Tampilkan postingan dengan label Kolom & Tajuk. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kolom & Tajuk. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 27 Februari 2016

Jalan Bertabur Lumpur



TERNYATA  seleksi alam lebih nyata, langsung dan tidak ada rekayasa. Hal itu dapat dibayangkan, bagaimana rekayasa serah terima pembangunan—pemeliharaan jalan. Antara PU, konsultan, pemborong dalam berita acaranya ditandai dengan tulisan 100% selesai—tepat waktu dan sebagainya. Dengan dasar itulah, maka uang rakyat melalui APBN dan APBD dikeruk bak mobil mesin pengeruk lumpur.
Memang kelebihan manusia adalah akal, kebanyakan akal bagi seseorang digunakan untuk akal-akalan, meminteri orang lain dan pokoknya yang berbau perbuatan jahat dan buruk. Apa yang dinilai manusia secara fisik, format dan teks tertulis semuanya berbau politis—setidak-tidaknya dijalankan berdasarkan unsur politis. Oleh karena itu, rekayasa ending sebuah pembangunan—pemeliharaan—rehabilitasi jalan, akhirnya akan berbenturan dengan seleksi alam. Seleksi yang yang benar-benar kualifid dan tidak ada tawaran atau kompromi apapun. Seleksi alam itu yang dapat dilihat dan dirasakan sekarang, manakala kita melakukan perjalanan ke berbagai daerah di Lampung. Banyak ruas jalan yang sudah tidak ada bentuk sebagai ruas jalan lagi, membuat serangkaian akibat yang langsung menukik dalam kehidupan rakyat banyak. Akibat langsung itu terkait dengan munculnya ekonomi biaya tinggi, biaya pemeliharaan kerusakan alat transportasi semakin tinggi dan waktu tempuh jarak dekat semakin lama. Yang menjadi persoalan sejak lama adalah, “ke mana anggaran pemeliharaan jalan yang tiap tahun dikeluarkan dan disahkan dari APBN dan APBD?” 
Jika pemerintah, dari pusat hingga daerah itu “tidak sakit’, niscaya sarana dan prasarana perhubungan jalan di Indonesia akan lebih baik dan terkendali—terkontrol kelaikannya secara teratur. Namun, karena pemerintah yang ada memang dalam keadaan sakit. Yang menjadi korban adalah rakyat kebanyakan. Sebab, anggaran yang sudah dianggarkan dalam APBN dan APBN, perjalanannya sampai ke masyarakat, sudah ‘kelong’—berkurang hingga 50%. Demikian pula anggaran-anggaran untuk proyek berskala kecil semisal proyek penunjukan langsung (PL) yang nilainya di bawah Rp 100.000 juta. Pada umumnya hanya digunakan sekitar 50—60% dari plafon anggaran yang sudah ditetapkan. Pemenggalan—bahasa aktraktif untuk  penyelewengan penggunaan anggaran sudah jelas langsung merobohkan kriteria kualitas bangunan yang dikerjakan.
Korupsi berjemaah—tradisi korupsi yang sudah menjadi ‘darah daging’ para PNS, pemborong dan pejabat di negeri ini. Adalah sesuatu sebab utama merosotnya nilai-nilai kebangsaan pada diri manusia Indonesia. Jika kebanggaan akan prilaku dan asesories bangsa asing. Mulai dari bendera sampai cara bicara, merupakan bukti nyata kalau orang Indonesia tidak membangun dirinya sebagai “orang Indonesia” yang mandiri. Pola publisitas yang gebyar menjadi bukti lain gaya kehidupan manusia Indonesia yang nilai jati dirinya sudah jauh merosot. Pada akhirnya, penyelesaian berbagai masalah besar dan urgen di tengah kehidupan bangsa ini, hanya dilakukan melalui pernyataan-pernyataan di media massa. Realitasnya tidak demikian. Semua serba pernyataan yang akhirnya tidak satupun persoalan menyangkut kepentingan bangsa dan negara dapat diselesaikan. Inilah salah satu sumber krisis multidimensional yang dihadapi rakyat Indonesia sekarang. Seperti kerusakan ruas jalan yang dilalui setiap saat para pejabat, toh perbaikannya menunggu rezki jatuh dari langit. Atau ada dermawan yang mau menghibahkan hartanya untuk menutupi jalan yang rusak. Tetapi, siapakah manusia Indonesia yang mau membaguskan jalan secara pribadi untuk jalan umum? 

