Tampilkan postingan dengan label surat pembaca. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label surat pembaca. Tampilkan semua postingan

Minggu, 13 September 2009

Selamat Hari Raya

 
Beberapa jam lagi kita akan merayakan hari kemenangan setelah sebulan penuh menunaikan ibadah puasa ramadhan, membayar sakat fitrah dan akhirnya kita agungkan asma Allah melalui takbir, tahmid dan tahlil. Tentu, selama di dunia maya atau di dunia nyata, ucap kata, langkah dan perbuatan, mata yang memandang, telinga yang mendengar dan hasrat yang kadang bukan suara hati nurani. Membuat kita sering lupa, lalai, keliru dan salah dalam pergaulan, komunikasi, kontak dan bersenda-gurau. Maka, sebelum, saat dan sesudah kita berada di hari yang FITRI.
Mohon maaf lahir bathin atas segala kelemahan, kekurangan, kekeliruan, kelalaian dan kesalahan. Semoga di waktu berikutnya kita akan lebih baik dari waktu sebelumnya.
Terimalah salamku dan keluarga
Naim Emel Prahana

Rabu, 02 September 2009

BANGUNLAH NEGARA KITA SENDIRI


Metro, 2 September 2009

Surat Kepada TKI—TKW
Di—mana saja berada


Selamat menunaikan ibadah puasa bagi saudaraku TKI—TKW yang beragama Islam dan selamat bekerja bagi saudaraku TKI—TKW yang beragama lainnya di manapun saudaraku berada saat ini.

Saudaraku sebangsa dan setanah air
Aku adalah anak seorang petani miskin di daerah pegunungan Pulau Sumatera, jauh di pedalaman. Keluargaku memang biasa hidup dengan hasil pertanian yang dikerjakan secara tradisional dan sedikit hasil dari kebun. Sekarang kampungku dikelilingi oleh hutan larangan yang ditetapkan oleh pemerintah. Sehingga sulitlah bagi orang kampungku untuk dapat mengembangkan pertanian, perkebunan dan kegiatan lainnya.

Selepas sekolah dasar, aku sudah merantau mengikuti saudara ibuku. Tapi, nasibku tidak sebaik anak-anak Indonesia lainnya. Sekolah di SMP harus menjadi penjaga sekolah, tiap pagi membersihkan kelas, kantor guru dan pekarangan sekolah. Lalu, membagi-bagikan nasib bagi teman-teman yang tinggal di asrama. Itu aku lakukan, karena biaya asrama dan uang sekolah serta keperluan lainnya tak bias aku penuhi dan pamanku tidak mampu lagi membantu sebagaimana janjinya pada ibuku waktu aku meninggalkan kampong halaman.

Aku tetap bersekolah, walaupun menjadi penjaga sekolah pada waktu malam hari. Aku senang, karena aku dapat sekolah. Setahun sekali aku dibuatkan baju oleh sekolah dan akhirnya aku bias menamatkan pendidikanku dari bangku sekolah SMP. Setelah tamat, aku diajak kembali oleh pamanku tinggal bersamanya di sebuah desa di pinggiran Kota Bukittinggi, Sumatera Barat dan sekolah di SMAN III Birugo Bukittinggi. Namun, karena tidak ada biaya, akhirnya aku hanya mampu bertahan tiga bulan di SMAN III itu.

Akhirnya, aku putuskan untuk pulang ke kampong yang sudah lama aku tinggalkan. Di kampong aku tidak lama, karena ingin tetap sekolah akhirnya aku diantarkan oleh ibuku ke Tanjungkarang, Lampung. Maksud dan tujuan ingin menumpoang dengan paman atau bibi dari adik-adik ibuku. Tetapi, di Tanjungkarang pun aku menemui kendala. Aku sekolah di SMPP Negeri 51 Lampung. Itupun hanya bertahan hanya 1,5 tahun.

Setelah ke luar dari SMPPN 51 Lampung aku kembali ke kampung halaman dan bersekolah di kota Curup, Bengkulu. Beberapa sekolah menengah atas aku masuki, akhirnya bias menamatkan SMAN I Curup. Sejak tamat SMA akupun merantau ke Jawa, tepatnya ke kota Yogyakarta. Ingin tetap sekolah di perguruan tinggi, walaupun orangtuaku mengancam ia tak mampu membiayai dan jika aku bias bertahan tidak makan tiga bulan, silakan melanjutkan sekolah.

Akupun bertekad dan memang dengan susah payah akupun berhasil kuliah dan tamat. Persoalan lain dalam hidupku muncul tatkala sudah tamat kuliah. Bagaimana mencari pekerjaan yang notabenenya harus pakai uang dan hubungan dengan orang-orang hebat. Itu aku tidak punya, karena aku adalah anak petani miskin. Alhamdulillah statusku itu membuat aku mempertebalkan tekad untuk terus hidup dan layak di tengah masyarakat Indonesia.

Akhirnya, ketika aku asyik dengan dunia tulis menulis di media massa, aku kembali ke Lampung dan hidup di sebuah kota kecil. Tidak ada pekerjaan tetapku. Walau pernah jadi pimpinan dan penyiar radio swasta, pernah mencoba jadi konsultann hukum di sebuah LKBH dan banyak lagi pekerjaan yang aku geluti. Pekerjaan yang tidak bias aku tinggal adalah dunia jurnalistik. Dan, dunia itu sampai sekarang aku geluti.

