Jumat, 21 November 2008

Ekonomi

Naim Emel Prahana
Ekonomi Tumbuh
Rakyat Tetap Miskin
PEMERINTAH sudah mengeluarkan statemen tentang persentase pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan III 2008, yang dibandingkan dengan triwulan ke III 2007 mencapai 6,1 persen. Padahal diketahui sejak 2000 Indonesia mengalami keisis multidimensi yang menurut banyak analis, sulit akan ke luar jika kondisi penyelenggaraan pemerintah masih seperti sekarang ini.
Yang lebih parahnya, pernyataan pemerintah tentang pertumbuhan ekonomi di tengah krisis ekonomi global, dikatakan tidaklah penting. Karena, para analis ekonomi dan pengamat menilai, yang paling utama adalah bagaimana pemerintah membidik perhatian mengenai kualitas pertumbuhan ekonomi itu sendiri.
Sebab, pernyataan pemerintah tentang kondisi membaik dunia ekonomi, tidak menjelaskan kondisi riil perekonomian masyarakat yang benar-benar terlihat dalam aktivitas masyarakat itu sendiri.
Perhitungan perekonmian yang membaik secara year on year (2008—2007) itu telah membuat pemerintah berani mennargetkan komposisi pertumbuhan ekonomi sepanjang 2008 atau antara Januari—September 2008 sebesar 6,3 persen. Dikatakan, persentase pertumbuhan sebesar itu menurut para pengamat didasari factor pendukung apa.
Artinya, siapa yang menikmati pertumbuhan demikian, sedangkan kondisi rakyat belum sama sekali meeningkat kesejahteraannya. Bahkan, secara umum m.werosot. tingkatydaya beli masyarakat makin rendah.
Hal itu wajar, sebab tumbuhnya ekonomi secara baik dicerminkan dengan meningkatnya factor kesejahteraan rakyat (masyarakat). Sektor padat modal, mengasumsikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak dirasakan semua orang, terutama rakyat miskin. Kelompok mayoritas penduduk Indonesia itu tetap saja miskin dengan tingginya tingkat inflasi.
Akibatnya, tidak kenaikan pendapatan. Dengan demikian, yang tumbuh itu bukanlah sector ekonomi terkait dengan kegiatan rakyat. Boleh jadi, melihat perjalanan krisis multidimesinal bangsa Indonesia, terutama ekonomi, politik, hokum dan pendidikan. Maka tingkat pertumbuhanm ekonomi riil tahun 2008 tidak akan mencapai 6 persen.
Beberapa factor pendukungnya adalah tingginya suku bunga yang menjadi hambatan kegiatan (rutinitas) sector riil. Dengan pemberatan sikap pemerintah yang tidak memperhatikan kebutuhan konkrit pada sector domestic (dalam negeri).
Kemudian, masih tingginya angka tindak pidana korupsi, kejahatan, penyalahgunaan anggaran bantuan yang merata di semua lini, yang pemerintah terlihat jelas tidak mampu mempercepat realisasi anggaran.
Yang lebih menyedihkan sekarang ini—yang sangat dirisaukan para tokoh perbankan BNI dengan melemahnya tingkat konsumsi. Dengan situasi pra krisis seperti sekarang, sektor tersebut sudah memberi isyarata akan terjadinya gelombang PHK beberapa waktu ke depan (2009).
Sisi konsumsi, angkanya melemah. pertumbuhan kuartal IV-2008 akan lebih buruk karena sektor konsumsi turun yang mampu mendorong jika proyek-proyek pemerintah dikerjakan dan akan mendapat income, konsumsi pun naik Stimulus fiskal APBN belum optimal, dari penyerapan belanja modal APBN 2008 s/d 31 Oktober 2008 baru 50 persen.nep.
Naim Emel Prahana
Pembangunan Pedesaan
MELALUI Koran ini, sering dilontarkan bahwa sebenarnya pemerintah itu tidak ikhlas membayar para pegawainya dengan pembuktian, pemerintah selalu membuat kebijakan pendapatan lebih rumit dengan peraturan-peraturan yang nyaris bertabrakan dan saling menindih.
Di tingkat riil—di lapangan, aparat pemerintah sangat mendominasi pergerakan peredaran uang melalui sektor dana bantuan. Baik dana bantuan melalui dunia pendidikan, partai politik, kesenian, keamanan dan ketertiban, SDM dan tenaga kerja dan sector lainnya.
Kebijakan alokasi dana di seluruh Indonesia, khususnya untuk alokasi dana pembangunan desa tidak lebih dari 1,3 persen dari total APBN yang sudah mencapai Rp 1.000,- triliun. Hal itu bertentangan sekali dengan penyebaran penduduk Indonesia yang 60% berada di pedesaan.
Atau sekitar 220 juta jiwa tinggal di pedesaan. Nilai alokasi dana desa (ADD) yang sangat kecil dan rendah itu jika dihitung secara riil hanya Rp 47 juta per tahun. Dengan asumsi pembagian adalah biaya operasional (OP) pengurus rukun tetangga/rukun warga (RT/RW) nilainya hanya Rp 50.000,- per tahun.
Di hamper semua desa terlihat jelas, bagaimana kondisi fasilitas kerja kepala desa dan perangkatnya. Sangat-sangat tidak baik, kondisi seperti itu, bagaimana mungkin perangkat desa bisa bekerja maksimal membangun desanya. Idealnya ADD harus lebih dari 10% dari APBN dan harus pula merombak UU 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Belum lagi kita melihat sarana fisik lainnya di desa, seperti jalan, sekolah, rumah-rumah penduduk dan fasilitas utama seperti listrik, air bersih dan penegakan hukum yang tidak prosfektif untuk membangun desa lebih lanjut di kemudian waktu.
Kalau tidak maksimalnya jumlah bantuan anggaran untuk ADD, desa hanyalah sebuah cerita yang terus dan terus makin tidak berdaya mempertahankan otonomi desanya yang menjadi pendukung utama suatu negara dan bangsa. Hamper 70% kondisi desa kita sangat memprihatinkan yang menjadi objek perubahan dan perkembangan zaman.
Oleh karena itu, di tengah hiruk pikuk pelaksanaan pilkada, pemilu dan pilpres yang menghabiskan uang yang luar biasa itu. Pemerintah sudah harus berpikir tentang desa tentang factor desa sebagai pertahanan utama bangsa dan Negara ini.
Desa harus jadi pusat kegiatan ekonomi, pusat peradaban, pusat keamanan dan ketyertiban, pusat pendidikan dan pusat sumber tenaga kerja yang trampil dan terdidik. Tidak berlebihan jika setiap 2 buah desa terdapat 1 buah SMA, 1 buah SMP, TK, dan minimal 5 buah sekolah dasar.
Rakyat tak perlu lagi ke kota atau menjadi tenaga kerja Indonesia yang hanya menjadi pembantu rumah tangga di negeri orang. Sudah seharus penyelenggara pemerintahan meninggalkan citra bangsa ini sebagai bangsa pembantu rumah tangga.
Bagaimana caranya? Maka, arahkanlah pembinaan dalam pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dengan memberikan basic dasar jiwa nasionalisme dalam diri setiap orang Indonesia yang dimulai dari desa. Membangun desa ibarat mempercantik putrid-putri desa yang memang sudah cantiok alami—sehingga orang desa tidak perlu berbondong-bondong ke kota.nep.