Listrik Part Two



DAHLAN Iskan dengan gagasan “listrik gratis” bagi pengguna daya 450 MW yang disebut sebagai “orang miskin” belum dijalankan PT (Pesero) PLN. Tahu-tahu tarif dasar listrik (TDL) per 1 Juli 2010 dinaikkan untuk konsumen yang meggunakan daya di atas 900 MW. Yang lebih enak didengar, karena PT PLN mengatakan, dengan kenaikan TDL itu, listrik tidak akan pernah mati atau pemadaman bergilir lagi. Pernyataan pejabat PLN maupun Dirut PT PLN, Dahlan Iskan itu, walau terdengar baik dan memberikan angin surga. Tetapi, rakyat tidak meresponnya.
Respon rakyat—konsumen itu ternyata benar. PLN memang menggombal, merayu konsumen dengan janji listrik gratis dan alasan kenaikan TDL sebagai dasar listrik di Indonesia tidak padam-padam lagi. Apa iya? Ternyata, tidak ada ujung pangkalnya janji manis PT PLN itu.
Sejak tanggal 1 Juli 2010, listrik di Lampung klhususnya tetap dilakukan pemadaman bergilir. Artinya, listrik PLN tetap dipadamkan, sesuai keinginan pejabat PLN itu sendiri. Mana listrik gratis, mana “listrik tak akan dipadamkan jika TDL naik? Bukti, buktinya memang sudah dicari dan ditunggu, tetapi tetap tidak ada realisasinya. Selayaknya lembaga penegakan hukum, seperti KPK, BPK, Kepolisian, Kejaksaan harus melakukan pemeriksaan terhadap PLN. Permainan apa yang ada di PLN itu.
Sebab, PKS yang menyetujui listrik gratis sebagaimana dikatakan ketuanya, Zulkieflimansyah, menilai usulan Dirut PLN itu sangat tepat dan layak diikuti oleh BUMN lainnya, termasuk pertamina. Apa kata ketua DPP PKS itu” Sudah saatnya pemerintah tidak membebani rakyat kecil, dan di sisi lain tidak mensubsidi golongan yang lebih mampu," katanya beberapa hari lalu. Jangan-jangan persetujuan dalam pernyataan PKS itu, ada apa-apanya dengan PT PLN.
Kalkulasi Dirut PT PLN menjelaskan, bahwa Dengan memberikan seluruh subsidi kepada golongan masyarakat miskin (pengguna 450 MW) dan pembayaran normal atau sebesar biaya produksi listrik (Rp 1.000 per kwh) oleh golongan lain. Maka PT PLN akan kehilangan dana sebesar Rp 1,5 triliun tetapi dapat penerimaan sekitar Rp 30 triliun. Bahkan, Dahlan Iskan menantang DPR, dengan suara lantang bertanaya (retorik); kenapa yang miskin nggak dikasih gratis. Biarin saya dibilang gila, tapi kalau mau mementingkan yang miskin ya dikasih gratis saja. Sekarang dan mungkin sampai dunia ini hancur, listrik merupakan kebutuhan sangat strategis dan vital oleh sebagian besar penduduk dunia. Namun, tidak semua keluarga mampu menikmati listrik dengan baik dan sederhana.
Nyata sekali, political will PLN. Untuk menaikkan TDL, kenapa harus banyak bacotg sih? Cobalah terbuka dan jujur saja kepada konsumen. Tentu, masyarakat butuh apresiasi tentang kenaikan TDL itu. Catatan bahwa rakyat—konsumen, tidak lagi butuh pernyataan-pernyataan ansor (angin surga). Konkritisasi pernyataan akan lebih ditunggu konsumen ketimbang “angin surga” yang pada hakekatnya hanya ingin menaikkan TDL listrik.
Sekarang pasca kenaikan TDL, pernyataan listrik gratis dan tidak ada lagi pemadaman bergilir. Ternyata pemadaman tetap dilakukan pihak PLN—di Lampung dilakukan pemadaman terus menerus setiap malamnya untuk daerah-daerah yang dijadwalkan sudah harus dipadamkan. PLN, seperti tidak dijalankan oleh manusia sehingga mengabaikan penderitaan rakyat banyak yang ekonominya sangat sulit. 

