Senin, 23 Desember 2024
Selasa, 17 Desember 2024
Senin, 16 Desember 2024
Senin, 03 Oktober 2022
Oleh Naim Emel
Prahana
Menelusuri Jejak Kawasan Angker Di Desa Kotadonok
KARENA di tengah kehidupan masyarakat kita, khususnya masyarakat yang beragama Islam masih tersisa pengaruh zaman sebelum kedatangannya agama Islam. Termasuk di daerah Rejang dan Lebong. Masih banyak masyarakatnya mempercayai sesuatu di daerah tertentu yang dianggap angker, penuh misteri dan harus berhati-hati kalau berada di daerah yang mereka percayai ada makhluk astralnya.
Hal itu terjadi juga di Desa Kotadonok, di mana masyarakatnya masih mempercayai di beberapa tempat di daerahnya memiliki nilai mistis, walau masyarakatnya tidak menjadikannya sebagai suatu keyakinan ibadah. Dimanakah tempat-tempat mistis di Kotadonok dan sekitarnya itu? Mari kita telusuri cerita dari masa ke masa.
Tebing Bioa Tamang
Kawasan Tebing Bioa
Tamang sejak dahulu dikenal oleh masyarakat sebagai tempat yang penuh misteri.
Banyak kecelakaan lalulintas di daerah itu, dikaitkan dengan adanya
cerita—cerita mistis, seperti makhluk berbentuk ular besar yang sering melintas
di jalan Tebing Bioa Tamang. Ular itu, konon ceritanya datang dari Danau Tes
menuju Tebing di sisi kiri jalan Tebing Bioa Tamang.
Cerita itu menyebar dan berkembang dan menjadi perhatian para supir yang selalu melintasi Tebing Bioa Tamang. Tahun 60-an ada beberapa kali kecelakaan di daerah itu. kecelakaan yang selalu dikaitkan dengan hal-hal mistis. Misalnya ada sebuah mobil pickup pengangkut bahan sembako, terguling di tebing Bioa Tamang. Termasuk pernah terjadi terhadap bus Pujaan yangmengalami kerusakan di sana. Namun, tidak sampai terjung ke Danau Tes.
Kenapa kawasan itu dinamai Bioa Tamang? Belum ada kisah yang menjelaskannya. Namun, yang pasti di kawasan itu mengalir satu sungai yang dikenal dengan namai Bioa Tamang (Air/sungai Tamang). Sementara, ‘tamang’ itu sendiri adalah sebutan atau panggilan seorang keponakaan terhadap suami dari bibiknya. Di kawasan Bioa Tamang sejak dulu adalah kompleks mesin penggilingan padi milik keluarga besar Imansyah. Untuk melintasi Bioa Tamang makan sejak zaman Hindia Belanda telah dibangun sebuah jembatan permanen.
Cerita mistisnya selain angkernya jalan Tebing Bioa Tamang, ada juga yang menyebutkan Muara Bioa Tamang ditunggu oleh makhluk yang oleh orang Rejang disebut Siamang Bioa—yang katanya suka menarik orang yang sedang naik perahu ke dalam air. Kisah makhluk Siamann Bioa itu cukup populer di Tanah Renah Sekalawi (Lebong).
Jamben Bioa Tiket
JUAMBEN
Tiket (jembatan bioa Tiket) adalah jembatan di ujung sebelah Timur Desa
Kotadonok. Di sana mengalir sebuah sungai yang diberi nama Bioa Tiket. Di
kawasan Bioa Tiket sejak dulu sudah menjadi kawasan penggilingan pagi
tradisional yang dimiliki oleh beberapa warga Kotadonok.
Pemilik ‘mesin’
istilah bahasa orang Kotadonok menyebut penggilingan padi tradisional itu
dikenal dimiliki oleh beberapakeluarga, terdiri dari Ali Sunan (kakeknya Jonson
Thohir), Masteman (kakeknya Hasbi/Bong), M. Yusuf (bapaknya Mawar/Rizal) atau
bapaknya Rozy—Wabup Lebong (2022), Kakek Rek yang paling ujung sebelah Barat,
dan satu penggilingan lagi sampai tulisan ini dibuat, lupa namanya.
Di Jembatan Bioa Tiket, juga sejak dulu sangat ramai sekali. Setiap sore ada yang main Volly ball dan bolakaki dekat penggilangan Yusuf dan banyak anak-anak mencari ikan dengan cara tajua (pancing yang dipasang), Nyeunyuk Tiluk (mancing ikan Tiluk), dan orang-orang yang mandi di pagi dan sore hari.
