Oleh Naim Emel
Prahana*
KENYATAAN kekuasaan
bengsa-bangsa di dunia akan menyimpulkan kalau zaman Globalisasi akan
memporak-porandakan keutuhan suatu tatanan adat kebiasaan suatu masyarakat
(bangsa), menjadi terkonflik di semua aspek kehidupannya. Salah satu negara
adijaya (adikuasa), Uni Soviet merasakan bagaimana reformasi yang bertujuan
untuk restrukturisasi aspek-aspek kehidupan, termasuk aspek informasi.
Menjadikan negara Komunis itu terpecah belah menjadi beberapa negara.
Jauh sebelum
diluncurkannya paham Globalisasi, di Uni Soviet sejak tahun 1850 sudah
digulirkan restrukturisasi yang mereka sebut dengan Prestroika
(restrukturisasi bidang politik dan ekonomi). Dan kemudian Uni Soviet di tahun
1986 meluncurkan program pemerintahannya dengan Glasnot-nya (membangun keterbukaan di semua bidang di dalam
institusi pemerintahan, termasuk bidang informasi. Program itu diluncurkan oleh
Presiden Mikhail Gorbachev.
An economic
policy adopted in the former Soviet Union;
intended to increase automation and labor efficiency but it led eventually to
the end of central planning in the Russian economy. Pembaharuan di semua bidang
di Uni Soviet itu bukan tidak memunculkan masalah baru. Program itu disambut
hangat masyarakatnya, akan tetapi kaum orthodoks mengecamnya. Alhasil, Uni Soviet pun terpecah belah menjadi beberapa negara merdeka
dan negara induknya Uni Soviet berubah nama menjadi Rusia.
Globalisasi-isme
Globalisasi (bahasa) tidak lain berasal dari kata ‘Global’ adalah
mendunia dan ‘sasi’ suatu Proses.
Jadilah Globalisasi menurut menjadi "Proses sesuatu yang mendunia". Beberapa pendapat yang penulis kutip
sangat perlu diketahui misalnya pendapat Thomas L Friedman yang mengatakan “Globalisasi
memiliki dimensi idiologi dan tekhnologi. Di mana, dimensi ideologi berupa kapitalisme
dan pasar bebas, sedangkan dimensi tekhnologi adalah tekhnologi informasi yang
telah menyatukan dunia”.
Sementara itu Malcom Waters menyimpulkan “Globalisasi sebagai sebuah proses sosial yang
berakibat bahwa pembatasan geografis pada keadaan sosial budaya menjadi kurang
penting, yang terjelma di dalam kesadaran orang”. Padahal, Emanuel Ritcher mengatakan “Globalisasi
adalah jaringan kerja global secara bersamaan menyatukan masyarakat yang
sebelumnya terpencar-pencar dan terisolasi ke dalam saling ketergantungan dan
persatuan dunia”
Ketika terjadi reformasi di Indonesia
1997, Ahmad Suparman mengatakan, Globalisasi adalah sebuah proses menjadikan
sesuatu benda atau perilaku sebagai ciri dan setiap individu di dunia ini tampa dibatasi oleh
wilayah. Pendapat Ahmad Suparman itu hampir mirip dengan apa yang diungkapkan
oleh Martin Albrown bahwa Globalisasi menyangkut seluruh proses di mana
penduduk dunia terhubung ke dalam komunitas dunia tunggal, komunitas global.
Saat ini banyak pihak sepakat kalau kesimpulan tentang Globalisasi itu
adalah " Sebuah proses dimana antar individu / kelompok menghasilkan
suatu pengaruh terhadap dunia "
Penjajahan dan Teknologi
Dampak Prestroika—Glasnot dan kemudian dikemas oleh dunia modern sebagai
era Globalisasi pada hakekatnya adalah penguasaan dunia melalui management
kapitalisme dan liberalisme, guna menyatukan bangsa-bangsa di dunia ini dengan
tanpa batas. Persoalannya adalah bagi negara-negara berkembang dan miskin akan
menjadi korban era globalisasi.
Artinya, globalisasi memaksa suatu masyarakat di negara lain untuk
menggunakan produk-produk suatu negara, baik itu melalui perdagangan bilateral
maupun ultilateral atau melalui perdagangan bebaa. Ketika suatu negara berupaya
menghadang perdagangan bebas tersebut, maka banyak negara merasa dirugikan,
segera melakukan protes.
Di zaman Departemen Penerangan—waktu itu dipimpin Harmoko, pernah
melakukan penyetopan film-film impor dari Amerika Serikat dan sekutunya. Namun,
imbalan yang diterima, Amerika Serika (AS) melakukan boikot untuk beberapa
komoditas Indonesia
yang biasa di ekspor ke negara tersebut dan negara lain. AS, juga mulai
melakukan upaya propaganda terhadap Indonesia di forum internasional.
Sebagai catatan bahwa Globalisasi itu berproses mulai dari diri sendiri,
keluarga, masyarakat (diantaranya RT, RW, Kelurahan, Kecamatan, Kota, Kabupaten, Provinsi),
Pulau, Negara, dan Antar negara sehingga mendunia. Disebutkan alasan perlunya
globalisasi didukung, karena (antara lain) berkembangnya cara berpikir dan
semakin majunya pendidikan, kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, penemuan
sarana komunikasi yang semakin canggih, perkembangan HAM dan adanya informasi -
informasi baru.
Tentunya, tidak semua aspek perkembangan kehidupan manusia dan
masyarakatnya berdampak positif. Banyak diantaranya berdampak negatif ekstrim. Beberapa
dampak itu, selain dampak politik dan monopoli adalah penggunaan produk
teknologi di bidang informasi yang salah kaprah.
Kemudian dampaknya, globalisasi tidak bisa di hindari karena hidup itu
terus berkembang tidak mungkin diam saja, dan pasti menghasilkan suatu pengaruh
/ perubahan. Mau tidak mau globalisasi pun akan terus berkembang mengikuti
zaman tersebut. Sebab, globalisasi memiliki dampak positif maupun dampak
negatif yang sama-sama kuatnya. Masyarakat
yang konsumtif, segala informasi tidak tersaring untuk informasi baik maupun
informasi buruk, pemborosan dan perilaku yang menyimpang dari adat ketimuran, condong
pada budaya barat sehingga budaya pribadi sering ditinggalkan, sikap
individualis dan menutup diri sering terjadi pada individu yang mengikuti arus
globalisasi secara terus-menerus
Manusia (khusus di
Indonesia) menjadi budak teknologi dari salah kaprah penggunaan handphone,
televisi (acara-acara televisi), kendaraan, senjata api, foto digital dan
sebagainya. Dari kesalah-pahaman penggunaan teknologinya itu muncullah berbagai
kejahatan-kejahatan umum dan kejahatan khusus. Dari detail kejadian-kejadian
akibat slah memahami menggunakan handphone semakin banyaknya kasus kawin cerai
seperti membeli barang di pasar. Menggunakan kecanggihan teknologi recording
pada handphone dan camera melahirkan banyaknya video-video tidak senonoh dan
sebagainya. Dampak itu secara terang-terangan menatang aturan hukum yang diberlakukan
di setiap negara, akan menjadi kronis jika aparat penegak hukumnya pun ikut
terlibat enjadi bagian-bagian dari proses lahirnya kejahatan menggunakan
teknologi canggih saat ini. Seperti Indonesia saat ini mengalami perbudakan
teknologi dan materi yang sudah over dosis.
*) penulis peminat masalah social dan budaya, penulis
tesis Pengaruh Film Terhadap Kriminalitas” tahun 1986.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar