INILAH
catatan fenomenal selalu membuat pemburunya menjadi gregetan.
Barangkali sifat memburu itu lebih dianggap baik daripada ‘diburu’.
Tetapi, di dunia tertentu di profesi tertentu, banyak mereka ingin
selalu ‘diburu’!
Di mana dunia itu? Itulah dunia panggung yang
banyak sandiwaranya—sebab, tidak semua dunia panggung itu ada
sandiwaranya. Kali ini, dunia panggung yang gemerlapan dengan sandiwara.
Entah itu perkataan orang nggak suka atau memang itulah adanya, tapi
terlalu banyak benar daripada salah, jika tidak salah yang terlalu
banyak muncul pada ‘pembenaran’ itu sendiri.
Di sini atau di
mana-mana selalu kata ‘cinta’ dimunculkan dalam banyak bentuk, misalnya
curhat, inbox, kabar-kabari, silet, insert atau juga tulisan-tulisan di
facebook ini. Belum lagi melalui BBM yang dulu hanya dikenal dengan
Bahan Bakar Minyak. BBM yang ini “buka-bukaan masalah!” di dalam istilah
Black Berry Mesenger.
Orang yang menjadikan masyarakat adalah pasar
empuk untuk mengeruk keuntungan uang miliaran rupiah mengatakan, “Kalau
tidak ada para badut-badut seperti Olga Saputra cs, panggung televisi
swasta tidak semarak”
Lalu ada yang menjawab, “Apa iya?”
Bagaimana dengan katamu, dan kata mereka di sana, juga kata mereka yang ada di tengah hutan belantara?
Seorang budayawan muda kawakan beberapa tahun silam mengatakan kepada
rekan-rekan yang bertemu dengannya di sebuah kota kecil. Apa kata
budayawan muda itu?
“Berita di media massa itu ambillah jangan lebih
dari 5%, selebihnya buang,” kata dia saat itu. Tercengangkah kita yang
‘kutu’ baca surat kabar, majalah, jadi pemirsa televisi?
“Nggak
juga, sih”, dan sekarang kita semakin tahu kalau 90% isi surat kabar
adalah soal pejabat dan pengusaha. Sisanya soal kriminal, kemiskinan,
pendidikan dll yang riil. Semikian pula materi acara televisi saat ini
dan sejak lama berisi iklan-iklan kaum kapitalisme, lalu kalau acaranya
dikatakan menarik selalu penampilkan badut-badut yang berperan
seenaknya, lelaki berperan jadi bencong. Modalnya hanya cekakakan,
berlenggak-lenggok dengan celana seenaknya sampai celana dalam leluasa
ke luar dari tempatnya, karena memakai baju kecil dan pendek lagi.
Mereka-mereka itu ingin selalu diburu, jika suatu saat nanti sudah mulai
gersang, maka merekapun masih ingin diburu dengan membuat
kejadian-kejadian aneh, amoral, asusila bahkan rela menghancurkan rumah
tangganya sendiri demi populeritas tahap kedua, tahap ketiga dan tahap
seterusnya.
Namun, di balik itu sebenarnya mereka adalah memburu
materi semata-mata, sebagian besar rela menjadi isteri simpanan para
pejabat, politikus, pengusaha dan preman kelas Gondorwu. “Itu semua
karena mengejar harta, tahta populeritas semata!”