Rabu, 03 Februari 2016

INTERAKSI KEHIDUPAN SOSIAL



File Kehidupan
Catatan Naim Emel Prahana

Tradisi kehidupan masyarakat sehari-hari di suatu wilayah pemukiman, bisa di wilayah Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW), Lingkungan (LK) bagi seseorang atau sebuah keluarga anggota masyarakatnya dalam interaksi sosial sangat dibutuhkan ketenanan, kedamaian, kenyamanan dan ketertiban maupun keamanan. Semuanya merupakan rangkaian denyut rasa dalam berinteraksi sosial sehari-hari. Saat ini di tengah masyarakat telah terjadi perkembangan yang luar biasa tentang “arti kehidupan bertetangga”
Pertama—Sebagian warga di suatu tempat menganggap kehidupan bertetangga itu memegang prinsip “Kamu, kamu. Saya ya saya” kemudian mereka membuat pembatas-pembatas hubungan interaksi sosial secara kasat mata, seperti kebanyakan bangunan rumah di kota (yang sudah menjalar ke kampung dan desa) membangun tempat tinggal dengan memagar bangunan rumah dengan pagar tembok yang kokok sekeliling bangunan rumah.
Akibatnya, akses hubungan ke rumah tetangga sebelah kiri kanan, dengan belakang tertutup sama sekali. Kegiatan-kegiatan di dalam rumah yang dikelilingi tembok tinggi sulit diketahii, ada apa? Mereka berhubungan dengan warga atau keluarga tetangganya kebanyakan didasarkan kepada pola hidup materialisme yang berkembang begitu cepat di tengah masyarakat sekarang ini.

Kedua—Sebagian masyarakat yang tingkat kesejahteraan dan ekonomi keluarganya masuk dalam kategori warga menengah ke bawah melatar-belakangi hubungan interaksi sosial mereka dengan filosofi ‘keguyuban’. Kelompok masyarakat kebanyakan ini masih memiliki sifat karakter kehidupan mereka dengan saling menghormati, saling memberi dan menerima, saling membantu dalam semua aspek kehidupan dan akses informasi tentang kejadian, peristiwa atau kegiatan mudah diketahui oleh satu warga dengan warga lainnya. Mereka berhubungan tidak didasarkan sifat materialisme.

Dari dua komunitas sifat dan karakter masyarakat kita dewasa ini seperti di atas itu, dalam meresponnya perlu kebijakan-kebijakan yang normal dan untuk mencegah terkotak-kotaknya hubungan kehidupan dalam interaksi sosial selanjutnya. Informasi lisan dalam hubungan interaksi sosial masyarakat secara lisan sangat cepat berkembang dan menjalar sedemikian rupa antarwarga. Jika tidak ada filterisasi penerimaan informasi atau ‘isu’, sangat terbuka kemungkinan terjadinya misunderstanding sesama warga masyarakat tersebut dan jika salah informasi, maka akibatnya cukup fatal. Terutama akan semakin kokohnya hidup individualisme dan materialisme di tengah masyarakat kita. Bahkan, satu sama lain hidup ibarat segerombolan srigala yang senantiasa mengintai, memanfaatkan kesempatan dalam keadaan seperti itu, untuk menelan anggota masyarakat lainnya yang dianggap sombong, angkuh, sok, sewena-wena berkomunikasi edan lainnya. Bisa jadi, ada rencana tertentu untuk merusak tatanan hubungan masyarakat yang ada dengan penyelewengan-penyelewengan norma-norma agama, sosial, susila, adat istidat maupun tradisi guyub.

