Kamis, 30 Oktober 2008

Misteri

Legenda Misteri
Masyarakat Lebong
Dibahasa tuliskan oleh Naim Emel Prahana

Sebei Sebkeu

MASYARAKAT Redjang di daerah Lebong, terutama di sepanjang alur Air Ketahun atau masyarakat Redjang menyebutnya Bioa Ketawuen sudah sejak lama mengenal nama Sebei Sebkeu. Mereka mengartikan Sebei Sebkeu itu adalah sosok makhluk yang suka berdiam di sungai-sungai, terutama yang ada Lubuknya. (Suatu tempat air yang kedalamannya melebihi kedalaman di tempat-tempat lainnya).

Sebei berarti nenek. Maka, sebei sebkeu adalah seorang nenek yang menghuni lubuk-lubuk dalam pada sepanjang aliran air. Masyarakat Redjang menggambarkan sosok sebei sebkeu itu dengan memiliki rambut panjang terurai.

Kemunculannya tidak tentu. Namun, bila muncul masyarakat sering menceritakannya dengan sosok seorang wanita cantik yang sedang berjemur di bebatuan pada aliran Sungai ketahun.

Masyarakat di sepanjang aliran Sungai ketahun. Terutama di wilayah Desa Rimbo Pengadang, Talangratu, Kotadonok, Tes, Taba Anyar, Turun Tiging, Turan Lalang sangat terbiasa mendengar cerita sebei sebkeu itu.

Cerita sebei sebkeu mulai memudar di kalangan anak-anak masyarakat Redjang di Lebong sekitar tahun 1980. sebelumnya, hampir semua anak-anak di daerah Lebong sangat mengetahui cerita itu.

Sosok sebei sebkeu yang dapat berubah-rubah wujud kalau muncul di atas permukaan air sebenarnya tidak menakutkan bagi masyarakat sekitar tempat dia terlihat. Hanya, di kalangan anak-anak yang suka mandi di sungai. Sangat khawatir bila berada di dekat lokasi lubuk sungai.

Tempat-tempat yang menurut masyarakat Redjang, sebei sebkeu muncul antara lain di sungai-sungai di bawah jembatan, di lubuk-lubuk aliran sungai Ketahun. Terutama yang sekitar lubuk itu banyak terdapat batu-batu besar dengan aliran sungai yang deras.

Di masyarakat Kotadonok, sebei sebkeu itu digambarkan pernah mendiami Bioa Tiket, tepatnya di bawah jembatan Bioa Tiket (Air Tiket) dan Bioa Tamang. Perkiraan mereka itu didasarkan kepada keadaan di bawah jembatan tersebut ada lubuk yang punya kedalaman cukup bagi anak-anak berusia sekolah SD.

Namun, biasanya anak-anak tidak takut mandi di sekitar lubuk di bawah jembatan Bioa Tiket dan Bioa Tamang. Sepulangs ekolah banyak anak-anak memanfaatkan lokasi Bioa Tiket untuk dijadikan tempat bermain bersama sambil mencari ikan dengan jalan Nyeunyuk (sejenis panjing dengan tali senar pendek). Biasanya mereka mencari ikan Tiluk (sejnis ikan belut yang biasa diam di celah-celah bebatuan atau akar rerumputan di sungai-sungai yang dangkal.

Ikan tiluk bentuknya memang seperti belut, tetapi mulutnya agak runcing dan ukuran badannya tidak terlalu besar. Ukuran yang paling besar dan sering didapat adalah sebesar jari gajah.

Mengenai keberadaan sebei sebkeu dalam cerita legenda misteri masyarakat di sekitar Kotadonok, hingga saat ini masih dalam misteri. Namun, masyarakat sepanjang aliran Bioa Ketahun sangat mengenai cerita tersebut.

Sering ada anggota masyarakat menceritakan pernah melihat sebei sebkeu di sekitar Desa Talangratu di aliran Sungai ketahun dekat desa tersebut. Ceritanya, mereka mengatakan melihat sebei sebkeu sedang berjemur di atas bebatuan besar yang ada di aliran sungai itu.

Walaupun sebei sebkeu digambarkan sebagai sosok makhluk setengah manusia setengah makhluk halus yang serng tergambar merupakan sosok mengerikan. Sebab dapat berubah-rubah wujud ketika terlihat oleh manusia. Sosok sebei sebkeu tidak pernah menelan korban manusia.

Hanya ceritanya dikait-kaitkan dengan tenggelamnya seseorang di lubuk sungai atau nyaris tenggelamnya seorang anak kecil yang mandi di bawah jembatan dan sebagainya. Semuanya masih dalam batas cerita yang sangat memasyarakat.


Legenda Misteri
Masyarakat Lebong
Dibahasa tuliskan oleh Naim Emel Prahana

Siamang Bioa
CERITA misteri setengah legenda masyarakat di sekitar Danau Tes (Kotadonok dan Tes) itu, gambarannya hampair sama dengan sosok sebei sebkeu. Hanya, dalam cerita Siamang Bioa (Siamang Air) itu lebih menakutkan ketimbang gambaran sosok sebei sebkeu.

Keberadaan siamang Bioa dalam cerita masyarakat Kotadonok dan Tes adalah di tepi-tepi Danau Tes. Khususnya di sekitar muara air sungai yang masuk ke Danau Tes. Dan, daerah kemunculannya biasanya terdapat tanaman pohon peak (sejenis bambu yang hidup di rawa-rawa di aliran sungai dan danau.

Siamang Bioa bisa berubah-ubah wujud ketika tampil. Hanya saja penampilannya selalu ketika orang sedang lengah. Karena, Siamang Bioa suka menarik orang yang sedang naik perahu hingga orang tenggelam ke dasar sungai atau Danau Tes.

Ceritya Siamang Bioa lebih dekat di lokasi aliran Bioa Puak (Air Pauh) yang bermuara ke Danau Tes. Air Pauh itu sering juga disebut dengan nama Bioa Putiak yang berasal dari daerah Bukit Daun mengalir di Lembah Sawah Mangkurajo dan muaranya di Danau Tes.

Di kawasan aliran sungai Air Pauh di muaranya di Danau Tes, sering disebut-sebut tempat munculnya Siamang Bioa. Makhluk yang sering berujud dengan gambaran seperti siamang; hitam, berbulu lebat dan bermata tajam. Namun, tubuhnya mirip dengan manusia atau bisa mencapai sebesar manusia normal.

Sering menggangu anggota masyarakat yang sedang mendayung perahu. Biasanya, Siamang Bioa menarik seseorang yang lengah dari dalam air dari belakang, kemudian ditenggelamkannya ke dalam air.

Cerita tersebut, sepertinya tidak masuk akal. Namun, di kalangan masyarakat Desa Kotadonok dan Tes, cerita itu sangat populer. Bahkan, mampu menghambat orang untuk membuka lahan sawah di sekitar Danau Tes yang lokasinya berawa-rawa.

Yang jelas, cerita Siamang Bioa sepanjang dikenal masyarakat redjang di Kotadonok, semua ceritanya sangat menakutkan. Walaupun Siamang Bioa itu sendiri kononnya sangat takut berhadapan langsung dengan manusia.

Legenda Misteri
Masyarakat Lebong
Dibahasa tuliskan oleh Naim Emel Prahana

Semat Belkat
MAKHLUK yang disebut-sebut sebagai jelmaan iblis, setan atau hantu di kalangan masyarakat Redjang di Kotadonok itu, benar-benar menjadi cerita misteri di kalangan masyarakat. Karena, kata semat (setan, hantu, iblis atau makhluk halus) jika terlihat oleh seseorang. Maka, bentuk tubuhnya terus membesar dan meninggi hingga melewati tingginya pohon kelapa.

Konon kabarnya, semat belkat sangat mengerikan serta menakutkan. Baik rupa, tubuh dan pandangan matanya. Semat belkat sering muncul di malam hari. Kalau ia muncul, ia berdiri di tengah jalan dengan melihat ke semua arah di sekitar ia berdiri.

Diceritakan, semat belkat itu sering terlihat oleh anak-anak muda yang pulang dari rumah temannya atau pulang dari pacaran antara pukul 24.00 WIB sampai pukul 02.00 WIB pagi hari. Atau sering terlihat ketika anggota masyarakat pulang dari mencari ikan atau menyuluak.

Menurut ceritanya, semat belkat itu pernah menampakkan diri di daerah kuburan Desa Kotadonok, di daerah sekitar Pacua Telai (pacua = pancuran, Telai = nama air yang mengalir di tengah-tengah Desa Kotadonok) dan di jalan dekat Kubua Lai (kubua = kuburan, Lai = besar ) Kotadonok.

Diduga cerita misteri semat belkat di kalangan masyarakat Redjang itu memiliki hubungannya dengan makhluk penunggu kampung (desa), yang erat juga kaitannya dengan cerita turun temurun asal muasal suku bangsa Redjang.

Walaupun semat belkat digambarkan sebagai sosok yang mengerikan dan menakutkan. Namun, masyarakat tidak pernah khawatir tentang keberadaan makhluk itu. Sebab, jika benar kebaradaan dan kemunculannya itu ada, jelas makluk bernama semat belkat itu adalah sebangsa jenis jin, setan atau makhuk itu bisa jadi bukan sejenis makhluk yang dikenal dengan sebutan hantu di kalangan masyarakat luas.

Cerita semat belkat itu ada dalam riwayat perjalanan masa ke masa masyarakat redjang di Lebong. Mungkin akan tetap terkenal hingga kiamat kelak. Sebab, cerita itu berkaitan dengan makhluk halus. Hanya, dalam perkembangannya (mungkin) akan dimodifikasi sesuai dengan tingkat dan pola pikir masyarakat Redjang.


