Sebab
pada tahun 1966 Amzar kembali mengarungi hidup di Jakarta dan tinggal di
Jatinegara di tempat teman sekampungnya yang bekerja sebagai penjahit. Di situ,
aku Amzar ia menganggur total. Kemudian mengajajar di SMA Tarunajaya Kwitang
antara tahun 1967-1968. Masa-masa itulah ia mulai mengenal dunia tulis menulis
di Harian Operasi yang beralamat di
Kebon Sirih (Sekarang kantor PWI Pusat ). “Saya
kenal pimpinan redaksinya waktu itu adalah Bachtiar Djamili (1969)”.
Pengalaman
pertama Amzar menjadi penulis berita pada tahun 1969 meliput khutbah setiap
hari Jumat di Masjid Al-Azhar Kebayoran dan berita liputannya dimuat setiap
hari Senin. Untuk menguraikan isi khutbah, Amzar menjual celana untuk membeli
buku tafsir. Akhir tahun 1969 setelah Konferensi Taman Siswa di Jakarta ia
pergi ke Bali dan awal 1970 ia sudah kembali lagi ke Jakarta. Selama di Bali
Amzar terus mengirimkan berita liputan dari Bali ke Harian Operasi dan Suara
Karya. Tak lama di Jakarta awal 1970, Amzar berangkat ke Lampung dan
tinggal dengan Iwal Burhani (Kepala
Perwakilan Harian Operasi di Lampung ).
Iwal
Burhani itulah yang mengenalkan saya kepada para pejabat dan pergi ke semua
pelosok Lampung, ujar Amzar mengenang perjalanan hidupnya di Lampung. Pada
tahun 1970 diajak oleh Iwal Burhani mengikuti Kongres PWI di Palembang. Ongkos
ke Palembang diberikan oleh Bupati Lampung Tengah, Sayuti sebesar Rp 30.000,-
(Rp Rp 3.000.000,- sekarang). Dan uang itu merupakan imbalan atas tulisan Amzar
tentang Desa Sritedjo Kencono.
Pada
tahun 1970 itu juga Amzar menjadi wartawan Harian
Indonesia Raya dan kartu persnya ditandatangani oleh Muchtar Lubis sewaktu
di India. 1971 Amzar menetap di Tanjungkarang dan tidur di Kantor PWI lama.
Menjadi wartawan Harian Indonesia Raya sejak 1970 sampai 1974, karena koran itu
dibredel oleh pemerintah. Pada tahun 1970-an Amzar bergabung dengan harian Sinar Jaya ( Sinar Tani sekarang). Dasar
petualangan, pada tahun 1971 selama 6 bulan menetap di Lahat, Sumatera Selatan,
selama itu pula membuat Novel berjudul Gelora
Batu Nisan sebanyak 75 episode yang dimuat di surat kabar AB Palembang. Karya itu, ujar dia pada
penulis ditulis di Jakarta tahun 1970 setelah kongres PWI di Palembang. Amzar
yang tahu persis surat kabar Pusiban dengan pimpinannya Solfian Akhmad, Bhayangkara
( J Kusri ), Independen ( A Fuad ), Lensa (Solihin Bukujadi), Lensa Generasi (Adjiz Kasim), Warta Niaga (Martubi ) dan Rajabasa Pos (Lubis). Semua surat kabar
tersebut telah diarsipkan oleh Amzar di rumahnya bersama surat kabar lainnya.
Antara
tahun 1978-1988 Amzar menjadi wartawan LKBN Antara
di Lampung, kemudian keluar dari Antara (1988), kembali bergabung dengan Sinar Tani Jakarta hingga sekarang. Dari
hasil petualangan, karya-karyanya yang dimuat di hampir seluruh surat kabar di
Sumatera dan Jakarta, Amzar mengabadikannya melalui pembangunan rumah tempat
tinggal, sekaligus tempat usahanya bersama keluarga di bilangan Jalan Jenderal
Sudirman Yosodadi 21A Kota Metro. Tahun 2000 Amzar menerbitkan buletin Mutiara Metro.Karena merasa
cocok di Metro, tahun 1981 ia pindah ke Metro dan tinggal di dekat Masjid
Al-Mujahidin Yosodadi. Saat ini Amzar yang nikah tahun 1977 dan dikaruniai 4
anak, dua diantaranya meninggal saat Amzar tinggal di Telukbetung.
*) Naim Emel Prahana : Wawancara dengan Amzar pada hari
Sabtu, 25 November 2000 pukul 15.30—17.00 WIB