Walau aku miskin dan sudah menikah pada akhirnya, tapi aku tetap cinta Indonesia. Aku takkan pergi meninggalkan Indonesia, hanya karena rayuan dolar di Negara asing di luar negeri. Sebab, belum ada ceritanya bekerja di luar negeri jadi TKI atau TKW, pulangnya ke Indonesia menjadi kaya raya. Bahkan, modal menjual sawah, kebun, kerbau, sapi atau hutang waktu mau berangkat melalui PJTKI, tak juga terlunaskan.

Apapun bentuknya aku tetap ingin bekerja, mendapatkan uang dan membelanjakannya di Indonesia. Bukan untuk orang asing.

Jadi, saudaraku TKI—TKW, kenapa kita tidak membangun tanah tumpah darah kita yang luas ini dengan kemampuan yang kita miliki. Betapa banyaknya kesempatan untuk menciptakan lapangan kerja yang menghasilkan uang walaupun hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari secara pas-pasan saja. Hutan dan laut kita luas, sungai dan aneka flora dan fauna kita sangat luar biasa. Kenapa kita harus ke luar negeri, tidak mau tahu negeri sendiri?

Sebagai Negara yang kaya raya di mana-mana ada potensi pendapatan ekonomi, kenapa harus kita biarkan Negara dan bangsa kita dijajah oleh orang asing melalui siaran televise, perusahaan pertambangan, perusahaan industri elektronik, perusahaan media massa, perusahaan jasa tenaga kerja dan lainnya. Kenapa kita tidak membangun negeri sendiri secara persatuan dan kesatuan.

Saudaraku sebangsa dan setanah air,
Kita tidak perlu tergoda oleh informasi yang yang diberikan oleh orang tentang negeri asing, atau jangan mudah percaya dengan iklan dan penampilan orang-orang di layer kaca televise. Kita harus yakin dengan diri sendiri, dengan bangsa dan Negara sendiri. Kalau bukan, siapa lagi yang akan membangun negeri kita ini?

Kenapa kita harus mengerahkan tenaga kerja dan pikiran kita untuk orang asing dengan menjadi TKI—TKW ke luar negeri. Bukankah di Indonesia ini banyak peluang pekerjaan yang dapat kita lakukan. Ya banyak sekali yang dapat kita lakukan di negeri kita sendiri, di mana kita dilahirkan dan dibesarkan.

Janganlah kita selalu menganggap diri kita, bangsa kita tidak mampu berbuat seperti orang dan bangsa asing lainnya di dunia ini. Percayalah pada kemampuan diri, bangsa dan Negara sendiri. Maka Indonesia akan jaya, Indonesia tidak akan dihina dan dilecehkan oleh bangsa lain.

Mari kita bangun Negara kita sendiri dengan kemampuan kita sendiri. Dan, hasilnya kita akan nikmati sendiri sebagai bangsa yang besar.

Saudaraku sebangsa dan setanah air, cintailah diri sendiri seperti kita mencintai orangtua, keluarga dan masyarakat kita, seperti kita mencintai lagu dan bendera kebangsaan kita. Seperti kita mencintai apa yang ada di Indonesia. Mari kita bangun Indonesia merdeka dan kaya raya ini.
Wassalam.
Anak petani miskin


Naim Emel Prahana
Jl Hasanuddin Gg Salak I No 3 Yosomulyo 21B
Kecamatan Metro Pusat, Kota Metro
Lampung Indonesia.

Kamis, 13 Agustus 2009

Haruskah Mati Tiap Malam

Surat Pembaca

Kalau boleh saya mengatakan, “PLN, Haruskah Hidup Jam 01.00 WIB”. pertanyaan yang sangat jelas arah dan maksudnya usai Pemilu legislatif dan pilpres 2009. Semuanya didominasi kemenangan Partai Demokrat (PD) yang janji-janjinya melalui iklan politik di televisi, surat kabar dan pernyataan SBY sendiri begitu membesarkan hati dan imbalannya PD memenangi pemilu dan pilpres 2009.
Tapi, apa imbalan yang diberikan kepada rakyat? Baru saya merayakan kemenangannya, rakyat hanya diberi imbalan listrik yang mati terus-menerus. Jadwal pemadaman yang dimuat di media massa cetak tetap saja tidak mampu mengalahkan PEMADAMAN yang tak terjadwal.
Akhir-akhir ini PLN di Lampung, khususnya di Kota Metro, terutama di beberapa kelurahan di Kecamatan Metro Pusat lampu listrik (PLN) terlalu sering dan keenakan dipadamkan. PEMADAMAN sering terjadi setiap hari antara pukul 08.00 s/d 15.00 WIB. Lalu malam harinya pukul 17.30 sd pukul 01.00 WIB. Daripada kotak-katik PEMADAMAN, apakah tidak baiknya pemerintah cq PLN membuat jadwal PEMADAMAN 1 minggu dan hidupnya hanya siang minggu saja atau mati 6 hari hidup 1 hari. Kan, persoalannya makin jelas dan rakyat tidak disiksa dengan kesewenangan PLN untuk MATI dan HIDUPKAN listrik di luar jadwal atau SEENAKNYA.
Kalau tidak, seyogyanya pemerintah provinsi Lampung dan kabupaten/kota menganggarkan pembangunan listrik PLTD untuk tidak tergantung kepada PLN, sehingga aktivitas rakyat tidak dirugikan sebagaimana terjadi saat ini.
Terima kasih.
Naim Emel Prahana