Legenda Misteri
Masyarakat Lebong
Dibahasa tuliskan oleh Naim Emel Prahana

Jabolan

SALAH satu cerita yang cenderung sebagai legenda rakyat Redjang di Lebong adalah kisah petualangan orang misterius yang sering disebut dengan nama Jabolan. Cerita rakyat ini sepertinya cerita baru sesudah Indonesia merdeka. Namun, tidak ada satupun yang dapat menjelaskan secara nyata, siapa sebenarnya Jabolan itu.

Sedikit kita mundur ke belakang cerita Jabolan, untuk menggambarkan sosok misterius seorang bernama Jabolan. Manusia bernama Jabolan itu memang manusia yang diidentikkan (disamakan) dengan seorang penjahat kelas kakap. Kejahatan yang dilakukannya hanya sejenis. Yaitu menculik orang atau anak-anak untuk dijadikan tumbal sesuatu bangunan. Sebut saja untuk membangun jembatan.

Konon khabarnya, pada zaman Hindia Belanda menanamkan kekuasaan jajahannya di tanah Renah Sekalawi (Lebong sekarang). Untuk membangun sebuah jembatan selalu dikaitkan dengan kepercayaan mistik. Maksudnya, agar jembatan kuat dan tanah lama, maka di bawah atau di dalam pondasi harus ditanam kepala manusia.

Nampaknya kepercayaan orang-orang Belanda zaman Hindia Belanda itu mengambil inti sari kehidupan masyarakat Redjang sebelumnya. Yang walau sudah menganut agama, khususnya Islam. Masih tetap percaya dengan mistik. Kemungkinan kepercayaan itu berasal dari asal muasal orang Redjang pada masa kejayaan Ajai-Ajai (Pemimpin suatu kelompok masyarakat di Redjang) dan masa Bikau. Bikau itu sendiri berasal dari kata Biku atau Bhiksu yang pada umumnya menganut agama Budha. Dari pengertian itu, besar kemungkinan para Bikau yang menggantikan kedudukan para Ajai-Ajai di Lebong (sekarang ini) adalah para penganut Budha yang terpelajar bahkan sudah menyandang status sebagai bhiksu.

Oleh karena itu, kepercayaan menanam kepala manusia sebelum membangun jembatan atau bangunan di tempat yang dianggap angker merupakan peninggalan nenek moyang orang Redjang. Walaupun sekarang kepercayaan itu sudah ditinggalkan. Zaman Orde Lama bahkan masuk ke zaman Orde Baru kepercayaan itu masih ada. Tetapi yang ditanam bukan kepala manusia, melainkan kepala kerbau.

Diperkirakan cerita tentang sosok misterius Jabolan berasal dari kepercayaan tersebut. Tugasnya adalah mencari kepala manusia. Tentu dilakukan dengan cara tersembunyi dan menyembunyikan prihal tentang dirinya.

Masyarakat Redjang di Lebong mayoritas penduduknya bermata pencaharian dari sektor pertanian dan perkebunan. Biasanya sepanjang hari berada di sawah, kebun atau di ladang. Bahkan, banyak dari keluarga orang Redjang itu sampai sebulan lebih berada di kebun atau sawah mereka.

Dengan demikian anak-anak mereka ditinggalkan di kampung atau disebut dengan dusun. Biasanya para orangtua selalu menasehati anak-anak mereka, agar hati-hati. Terutama jangan pergi ke pinggir hutan sendirian atau ke tempat yang sunyi secara sendirian. Biasanya nasihat itu ditambahkan menyebut nama Jabolan sebagai sosok orang yang sangat ditakuti.

Menurut ceritanya, pola kerja Jabolan nyaris sama dengan harimau yang mengintip mangsanya di tengah hutan. Jabolan selalu mengintip orang dari hutan-hutan di sekitar kampung hingga bertemu dengan anak-anak. Walaupun cerita Jabolan begitu populer sampai-sampai sekarang orangtua yang menyebut atau menjuluki anak-anak dan remaja yang nakal, juga dengan sebutan Jabolan.

Pertanyaannya sekarang, apakah betul kisah Jabolan itu nyata? Atau sekedar peringatan para orangtua kepada anak-anaknya saat ditinggalkan di kampung, agar tidak bermain jauh ke tengah hutan. Maklum kampung-kampung di Lebong pada umumnya tidak jauh dari hutan belantara.

Saya sendiri ketika masih sekolah di SDN 1 Kotadonok antara tahun 1966 sampai 1971 sangat kerap mendengar cerita aksi Jabolan dengan menyebut beberapa korbannya di beberapa kampung. Tapi, Jabolan tidak pernah tertangkap oleh masyarakat atau penegak hukum. Ataukah memang ia adalah agennya pemerintah (Zaman Hindia Belanda).

Belum diketahui persis, yang jelas mengidentikkan penjahat dengan Jabolan adalah sesuatu yang tepat. Sebab, predikat Jabolan itu adalah predikat yang diberikan kepada orang yang suka berbuat jahat kepada orang lain, yaitu pekerjaan yang dilakukan adalah menculik orang lain. Tentu, pekerjaan itu ada imbalannya.