Daerah Jamben Bioa Tiket memang angker. Lokasi angker itu berada di sudut tiang Jembatan arah sebelah kiri ke Kotadonok. Di aliran sungai yang melintasi bawah jembatan itu, ada lubuk kecil yang oleh anak-anak kalau itu menakutkan. Anak-anak takut mandi sampai lubuk kecil itu karena cerita turun temurun kalau di lubuk kecil itu ada penghuni yang suka jahat.
Penghuninya apa? Ya, itu yang disebut dengan Sebei Sebkeu (nenek yang berpakaian menyeramkan). Katanya sih, dulu sering orang melihat Sebei Sebkeu itu berjemur di bebatuan Bioa Tiket. Kalau dilihat orang, ia langsung menyelam ke dalam air. Benarkah ada Wujud Sebei Sebkeu itu? Yah, namanya cerita lisan seperti itulah.
Kamis, 30 April 2020
Sabtu, 04 Juni 2016
KILAS SEJARAH KOTA METRO
Zaman Belanda
TAMAN MERDEKA - Merek taman ini dibuat tahun 2015 se masa Kota Metro dipimpin Pj walikota, Achmad Crisna Putra
Tugas dari asisten Demang mengkoordinir Marga yang dikepalai oleh pesirah dan di dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh seorang Pembarap (wakil pesirah), seorang juru tulis dan seorang Pesuruh (opas). Pesirah selain berkedudukan sebagai kepala marga juga sebagai Ketua Dewan Marga. Pesirah dipilih oleh Penyimbang-penyimbang Kampung dalam marganya masing-masing.
Marga terdiri dari beberapa kampung yaitu dikepalai oleh Kepala Kampung dan dibantu oleh beberapa Kepala Suku. Kepala Suku diangkat dari tiaptiap suku di kampung itu. Kepala Kampung dipilih oleh penyimbang-penyimbang dalam kampung. Pada waktu itu Kepala Kampung harus penyimbang kampung, kalau bukan penyimbang kampung tidak bisa diangkat dan Kepala Kampung adalah anggota Dewan Marga.
Zaman Jepang
- Teluk Betung Ken
- Metro Ken
- Kotabumi Ken
Zaman Indonesia Merdeka
- Menghapuskan daerah marga-marga dalam Keresidenan Lampung.
- Menetapkan kesatuan-kesatuan daerah dalam Keresidenen Lampung dengan nama "Negeri" sebanyak 36 Negeri.
- Hak milik marga yang dihapuskan menjadi milik negeri yang bersangkutan.
Dalam praktek, dirasakan kurangnya keserasian antara pemerintahan, keadaan ini menyulitkan pelaksanaan tugas penierintahan oleh sebab itu Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Lampung pada tahun 1972 mengambil kebijaksanaan untuk secara bertahap Pemerintahan Negeri dihapus, sedangkan hak dan kewajiban Pemerintahan Negeri beralih kepada kecamatan setempat.
Pada zaman Pemerintahan Belanda Kota Metro masih merupakan hutan belantara yang merupakan bagian dari wilayah Marga Nuban, yang kemudian dibuka oleh para kolonisasi pada tahun 1936. Pada tahun 1937 resmi diserahkan oleh Marga Nuban dan sekaligus diresmikan sebagai Pusat Pemerintahan Onder Distrik (setingkat kecamatan).
Pada zaman pemerintahan Jepang onder distrik tersebut tetap diakui dengan nama Sonco (caniat). Pada zaman pelaksanaan kolonisasi selain Metro juga terbentuk onder distrik yaitu Pekalongan, Batanghari, Sekampung dan Trimurjo.
Kelima onder distrik ini mendapat rencana pengairan teknis yang bersumber dari Way sekampung yang pelaksanaannya dilaksanakan oleh para kolonisasi-kolonisasi yang sudah bermukim di bedeng-bedeng dimulai dari Bedeng I bertempat di Trimurjo dan Bedeng 62 di Sekampung, yang kemudian nama bedeng tersebut diberi nama, contohnya Bedeng 21, Yosodadi.
Pada zaman Jepang pengairan teknis masih terus dilanjutkan karena pada waktu pemerintahan Belanda belum juga terselesaikan.