Kamis, 02 April 2009

Daftar Pemilih Tetap

Oleh Naim Emel Prahana

ENTAH apa lagi yang harus dibenahi, di mana-mana terjadi manipulasi angka dalam jumlah yang cukup signifikan, semacam daftar pemilih tetap (DPT). Itu, mengisyaratkan bahwa pemilu dan pilkada yang selama ini disleneggarakan di Indonesia penuh dengan kecurangan.
Tidak bisa dibayangkan, kabupaten Ngawi, Jawa Timur lebih dari separuh jumlah mata pilihnya adalah mata pilih ganda, demikian pula Trenggalek. Dan, mungkin di Lampung pun demikian. Metoda atau pola bagaimana agar pemilu di Indonesia ini benar-benar bersih, jujur, adil dan bebas dan rahasia.
Tapi, jika terjadi pemalsuan data, pihak manakah yang paling bertanggungjawab dalam hal itu, sehingga persoalan-persoalan di Indonesia bisa dituntaskan. Tidak ada lagi dendam mendendam antar genarasi. Untuk sementara, kita harus mengakui kalau pemerintahlah yang harus bertanggungjkawab atas manipulasi DPT tersebut. Tentu saja hal itu terkait keinginan pihak penguasa ingin berkuasa kembali.
Akibat tidak pernah selesainya persoalan pemilu dan pilkada di Indonesia, maka krisis multidimensional tidak akan pernah tuntas, walaupun SBY sebagai ketua dewan pembina Partai Demokrat berbusa-busa mengeluarkan pernyataan dalam kampanye partainya sebagaimana kita saksikan di layar televisi.
Kalau DPT sangat diragukan dan itu sangat berpeluang telah terjadi pada pemilu-pemilu sebelum ini. Jumlah PNS saja di Indonesia tidak pernah terdata dengan baik dan selalu datanya berbeda dari sayu instansi terkait dengan instansi terkait lainnya. Jika hal itu tidak pernah akan dapat diselesaikan dengan kualitas penyelenggaraan pemerintahan. Maka sudah pasti pemborosan anggaran pada APBN setiap tahunnya akan merusak sistem pembangunan di negeri ini.
Bermula perbedaan mencolok antara data BKKBN dengan Kantor Statistik, maka semua menjadi persoalan. Belum lagi persoalan lain yang sudah mengakar di bumi Indoensia seperti korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, penyalahgunaan fasilitas negara dan penyelewengan lainnya yang kita temui dan hadapi setiap hari.
Sebagai negara besar dilihat dari luas wilayahnya, besar jumlah penduduknya. Tetapi Indonesia kerdil dalam berpikir dan bekerja. Mental dan sikap nasionalisme dalam kehidupan masyarakat sehari-hari msangat tidak memadai dengan keagunangan nama bangsa Indonesia. Tapi, masihkan ada harapan yang oprtimis digantungkan dari proses demokrasi yang sedang berjalan saat ini?
Tentu masih, dengan catatan agar penegakan hukum harus benar-benar dilakukan dan pelaksanaan tugas aparat keamanan dan ketertiban, jangan bermain retorika bisnis dalam menangani kasus-kasus yang terjadi, terutama menyangkut PNS dan pejabat yang jika terjadi kasus, urusannya harus ada izin presiden.
Untuk itu, soal DPT pemerintah harus bertanggungjawab. Bukan suatu hal yang sulit untuk membongkar kasus tersebut, siapa yang membuat DTP yang salah itu. Apakah melacak si pembuat data kok sulit amat sih! Bagaimana melacak kegiatan-kegiatan spionase di dalam negeri, kan lebih rumit dari melacak pembuat DPT palsu itu.
Sekali lagi pemerintah, kapan dan siapa saja yang pemerintah di Indonesia memang tidak berkeinginan untuk memajukan bangsa ini. Mereka hanya ingin memajukan bangsa mereka sendiri, yaitu keluarga dan kaum kerabat pejabat saja. Dan, itulah biangkeladi rusaknya bangsa ini dengan makin merosotnya kualitas manusia yang ada. Nep

Daftar Pemilih Tetap

Oleh Naim Emel Prahana

ENTAH apa lagi yang harus dibenahi, di mana-mana terjadi manipulasi angka dalam jumlah yang cukup signifikan, semacam daftar pemilih tetap (DPT). Itu, mengisyaratkan bahwa pemilu dan pilkada yang selama ini disleneggarakan di Indonesia penuh dengan kecurangan.
Tidak bisa dibayangkan, kabupaten Ngawi, Jawa Timur lebih dari separuh jumlah mata pilihnya adalah mata pilih ganda, demikian pula Trenggalek. Dan, mungkin di Lampung pun demikian. Metoda atau pola bagaimana agar pemilu di Indonesia ini benar-benar bersih, jujur, adil dan bebas dan rahasia.
Tapi, jika terjadi pemalsuan data, pihak manakah yang paling bertanggungjawab dalam hal itu, sehingga persoalan-persoalan di Indonesia bisa dituntaskan. Tidak ada lagi dendam mendendam antar genarasi. Untuk sementara, kita harus mengakui kalau pemerintahlah yang harus bertanggungjkawab atas manipulasi DPT tersebut. Tentu saja hal itu terkait keinginan pihak penguasa ingin berkuasa kembali.
Akibat tidak pernah selesainya persoalan pemilu dan pilkada di Indonesia, maka krisis multidimensional tidak akan pernah tuntas, walaupun SBY sebagai ketua dewan pembina Partai Demokrat berbusa-busa mengeluarkan pernyataan dalam kampanye partainya sebagaimana kita saksikan di layar televisi.
Kalau DPT sangat diragukan dan itu sangat berpeluang telah terjadi pada pemilu-pemilu sebelum ini. Jumlah PNS saja di Indonesia tidak pernah terdata dengan baik dan selalu datanya berbeda dari sayu instansi terkait dengan instansi terkait lainnya. Jika hal itu tidak pernah akan dapat diselesaikan dengan kualitas penyelenggaraan pemerintahan. Maka sudah pasti pemborosan anggaran pada APBN setiap tahunnya akan merusak sistem pembangunan di negeri ini.
Bermula perbedaan mencolok antara data BKKBN dengan Kantor Statistik, maka semua menjadi persoalan. Belum lagi persoalan lain yang sudah mengakar di bumi Indoensia seperti korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, penyalahgunaan fasilitas negara dan penyelewengan lainnya yang kita temui dan hadapi setiap hari.
Sebagai negara besar dilihat dari luas wilayahnya, besar jumlah penduduknya. Tetapi Indonesia kerdil dalam berpikir dan bekerja. Mental dan sikap nasionalisme dalam kehidupan masyarakat sehari-hari msangat tidak memadai dengan keagunangan nama bangsa Indonesia. Tapi, masihkan ada harapan yang oprtimis digantungkan dari proses demokrasi yang sedang berjalan saat ini?
Tentu masih, dengan catatan agar penegakan hukum harus benar-benar dilakukan dan pelaksanaan tugas aparat keamanan dan ketertiban, jangan bermain retorika bisnis dalam menangani kasus-kasus yang terjadi, terutama menyangkut PNS dan pejabat yang jika terjadi kasus, urusannya harus ada izin presiden.
Untuk itu, soal DPT pemerintah harus bertanggungjawab. Bukan suatu hal yang sulit untuk membongkar kasus tersebut, siapa yang membuat DTP yang salah itu. Apakah melacak si pembuat data kok sulit amat sih! Bagaimana melacak kegiatan-kegiatan spionase di dalam negeri, kan lebih rumit dari melacak pembuat DPT palsu itu.
Sekali lagi pemerintah, kapan dan siapa saja yang pemerintah di Indonesia memang tidak berkeinginan untuk memajukan bangsa ini. Mereka hanya ingin memajukan bangsa mereka sendiri, yaitu keluarga dan kaum kerabat pejabat saja. Dan, itulah biangkeladi rusaknya bangsa ini dengan makin merosotnya kualitas manusia yang ada. Nep