Selasa, 23 September 2008

Prahana Brothers

Pasca-Earthquake: Poor Family in Bengkulu Increase…

Pasca-Earthquake: Poor Family in Bengkulu Increase…
Pasca-earthquake: Poor Family in Bengkulu Increase
Achmad Zulkani

Earthquake with power 7.9 scale Richter in Bengkulu had two weeks ago passed. But, condition didn’t much changed because since first day earthquake until 6 days emergency perceptive period ended scream Bengkulu citizen, especially earthquake victims, still give same voice, which was food distribution wasn’t smooth yet. Citizen fear also increased because continuation earthquake kept swayed this “Rafflesia Earth ".
Moreover, after emergency perceptive period ended, next step that must be faced was recovery period. After that, all part must be ready to step on to do rehabilitation all infrastructure damage, not only citizen house, social facility, as well as public facilities.
Pasca-Earthquake handling in Province Bengkulu since the beginning had been reaped critic. Oblique sound started from inexistence of Governor Bengkulu Agusrin Maryono Najamuddin when disaster because was visiting Unite State of America. The peak was accusation toward victim data collecting that was valued very slow.

That accusation climax was closed by President Susilo Bambang Yudhoyono with sentence: victim data, building damage and necessity of various kind of necessity substance must be as soon as possible verificated. "I had 3 years experience take care on disaster," said President accused data that was applied by Governor Agusrin.
But, starter step handled disaster, which was emergency perceptive, until now wasn’t finished done yet. Whereas, all part must be remember in short time there will be recovery period that must be planned.
One problem that will be appear pasca-earthquake, like was admitted by Chief on Village Society Empowerment Institution Province Bengkulu Bahrullah Abbas, was threaten of the increasing of the number of poor family. “Poor family will be dame more buried, while that previously in float of poverty will be fall to poverty. Income that they have plan for daily necessity, some week in front must be put for house rehabilitation. Whereas, mostly earthquake victim was farmer and fisherman that life was difficult," he said.
Poor family data that was recorded for previous time was 183.931 families or 46% from 396.341 families. With number of population around 1.7 million, poor family in Province Bengkulu at least could be predicted more than 700.000 souls. Number that really made sad because pasca-earthquake the number was predicted increased with thousands poor family.

Among 7 regency and 1 city in Province Bengkulu, poor family mostly recorded in Regency North Bengkulu (43.761 family). There was also the most serious condition of earthquake damaged. From 18 sub district in North Bengkulu, 17 among them directly impacted with serious damaged level. The only one sub district that was slipped away from disaster was Enggano, an island that had distance 90 sea miles from Bengkulu City.

Bahrullah that in daily grasped as Implementer Chief Coordination Team Poverty Elimination Province Bengkulu admitted worry how must helped earthquake victim built again their house. For data collecting in this area they had been tired, how they could help built again the house that was damaged because of earthquake.
"It had been two years poor family data in Bengkulu didn’t improve. We didn’t have fund because APBD Province Bengkulu couldn’t expensed re-data collecting. Poverty number that was published Bengkulu now was collecting data result on period March-June 2005," he said.
APBD Province Bengkulu fund this year Rp 700 billion. But, mostly was allocated for routine fund, such as employee payment and functionary official journey.
"Bengkulu didn’t need to be worry because this area won’t let walk alone. Central government will be help because what they endure now is disaster. Because of that, I still feel sure pasca-earthquake we sill be able to back although in slow pace," said Governor Bengkulu Agusrin.
In west area of Indonesia

Economically, Bengkulu truly was left if it was compared with other province in Sumatra. Weak investment level, even like was admitted by Leader of Bank Indonesia Bengkulu Syarifuddin Basara, Jumat (21/9), on 2006 yearly investment grew negative with modal creation constant gross domestic reduce 3.52% (based constants price).

Productivity level in Bengkulu also low. Gross Regional Domestic Income (PDRB) this area was also dominated with agriculture sector (40.07%) with labor force spare in this sector 68.39%. On 2006, PDRB per capita Bengkulu Rp 4.678.456, which was on paper really increase than on 2005 Rp 3.904.051.

Moreover was further observed, actually without earthquake Bengkulu economy was really susceptible. Because, this area economy only put on agriculture sector. Nature condition that wasn’t conducive, the long period of dry season, as example, exactly gave an impact to economy growing. On 2006 Bengkulu economy growing was recorded 5.94%, increased 1% 2005 that was only 5.85%.

"Bengkulu really far left compared than other area. In metaphor, we are east area of Indonesia that was accidentally located in west. This Bengkulu was poorest," said Bengkulu official every time they were met with central official.

Expression that was always said repeatedly as if became correction in order that Bengkulu always be pitied. Whereas, although sources and finance ability of area was limited, properly ex-resident South Sumatra that was legalized as province on 18th November 1968 not always be a crybaby.

Trace of History
If want to see history, Bengkulu in the beginning was England colony. By England General Governor Thomas Stamford Raffles, this area then was exchanged with Malacca peninsula (now Singapore).

