Sabtu, 13 Februari 2016

UNDANG - UNDANG



UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 16 TAHUN 2004
TENTANG
KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 maka pengakuan hukum dan keadilan merupakan salah satu syarat mutlak dalam mencapai tujuan nasional;

 b. bahwa Kejaksaan Republik Indonesia termasuk salah satu badan yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

 c. bahwa untuk lebih memantapkan kedudukan dan peran Kejaksaan Republik Indonesia sebagai
lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara dibidang penuntutan harus bebas dari pengaruh kekuasaan pihak manapun;

d. bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia sudah tidak sesuai lagi degan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dan kehidupan ketatanegaraan menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Kejaksaan Republik Indonesia;
Mengingat:
1.      Pasal 20, pasal 21, dan pasal 24 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.      Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indoensia Nomor 3209;
3.      Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indoensia Nomor 4358 );

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Pertama
Pengertian
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :
1.      Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenag oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang.
1.      Penuntut Umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh Undang-Undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
2.      Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Hukum Acara Pidana dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.
3.      Jabatan Fungsionla jaksa adalah jabatan yang bersifat keahlian teknis dalam organisasi Kejaksaan yang karena fungsinya memungkinkan kelancaran pelaksanaan tugas Kejaksaan.

Bagian Kedua
Kedudukan
Pasal 2
1)     Kejaksaan Republik Indonesia yang selanjutnya dalam Undang-Undang ini disebut kejaksaan adalah
2)     lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang.
3)     Kekuasaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara merdeka.
4)     Kejaksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah satu dan tidak terpisahkan.

Pasal 3
Pelaksanaan kekuasaan negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, diselenggarakan oleh Kejaksaan Agung, Kejaksaan tinggi, dan Kejaksaan negeri.

Pasal 4
(1)         Kejaksaan Agung berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia dan daerah hukumnya meliputi wilayah kekuasaan negara Republik Indonesia.
(2)         Kejaksaan Tinggi berkedudukan di ibukota provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi.
(3)         Kejaksaan negeri berkedudukan di ibukota kabupaten/ kota yang daerah hukumnya meliputi daerah kabupaten/kota.

BAB II
SUSUNAN KEJAKSAAN
Bagian Pertama
Umum
Pasal 5
Sunanan Kejaksaan terdiri dari Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, dan Kejaksaan Negeri.

Pasal 6
(1)   Susunan organisasi dan tata kerja Kejaksaan ditetapkan oleh Presiden atas usul Jaksa Agung.
(2)   Kejaksaan tinggi dan Kejaksaan negeri dibentuk dengan Keputusan Presiden atas usul Jaksa Agung.

Pasal 7
(1)   Dalam hal tertentu di daerah hukum Kejaksaan negeri dapat dibentuk cabang Kejaksaan negeri.
(2)   Cabang Kejaksaan negeri dibentuk dengan Keputusan Jaksa Agung.

Bagian Kedua
J a k s a

Pasal 8
(1)   Jaksa diangkat dan diberhentikan oleh Jaksa Agung.
(2)   Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, jaksa bertindak untuk dan atas nama negara serta bertanggung jawab menurut saluran hierarki.
(3)   Demi keadilan dan kebenaran berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, jaksa melakukan penuntutan dengan keyakinan berdasarkan alat bukti yang sah.
(4)   Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya , jaksa senantiasa bertindak berdasarkan hukum dengan mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan, kesusilaan, serta wajib menggali dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang hidup dalam masyarakat, serta senantiasa menjaga kehormatan dan martabat profesinya.
(5)   Dalam hal melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (4), jaksa diduga melakukan tindak pidana maka pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap jaksa yang bersangkutan hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung.

Pasal 9
(1)   Syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi jaksa adalah :
a.      warga negara Indonesia;
b.      bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c.       setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
d.      berijazah paling rendah sarjana hukum;
e.      berumur paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun dan paling tinggi 35 (tiga puluh lima) tahun;
f.        sehat jasmani dan rohani;
g.      berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela; dan
h.      pegawai negeri sipil.
(2)   Selain syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk dapat diangkat menjadi jaksa, harus lulus pendidikan dan pelatihan pembentukan jaksa.
(3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara, syarat, atau petunjuk pelaksanaan untuk mengikutipendidikan dan pelatihan pembentukan jaksa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Jaksa Agung.

Pasal 10
(1)   Sebelum memangku jabatannya, jaksa wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya di hadapan Jaksa Agung.
(1)   Sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut :
“Saya bersumpah/berjanji:
bahwa saya akan setia kepada dan mempertahankan negara kesatuan Republik Indonesia, serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi negara Republik Indonesia.
bahwa saya senantiasa menjunjung tinggi dan akan menegakkan hukum, kebenaran dan keadilan, serta senantiasa menjalankan tugas dan wewenang dalam jabatan saya ini dengan sungguh-sungguh, seksama, obyektif, jujur, berani, professional, adil, tidak membeda-bedakan jabatan, suku, agama, ras, jender, dan golongan tertentu dan akan melaksanakan kewajiban saya dengan sebaik-baiknya, serta bertanggung jawab sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, masyarakat, bangsa, dan negara.
bahwa saya senantiasa akan menolak atau tidak menerima atau tidak mau dipengaruhi oleh campur tangan siapa pun juga dan saya akan tetap teguh melaksanakan tugas dan wewenang saya yang diamanatkan undang-undang kepada saya.
bahwa saya dengan sungguh-sungguh, untuk melaksanakan tugas ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu apapun kepada siapapun juga.
bahwa saya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapa pun juga suatu janji atau pemberian”.

Pasal 11
(1)   Kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang ini, jaksa dilarang merangkap menjadi.
a.      pengusaha, pengurus atau karyawan badan usaha milik negara/daerah, atau badan usaha swasta.
b.      advokad
(2)   Ketentuan lebih lanjut mengenai jabatan atau pekerjaan yang dilarang dirangkap selain jabatan atau pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal 12
Jaksa diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena :
a. permintaan sendiri;
b. sakit jasmani atau rohani terus-menerus;
c. telah mencapai usia 62 (enam puluh dua) tahun;
d. meninggal dunia;
e. tidak cakap dalam menjalankan tugas.

Pasal 13
(1)         Jaksa diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya dengan alasan :
a.       dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan, berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
b.      terus menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas / pekerjaanya;
c.    melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11;
d.      melanggar sumpah atau janji jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10; atau
e.      melakukan perbuatan tercela.
(2)         Pengusulan pemberhentian tidak dengan hormat dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(1)   huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e dilakukan setelah jaksa yang bersangkutan diberi kesempatan secukupnya untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Jaksa.
(2)   Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, susunan, dan tata kerja Majelis Kehormatan Jaksa, serta tata cara pembelaan diri ditetapkan oleh Jaksa Agung.

Pasal 14
(1)   Jaksa yang diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya, dengan sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil.
(2)   Sebelum diberhentikan tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jaksa yang bersangkutan dapat diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Jaksa Agung.
(3)   Setelah seorang jaksa diberhentikan sementara dari jabatan fungsionalnya berlaku pula ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) tentang kesempatan untuk membela diri.

Pasal 15
(1)   Apabila terdapat perintah penangkapan yang diikuti dengan penahanan terhadap seorang jaksa, dengan sendirinya jaksa yang bersangkutan diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Jaksa Agung.
(2)   Dalam hal jaksa dituntut di muka pengadilan dalam perkara pidana sebagaimana dimkasud dalam Pasal 21 ayat (4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana tanpa ditahan, jaksa dapat diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Jaksa Agung.

Pasal 16
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian dengan hormat, pemberhentian tidak dengan hormat, dan pemberhentian sementara, serta hak-hak fungsional jaksa yang terkena pemberhentian diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 17
Ketentuan mengenai tunjangan jabatan fungsional jaksa diatur dengan Peraturan Presiden.
Bagian Ketiga
Jaksa Agung, Wakil Jaksa Agung, dan Jaksa Muda
Pasal 18
(1)   Jaksa Agung adalah pimpinan dan penanggung jawab tertinggi kejaksaan yang memimpin, mengendalikan pelaksanaan tugas, dan wewenang kejaksaan.
(2)   Jaksa Agung dibantu oleh seorang Wakil Jaksa Agung dan beberapa orang Jaksa Agung Muda.
(3)   Jaksa Agung dan Wakil Jaksa Agung merupakan satu kesatuan unsur pimpinan.
(4)   Jaksa Agung Muda adalah unsur pembantu pimpinan.

Pasal 19
(1) Jaksa Agung adalah pejabat negara.
(2) Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.

Pasal 20
Syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi Jaksa Agung adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a, huruf c, huruf d, huruf f, dan huruf g.

Pasal 21
Jaksa Agung dilarang merangkap menjadi:
a.      Pejabat negara lain atau penyelenggara negara menurut peraturann perundang-undangan;
b.      Advokat;
c.       Wali, kurator/pengampu, dan/atau pejabat yang terakait dalam perkara yang sedang diperiksa olehnya;
d.      Pengusaha, pengurus atau karyawan badan usaha milik negara/daerah, atau badan usaha swasta;
e.      Notaris, notaris pengganti, atau pejabat pembuat akta tanah;
f.        Arbiter, badan atau panitia penyelesaian sengketa yang dibentuk berdasarkan perturan perundangundangan;
g.      Pejabat lembaga berbentuk komisi yang dibentuk berdasarkan undang-undang; atau
h.      Pejabat pada jabatan lainnya yang ditentukan berdasarkan undang-undang.

Pasal 22
(1) Jaksa Agung diberhentikan dengan hormat dari jabatnnya karena:
a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri;
c. sakit jasmani atau rohani terus-menerus;
d. berakhir masa jabatannya;
e. tidak lagi memenuhi salah satu syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
(2) Pemberhentian dengan hormat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Pasal 23
(1)   Wakil Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Jaksa Agung.
(2)   Wakil Jaksa Agung bertanggung jawab kepada Jaksa Agung
(3)   Yang dapat diangkat menjadi Wakil Jaksa Agung adalah Jaksa Agung Muda, atau yang dipersamakan dengan memperhatikan jenjang dan jabatan karier.