Ketua KPU Harus Diganti

Oleh Naim Emel Prahana

ORANG bijak pernah bilang sama Edwin Hanibal dan Pattimura, agar cerdik, cerdas dan pandai menghadapi situasi menjelang pemilu 2009, terutama pembentukan tim seleksi (Timsel) calon anggota KPU dan penetapan anggota KPU kabupaten/kota se Lampung. Sayangnya, keduanya seperti hero sendiri di tengah kekuasaan Allah SWT.
Keterlibatan keduanya dalam penseleksian calon anggota timsel dan anggota KPU sangat erat dan kuat sekali pertaliannya, bahkan unsur KKN sangat melekat. Tapi, kedua sosok muda itu makin menampakkan keblingerannya atas status dan jabatan yang dipegang. Saran dan kritik maupun masukan tidak digubris. Hanya bermanis-manis dimulut, tanpa realisasi. Tidak ada nilai persahabatan, saling menghormati dan saling terbuka di antara keduanya.
Kinbi, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) merekomendasikan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Lampung, Edwin Hanibal diberhentikan terkait rekrutmen KPU tujuh kabupaten/kota tahun lalu. Bawaslu juga, mengusulkan anggota KPU Pattimura dicopot dalam kasus yang sama. Sementara itu, dua anggota KPU Lampung lain, Nanang Trenggono dan Sholihin, diusulkan agar diperiksa Dewan Kehormatan (DK) KPU karena dianggap turut dalam rapat pleno penetapan anggota KPU kabupaten/kota.
Semua tahu sepak terjang ketua KPU dan anggota KPU Lampung, Edwin Hanibal dan Pattimura. Terutama dalam kasus pilkada di Lampung Utara, kemudian bagaimana keduanya tidak mengindahkan Peraturan KPU No 13/2007 tentang ekrutmen anggota timsel. Bahkan melecehkan lembaga legislatif yang dipercayai untuk memilih dan menetapkan 2 calon timsel dari preofesional dan akademik.
Bukan hanya kode etik yang dilanggar oleh Edwin Hanibal dan Pattimura sebagaimana diungkapkan oleh Ketua Panwaslu Provinsi Lampung, tetapi telah memperkosa Hak Azasi Manusia dan menghilangkan kesempatan setiap warganegara yang inginb mendapatkan pekerjaan.
Setting Edwin Hanibal dan Pattimura untuk mengoalkan anggota KPU pro mereka dan dapat diatur, sudah lama mereka kemas dan beraksi sejak diumumkannya wacana penerimaan anggota timsel kabupaten/kota se Lampung. Sayang sekali, walaupun KPU Pusat mengetahui sepak terjang ketua dan anggota KPU provinsi Lampung, Edwin anibal dan Pattimura sudah jauh melampaui kewenangannya. Toh, sampai sekarang tidak ada tindak lanju atas pengaduan yang diterima KPU Pusat sepanjang 2008.
Dan, anggota KPU kabupaten/kota yang ditetapkan oleh KPU Lampung memang banyak yang terlibat parpol, dan penetapan anggota timsel tanpa melalui mekanisme dan prosedure perundang-undangan seperti yang dilakukan di Metro, sudah membuktikan keduanya memang harus dicopot dari jabatannya.
Termasuk nggota yang lain dan termasuk Ny Handi. Di sisi lain KPU Lampung memang tidak netral sebagai wasit, banyak kasus yang terjadi seperti penggelembungan surat pendukung calon gubernur beberapa waktu lalu. Sebab, kalau berdasarkan bukti otentik yang sah, calon gubernur dari jalur independen tida bisa mengikuti proses pilgub. Karena, banyak dukungan via fotocopy KTP adalah aspal.
Tapi, sudahlah. Kita relakan saja penggantian ketua dan anggota KPU Lampung, agar pemilu 2009 berjalan sebagaimana mestinya, dan jauh dari trik politik yang tidak netral. Termasuk DPT yang saat ini masih dipersoalkan di seluruh Indonesia. Bawaslu sudah bekerja atas nama rakyat Lampung dan DK KPU harus segera memutuskan rekomendasi itu.

Ketua KPU Harus Diganti

Oleh Naim Emel Prahana

ORANG bijak pernah bilang sama Edwin Hanibal dan Pattimura, agar cerdik, cerdas dan pandai menghadapi situasi menjelang pemilu 2009, terutama pembentukan tim seleksi (Timsel) calon anggota KPU dan penetapan anggota KPU kabupaten/kota se Lampung. Sayangnya, keduanya seperti hero sendiri di tengah kekuasaan Allah SWT.
Keterlibatan keduanya dalam penseleksian calon anggota timsel dan anggota KPU sangat erat dan kuat sekali pertaliannya, bahkan unsur KKN sangat melekat. Tapi, kedua sosok muda itu makin menampakkan keblingerannya atas status dan jabatan yang dipegang. Saran dan kritik maupun masukan tidak digubris. Hanya bermanis-manis dimulut, tanpa realisasi. Tidak ada nilai persahabatan, saling menghormati dan saling terbuka di antara keduanya.
Kinbi, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) merekomendasikan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Lampung, Edwin Hanibal diberhentikan terkait rekrutmen KPU tujuh kabupaten/kota tahun lalu. Bawaslu juga, mengusulkan anggota KPU Pattimura dicopot dalam kasus yang sama. Sementara itu, dua anggota KPU Lampung lain, Nanang Trenggono dan Sholihin, diusulkan agar diperiksa Dewan Kehormatan (DK) KPU karena dianggap turut dalam rapat pleno penetapan anggota KPU kabupaten/kota.
Semua tahu sepak terjang ketua KPU dan anggota KPU Lampung, Edwin Hanibal dan Pattimura. Terutama dalam kasus pilkada di Lampung Utara, kemudian bagaimana keduanya tidak mengindahkan Peraturan KPU No 13/2007 tentang ekrutmen anggota timsel. Bahkan melecehkan lembaga legislatif yang dipercayai untuk memilih dan menetapkan 2 calon timsel dari preofesional dan akademik.
Bukan hanya kode etik yang dilanggar oleh Edwin Hanibal dan Pattimura sebagaimana diungkapkan oleh Ketua Panwaslu Provinsi Lampung, tetapi telah memperkosa Hak Azasi Manusia dan menghilangkan kesempatan setiap warganegara yang inginb mendapatkan pekerjaan.
Setting Edwin Hanibal dan Pattimura untuk mengoalkan anggota KPU pro mereka dan dapat diatur, sudah lama mereka kemas dan beraksi sejak diumumkannya wacana penerimaan anggota timsel kabupaten/kota se Lampung. Sayang sekali, walaupun KPU Pusat mengetahui sepak terjang ketua dan anggota KPU provinsi Lampung, Edwin anibal dan Pattimura sudah jauh melampaui kewenangannya. Toh, sampai sekarang tidak ada tindak lanju atas pengaduan yang diterima KPU Pusat sepanjang 2008.
Dan, anggota KPU kabupaten/kota yang ditetapkan oleh KPU Lampung memang banyak yang terlibat parpol, dan penetapan anggota timsel tanpa melalui mekanisme dan prosedure perundang-undangan seperti yang dilakukan di Metro, sudah membuktikan keduanya memang harus dicopot dari jabatannya.
Termasuk nggota yang lain dan termasuk Ny Handi. Di sisi lain KPU Lampung memang tidak netral sebagai wasit, banyak kasus yang terjadi seperti penggelembungan surat pendukung calon gubernur beberapa waktu lalu. Sebab, kalau berdasarkan bukti otentik yang sah, calon gubernur dari jalur independen tida bisa mengikuti proses pilgub. Karena, banyak dukungan via fotocopy KTP adalah aspal.
Tapi, sudahlah. Kita relakan saja penggantian ketua dan anggota KPU Lampung, agar pemilu 2009 berjalan sebagaimana mestinya, dan jauh dari trik politik yang tidak netral. Termasuk DPT yang saat ini masih dipersoalkan di seluruh Indonesia. Bawaslu sudah bekerja atas nama rakyat Lampung dan DK KPUharus segera memutuskan rekomendasi itu.