Not clear enough right or not that was on Raffles though on 1824. Maybe because he had been read future of this area that really didn’t prospective. Not clear also why Dutch colonizer that time wanted to let Malacca peninsula to be exchange with Bengkulu. Beside united area practical consideration, maybe Dutch also saw potency of coffee and black pepper.

Anything, history had recorded. Bengkulu that since colonial was known as one of coffee and black pepper producer based on London Treaty (1824) was really hand over from England to Dutch. Since that time, General Governor Raffles that was in command in Bengkulu on 1818-1824 then left that area to build power in Singapore. Bengkulu that was often gave name "Rafflesia Earth" (because here was founded many flower Rafflesia Arnoldi) until now like kept sink with its past.

History really couldn’t be denied. Compared with other province in Indonesia, Bengkulu fate like was really not lucky. Its geographic position that was in west coast with completely limited access made this area like difficult to come up. Moreover, Bengkulu was consider didn’t attractive for big scale investment.

Further result, Bengkulu forcedly built with totally relied on fund from central. Without that, this area likely would keep sinking. Because, from natural resources sector especially oil and gas that was often became one of measure standard as “rich” area, Bengkulu so far didn’t had arouse interest back up.

But, its status as poor area, unlucky geographic position, and limited of APBD actually shouldn’t became reason for Bengkulu to totally fell asleep pasca-earthquake. If all component of this area was optimistic, it could be Bengkulu was came up although must be wobbly....

QUAKES DAMAGES SOME 28,000 HOUSES IN BENGKULU

QUAKES DAMAGES SOME 28,000 HOUSES IN BENGKULU
The Jakarta Post - September 19, 2007
BENGKULU (Antara): Some 28,000 dwellings have been damaged in the series of powerful earthquakes that hit the province and nearby West Sumatra in the past week, according to data from the Bengkulu Mitigation Agency coordinating unit.
Bengkulu governor Agusrin Maryono Najamuddin said Thursday the data was still being verified by the Army's Special Forces (Kopassus).

"The verification shows the number is increasing," he said.
On Thursday evening data revealed 7,905 houses had been thoroughly destroyed and 6,745 severely damaged. More than 13,000 houses suffered minor damage. The total number of damaged houses was 27,834.
Damaged houses were found in seven regencies in the province, including hardest-hit North Bengkulu with 2,338 houses destroyed, 4,368 with major damage and 4,750 with minor damage.
In Muko-Muko regency 5,334 houses were destroyed, 709 suffered major damage and 3,369 suffered minor damage.
The quakes, which began Wednesday last week and measured up to 7.9 on the Richter scale, killed 23 people and injured 88 others.
Mitigation unit data from neighboring West Sumatra showed total losses of $US133.3 million. Loss estimates for Bengkulu were not yet available. (**)

Legenda Danau Toba

Legenda Danau Toba
Ada legenda di balik munculnya Danau Toba, seperti dikisahkan Ompung Marudut Samosir (70), warga yang dituakan. Dulunya, hidup seorang pemuda yang bertani sekaligus mencari ikan. Suatu hari, pemuda itu tidak mendapatkan seekor ikan pun untuk dibawa pulang.
Dengan lesu pemuda itu akhirnya memilih pulang. Di tengah perjalanan, ia melihat sesuatu yang berkilau di tengah perairan. Ketika mencoba mendekat, ia terkejut melihat kilauan itu bersumber dari seekor ikan besar. Ia langsung menangkap dan membawa ikan itu ke rumah.
"Ia berencana hendak memasak ikan tersebut. Namun niat itu seketika diurungkannya. Esok harinya, pemuda tersebut pergi berladang. Pulangnya dia terkejut karena makanan serbalezat sudah terhidang di meja dapur. Saking laparnya, pemuda itu langsung memakan hidangan tersebut," Marudut menceritakan.
Keesokan harinya, hal yang sama juga terjadi. Pemuda yang penasaran itu, akhirnya mencari tahu. Ia mencari siasat. Suatu saat, ketika menuju rumah, ia terkejut melihat asap mulai keluar dari dapur. Ia mengintai dari celah lubang.
Pemuda itu melihat seorang wanita cantik sedang memasak di dapur. Ia langsung menerobos masuk, memberondongnya dengan pertanyaan, apalagi ketika mendapati ikan yang disimpannya di dalam wadah tidak ada.
Wanita itu tertunduk lesu, sambil menangis ia mengaku dialah ikan yang ditangkap pemuda itu. Pemuda itu semula tidak percaya. Tetapi, karena merasa bersalah, ia kemudian malah memintanya menjadi istri. Wanita itu menyatakan bersedia, asal si pemuda mampu memenuhi syarat yang dia ajukan. "Suatu hari nanti, bila anak kita tumbuh besar, jangan pernah mengatakan bahwa dia anak ni dekke (anak ikan)," katanya.
Si pemuda menuruti persyaratannya. Mereka menikah dan dikaruniai anak. Enam tahun kemudian, si anak tumbuh besar. Nakal, dan tak pernah menuruti nasihat orangtua.
Suatu hari, si anak disuruh ibunya mengantar nasi untuk ayahnya yang sedang berladang. Namun, di tengah perjalanan, nasi itu dimakannya hingga tersisa tulang ikan. Anak itu kembali membungkusnya, dan bungkusan itu pula yang diserahkan kepada ayahnya.
Si ayah, yang begitu terkejut mendapati bungkusan itu tidak berisi nasi masakan istrinya, namun hanya berisi tulang ikan, langsung bertanya kepada anaknya. Si anak menjawab, "Tadi aku lapar di tengah perjalanan. Nasinya sudah kumakan," jawab anaknya.
Sang ayah yang naik darah, menampar anaknya sambil berucap, "Botul maho anakni dekke." Artinya, anak itu benar-benar anak ikan.
Si anak pun menangis berlari menemui ibunya. Di antara tangisnya, dia menanyakan, apakah benar seperti dikatakan ayahnya bahwa ia anak ikan.
Si ibu pun menangis. "Suamiku telah melanggar sumpahnya. Maka aku harus kembali ke tempatku semula," begitulah kata hatinya. Maka seketika langit pun berubah gelap. Petir saling menyambar disertai hujan deras. Si ibu dan anaknya pun ditelan gelombang. Menurut cerita Marudut, ibu dan anak itu sudah berubah menjadi ikan. Mereka jadi penunggu danau. [AHS/A-18]

Danau Toba Mulai Bersolek
Semilir angin berembus dari balik pepohonan. Ombak kecil terlihat berkejaran. Ketika itu, mentari baru saja muncul dari balik pegunungan. Danau Toba seakan tersenyum. Seperti perawan habis berdandan. Memperlihatkan keindahan panorama alam sekitarnya.
Danau Toba seperti lautan. Tempat wisata di Sumatera Utara itu memberikan kenyamanan, ketenangan, dan membawa kedamaian. Berada di tempat itu, hilang kepenatan. Tidak mengherankan lokasi wisata itu sempat menjadi primadona, didatangi banyak orang, baik wisatawan lokal maupun dari mancanegara.
Gunung Toba cikal bakal Danau Toba disebut-sebut sebagai supervolcano yaitu gunung aktif dalam kategori sangat besar, meletus terakhir sekitar 74.000 tahun lalu. Namun Gunung Toba yang kini telah berubah menjadi Danau Toba yang sebenarnya adalah kaldera dengan Pulau Samosir di tengahnya. Danau Toba, Sumatera Utara, menjadi bekas kaldera terbesar di dunia.
Pada tahun 1939, seorang geolog Belanda Van Bemmelen melaporkan, Danau Toba yang panjangnya 100 kilometer dan lebarnya 30 kilometer dikelilingi oleh batu apung peninggalan dari letusan gunung. Belakangan, beberapa peneliti lain menemukan debu rhyolit yang seusia dengan batuan Toba di Malaysia, bahkan juga sejauh 3.000 kilometer ke utara hingga India Tengah. Beberapa ahli kelautan pun melaporkan telah menemukan jejak-jejak batuan Toba di Samudra Hindia dan Teluk Bengal.
Letak Gunung Toba yang kini Danau Toba masih dianggap rawan bencana. Hal itu terkait posisi Indonesia yang terletak di pertemuan tiga lempeng tektonik, yakni Aurasia, Indo-Australia dan Lempeng Pasifik. Sebelumnya Gunung Toba pernah meletus sebanyak tiga kali. Letusan pertama terjadi sekitar 840 juta tahun lalu yang menghasilkan kaldera di selatan Danau Toba, yakni daerah Prapat dan Porsea.
Letusan kedua Gunung Toba berkekuatan lebih kecil, terjadi 500 juta tahun lalu. Letusan itu membentuk kaldera di utara Danau Toba, yakni daerah antara Silalahi dengan Haranggaol. Dari dua letusan ini, letusan ketigalah yang paling dahsyat. Sementara letusan ketiga terjadi 74.000 tahun lalu yang membentuk Danau Toba sekarang dengan Pulau Samosir di tengahnya.
Dengan luas 100 kilometer (km) kali 30 km itu dan Pulau Samosir di tengahnya, Danau Toba bak lautan saja. Lokasi itu berbatasan dengan Kabupaten Simalungun, Toba Samosir, Tapanuli Utara (Taput), Dairi, Tanah Karo, selain Samosir dan Humbang Hasundutan, Sumatera Utara. Kedalaman air danau diperkirakan lebih dari 150 meter.
Tempat wisata itu hanya dikenal dengan nama Parapat. Masuk wilayah Kabupaten Simalungun, Parapat berjarak sekitar 165 km dari Kota Medan. Tidak terlalu sulit mencapainya. Dari Medan, wisa- tawan dapat menaiki bus maupun mikrolet jurusan Kota Tarutung, Kabupaten Taput, dengan ongkos Rp 25.000. Hanya saja, diperlukan waktu tempuh sampai empat jam. Lumayan melelahkan. Tetapi jalan menuju tempat itu lumayan bagus. Kelokan-kelokan mulai ditemui di kawasan Pematang Siantar.
Ada alternatif lain jika ingin lebih cepat tiba di sana, yakni menumpang pesawat dari Bandara Polonia menuju Bandara Silangit di kawasan Kabupaten Taput. Lama perjalanan sekitar 30 menit. Dari Silangit menuju Parapat, memakan waktu perjalanan setengah jam dengan mengendarai mobil. Ke depan, pemerintah berencana membangun jalan tol dari Medan ke Tebing Tinggi, untuk mempercepat waktu perjalanan menuju Danau Toba di Parapat.
Danau Toba pernah menjadi kebanggaan. Selain menambah devisa negara, masyarakat sekitar juga merasakan manfaatnya. Banyak di antaranya yang dapat menikmati hasil sebagai pemandu wisata dan berwirausaha.


Ciri Khas
Danau Toba sangat jauh berbeda dengan danau lain di Asia. Sesuai penelitian, danau ini terbentuk akibat letusan gunung berapi supervulkanik sekitar 80.000 tahun lalu. Bahan-bahan vulkanik yang dimuntahkan gunung itu sebanyak 2.800 km kubik, di antaranya 2.000 km kubik abu vulkanik.
Letusan itu konon menelan korban tewas ribuan jiwa. Abu vulkanik tertiup angin selama dua minggu sampai ke barat. Setelah letusan, terbentuk kaldera yang terisi air, kemudian menjadi sebuah danau. Pulau Samosir mun- cul akibat tekanan ke atas oleh magma. Pulau itu juga menjadi tempat wisata, banyak menyimpan peninggalan bersejarah.
Danau itu mempunyai ciri khas. Di danau itu berkembang ikan poroporo, nila, dan mujair. Ikan poroporo paling banyak dibeli wisatawan sebagai oleh-oleh. Tentunya, ikan hasil tangkapan nelayan tersebut sudah dijemur terlebih dulu. Harganya Rp 5.000, untuk ukuran satu bungkus plastik kecil. Untuk ukuran bung- kus plastik besar, harganya Rp 10.000.
Jika tidak ingin repot-repot membawanya sebagai oleh-oleh namun hanya ingin mencicipi, tak perlu khawatir. Rumah makan-rumah makan di Parapat umumnya menyediakan hidangan dari ikan itu. Tidak asin seperti layaknya ikan asin, dan ikan ini renyah saat dikonsumsi.
Ikan nila yang sudah dijemur lebih mahal harganya daripada ikan poroporo. Per ekornya Rp 10.000 sampai Rp 15.000.
Sebelum masa Reformasi, ratusan wisatawan mancanegara berkunjung ke Danau Toba setiap hari. Tempat itu ramai seperti Pulau Bali. Namun, kunjungan wisatawan menurun setelah terjadi reformasi. Apalagi setelah muncul travel warning pemerintah asing yang melarang warganya berkunjung ke Indonesia.
Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik, kagum saat melihat keindahan danau mahaluas itu. Bahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga mengakui keindahan alam Danau Toba. Apalagi melihat kultur masyarakat Toba, yang memiliki kekayaan budaya dari beberapa suku. Bila tetap dipelihara dan dilestarikan, danau itu dipastikan bisa bangkit kembali menjadi objek wisata unggulan, yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
"Harus dikembangkan. Adat budaya berbagai marga ini akan semakin menarik perhatian wisatawan asing, sebab tidak ada dalam sejarah dunia. Potensi musik Batak yang sudah eksis di beberapa negara juga akan menarik perhatian wisatawan asing. Yang perlu ditingkatkan adalah keramahtamahan dan kesadaran wisata dalam jangka panjang. Sebab, keberhasilan pengelolaan wisata terlihat bila berulang kali dikunjungi wisatawan," ujar Jero Wacik saat berbincang dengan SP di Parapat, baru-baru ini.
Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Simalungun, Boundeth Damanik menyampaikan, kunjungan wisatawan asing ke Danau Toba mencapai 40.000 orang pada 2007. Angka itu belum termasuk wisatawan lokal. Memasuki tahun 2008, terhitung sejak awal Januari sampai dengan Juni, tercatat sekitar 10.000 orang berkunjung ke Danau Toba.
"Kami yakin, jumlah wisa-tawan asing yang datang ke Danau Toba semakin bertambah besar pada tahun ini. Target yang dicapai bertambah 20 persen dari jumlah wisatawan yang datang pada tahun lalu. Kalau kunjungan domestik luar biasa, terutama pengunjung yang bermalam pada Sabtu sampai Minggu," ia menjelaskan.