Pasal 24
(1)   Jaksa Agung Muda dingkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Jaksa Agung.
(2)   Yang dapat diangkat menjadi Jaksa Agung Muda adalah jaksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
(1)   yang berpengalaman sebagai kepala kejaksaan tinggi atau jabatan yang dipersamakan dengan jabatan
(2)   kepala kejaksaan tinggi.
(3)   Jaksa Agung Muda dapat diangkat dari luar lingkungan kejaksaan dengan syarat mempunyai keahlian
(4)   tertentu.
(5)   Wakil Jaksa Agung dan Jaksa Agung Muda diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena:
a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri;
c. sakit jasmani atau rohani terus-menerus;
d. berakhir masa jabatannya;
e. Tidak lagi memenuhi salah satu syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.

Pasal 25
(1)   Dalam hal Wakil Jaksa Agung dan Jaksa Agung Muda dinilai melakukan perbuatan yang dapat menyebabkan pemberhentian tidak dengan hormat seabagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1),
(1)   Presiden atas usul Jaksa Agung dapat memberhentikan untuk sementara dari jabatnnya sebelum diambil tindakan pemberhentian tersebut.
(2)   Ketentuan tentang pembelaan diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2), berlaku pula terhadap Wakil Jaksa Agung dan Jaksa Agung Muda.

Bagian Keempat
Kepala Kejaksaan Tinggi, Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi, Kepala Kejaksaan Negeri, dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri.

Pasal 26
(1)   Kepala kejaksaan tinggi pimpinan kejaksaan tinggi yang mengendalikan pelaksanaan tugas dan wewenang kejaksaan di daerah hukumnya.
(2)   Kepala kejaksaan tinggi dibantu oleh seorang wakil kepala kejaksaan tinggi sebagai kesatuan unsur pimpinan, beberapa orang unsur pembantu pimpinan, dan unsur pelaksana.

Pasal 27
(1)   Kepala kejaksaan negeri adalah pimpinan kejaksaan negeri yang mengendalikan pelaksanaan tugas dan wewenang kejaksaan di daerah hukumnya.
(2)   Kepala kejaksaan negeri dibantu oleh beberapa orang unsur pembantu pimpinan dan unsur pelaksana.
(3)   Kepala cabang kejaksaan negeri adalah pimpinan cabang kejaksaan negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, yang mengendalikan pelaksanaan tugas dan wewenang kejaksaan di sebagian daerah hukum kejaksaan negeri yang membawahkannya.
(4)   Kepala cabang kejaksaan negeri dibantu oleh beberapa orang unsur pelaksana.

Pasal 28
Yang dapat diangkat menjadi kepala kejaksaan tinggi, wakil kepala kejaksaan tinggi, kepala kejaksaan negeri, dan kepala cabang kejaksaan negeri adalah jaksa yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan lebih lanjut oleh Jaksa Agung.

Bagian Kelima
Jabatan Fungsional dan Tenaga Ahli
Pasal 29
(1)   Pada kejaksaan dapat ditugaskan pegawai negeri yang tidak menduduki jabatan fungsional jaksa, yang diangkat dan diberhentikan oleh Jaksa Agung menurut perundang-undangan.
(2)   Pegawai negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diangkat sebagai tenaga ahli atau tenaga tata usaha untuk mendukung pelaksanaan tugas dan wewenang kejaksaan.
(3)   Selain tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pada kejaksaan dapat diangkat tenaga ahli bukan dari pegawai negeri.

BAB III
TUGAS DAN WEWENANG
Bagian Pertama
Umum
Pasal 30
(1)   Dibidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang :
a.      Melakukan penuntutan;
b.      Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hokum tetap;
c.       Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;
d.      Melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang;
e.      Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.
(2)   Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.
(3)   Dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum, kejaksaan turut meyelenggarakan kegiatan:
a.      Peningkatan kesadaran hukum masyarakat;
b.      Pengamanan kebijakan penegakan hukum;
c.       Pengawasan peredaran barang cetakan;
d.      Pengawasan kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara;
e.      Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;
f.        Penelitian dan pengembangan hukum serta statik kriminal.

Pasal 31
Kejaksaan dapat meminta kepada hakim untuk menempatkan seorang terdakwa di rumah sakit, tempat perawatan jiwa, atau tempat lain yang layak karena yang bersangkutan tidak mampu berdiri sendiri atau disebabkab oleh hal-hal yang dapat membahayakan orang lain, lingkungan, atau dirinya sendiri

Pasal 32
Di samping tugas dan wewenang tersebut dalam Undang-Undang ini, kejaksaan dapat diserahi tugas dan wewenag lain berdasarkan undang-undang.

Pasal 33
Dalam pelaksanaan tugas dan wewenang, kejaksaan membina hubungan kerja sama dengan badan penegak hukum dan keadilan serta badan negara atau instansi lainya

Pasal 34
Kejaksaan dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada instansi pemerintah lainnya.

Bagian Kedua
Khusus
Pasal 35
Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang:
a.      Menetapkan serta mengendalikan kebijakan penegak hukum dan keadilan dalam ruang lingkup tugas dan wewenang kejaksaan;
b.      Mengefektifkan proses penegakan hukum yang diberikan oleh undang-undang;
c.       Mengesampingkan perkara demi kepentingan umum;
d.      Mengajukan kasasi demi kepentingan hukum kepada Mahkamah Agung dalam perkara pidana, perdata, dan tata usaha negara;
e.      Dapat mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada Mahkamah Agung dalam pemeriksaan kasasi perkara pidana;
f.        Mencegah atau menangkal orang tertentu masuk atau keluar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia karena keterlibatannya dalam perkara pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 36
(1)   Jaksa Agung memberikan izin kepada tersangka atau terdakwa untuk berobat atau menjalani perawatan dirumah sakit dalam negeri, kecuali dalam keadaan tertentu dapat dilakukan perawatan di luar negeri.
(2)   Izin secara tertulis untuk berobat atau menjalani perawatan di dalam negeri diberikan oleh kepala kejaksaan negeri setempat atas nama Jaksa Agung, sedangkan untuk berobat atau menjalani perawatan di rumah sakit di luar negeri hanya diberikan oleh Jaksa Agung.
(3)   Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), hanya diberikan atas dasar rekomendasi dokter, dan dalam hal diperlukannya perawatan di luar negeri rekomendasi tersebut dengan jelas meyatakan kebutuhan untuk itu yang dikaitkan dengan belum mencukupi fasilitas perawatan tersebut di dalam negeri.

Pasal 37
(1)   Jaksa Agung bertanggung jawab atas penuntutan yang dilaksanakan secara independen demi keadilan berdasarkan hukum dan hati nurari.
(2)   Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Presiden dan Dewan Perwakilan rakyat sesuai dengan akuntabilitas.

BAB IV
KETENTUAN LAIN
Pasal 38
Untuk meningkatkan kualitas kinerja kejaksaan, Presiden dapat membentuk sebuah komisi yang susunan dan kewenangannya diatur oleh Presiden.

Pasal 39
Kejaksaan berwenang menangani perkara pidana yang diatur dalam Qanun sebagaimana dimaksud dalam Udang-Udang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewah Aceh sebagai provinsi Nanghroe Aceh Darussalam, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 40
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kejasaan dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti berdasarkan undang-Undang ini.

BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 41
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang kejaksaan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3451), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 42
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 26 Juli 2004
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
                         tdd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI


Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 26 Juli 2004
SEKERTARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
BAMBANG KESOWO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 67


PENJELASAN
ATAS
UNDANG–UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 16 TAHUN 2004
TENTANG
KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA
I. UMUM.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut maka salah satu prinsip penting negara hukum adalah adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang dihadapan hokum (equality before the law). Oleh karena itu setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
Dalam usaha memperkuat prinsip di atas maka salah satu substansi penting perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah membawa perubahan yang mendasar dalam kehidupan ketatanegaraan khususnya dalam pelaksanaan kekuasaan kehakiman. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa ketentuan badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang. Ketentuan badan-bandan lain tersebut dipertegas oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman, salah satunya adalah Kejaksaan Republik Indonesia.
Sejalan dengan perubahan Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan beberapa undang-undang yang baru, serta berdasarkan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dan kehidupan ketatanegaraan maka Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia sudah tidak sesuai lagi sehingga perlu dilakukan perubahan secara komprehensif dengan membentuk undang-undang yang baru.
Perubahan Undang-undang tentang Kejaksaan Republik Indonesia tersebut dimaksudkan untuk lebih memantapkan kedudukan dan peran Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga Negara pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan harus bebas dari pengaruh kekuasaan pihak manapun, yakni yang dilaksanakan secara merdeka terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya.
Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut untuk lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Oleh karena itu perlu dilakukan penataan kembali terhadap Kejaksaan untuk menyesuaikan dengan perubahan-perubahan tersebut di atas.
Dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya, Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan harus mampu mewujudkan kepastian hukum, ketertiban hukum, keadilan dan kebenaran berdasarkan hukum dan mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan, dan kesusilaan, serta wajib menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Kejaksaan juga harus mampu terlibat sepenuhnya dalam proses pembangunan antara lain turut menciptakan kondisi yang mendukung dan mengamankan pelaksanaan pembangunan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila, serta berkewajiban untuk turut menjaga dan menegakkan kewibawaan pemerintah dan negara serta melindungi kepentingan masyarakat.
Dalam Undang-Undang ini diatur hal-hal yang disempurnakan, antara lain :
1.      Kejaksaan sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan ditegaskan kekuasaan negara tersebut dilaksanakan secara merdeka. Oleh karena itu, Kejaksaan dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan lainnya. Selanjutnya ditentukan Jaksa Agung bertanggung jawab atas penuntutan yang dilaksanakan secara independen demi keadilan berdasarkan hukum dan hati nurani. Dengan demikian Jaksa Agung selaku pimpinan Kejaksaan dapat sepenuhnya merumuskan dan mengendalikan arah dan kebijakan penanganan perkara untuk keberhasilan penuntutan.
2.      Untuk membentuk jaksa yang profesional harus ditempuh berbagai jenjang pendidikan dan pengalaman dalam menjalankan fungsi, tugas, dan wewenang. Sesuai dengan profesionalisme dan fungsi Kejaksaan, ditentukan bahwa jaksa merupakan jabatan fungsional. Dengan demikian, usia pensiun jaksa yang semula 58 (lima puluh delapan) tahun ditetapkan menjadi 62 (enam puluh dua) tahun.
3.      Kewenangan Kejaksaan untuk melakukan penyidikan tindak pidana tertentu dimaksudkan untuk menampung beberapa ketentuan undang-undang yang memberikan kewenangan kepada Kejaksaan untuk melakukan penyidikan, misalnya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
4.      Kejaksaan adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penegakkan hukum dengan berpegang pada peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah. Dengan demikian Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden serta bertanggung jawab kepada Presiden.
5.      Di bidang perdata dan tata usaha negara, Kejaksaan mempunyai kewenangan untuk dan atas nama negara atau pemerintah sebagai penggugat atau tergugat yang dalam pelaksanaannya tidak hanya memberikan pertimbangan atau membela kepentingan negara atau pemerintah, tetapi juga membela dan melindungi kepentingan rakyat.

