana, seperti soal money politic. Atau seperti ketika isteri walikota Metro mendatangi Panwaslu setempat dalam rangka klarifikasi laporan adanya pelanggaran kampanye. Isteri walikota yang menjadi caleg dari PPP itu datang ke kantor Panwaslu menggunakan mobil dinas PKK Kota Metro.
Seyogyanya, kalau ia ingin mengklarifikasi pengaduan adanya pelanggaran yang dilakukannya, walaupun hanya mendatangi kantor Panwaslu Kota Metro, ia harus menggunakan mopbil pribadi. Jika ia masih menggunakan mobil dinas, maka apapun alasannya ia mengatakan tidak melanggar. Itu sudah suatu pelanggaran.
Bagaimana dengan PP No 10/2008? Oleh karenanya, gaya demokrasi Indonesia dalam potret pemilu selalu membingungkan. Pelanggaran aturan hukum pemilu selalu diselesaikan dengan kedip mata atau cukup dengan “kata maaf, tidak akan mengbulanginya lagi”. Sayangnya, ketika aturan itu berbenturan dengan keluarga pejabat, maka yang mengalah itu bukan si pelanggar atau pejabat tau keluarganya. Tetapi, malah aturan hukum yang dibuat ‘mengalah’ oleh lembaga yang terkait menangani permasalahan seperti itu. Barangkali memang bangsa ini senang betul membingungkan diri sendiri, apalagi menghadapi bingungnya dunia. Apa tidak makin bingung?
Banyak hal yang perlu diatur ulang soal pemilu di Indonesia, dengan banyak aturan yang harus dibatalkan. Cukup satu atau dua aturan saja, namun aturan itu lengkap, detail dan tidak membingungkan rakyat. Seperti soal kartu suara dalam pemilu 2009, sebagian besar rakyat bingung. Sebab, sosialisasi pencoblosan (pencontrengan) beraneka ragam, isu yang digulirkan tentang sah tidaknya contreng pun bersileweran entah bagaimana lagi rakyat untuk mengambil kesimpulannya.
Sementara KPU sendiri, cuma duduk di kantor hanya bermain surat, selebaran dan pernyataan di media massa. Sosialisasi dengan anggaran yang besarnya, ke mana dan bagaimana hasilnya? Dengan situasi dan kondisi demikian, apakah tidak membuka kemungkinan meningkatnya suara golput (golongan putih) yang disebabkan banyak faktor.
Bukan hanya tidak (sengaja) mau memilih, tetapi faktor waktu, hasil sosialisasi, banyaknya parpol dan caleg, lebarnya kertas suara dan sebagainya—bisa jadi sebagai faktor terbesar untuk besarnya jumlah golput. nep.

Jumat Bersih-Bersih

Jumat Bersih-Bersih
Oleh Naim Emel Prahana
KALAU mendengar orang mengatakan, “jangan samakan teori dengan pelaksanaan suatu program!”, mungkin ada benarnya. Sebab sampai saat ini masih banyak kelompok yang sedang berjibaku mendata berapa banyak slogan-slogan, pencanangan-pencanangan, dan motto-motto yang sudah dipublikasikan oleh pemerintah. baik pemerintah pusat maupun pemerintah di daerah.
Seperti yang satu ini “Jumat Bersih” yang dulunya setiap hari Jumat dijadikan hari krida dan olahraga bagi pejabat dan PNS mengikut sertakan masyarakat kelompok-kelompok tertentu. Tapi, kini hari Jumat oleh banyak pemerintah daerah dijadikan “hari bersih-bersih atau hari bergotong royong di kalangan pejabat dan PNS.”
Kalau di dusun-dusun di Sumatera Bagian Selatan (Palembang dan sekitarnya, Bengkulu, Lampung dan Jambi) zaman dulu, khusus hari Jumat penduduk banyak yang menghentikan pekerjaan rutin mereka, seperti petani, pedagang, supir angkutan umum. Pokoknya hari Jumat dijadikan hari libu dan bersih-bersih di sekitar rumah dan lahan milik mereka yang tidak dimanfaatkan.
Masyarakat Lampung, Bengkulu, Palembang dan Jambi yang penduduknya beragama Islam menjadikan hari Jumat itu benar-benar hari libur. Tidak ada aktivitas rutin yang berat dilakukan. Bagi para supir mobil, hari Jumat mereka tidak menjalankan mobilnya. Ada kandungan kepercayaan yang cenderung islaminisme. Tapi, sangat positif dan tidak menimbulkan kecenderungan kegiatan-kegiatan sesat.
Oleh karenanya, dusun-dusun di daerah Sumbagsel zaman dulu selalu rapih, tertata baik, asri dan bersih. Bagaimana sekarang, ketika pemerintah daerah menyadap rutinitas istirahat penduduk tersebut? Sekarang di dusun-dusun di daerah Sumbagsel ini, tidak ada hari istirahat. Banyak penduduk memang sudah banyak istirahat akibat makin meningkatnya jumlah orang yang menganggur.
Makin banyaknya usaha pertanian ditinggalkan akibat berbagai UU yang melarang menebang kayu, merusak hutan, membunuh harimau, membunuh kera, membunuh binatang yang dikatakan “dilindungi” tersebut. Sedangkan pekerjaan lain bagi penduduk di dusun-dusun tidak ada. Akhirnya, mereka selalu nongkrong di kampung, di warung, di prapatan dengan tingkat kebutuhan terus meningkat. Karena pekerjaan rutin ditinggalkan, ekonomi makin sempit dan akhirnya tingkat kriminalitas menjadi-jadi.
Apakah Jumat Bersih sebagai program pemerintah kabupaten dan kota maupun provinsi dapat menyadarkan masyarakat yang sudah hilang kepercayaannya kepada pemerintah untuk menjaga lingkungan tetap asri, bersih, tertata rapih dan indah dipandang mata?
Banyak harapan sebenarnya. Tetapi, harapan kita itu selalu dibenturkan kepada realitas, bahwa kegiatan Jumat bersih pejabat dan PNS itu tidak mempengaruhi kekumuhan lingkungan pemukiman, jalan raya, pasar, terminal dan tempat-tempat lainnya. Sampah tetap saja berserakan.
Apalagi kalau dibilang efektif kegiatan Jumat Bersih, masih sangat jauh mencapai sasaran atau hanya sekedar untuk refreshing sesama PNS? Bisa jadi. Tapi, kalau itu yang menjadi implisit dalam program tak tertulis itu, maka kebiasaan baik telah diluluhkan dengan sistimatika.
Sinerji para pejabat dan PNS makin mengendor. Tidak banyak yang dapat mereka perbuatan untuk memulihkan situasi dan kondisi sosial dan linbgkungan kehidupan. Baik di kota maupoun di desa.nep.