Dan pada zaman kemerdekaan pengairan teknis tersebut masih terus dilanjutkan sesuai dengan pengembangan teknis yang direncanakan hingga sekarang.
Adapun nama Kota Metro sebenarnya dari bahasa Jawa "Mitro", yang berarti sahabat (tempat berkumpulnya orang untuk bersahabat atau menjalin persahabatan).
Dan menurut bahasa Belanda "Meterm" yang berarti pusat (centrum) dengan demikian diartikan sebagai suatu tempat yang diletakkan strategis Mitro yang berarti sahabat, hal tersebut dilatarbelakangi dari kolonisasi yang datang dari berbagai daerah diluar wilayah Sumatera. Pada zaman kemerdekaan nama Kota Metro tetap Metro. Dengan berlakunya pasal 2 Peraturan Peralihan Undang-undang Dasar 1945 maka Metro menjadi Kabupaten yang dikepalai oleh seorang Bupati pada tahun 1945, yang pada waktu itu Bupati yang pertama menjabat adalah Burhanuddin (1945-1948).
Sebelum menjadi Kota Administratif, Metro merupakan suatu wilayah kecamatan yakni kecamatan Metro Raya dengan 6 (enam) kelurahan dan 11(sebelas) desa.
Adapun 6 kelurahan itu adalah:
- Kelurahan Metro
- Kelurahan Mulyojati
- Kelurahan Tejosari
- Kelurahan Yosodadi
- Kelurahan Hadimulyo
- kelurahan Ganjar Agung
- Desa Karangrejo
- Desa Banjar Sari
- Desa Purwosari
- Desa Margorejo
- Desa Rejomulyo
- Desa Sumbersari
- Desa Kibang
- Desa Margototo
- Desa Margajaya
- Desa Sumber Agung
- Desa Purbosembodo
Yang dalam perkembangannya lima desa di seberang Way Sekampung atau sebelah Selatan Wav Sekampung dibentuk menjadi satu Kecamatan, yaitu kecamatan Metro Kibang dan dimasukkan ke dalam wilayah pembantu Bupati Lampung Tengah wilayah Sukadana (sekarang masuk menjadi Kabupaten Lampung Timur). Dan pada tahun yang sama terbentuk 2 wilayah pembantu Bupati yaitu Sukadana dan Gunungsugih.
Dengan kondisi dan potensi yang, cukup besar serta ditunjang dengan sarana dan prasarana yang memadai, Kotif Metro tumbuh pesat sebagai pusat perdagangan, pendidikan, kebudayaan dan juga pusat pemerintahan, maka sewajarnyalah dengan kondisi dan potensi yang ada tersebut Kotif Metro ditingkatkan statusnya menjadi Kotamadya Metro.Otonomi Daerah pada 1999, dibentuknya Kota Metro sebagai daerah otonom berdasarkan UU No 12 Tahun 1999 yang diundangkan tanggal 20 April 1999 dan diresmikan pada tanggal 27 April 1999 di Jakarta bersama-sama dengan Kota Dumai (Riau), Kota Cilegon, Kota Depok (Jawa Barat ),Kota Banjarbaru (Kalsel) dan Kota Ternate (Maluku Utara).
Kota Metro pada saat diresmikan terdiri dari 2 kecamatan, yang masing-masing adalah sebagai berikut:
- Kelurahan Metro
- Kelurahan Ganjar Agung
- Kelurahan Yosodadi
- Kelurahan Hadimulyo
- Kelurahan Banjarsari
- Kelurahan Purwosari
- Kelurahan Karangrejo
- Kelurahan Mulyojati
- Kelurahan Tejosari
- Desa Margorejo
- Desa Rejomulyo
- Desa Sumbersari
Kecamatan Metro Pusat
- Kelurahan Metro
- Kelurahan Imopuro
- Kelurahan Hadimulyo Timur
- Kelurahan Hadimulyo Barat
- Kelurahan Yosomulyo
Kecamatan Metro Timur
- Kelurahan Iringmulyo
- Kelurahan Yosodadi
- Kelurahan Yosorejo
- Kelurahan Tejosari
- Kelurahan Tejoagung
Kecamatan Metro Barat
|
- Kelurahan Banjar Sari
- Kelurahan Karang Rejo
- Kelurahan Purwosari
- Kelurahan Purwoasri
- Kelurahan Sumbersari
- Kelurahan Margorejo
- Kelurahan Margodadi
- Kelurahan Rejomulyo