II. PASAL DEMI PASAL.
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “secara merdeka” dalam ketentuan ini adalah dalam melaksanakan fungsi,
tugas, dan wewenangnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan
lainnya.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “Kejaksaan adalah satu dan tidak terpisahkan” adalah satu landasan dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya di bidang penuntutan yang bertujuan memelihara kesatuan kebijakan dibidang penuntutan sehingga dapat menampilkan ciri khas yang menyatu dalam tata pikir, tata laku, dan tata kerja Kejaksaan.
Oleh karena itu kegiatan penuntutan di pengadilan oleh Kejaksaan tidak akan berhenti hanya karena jaksa yang semula bertugas berhalangan. Dalam hal demikian tugas penuntutan oleh Kejaksaan akan tetap berlangsung sekalipun untuk itu dilakukan oleh jaksa lainnya sebagai pengganti.
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “dalam hal tertentu” adalah keadaan yang harus dipertimbangkan perlunya percepatan layanan hukum kepada masyarakat dalam pembentukan cabang Kejaksaan, antara lain :
a. wilayah hukum Kejaksaan negeri yang luas;
b. kondisi geografis dan demografis; atau
c. intensitas layanan tugas yang tinggi.
Ayat (1)
Cukup jelas.
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Ketentuan dalam ayat ini bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada jaksa yang telah diatur dalam Guidelines on the Role of Prosecutors dan International Association of Prosecutors yaitu Negara yang menjamin bahwa jaksa sanggup untuk menjalankan profesi mereka tanpa intimidasi, gangguan, godaan, campur tangan yang tidak tepat atau pembeberan yang belum diuji kebenarannya baik terhadap pertanggungjawaban perdata, pidana, maupun pertanggungjawaban lainnya.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “pengusaha” adalah direksi atau komisaris perusahaan, pemilik saham dalam perusahaan yang kegiatan usahanya berada dalam ruang lingkup kekuasaannya, atau memiliki saham tetapi saham tersebut dapat langsung atau tidak langsung menentukan penyelenggaraan jalannya perusahaan.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 12
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “sakit rohani dan jasmani terus menerus” adalah sakit yang menyebabkan si penderita tidak mampu lagi melakukan tugas kewajibannya dengan baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Huruf c
Yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah jaksa diberhentikan dari jabatan fungsionalnya.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “dipidana” ialah dijatuhi pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan Huruf b
Yang dimaksud dengan “terus menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas/pekerjaan” adalah apabila dalam jangka waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari, yang bersangkutan tidak menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya tanpa suatu alasan yang sah.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Yang dimaksud dengan “perbuatan tercela” adalah sikap, perbuatan, dan tindakan jaksa yang bersangkutan baik pada saat bertugas maupun tidak bertugas merendahkan martabat jaksa atau Kejaksaan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “pemberhentian sementara” adalah tindakan memberhentikan sementara waktu sebagai jaksa, sampai adanya keputusan defenitif dari Jaksa Agung berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau keputusan Majelis Kehormatan Jaksa atas kesalahan yang bersangkutan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Dengan adanya surat perintah penangkapan dan penahanan oleh pihak yang berwenang maka Jaksa Agung segera menyusuli dengan surat keputusan pemberhentian sementara.
Ayat (2)
Pasal 21 ayat (4) huruf b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana menetapkan tindak pidana tertentu yang memberi wewenang kepada penyidik, penuntut umum, atau pengadilan untuk melakukan tindakan penahanan atas pelaku tindak pidana tersebut. Dalam hal seorang jaksa dituntut dimuka pengadilan karena melakukan salah satu tindak pidana tersebut, walaupun yang bersangkutan tidak ditahan, ia dapat dikenakan tindakan pemberhentian sementara.
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1).
Mengingat Jaksa Agung adalah pimpinan dan penanggung jawab tertinggi yang mengendalikan pelaksanaan tugas dan ewenang kejaksaan maka Jaksa Agung adalah juga pimpinan dan penanggung jawab tertinggi dalam bidang penuntutan.
Ayat (2).
Cukup jelas.
Ayat (3).
Yang dimaksud dengan “kesatuan unsur pimpinan” adalah wujud keterpaduan dan kebersamaan antara Jaksa Agung dan wakil Jaksa Agung dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh Jaksa Agung.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Huruf a
Yang dimaksud dengan “pejabat negara lain atau penyelenggara negara”, misalnya anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah,anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, menteri, hakim,dan pejabat lain sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “pengusaha” adalah direksi atau komisaris perusahaan, pemilik saham dalam perusahaan yang kegiatan usahanya berada dalam ruang lingkup kekuasaannya, atau memiliki saham tetapi saham tersebut dapat langsung atau tidak langsung menentukan penyelenggaraan jalannya
perusahaan.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Ayat (1).
Adanya jabatan Wakil Jaksa Agung akan sangat membantu Jaksa Agung khususnya dalam pembinaan administrasi sehari-hari dan segi-segi teknis operasional lainnya. Karena sifat tugasnya tersebut maka jabatan Wakil Jaksa Agung merupakan jabatan karier dalam lingkungan kejaksaan.
Ayat (2).
Cukup jelas.
Ayat (3).
Yang dimaksud dengan “yang dipersamakan” adalah jabatan yang setara dengan Eselon I.
Pasal 24
Ayat (1).
Cukup jelas.
Ayat (2).
Yang dimaksud dengan “ jabatan yang dipersamakan dengan jabatan kepala kejaksaan tinggi” adalah jabatan kepala direktorat, kepala biro, atau jabatan lainnya yang setingkat.
Ayat (3).
Pada dasarnya jabatan Jaksa Agung Muda adalah jabatan karier. Ketentuan dalam ayat ini memberikan kemungkinan pengangkatan seorang Jaksa Agung Muda dari luar lingkungan kejaksaan. Sifatnya sangat selektif dan berdasarkan kebutuhan serta pejabat tersebut mempunyai keahlian tertentu yang bermanfaat bagi pelaksana tugas dan wewenang kejaksaan.
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Lihat penjelasan pasal 12 huruf b.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Ayat (1).
Cukup jelas.
Ayat (2).
Yang dimaksud dengan “ tenaga ahli” adalah ahli dalam berbagai disiplin ilmu dan tidak dimaksudkan untuk memberikan “keterangan ahli” dalam suatu persidangan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 28 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Yang dimaksud dengan “tenaga tata usaha “ adalah tenaga yang tidak melaksanakan fungsi jaksa.
Ayat (3).
Cukup jelas.
Pasal 30
Ayat (1).
Huruf a
Dalam melakukan penuntutan, jaksa dapat melakukan prapenuntutan. Prapenuntutan adalah tindakan jaksa untuk memantau perkembangan penyidikan setelah menerima pemberitahuan dimulainya penyidikan dari penyidik, petunjuk guna dilengkapi oleh penyidik untuk dapat menentukan apakah berkas tersebut dapat dilimpahkan atau tidak ke tahap penuntutan.

Huruf b
Dalam melaksanakan putusan pengadilan dan penetapan hakim, kejaksaan memperhatikan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat dan perikemanusiaan berdasarkan Pancasila tanpa mengesampingkan ketegasan dalam bersikap dan bertindak.
Melaksanakan putusan pengadilan termasuk juga melaksanakan tugas dan wewenang mengendalikan pelaksanaan hukuman mati dan putusan pengadilan terhadap barang rampasan yang telah dan akan disita untuk selanjutnya dijual lelang.

Huruf c
Yang dimaksud dengan “keputusan lepas bersyarat” adalah keputusan yang dikeluarkan oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya dibidang pemasyarakatan.

Huruf d
Kewewenangan dalam ketentuan ini adalah kewewenangan sebagaimana diatur misalnya adalah Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Huruf e
Untuk melengkapi berkas perkara, pemeriksaan tambahan dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
(1)   Tidak dilakukan terhadap tersangka, 2) Hanya terhadap perkara-perkara yang sulit pembuktiannya, dan/atau dapat meresahkan masyarakat, dan/atau yang dapat membahayakan keselamatan negara.
(2)   Harus dapat diselesaikan dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah diselesaikan ketentuan pasal 110 dan 138 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
(3)   Prinsip koordinasi dan kerjasama dengan penyidik.
Ayat (2).
Cukup jelas.
Ayat (3).
Tugas dan wewenang kejaksaan dalam ayat ini bersifat prevensif dan/atau edukatif sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Yang dimaksud dengan “turut menyelenggarakan” adalah mencangkup kegiatan-kegiatan bersifat membantu, turut serta, dan bekerja sama. Dalam turut menyelenggarakan tersebut, kejaksaan senantiasa memperhatikan koordinasi dengan instansi terkait.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Adalah menjadi kewajiban bagi setiap badan negara terutama dalam bidang penegakan hukum dan keadilan untuk melaksanakan dan membina kerja sama yang dilandasi semangat keterbukaan, kebersamaan, dan keterpaduan dalam suasana keakraban guna mewujudkan sistem peradilan pidana terpadu.
Hubungan kerja sama ini dilakukan melalui koordinasi horizontal dan vertikal secara berkala dan berkesinambungan dengan tetap menghormati fungsi, tugas, dan wewenang masing-masing.
Kerjasama antara kejaksaan dengan instansi penegakan hukum sesuai dengan asas cepat, sederhana, dan biaya ringan serta bebas, jujur, dan tidak memihak dalam penyelesaian perkara.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “ kepentingan umum” adalah kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat luas.
Mengesampingkan perkara sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini merupakan pelaksanaan asas oportunitas, yang hanya dapat dilakuka oleh Jaksa Agung setelah memperhatikan saran dan pendapat dari badan-badan kekuasaan negara yang mempunyai hubungan dengan masalah tersebut.
Huruf d
pengajuan kasasi demi kepentingan hukum ini adalah sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Huruf f
Cukup jelas.
Pasal 36
Ayat (1)
Untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud pada ayat ini, tersangka atau terdakwa atau keluarganya mengajukan permohonan secara tertulis kepada Jaksa Agung atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan Keputusan Jaksa Agung.
Diperlukannya izin dalam ketentuan ini oleh karena status tersangka atau terdakwa yang sedang dikenakan tindakan hukum, misalnya berupa penahanan, kewajiban lapor, dan/atau pencegahan dan penangkalan.
Yang dimaksud dengan “tersangka atau terdakwa” adalah tersangka atau terdakwa yang berada dalam tanggung jawab kejaksaan.
Yang dimaksud dengan “ dalam keadaan tetentu” adalah apabila fasilitas pengobatan atau menjalani perawatan di dalam negeri tidak ada.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Selain rekomendasi dari dokter untuk berobat ke luar negeri, juga disyaratkan adanya jaminan tersangka atau terdakwa atau keluarganya berupa uang sejumlah kerugian negara yang diduga dilakukan oleh tersangka atau terdakwa.
Apabila tersangka atau terdakwa tidak kembali tanpa alasan yang sah dalam jangka waktu 1 (satu) tahun uang jaminan tersebut menjadi milik negara. Pelaksaannya dilakukan sesuai ketentuan perundang-undangan.
Pasal 37
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Laporan pertanggungjawaban yang disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dilakukan melalui rapat kerja.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Yang dimaksud dengan “ mengenai perkara pidana” dalam ketentuan ini adalah seluruh proses yang menjadi kewenangan kejaksaan sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum acara Pidana.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4401



                                                           

















Jumat, 12 Februari 2016

MEMAHAMI ARTI KEBUDAYAAN



Pengertian Kebudayaan
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia.

Budaya dalam pengertian yang luas adalah pancaran daripada budi dan daya. Seluruh apa yang difikir, dirasa dan direnung diamalkan dalam bentuk daya menghasilkan kehidupan. Budaya adalah cara hidup sesuatu bangsa atau umat. Budaya tidak lagi dilihat sebagai pancaran ilmu dan pemikiran yang tinggi dan murni dari sesuatu bangsa untuk mengatur kehidupan berasaskan peradaban.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.
Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Upacara kedewasaan dari suku WaYao di Malawi, Afrika.
Edward B. Tylor mengatakan bahwa, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi mengatakan bahwa, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.

Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan yang mana akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda- benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat

Koentjoroningrat (1986) mengatakan, kebudayaan dibagi ke dalam tiga system:
pertama sistem budaya yang lazim disebut adat-istiadat, kedua sistem sosial di mana merupakan suatu rangkaian tindakan yang berpola dari manusia. Ketiga, sistem teknologi sebagai modal peralatan manusia untuk menyambung keterbatasan jasmaniahnya.

Berdasarkan konteks budaya, ragam kesenian terjadi disebabkan adanya sejarah dari zaman ke zaman. Jenis-jenis kesenian tertentu mempunyai kelompok pendukung yang memiliki fungsi berbeda. Adanya perubahan fungsi dapat menimbulkan perubahan yang hasil-hasil seninya disebabkan oleh dinamika masyarakat, kreativitas, dan pola tingkah laku dalam konteks kemasyarakatan.

Koentjoroningrat mengatakan, “Kebudayaan Nasional Indonesia” adalah hasil karya putra Indonesia dari suku bangsa manapun asalnya, yang penting khas dan bermutu sehingga sebagian besar orang Indonesia bisa mengidentifikasikan diri dan merasa bangga dengan karyanya.Kebudayaan Indonesia adalah satu kondisi majemuk karena ia bermodalkan berbagai kebudayaan, yang berkembang menurut tuntutan sejarahnya sendiri-sendiri.
Pengalaman serta kemampuan daerah itu memberikan jawaban terhadap masing-masing tantangan yang memberi bentuk kesenian, yang merupakan bagian dari kebudayaan.
Apa-apa saja yang menggambarkan kebudayaan, misalnya ciri khas :
·   Rumah adat daerah yang berbeda satu dengan daerah lainnya, sebagai contoh ciri khas rumah adat di Jawa mempergunakan joglo sedangkan rumah adat di Sumatera dan rumah adat Hooi berbentuk panggung.
·    Alat musik di setiap daerah pun berbeda dengan alat musik di daerah lainnya. Jika dilihat dari perbedaan jenis bentuk serta motif ragam hiasnya beberapa alat musik sudah dikenal di berbagai wilayah, pengetahuan kita bertambah setelah mengetahui alat musik seperti Grantang, Tifa dan Sampe.
·    Seni Tari, seperti tari Saman dari Aceh dan tari Merak dari Jawa Barat.
·   Kriya ragam hias dengan motif-motif tradisional, dan batik yang sangat beragam dari daerah tertentu, dibuat di atas media kain, dan kayu.
·   Properti Kesenian
·   Kesenian Indonesia memiliki beragam-ragam bentuk selain seni musik, seni tari, seni teater, kesenian wayang golek dan topeng merupakan ragam kesenian yang kita miliki. Wayang golek adalah salah satu bentuk seni pertunjukan teater yang menggunakan media wayang, sedangkan topeng adalah bentuk seni pertunjukan tari yang menggunakan topeng untuk pendukung.
·   Pakaian Daerah. Setiap propinsi memiliki kesenian, pakaian dan benda seni yang berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya.
·   Benda Seni. Karya seni yang tidak dapat dihitung ragamnya, merupakan identitas dan kebanggaan bangsa Indonesia. Benda seni atau souvenir yang terbuat dari perak yang beasal dari Kota Gede di Yogyakarta adalah salah satu karya seni bangsa yang menjadi ciri khas daerah Yogyakarta, karya seni dapat menjadi sumber mata pencaharian dan objek wisata.Kesenian khas yang mempunyai nilai-nilai filosofi misalnya kesenian Ondel-ondel dianggap sebagai boneka raksasa mempunyai nilai filosofi sebagai pelindung menolak bala, nilai filosofi dari kesenian Reog Ponorogo mempunyai nilai kepahlawanan yakni rombongan tentara kerajaan Bantarangin (Ponorogo) yang akan melamar putri Kediri dapat diartikan Ponorogo menjadi pahlawan dari serangan ancaman musuh, selain hal-hal tersebut, adat istiadat, agama, mata pencaharian, system kekerabatan dan sistem kemasyarakatan, makanan khas, juga merupakan bagian dari kebudayaan.
·    Adat Istiadat. Setiap suku mempunyai adata istiadat masing-masing seperti suku Toraja memiliki kekhasan dan keunikan dalam tradisi upacara pemakaman yang biasa disebut Rambu Tuka. Di Bali adalah adat istiadat Ngaben. Ngaben adalah upacara pembakaran mayat, khususnya oleh mereka yang beragama Hindu, dimana Hindu adalah agama mayoritas di Pulau Seribu Pura ini. Suku Dayak di Kalimantan mengenal tradisi penandaan tubuh melalui tindik di daun telinga. Tak sembarangan orang bisa menindik diri hanya pemimpin suku atau panglima perang yang mengenakan tindik di kuping, sedangkan kaum wanita Dayak menggunakan anting-anting pemberat untuk memperbesar daun telinga, menurut kepercayaan mereka, semakin besar pelebaranlubang daun telinga semakin cantik, dan semakin tinggi status sosialnya di masyarakat.

2. Pengertian Seni
Kata “seni” adalah sebuah kata yang semua orang dipastikan mengenalnya, walaupun dengan kadar pemahaman yang berbeda. Konon kata seni berasal dari kata “sani” yang artinya “Jiwa Yang Luhur/ Ketulusan jiwa”. Dalam bahasa Inggris dengan istilah “Art” (artivisial) yang artinya adalah barang/atau karya dari sebuah kegiatan.
Konsep seni terus berkembang sejalan dengan berkembangnya kebudayaan dan kehidupan masyarakat yang dinamis. Beberapa pendapat tentang pengertian seni:
·   Ensiklopedia Indonesia : Seni adalah penciptaan benda atau segala hal yang karena kendahan bentuknya, orang senang melihat dan mendengar
·   Aristoteles : seni adalah kemampuan membuat sesuatu dalam hubungannya dengan upaya mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan oleh gagasan tertentu,
·   Ki Hajar Dewantara : seni adalah indah, menurutnya seni adalah segala perbuatan manusia yang timbul dan hidup perasaannya dan bersifat indah hingga dapat menggerakkan jiwa perasaan manusia lainnya,
·   Akhdiat K. Mihardja : seni adalah kegiatan manusia yang merefleksikan kenyataan dalam sesuatu karya, yang berkat bentuk dan isinya mempunyai daya untuk membangkitkan pengalaman tertentu dalam alam rohani sipenerimanya.
·   Erich Kahler : seni adalah suatu kegiatan manusia yang menjelajahi, menciptakan realitas itu dengan symbol atau kiasan tentang keutuhan “dunia kecil” yang mencerminkan “dunia besar”