Senin, 23 Maret 2009

Kursi Panas KPU Lampung


PERSOALAN lama itu kembali mencuat, bertepatan dengan makin dekatnya hari H Pemilu 2009 pada 9 April mendatang. Setelah melalui serangkaian proses penelitian dan pemeriksaan, Badan Pengawas Pemilu akhirnya merekomendasikan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Lampung Edwin Hanibal diberhentikan terkait rekrutmen KPU tujuh kabupaten/kota tahun lalu.
Bawaslu juga mengusulkan anggota KPU Lampung Pattimura dicopot dalam kasus yang sama. Sementara itu, dua anggota KPU Lampung lain, Nanang Trenggono dan Sholihin, diusulkan agar diperiksa Dewan Kehormatan (DK) KPU karena dianggap turut dalam rapat pleno penetapan anggota KPU kabupaten/kota.
Pangkal persoalan kasus ini berawal ketika rapat pleno KPU Lampung mengesahkan dan menetapkan keanggotaan KPU kabupaten/kota. Dalam penelitian Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Lampung, anggota KPU tujuh daerah yang terpilih diduga terlibat aktif sebagai pengurus partai politik, bukan warga setempat, dan berstatus tersangka. Ketujuh KPU bermasalah itu meliputi Bandar Lampung, Tulangbawang, Pesawaran, Lampung Selatan, Lampung Utara, Way Kanan, dan Metro.
Keputusan KPU Lampung meloloskan calon anggota KPU daerah yang bermasalah jelas melanggar kode etik. Logikanya, bagaimana mungkin KPU dapat menyelenggarakan pemilu dengan jujur dan adil kalau anggotanya terlibat aktif sebagai kader partai politik. Bagaimana KPU bisa bekerja dengan baik kalau anggotanya tidak mengenal daerah sendiri. Selain itu, secara moral dan kepatutan wajar banyak orang mempertanyakan hasil kerja KPU jika anggotanya berstatus tersangka. Untuk menjaga agar penyelenggaraan pemilu tetap sesuai dengan prinsip jujur dan adil, Panwaslu Lampung sebagai wasit pemilu sejak awal rekrutmen sudah berteriak-teriak mempersoalkan hal ini. Namun, saat itu banyak yang tidak mau mendengarkan dan banyak juga yang tidak peduli. Masalah ini justru mencuat sekarang, ketika waktu pelaksanaan pemilu tinggal tersisa sekitar tiga pekan lagi.
Menyikapi persoalan ini, hendaknya kita dapat menempatkannya pada posisi yang tepat dan proporsional. Sebagian pihak menuding Panwaslu hendak menggagalkan pemilu karena persoalan ini bakal makin menambah ruwet lagi persoalan seputar penyelenggaraan pemilu. Tetapi, tudingan itu tidaklah tepat. Pelanggaran dan penyelenggaraan adalah dua hal yang berbeda dan penegakan peraturan tidak dibatasi dimensi waktu, apakah menjelang pemilu atau tidak.
Harian ini mendukung semua upaya yang mengarah pada tertib peraturan dan perundangan, termasuk pemeriksaan personel KPU Lampung oleh DK KPU. Tugas Panwaslu adalah mengawasi pelaksanaan pemilu termasuk penyelenggaranya. Sementara itu, bagi KPU, pengawasan itu diperlukan agar tidak terpeleset dalam persoalan hukum di belakang hari.
KPU Lampung hendaknya menyambut baik pembentukan DK KPU justru untuk membuktikan semua kebijakannya tidak melanggar hukum, dan bukan sebaliknya akan menggugat Panwaslu. Dalam pemeriksaan DK nanti, KPU Lampung bisa menyampaikan klarifikasi secara terbuka untuk menepis semua tudingan miring yang mengarah kepadanya. Hal ini penting karena KPU Lampung baik secara institusi maupun secara personal tentunya memiliki martabat dan integritas.
KPU Lampung, seperti institusi dan warga negara lain,
bisa saja mengajukan gugatan hukum atas tudingan lembaga lain. Tetapi, hal itu tidak menyelesaikan persoalan. Biarlah Panwaslu tetap menjalankan tugasnya sebagai lembaga pengawas pemilu, dan tugas KPU adalah menyelenggarakan pemilu. Jika dalam penyelenggaraan tersebut diduga terjadi penyimpangan, KPU Lampung juga harus bisa membuktikan bahwa sesungguhnya penyimpangan itu tidak pernah terjadi. Dengan kata lain, persoalan ini jangan dibawa pada wilayah konflik institusi apalagi konflik perorangan. ***

Minggu, 14 September 2008

1001 Pohon


Oleh Naim Emel Prahana
PEMERINTAH Indonesia sejak zaman Bung Karno dan Pak Harto pernah memberi sumbangan tak ternilai kepada pemerintah Arab Saudi (Saudi Arabia) yang geografis negaranya terdiri dari gurun tandus, bebatuan dan nyaris tidak ada hutan. Indonesia memberikan sumbangan bibit tanaman pohon kepada pemerintah Arab.
Pohon-pohon itu sekarang sudah menghiasi berbagai kawasan jalan raya di Arab Saudi, terutama di Kota Riyadh King Abdul Aziz. Bantuan tanaman kayu itu memang sudah melalui survei tentang kecocokannya di daerah seperti di Arab. Walau demikian, masih dibutuhkan intensitas pemeliharan; pemupukan, pemberian air yang teratur dan sebagainya—agar pohon-pohon kayu yang ditanam itu bisa hidup dan bertahan.
Bahkan, mampu menyesuaikan dan memberikan manfaat yang besar bagi lingkungan alam sekitarnya, apalagi untuk manusianya. Itulah pohon perindang pohonnya kehidupan lingkungan alam. Walau jumlahnya sedikit dibandingkan dengan luas negara Arab Saudi. Tapi, kehadiran pohon-pohon itu sangat dirasakan manfaatnya.
Seperti halnya buku Tokoh-Tokoh Amerika populer mulai dari George Washington (1732—1799) hingga Athe Gibson (juara tenis, 1927). Mereka tercatat dan dicatat dalam buku itu, karena jelas pertimbangan dasarnya sebagai ‘tokoh’
Artinya, telah memberikan sesuatu yang sangat bermanfaat bagi rakyat Amerika, terutama hubungannya dengan luar negeri. Dan, yang telah diberikan oleh tokoh-tokoh Amerika itu, benar-benar riil, realistis dan dapat dilihat, dirasakan dan dijadikan kenang-kenangan masa depan masyarakatnya.
Terlalu sensitif bicara tentang ketokohan seseorang, karena, ketokohan itu bukan hanya berdasarkan polling atau angket. Atau melalui angket seperti di media-media massa. Dengan membuat formulir kecil (di balik tujuan bisnis). Maka wargamasyarakat diminta partisipasinya memilih “gubernur pilihanku”. Kalau data mentah itu dijadikan dasar ‘membesarkan’ hati seseorang untuk ‘jadi..............’ maka, keliru besar jika dimasukkan ke dalam kamus populer atau tokoh.
Tapi, langkah itu adalah positif, karena merupakan awal selektivitas ketokohan seseorang. Seseorang dianggap tokoh, jika di tempat tinggalnya ia melakukan sesuatu pekerjaan, pengabdian atau berkarya yang dirasakan oleh masyarakatnya. Walaupun itu, bukan orang di daerah itu sendiri.
Adalah suatu kekeliruan besar jika seorang itu dianugerahkan status tokoh, sementara orang tersebut tidak pernah berkarya di daerahnya dan tidak sama sekali dikenal oleh masyarakatnya. Karena ia berkarya dan mengabdi di daerah (negara) lain. Platform ketokohan itu adalah serius dengan bukti nyata.
Misalnya, ketika pemerintah menetapkan 20 Mei sebagi hari kebangkitan Nasional dan sudah menjadi catatan dalam sejarah bangsa Indonesia. Maka, kita harus berani mengkritisinya. Sebab, dalam AD/ART Boedi Oetomo (BO) tidak pernah mencantumkan untuk tujuan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Kemerdekaan Indonesia sebagai tujuan tercantum jelas dalam AD/ART Serikat Islam (SI). Disebutkan bahwa tujuan SI adalah Islam Raya dan Indonesia Raya. Sedangkan BO bertujuan hanya untuk memajukan Jawa dan Madura (pasal 2 AD BO). Kenapa tanggal 16 Oktober (hari lahirnya SI) bukan sebagai hari kebangkitan Nasional? Sementara itu, dr Cipto dan dr Sutomo sendiri pada akhirnya ke luar dari BO, karena tujuan BO tadi itu.