*     Mengenai Unsur, Sifat, & Arti
Pengertian Kebudayaan, Unsur, Sifat, & Arti Menurut Para Ahli| Kata "kebudayaan berasal dari (bahasa Sanskerta) yaitu "buddayah" yang merupakan bentuk jamak dari kata "budhi" yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai "hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal". Pengertian Kebudayaan secara umum adalah hasil cipta, rasa dan karsa manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang kompleks yang mencakup pengetahuan, keyakinan, seni, susila, hukum adat dan setiap kecakapan, dan kebiasaan.  
Sedangkan menurut definisi Koentjaraningrat yang mengatakan bahwa pengertian kebudayaan adalah keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil yang harus didapatkannya dengan belajar dan semua itu tersusun dalam kehidupan masyarakat. Senada dengan Koentjaraningrat, didefinisikan oleh Selo Soemardjan dan Soelaeman Soenardi, pada bukunya Setangkai Bunga Sosiologi (Jakarta :Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1964), hal 113, merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil karya, cipta, dan rasa masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan masyarakat. 
Pengertian Kebudayaan dalam bahasa inggris disebut culture. merupakan suatu istilah yang relatif baru karena istilah culture sendiri dalam bahasa inggris baru muncul pada pertengahan abad ke-19. Sebelumnya pada tahun 1843 para ahli antropologi memberi arti kebudayaan sebagai cara mengolah tanah, usaha bercocok tanam, sebagaimana tercermin dalam istilah agriculture dan holticulture.
Hal ini bisa kita mengerti karena istilah culture berasal dari bahasa Latin colere yang berarti pemeliharaan, pengolahan tanah pertanian. Pada arti kiasan kata itu juga berarti "pembentukan dan pemurnian jiwa". Seorang antropolog lain, E.B. Tylor (1871), dalam bukunya yang berjudul Primitive Culture (New York ; Brentano's, 1924), hal 1, yang mendefinisikan pengertian kebudayaan bahwa kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Unsur-unsur kebudayaan digolongkan kepada unsur besar dan unsur kecil yang lazimnya disebut dengan istilah culture universal karena di setiap penjuru dunia manapun kebudayaan tersebut dapat ditemukan, seperti pakaian, tempat tinggal, dan lain sebagainya. Beberapa dari orang yang sarjana telah mencoba merumuskan unsur-unsur pokok kebudayaan, seperti Bronislaw Malinowski dan C. Kluckhoh. 

Bronislaw Malinowski
Bronislaw Malinowski menyatakan bahwa ada empat unsur pokok kebudayaan yang meliputi sebagai berikut...
Sistem norma-norma yang memungkinkan kerjasama antaranggota masyarakat agar menyesuaikan dengan alam sekelilingnya. 
Organisasi ekonomi
Alat dan lembaga atau petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama). 
Organisasi kekuatan (politik)

C Kliucckhohn
Kliucckhohn menyebutkan ada tujuh unsur kebudayaan, yaitu sistem mata pencaharian hidup; sistem peralatan dan teknologi; sistem organisasi kemasyarakatan; sistem pengetahuan; bahasa; kesenian; sistem religi dan upacara keagamaan.

Herskovits
Herskovits memandang bahwa kebudayaan merupakan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain yang kemudian disebut sebagai superorganik.

Andreas Eppink
Kebudayaan mengandung bentuk dari keseluruhan pengertian nilai sosial, norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.

Edward Burnett Tylor
Kebudayaan merupakan keseluruhan dari yang kompleks yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.

Sifat hakikat kebudayaan adalah ciri-ciri khusus dari sebuah kebudayaan yang masing-masing masyarakat yang berbeda. Pada masyarakat Barat makan sambil berjalan, bahkan setengah berlari adalah hal yang biasa karena bagi mereka the time is money. Hal ini jelas berbeda dengan masyarakat timur. Jangankan makan sambil berjalan, bahkan makan berdiri saja sudah melanggar etika. Walaupun demikian, secara garis besar, seluruh kebudayaan yang ada di dunia ini memiliki sifat-sifat hakikat yang sama. Sifat-sifat hakikat kebudayaan sebagai berikut:
1.      Kebudayaan terwujud dan tersalurkan lewat perilaku manusia. 
2.      Kebudayaan telah ada terlebih dahulu mendahului lahirnya suatu generasi tertentu dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan. 
3.      Kebudayaan diperlukan oleh manusia dan diwujudkan tingkah lakunya. 
4.      Kebudayaan mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-kewajiban, tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak, tindakan-tindakan yang dilarang, dan tindakan-tindakan yang diizinkan. 
Semua kebudayaan senantiasa bergerak karena ia dinamis karena sebenarnya gerak kebudayaan adalah gerak manusia itu sendiri. Gerak atau dinamika manusia sesama manusia, atau dari satu daerah kebudayaan daerah lain, baik disengaja maupun tidak disengaja, seperti migrasi atau pengungsian dengan sebab-sebab tertentu. Dinamika dalam membawa kebudayaan dari suatu masyarakat ke masyarakat lain yang menyebabkan terjadinya akulturasi. 

Proses akulturasi kebudayaan dalam sejarah umat manusia telah terjadi pada umat atau bangsa-bangsa terdahulu. Dimana Adakalanya kebudayaan yang dibawa dapat dengan mudah diterima oleh masyarakat setempat dan adakalanya ditolak, parahnya ada juga sekelompok individu yang tetap tidak menerima kebudayaan asing walaupun mayoritas kelompok individu di sekelilingnya sudah menjadikan kebudayaan tersebut bagian dari kebudayaannya. 

Pada umumnya, unsur-unsur kebudayaan asing yang mudah diterima adalah sebagai berikut.. 
a.      Unsur Kebudayaan kebendaan, seperti alat-peralatan yang terutama sangat mudah dipakai dan dirasakan sangat bermanfaat bagi masyarakat yang menerimanya, contohnya adalah pada alat tulis menulis yang banyak dipergunakan orang Indonesia yang diambil dari unsur-unsur kebudayaan barat. 
b.      Unsur-unsur yang terbukti membawa manfaat besar misalnya radio transistor yang banyak membawa kegunaan terutama sebagai alat mass-media. 
c.       Unsur-unsur yang dengan mudah disesuaikan dengan keadaan masyarakat yang menerima unsur-unsur tersebut, seperti mesin penggiling padi dengan biaya murah serta pengetahuan teknis yang sederhana, dapat digunakan untuk melengkapi pabrik-pabrik penggilingan. 
Unsur-unsur kebudayaan yang sulit diterima oleh suatu masyarakat adalah sebagai berikut... 
a.      Unsur yang menyangkut sistem kepercayaan, seperti ideologi, falsafah hidup, dan lainnya
b.      Unsur-unsur yang dipelajari pada taraf pertama proses sosialisasi. Contoh yang sangat mudah adalah soal makanan pokok suatu masyarakat. Nasi merupakan makanan pokok sebagian besar masyarakat indonesia sukar sekali diubah dengan makanan pokok lainnya. 

Pengaruh Tradisi Hindu-Buddha bagi Masyarakat Indonesia



Pengaruh Tradisi Hindu-Buddha bagi Masyarakat Indonesia| Masuknya Hindu-Buddha terdapat bebagai perubahan-perubahan baik itu kebudayaan, bangunan, sistem pemerintahan dan dll. Ada banyak pengaruh-pengaruh yang ditimbulkan dari munculnya Hindu-Buddha. Masuknya gama dan Kebudayaan Hindu-Buddha sangat memengaruhi kehidupan masyarakat di Indonesia baik dalam kehidupan politik, sosial, budaya, maupun keagamaan. Unsur-unsur kebudayaan Hindu-Buddha dari India tersebut tidak ditiru secara menyeluruh oleh bangsa Indonesia. Kebudayaan dari India tersebut sudah dipadukan dengan unsur kebudayaan asli Indonesia melalui proses akulturasi sehingga tebentuklah unsur kebudayaan baru yang lebih sempurna. Akulturasi terwujud dalam berbagai hal, antara lain dalam seni bangunan, seni rupa, aksara, sistem pemerintahan, sistem kalender, filsafat, dan sistem kepercayaan. Semua unsur kebudayaan tersebut dapat dilihat penjelasannya seperti dibawah ini..
Pengaruh Tradisi Hindu-Buddha bagi Masyarakat Indonesia
1. Teknik Arsitektur atau Seni Bangunan
Pada masa Hindu-Buddha, teknik arsitektur di Indonesia mengalami kemajuan. Pengaruh agama dan kebudayaan Hindu-Buddha di bidang arsitektur di Indonesia tampak jelas terlihat dengan muncul bangunan-bangunan candi di beberapa daerah di Indonesia. 
Di Indonesia, candi memiliki arti bentuk bangunan beragam. Misalnya, candi yang berfungsi sebagai tempat peribadatan dan makam, candi pemandian suvi (pathirtan), candi padas, candi berbentuk gapura, dan candi asrama pendeta (vihara). Candi berfungsi untuk memuliakan orang yang sudah mati, khususnya para raja dan orang terkemuka. Candi sebagai makam hanya terdapat pada ajaran agama Hindu. Pembuatan candi Budha ditujukan sebagai tempat pemujaan dewa. Di dalamnya tidak terdapat pripid dan arca perwujudan raja. Abu jenazah raja ditanam di sekitar candi dalam bangunan yang disebut stupa. 

2. Seni Ukir dan Pahat
Selain pengaruh dalam seni pembangunan candi, budaya India juga berpengaruh pada bidang seni ukir dan pahat di Indonesia. Hal tersebut terlihat pada relief atau seni ukir yang ada dipahatkan pada bagian dinding candi. Tema-tema seni pahat yang dihasilkan pada masa Hindu-Buddha sesuaidengan agama yang berkembang pada masa itu, yakni Hindu, Buddha, atau campuran antara Hindu dan Buddha tau antara Hindu-Buddha dan kepercayaan Indonesia asli. 
Pada umumnya, bangunan candi banyak dihiasi dengan patung atau arca. Patung tersebut biasanya terbentuk arca dewa sebagai lambang orang yang sudah meninggal. Misalnya, Patung Lara Jonggrang di Candi Prambanan, Patung Airlangga sebagai Wisnu dewa yang naik garuda dan Patung Ken Dedes di Jawa Timur. Adapun patung dewa yang dihasilkan, antara lain Patung Dewa Syiwa, Patung Dewa Brahma, Patung Dewa Wisnu, Patung Durga, Patung Ganesha, Patung Kuwera, dan Patung Haririti. Dalam agama Buddha juga dikenal patung Dhyani Buddha dan Patung Bodhisatwa. 
Selain relief dan patung, seni ukir yang berkembang pada bangunan candi adalah motif sulur-suluran, daun-daunan, dan bunga teratai. Jenis ukiran bunga teratai digambarkan dengan wujud yang berbeda-beda dan warnanya dibagi menjadi tiga jenis yaitu teratai merah (padma), teratai biru (utpala), dan teratai putih (kumuda). Pada beberapa candi di Jawa Tengah terdapat hiasan berupa pohon kehidupan, yaitu kalpataru atau parijata. Relief hiasan pada dinding candi banyak yang dibuat sesuai dengan suasana Gunung Mahameru yang dipercayai sebagai tempat kediaman para dewa. Hiasan yang terdapat pada ambang pintu atau relung candi adalah kepala kala yang disebut banaspati (raja hutan). 

3. Konsep Raja dan Sistem Pemerintahan
Sebelum agama dan kebudayaan Hindu-Buddha masuk, Indonesia belum mengenal konsep raja dan kerjaan. Di Indonesia baru mengenal konsep kesukuan yang dipimpin oleh seorang kepala suku atau primus interpares. Setelah agama dan kebudayaan Hindu-Buddha masuk, struktur masyarakat Indonesia berkembang lebih teratur dan terorganisasi. Kelompok masyarakat yang sebelumnya berupa kesukuan berubah menjadi kerajaan. Sebutan kepala pemerintahannya pun berubah dari kepala suku menjadi raja. 

Perubahan lain yang tampak dengan masuknya pengaruh Hindu-Buddha ke Indonesia dalam sistem pemerintahan adalah berubahnya konsep pemilihan seorang pemimpin. Sebelum datang pengaruh Hindu-Buddha, seorang pemimpin dipilih karena mempunyai kemampuan tertentu yang tidak dimiliki orang lain dan bukan karena faktor keturunan. Setelah pengaruh Hindu-Buddha masuk ke Indonesia, seorang pemimpin berkuasa atas dasar keturunan yang bersifat turun-temurun. Pada masa Hindu, muncul konsep bahwa raja adalah titisan dewa di dunia dan raja memerintah atas nama dewa dibumi. Raja diyakini sebagai titisan dewa Wisnu sehingga kekuasaannya tidak dapat diganggu gugat dan bersifat mutlak. Konsep raja sebagiai penjelmaan atau keturunan dewa, misalnya terlihat pada masa pemerintahan Raja Purnawarman di Tarumanegara. 

4. Aksara dan Kesusastraan
Berdasrkan bukti-bukti tertulis, pengaruh agama dan kebudayaan Hindu-Buddha dalam bidang aksara adalah dikenalnya huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta di Indonesia. Huruf Pallawa dikembangkan di beberapa daerah menjadi huruf Batak, huruf Kawi, huruf Jawa, dan huruf Bali. Setelah mengenal budaya tulis, bangsa Indonesia mulai memasuki zaman sejarah. Sebelum kedatangan India, bangsa Indonesia belum mengenal budaya tulis. Setelah kebudayaan tulis berkembang, seni sastrapun mulai berkembang pesat di Indonesia karena bahasa Sansekerta dipakai dan dikembangkan sebagai media penulisan kesusastraan Indonesia kuno. Seni sastra yang berkembang di Indonesia berbentuk prosa dan tembang. Adapun tembang Jawa Kuno umumnya disebut kakawin. Irama kakawin didsarkan pada irama dari India. 

Berdarsarkan isinya, kesustaraan tersebut terdiri atas kitab keagamaan, kitab hukum, kitab wiracarita (kepahlawanan) serta kitab cerita yang bertutur mengenai masalah keagamaan atau kesusilaan serta uraian sejarah. Contoh ktiab wiracarita yang terkenal di Indonesia yaitu kisah Ramayana dan Mahabarata

5. Sistem Kepercayaan
Masuknya agama Hindu-Buddha ke Indonesia berpengaruh besar terhadap sistem kepercayaan masyarakt Indonesia pda saat itu. Agama Hindu memperkenalkan konsep tentang dewa-dewa pada masyarakat Indonesia. Demikian juga dengnan agama Buddha yang masuk ke Indonesia segera berkembang pesat dan menyebar ke berbagai wilayah Indonesia. Agama Buddha memperkenalkan ajaran Buddha Gautama. Agama Buddha cepat sekali tumbuh, berkembang, dan meluas ke dalam lapisa masyarakat. Hal itu karena dalam ajrannya tidak mengenal kasta. 

6. Stratifiksi Sosial
Stratifikasi sosial masyarakat sangat jelas terlihat pada masyarakat yang dipengaruhi oleh agama dan kebudayaan Hindu, yaitu dikenalnya sistem kasta. Kasta lahir dan berkembang dalam masyarakat Hindu di India. Saat agama dan kebudayaan Hindu masuk dan berkembang di Indonesia, sistem kasta juga berlaku di Indonesia meskipun tidak secara mutlak berlaku seperti keadaan di India. Masyarakat Hindu di Indonesia menyesuaikan sistem kasta dengan keadaan masyarakat. Pada masyarakat yang dipengaruhi oleh agama dan kebudayaan Buddha, stratifikasi sosial masyarakat terbagi atas dua kelompok. Kedua kelompok masyarakat tersebut adalah kelompok masyarakat biksu dan biksuni serta kelompok masyarakat umum.

7. Sistem Kalender
Pada masa praaksara, masyarakat Indonesia telah memanfaatkan sistem penanggalan kalender Mongso dan kalender wuku . Kalender Mongso adalah sistem penanggalan yang dipergunakan untuk menentukan musim (mongso). Berdasarkan kalender Mongso, satu tahun dibagi dalam 12 musim atau mongso. Kalender Wuku disusun untuk merencanakan kegiatan pertanian, upacara adat, dan kehidupan masyarakat. Berdasarkan kalender Wuku, satu tahun dibagi menjadi 30 Wuku. Setelah masuknya pengaruh Hindu-Buddha, sistem kalender Jawa digantikan dengan sistem kalender Saka yang membagi masa satu tahun menjadi 365 hari. Perbedaan tahun saka dengan tahun Masehi adalah selisih 78 tahun dimana tahun Masehi lebih dulu dari pada tahun Saka.


Teori tentang Masuk dan Berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia  Teori tentang Masuk dan Berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia. Membahas tentang Teori tentang Masuk dan Berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia, Sejarah masuknya hindu-buddha di indonesia, Teori kolonisasi, Teori arus balik, dalam hal ini  teori tentang masuknya dan berkembangnya kebudayaan Hindu-Budha di indonesia merupakan teori-teori yang telah masuk dalam berbagai buku pelajaran artinya teori-teori tersebut dapat dijadikan acuan tentang masuknya dan berkembangnya kebudayaan hindu-budha di indonesia, dalam teori-teori tersebut terdiri atas teori kolonisasi, serta teori arus balik. untuk mengetahui itu semua mari kita lihat pembahasan seperti dibawah ini..

Teori Masuk dan Berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia 
Letak geografis kepulauan Indonesia telah menjadikan kepulauan Indonesia sebagai jalur perdagangan Internasional. Kepulauan Indonesia menjadi daerah transit ( pemberhentian ) sebelum  melanjutkan ke kedua bagian negara tersebut. Orang-orang Indonesia ternyata ikut aktif juga dalam perdagangan tersebut sehingga terjadilah kontak hubungan di antara keduanya (Indonesia - India dan Indonesia -Cina ). Hubungan itu akhirnya memberikan pengaruh terhadap perkembangan masyarakat Indonesia selanjutnya. 
Menurut sejarawan Van Lew dan Wotters, hubungan dagangan antara Indonesia dan India lebih  dahulu berkembang dari pada hubungan dagang antara Indonesia dan Cina. Namun, sumber sejarah untuk mengungkapkannya sangat terbatas, yaitu melalui kitab-kitab sastra dan sumber-sumber dari barat. Berdasarkan hal tersebut selanjutnya muncul beberapa teori mengenai proses masuknya budaya Hindu-budha di indonesia. 

A. Teori Kolonisasi
Teori ini berusaha menjelaskan proses masuk dan berkembangnnya agama dari kebudayaan Hindu-Buddha  di indonesia dengan menekankan pada peran aktif dari orang-orang India dalam menyebarkan pengaruhnnya di Indonesia. Berdasarkan teori ini, orang Indonesiasendiri sangat pasif, artinya mereka hanya menjadi objek penerima pengaruh kebudayaan India tersebut. Teori kolonisasiini terbagi dalam beberapa Hipotesis, yaitu sebagai berikut.
a. Hipotessis Waisya 
N.J. Krom menyebutkan bahwa proses masuknya kebudayan Hindu-Budha melalui hubungandagang antara India dan Indonesia. Para pedagang India yang berdagang di Indonesia disesuaikan dengan angin musim . Apabila anging musim tidak memungkinkan mereka untuk kembali, maka dalam waktu tertentu menetap di Indonesia. Selama para pedagang India tersebut menetap di Indonesia, memungkinkan terjadinya perkawinan dengan perempuan-perempuan pribumi. Menurut N.J.Krom, mulai dari sini pengaruh kebudayaan India menyebar dan menyerap dalam kehidupan masyarakat Indonesia. 

Namun, teori ini memiliki kelemahan, yaitu para pedagang yang termasuk dalam kasta Waisya tidak menguasasi bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa yang umumnya hanya dikuasi oleh kasta Brahmana. Namun bila menilik peninggalan Prasasti yang dikeluarkan oleh negara-negara kerajaan Hindu-Budha di INdonesia, sebagian besar menggunakan bahasa Sanskerta dan berhuruf pallwa. dengan demikian, timbul pertanyaan" Munkinkah para pedagang India mampu membawa pengaruh kebudayaan yang sangat tinggi ke Indonesia, sedangkan di daerahnnya sediri kebudayaan tersebut milik kaum brahmana ?. " Selain itu, terdapat kelemahan lain dalam hipotesis ini yaitu dengan melihat peta persebaran kerajan-kerajan Hindu-Budha di Indonesia lebih banyak berada di daerah pesisr di pantai.
           b. Hipotesis Ksatria 
Ada  tiga ahli yang mengemukakan pendapatnya mengenai proses penyebaran agama dan kebudayaan Hidnu-Budha dilakukan oleh golongan ksatria, yaitu sebagai berikut. 
1. C.C Berg
 mengemukakan bahwa golongan yang tuurut menyebarkan kebudayaan Hindu-Buddha di Indonsia adalah para petualang yangsebagian besar berasal dari golongan Ksatria . Para Ksatria ini ada yang terlibat konflik dalam masalah perebutan kekuasaan di Indonesia. Bantuan yang diberikan oleh para Kstaria ini sedikit banyak membantu kemenanganbagi salah satu kelompok atau suku yang bertikai. Seagai hadiah atas kemenangan itu, ada di antara mereka yang dinikahkan dengan salah seorang putri dari kepala suku yang dibantunya. Dari perkawinannya ini memudahkan bagi para Ksatira untuk menyebarkan tadisi Hindu-Buddha dalam masyarakat indonesia. 
2 Mookerji
Mengatakan bahwa golongan Ksatria ( tentara ) dari india yang membawa pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha ke Indonesia. Para Ksatria ini kemudian membangun koloni-koloni yang akhirnya berkembang menjadi sebuah kerajaa. Para koloni ini kemudian mengadakan hubungan perdagangan dengan kerajaan-kerajaan di India dan mendatangkan para seniman yang berasal dari India untuk membangun candi-candi di Indonesia. 
3. J.L Moens
Dia mencoba menghubungkan proses terbentuknya kerajaan-kerajan di indonesia pada awal abad ke-5 dengan situasi yang terjadi di india pada abad yang sama. Perlu diketahui bahwa sekitar abad ke-5, banyak kerajaan-kerajaan di India Selatan yang mengalami kehancuran. Ada di antara para keluarga kerajaan tersebut, yaitu para Ksatrianya yanmelarikan diri ke Indonesia. Mereka ini selanjutnya mendirikan kerajaan di kepulauan Nusantara. Kekuatan hipotesis Ksatria terletak pada kenyataan bahwa semangat berpetualang pada itu umunya dimilki olehpara Ksatria ( Keluarga kerajaan). 

Sementara itu, kelemahan hipotesis yang dikemukakan oleh Berg, Moens, dan Mookerji yang menekankan pada peran para Ksatria India dalam proses masuknya kebudayaan India ke Indonesia terletak pada hal-hal sebagai berikut, yaitu:
a)   Para Ksatria tidak menguasai bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa;
b)   Apabila daerah Indonesia pernah menjadi daerah taklukkan kerajaan-kerajaan India,
tentunya ada bukti prasasti (jaya prasasti) yan menggambarkan penaklukkan tersebut. Akan tetapi, balk di India maupun Indonesia tidak ditemukan prasasti semacam itu. Adapun prasasti Tanjore yang menceritakan tentang penaklukkan kerajaan Sriwijaya oleh salah satu kerajaan Cola di India, tidak dapat dipakal sebagal bukti yang memperkuat hipotesis ini. Hal ini disebabkan penakluk tersebut terjadi pada abad ke-II sedangkan bukti-bukti yang diperlukan harus menunjukkan pada kurun waktu yang lebih awal.

c.   Hipotesis Brahmana
Hipotesis ini menyatakan bahwa tradisi India yang menyebar ke Indonesia dibawa oleh golongan Brahmana. Pendapat mi dikemukan oleh J.C.Van Leur. Berdasarkan pada pengamatannya terhadap sisa-sisa peninggalan kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha di Indonesia, terutama pada prasasti-prasasti yang menggunakan bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa, maka sangat jelas itu adalah pengaruh Brahmana. OIeh karena itu, dia berpendapat bahwa kaum Brahmanalah yang menguasai bahasa dan huruf itu, sehingga pantasjika mereka yang memegang peranan penting dalam proses penyebaran agama dan kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia. Akan tetapi, bagaimana mungkin para Brahmana bisa sampai ke Indonesia yang terpisahkan dengan India oleh lautan. Dalam tradisi agama Hindu terdapat pantangan bagi kaum Brahmana untuk menyeberangi lautan, sehingga hal mi menjadi kelemahan hipotesis ini.

2. Teori Arus Balik
Pendapat yang dikemukakan tersebut di atas mendapat kritikan dan F.D.K Bosch. Adapun kritikan yang dikemukakannya adalah sebagai berikut.
a.      Berdasarkan pada peninggalan-peninggalan yang ada, tenyata teori kolonisasi tidak mempunyai bukti yang kuat. Untuk hipotesis Waisya, tidak terbukti bahwa kerajaan awal di Indonesia yang bercorak Hindu-Buddha ditemukan di pesisir pantai, melainkan terletak di pedalaman. Kritikan untuk hipotesis Ksatria, ternyata tidak ada prasasti yang menyatakan daerah atau kerajaan yang ada di Indonesia pernah ditaklukkan atau dikuasai oleh para Ksatria dan India.
b.      Bila ada perkawinan antara golongan Ksatnia dengan putri pribumi dan Indonesia, seharusnya ada keturunan dan mereka yang ditemukan di Indonesia. Pada kenyataannya, hal itu tidak ditemukan.
c.       Dilihatdani hasil karya seni, terdapat perbedaan pembangunan antara candi-candi yang dibangun di Indonesia dengan candi-candi yang dibangun di India.
d.      Kritikan yang lain adalah.dilihat darl sudut bahasa. Bahasa Sanskerta hanya dikuasai oleh para Brahmana, tetapi kenapa bahasa yang digunakan oleh masyarakat pada waktu itu adalah bahasa yang digunakan oleh kebanyakan orang India.

Teori Masuk dan Berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia
F.D.K Bosch

Selanjutnya, F.D.K Bosch punya pendapat lain. Teori yang dikemukakan oleh Bosch ini dikenal dengan teori Arus Balik. Menurut teori ini, yang pertama kali datang ke Indonesia adalah mereka yang memiliki semangat untuk menyebarkan Hindu-Buddha, yaitu para intelektual yang ikut menumpang kapal-kapal dagang. Setelah tiba di Indonesia, mereka menyebarkan ajarannya. Karena pengaruhnya itu, ada di antara tokoh masyarakat yang tertanik untuk mengikuti ajarannya tersebut. Pada perkembangan selanjutnya banyak orang Indonesia sendiri yang pergi ke India untuk berkunjung dan belajar agama Hindu-Buddha di India. Sekembalinya di Indonesia, merekalah yang mengajarkannya kepada masyarakat Indonesia yang lain. Bukti-bukti darl pendapat tersebut adalah adanya prasasti Nalanda yang menyebutkan bahwa Balaputradowa (raja Sriwijaya) telah merninta kepada raja di India untuk membangun wihara di Nalanda sebagai tempat untuk menimba ilmu para tokoh dan Sriwijaya. Permintaan raja Sniwijaya itu ternyata dikabulkan. Dengan demikian, setelah para tokoh atau pelajar itu menuntut ilmu di sana, mereka kembali ke Indonesia. Merekalah yang selanjutnya menyebarkan pengaruh Hindu-Buddha di Indonesia.

Pengertian Peradaban dan Ciri-Ciri Peradaban



Pengertian Peradaban dan Ciri-Ciri Peradaban|Banyak pendapat para ahli yang mendefinisikan pengertian peradaban dimana Secara umum, Pengertian Peradaban adalah bagian-bagian dari kebudayaan yang tinggi, halus, indah, dan maju. Sedangkan Pengertian peradaban yang lebih luas adalah kumpulan sebuah identitas terluas dari seluruh hasil budi daya manusia, yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia baik fisik (misalnya bangunan, jalan), maupun non-fisik (nilai-nilai, tatanan, seni budaya maupun iptek), yang teridentifikasi melalui unsur-unsur obyektif umum, seperti bahasa, sejarah, agama, kebiasaan, institusi, maupun melalui identifikasi diri yang subjektif. Istilah "peradaban" dalam bahasa inggris disebut civilization atau dalam bahasa asing lainnya peradaban sering disebut bescahaving (belanda) dan die zivilsation (jerman).
Istilah Peradaban ini sering dipakai untuk menunjukkan pendapat dan penilaian kita pada perkembangan dari kebudayaan dimana pada waktu perkembangan kebudayaan mencapai puncaknya yang berwujud unsur-unsur budaya yang halus indah, tinggi, sopan, luhur, dan sebagainya, maka masyarakat pemilik kebudayaan tersebut dikatakan telah memiliki peradaban yang tinggi. Ada beberapa pengertian peradaban yang didefinisikan oleh para ahli.  

Pengertian Peradaban



Dari berbagai kesulitan-kesulitan dalam memberikan definisi peradaban, sehingga banyak para ahli yang memberikan tanggapannya tentang pengertian peradaban seperti yang ada dibawah ini... 
Arnold Toynbee : Arnol Toynbee dalam bukunya "The Disintegrations of Civilization" dalam Theories of Society, (New York, The Free Press, 1965), hal 1355 menyatakan peradaban adalah kebudayaan yang telah mencapai taraf perkembangan teknologi yang sudah lebih tinggi. Pengertian lain menyebutkan bahwa peradaban adalah kumpulan seluruh hasil budi daya manusia, yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, baik fisik (misalnya bangunan, jalan), maupun non-fisik (nilai-nilai, tatanan, seni budaya, maupun iptek). 
Albion Small : Peradaban adalah kemampuan manusia dalam mengendalikan dorongan dasar kemanusiaannya untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Sementara itu, kebudayaan mengacu pada kemampuan manusia dalam mengendalikan alam melalui ilmu pengetahuan dan teknologi. Albion Small mengatakan bahwa peradaban berhubungan dengan suatu perbaikan yang bersifat kualitatif dan menyangkut kondisi batin manusia, sedangkan kebudayaan mengacu pada suatu yang bersifat material, faktual, relefan, dan konkret. 
Bierens De Hann : mengemukakan pendapatnya tentang pengertian peradabadan yang memiliki arti bahwa peradaban adalah seluruh kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan teknik. Jadi, peradaban memiliki kegunaan praktis dalam hubungan kemasyarakatan. 
Huntington : Huntington memberikan pendapatatnya mengenai definisi peradaban bahwa pengertian peradaban adalah sebuah identitas terluas dari budaya, yang teridentifikasi melalui dalam unsur-unsur obyektig umum, seperti bahasa, sejarah, agama, kebiasaan, institusi, maupun melalui identifikasi diri yang subyektif. Berangkat pada definisi ini, maka masyarakat Amerika-khususnya Amerika Serikat dan Eropa yang sejauh ini disatukan oleh bahasa, budaya, dan agama dapat diklasifikasikan sebagai satu peradaban, yakni peradaban barat. 
Alfred Weber : Menurut definisi Alfred Weber yang mengatakan bahwa pengertian peradaban adalah mengacu pada pengetahuan praktis dan intelektual, serta sekumpulan cara yang bersifat teknis yang digunakan untuk mengendalikan alam. Adapun kebudayaan terdiri atas serangkaian nilai, prinsip, normatif, dan ide yang bersifat unik. Aspek dari peradaban lebih bersifat kumulatif dan lebih siap untuk disebar, lebih rentan terhadap penilaian, dan lebih berkembang daripada aspek kebudayaan. Peradaban bersifat impersonal dan objektif, sedangkan kebudayaan bersifat personal, subjektif dan unik. 
Prof Dr. Koentjaraningrat : Peradaban adalah bagian-bagian yang halus dan indah seperti seni. Masyarakat yang telah maju dalam kebudayaan tertentu berarti memiliki peradaban yang tinggi. Istilah peradaban sering dipakai untuk menunjukkan pendapat dan penilaian kita terhadap perkembangan kebudayaan dimana pada waktu perkembangan kebudayaan mencapai puncaknya berwujud unsur-unsur budaya yang bersifat halus, indah, tinggi, sopan, luhur dan sebagainya maka masyarakat pemilik kebudayaan tersebut dikatakan telah memiliki peradaban yang tinggi.
Oswald Spengler : Spengler berpendapat bahwa pengertian peradaban adalah kebudayaan yang telah mencapai taraf tinggi atau kompleks. Terlebih lagi Spengler menyatakan bahwa peradaban adalah tingkat kebudayaan ketika telah mencapai taraf tinggi dan kompleks. Lebih lanjutnya lagi, Spengler menyatakan bahwa peradaban adalah tingkat kebudayaan ketika tidak lagi memiliki aspek produktif, beku, dan mengkristal. Adapun kebudayaan pada sesuatu yang hidup dan kreatif. 

Peradaban memiliki ciri-ciri atau karakteristik yang berfungsi dalam memperjelas peradaban dan juga berfungsi dalam membedakan peradaban dan kebudayaan dimana kita tahu bahwa banyak dari kita yang menganggap bahwa peradaban dan kebudayaan sama, padahal peradaban dan kebudayaan tersebut adalah sangat berbeda. Maka dari itu, ciri-ciri peradaban sangat membantu dalam membedakan antara peradaban dan kebudayaan. Ciri-ciri umum sebuah peradaban adalah sebagai berikut: 
1.      Pembangunan kota-kota baru dengan tata ruang yang baik, indah, dan modern
2.      Sistem pemerintahan yang tertip karena terdapat hukum dan peraturan. 
3.      Berkembangnya beragam ilmu pengetahuan dan teknologi yang lebih maju seperti astronomi, kesehatan, bentuk tulisan, arsitektur, kesenian, ilmu ukur, keagamaan, dan lain-lainnya. Masyarakat dalam berbagai jenis pekerjaan, keahlian, dan strata sosial yang lebih kompleks 

PENGERTIAN KEBUDAYAAN



Pengertian Kebudayaan
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia.
Budaya dalam pengertian yang luas adalah pancaran daripada budi dan daya. Seluruh apa yang difikir, dirasa dan direnung diamalkan dalam bentuk daya menghasilkan kehidupan. Budaya adalah cara hidup sesuatu bangsa atau umat. Budaya tidak lagi dilihat sebagai pancaran ilmu dan pemikiran yang tinggi dan murni dari sesuatu bangsa untuk mengatur kehidupan berasaskan peradaban.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Upacara kedewasaan dari suku WaYao di Malawi, Afrika. Menurut Edward B. Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Sedangkan menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan yang mana akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda- benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat Menurut Koentjoroningrat (1986), kebudayaan dibagi ke dalam tiga sistem, pertama sistem budaya yang lazim disebut adat-istiadat, kedua sistem sosial di mana merupakan suatu rangkaian tindakan yang berpola dari manusia. Ketiga, sistem teknologi sebagai modal peralatan manusia untuk menyambung keterbatasan jasmaniahnya.
Berdasarkan konteks budaya, ragam kesenian terjadi disebabkan adanya sejarah dari zaman ke zaman. Jenis-jenis kesenian tertentu mempunyai kelompok pendukung yang memiliki fungsi berbeda. Adanya perubahan fungsi dapat menimbulkan perubahan yang hasil-hasil seninya disebabkan oleh dinamika masyarakat, kreativitas, dan pola tingkah laku dalam konteks kemasyarakatan. Koentjoroningrat mengatakan, Kebudayaan Nasional Indonesia adalah hasil karya putera Indonesia dari suku bangsa manapun asalnya, yang penting khas dan bermutu sehingga sebagian besar orang Indonesia bisa mengidentifikasikan diri dan merasa bangga dengan karyanya.Kebudayaan Indonesia adalah satu kondisi majemuk karena ia bermodalkan berbagai kebudayaan, yang berkembang menurut tuntutan sejarahnya
sendiri-sendiri. Pengalaman serta kemampuan daerah itu memberikan jawaban terhadap masing-masing tantangan yang member bentuk kesenian, yang merupakan bagian dari kebudayaan.
Apa-apa saja yang menggambarkan kebudayaan, misalnya ciri khas :
a.      Rumah adat daerah yang berbeda satu dengan daerah lainnya, sebagai contoh ciri khas rumah adat di Jawa mempergunakan joglo sedangkan rumah adat di Sumatera dan rumah adat Hooi berbentuk panggung.
b.      Alat musik di setiap daerah pun berbeda dengan alat musik di daerah lainnya. Jika dilihat dari perbedaan jenis bentuk serta motif ragam hiasnya beberapa alat musik sudah dikenal di berbagai wilayah, pengetahuan kita bertambah setelah mengetahui alat musik seperti Grantang, Tifa dan Sampe.
c. Seni Tari, seperti tari Saman dari Aceh dan tari Merak dari Jawa Barat.
d. Kriya ragam hias dengan motif-motif tradisional, dan batik yang sangat beragam dari  daerah tertentu, dibuat di atas media kain, dan kayu.
e. Properti Kesenian
f. Kesenian Indonesia. Indonesia memiliki beragam-ragam bentuk selain seni musik, seni tari, seni teater, kesenian wayang golek dan topeng merupakan ragam kesenian yang kita miliki. Wayang golek adalah salah satu bentuk seni pertunjukan teater yang menggunakan media wayang, sedangkan topeng adalah bentuk seni pertunjukan tari yang menggunakan topeng untuk pendukung.
g. Pakaian Daerah. Setiap propinsi memiliki kesenian, pakaian dan benda seni yang berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya.
h. Benda Seni. Karya seni yang tidak dapat dihitung ragamnya, merupakan identitas dan kebanggaan bangsa Indonesia. Benda seni atau souvenir yang terbuat dari perak yang beasal dari Kota Gede di Yogyakarta adalah salah satu karya seni bangsa yang menjadi ciri khas daerah Yogyakarta, karya seni dapat menjadi sumber mata pencaharian dan objek wisata.Kesenian khas yang mempunyai nilai-nilai filosofi misalnya kesenian Ondel-ondel dianggap sebagai boneka raksasa mempunyai nilai filosofi sebagai pelindung menolak bala, nilai filosofi dari kesenian Reog Ponorogo mempunyai nilai kepahlawanan yakni rombongan tentara kerajaan Bantarangin (Ponorogo) yang akan melamar putri Kediri dapat diartikan Ponorogo menjadi pahlawan dari serangan ancaman musuh, selain hal-hal tersebut, adat istiadat, agama, mata pencaharian, system kekerabatan dan sistem kemasyarakatan, makanan khas, juga merupakan bagian dari kebudayaan.
i. Adat Istiadat. Setiap suku mempunyai adata istiadat masing-masing seperti suku Toraja memiliki kekhasan dan keunikan dalam tradisi upacara pemakaman yang biasa disebut Rambu Tuka. Di Bali adalah adat istiadat Ngaben. Ngaben adalah upacara pembakaran mayat, khususnya oleh mereka yang beragama Hindu, dimana Hindu adalah agama mayoritas di Pulau Seribu Pura ini. Suku Dayak di Kalimantan mengenal tradisi penandaan tubuh melalui tindik di daun telinga. Tak sembarangan orang bisa menindik diri hanya pemimpin suku atau panglima perang yang mengenakan tindik di kuping, sedangkan kaum wanita Dayak menggunakan anting-anting pemberat untuk memperbesar daun telinga, menurut kepercayaan mereka, semakin besar pelebaranlubang daun telinga semakin cantik, dan semakin tinggi status sosialnya di masyarakat.