Menginap
Tidak sulit menemukan hotel untuk menginap jika berkunjung ke Parapat. Pengunjung dapat menginap di Hotel Niagara, Parapat View Hotel, Hotel Wisata Bahari, Hotel Sapadia Conteque, Asari Hotel. Untuk kamar kelas standar, harga kamar berkisar Rp 350.000-Rp 400.000 semalam, dan kelas suites lebih dari Rp 1 juta. Jika dirasa terlalu mahal, banyak juga hotel kecil di seputar Danau Toba yang tarifnya terjangkau, berkisar Rp 100.000 - Rp 200.000 per malam.
Urusan makan juga tidak merepotkan. Tinggal pilih rumah makan yang menyajikan masakan khas Batak, masakan Padang, Chinese food, maupun jenis menu lain.
Gerai suvenir mudah ditemukan. Harga cendera mata bergantung pada jenis barang. Tas, misalnya, harganya Rp 30.000 - Rp 100.000, kalung Rp 5.000 sampai Rp 10.000, kaus mulai Rp 15.000 sampai Rp 30.000, sandal Rp 15.000, syal atau selendang Rp 10.000 sampai Rp 15.000, baju anak-anak Rp 15.000, topi Rp 3.000. Gantungan kunci bisa diperoleh mulai dari harga Rp 3.000.
"Sejak krisis moneter dan adanya travel warning pemerintah asing, kinjungan wisatawan menurun drastis. Usaha yang digeluti masyarakat di daerah wisata ini pun sudah ada yang ditutup. Danau Toba sepi pengunjung di hari biasa, dan baru ramai di akhir pekan," ujar Bernard Sitorus (48), penjual suvenir.
Sampai kini, banyak orang menikmati hasil dari keindahan alam danau tersebut. Hal itu dapat mereka nikmati karena ada aturan untuk menjaga keindahannya, seperti jangan membuang sampah, membuang kotoran, dan bahkan jangan ngomong kotor. Warga diminta tetap menjaga kebersihan dan kelestarian Danau Toba.
Sayang lambat laun, aturan tersebut mulai ditinggalkan. Semua itu terjadi karena ada saja pihak yang berbuat semaunya. Kondisi Danau Toba yang dulunya indah, sehingga banyak didatangi wisatawan mancanegara, sempat tercemar lingkungannya. Sampah berserak di sana-sini. Rumput dibiarkan tumbuh di mana-mana. Seperti tidak ada lagi orang yang memedulikannya.
Lokasi wisata itu dibersihkan hanya setiap kali ada acara tertentu, seperti kunjungan kepala negara atau pertemuan antarpejabat negara. Setelah itu, enceng gondok, keramba jala apung, maupun limbah rumah tangga, dan limbah perusahaan, dibiarkan mencemari danau begitu saja.
"Hal itu sering terjadi. Pemerintah setempat sepertinya kurang serius memberikan perhatian. Wajar saja turis jera berkunjung kembali ke daerah ini," ujar Agustinus, pemerhati Danau Toba.
Belum lagi pedagang yang berulah menetapkan harga semaunya. Belum lagi pelayanan karyawan hotel yang kurang memuaskan. Nah, mungkinkan keindahan Danau Toba dapat dikembalikan seperti pada masa jayanya? [SP/Arnold H Sianturi]

Muara Aman


Diedit Naim Emel Prahana, Rabu, 30 Juli 2008.
Ibukota Kabupaten Lebong, Bengkulu
Oldies fhotos of Lebong Tandai 1932
Diposting oleh muara-aman di 14:08
Flashback situasi lebong tandai di tahun jayanya pertambangan emas yang dikelola penjajah belanda 1932.
The Lebong Donok seem in these fhoto mean lebong tandai which located near kota donok, whereas lebong donok now in lebong regency located near muara-aman (about 34 km from kota donok). Lebong Donok yang dimaksud dalam foto ini adalah daerah pertambangan emas Lebong Tandai berdekatan dengan desa Kota Donok. Daerah lebong donok sekarang ini di kabupaten lebong barada didekat muara aman yang berjarak 34 km dari Kota Donok Workers in a hut with bezinkvaten Workers pose behind a battery goudschuitjes for a smeltoven Study into gold quality with an assessment in a laboratory
The head office vacuum filter in a hut Tip trucks above the ore barge in stampmolen filled with ore at Lebong Donok Workers at a saw machine in a hut Pouring a skiff gold in a smeltove pump machines in a mine Redjang Lebong at Lebong Donok (1932) Stapelplaats for mijnhout, a track job for the transport of ore, and a shaft of Lebong Donok Sharpening drills in a workshop Stapelplaats voor mijnhout bij een mijnschacht van de Mijnbouw Maatschappij Redjang Lebong te Lebong Donok
Mine instalation at lebong donok Miners with filled ertslories in the lifttoren above a shaft of Redjang Lebong at Lebong Donok Ovens in a hut of a laboratory
Miners with filled ore tip trucks at the lift of a shaft of Redjang Lebong at Lebong Donok

Overview of the bldg. in the field
A water dam with door in a mine Redjang Lebong at Lebong Donok 1932
Boring in a mine Redjang Lebong at Lebong Donok (1932) He machine above a shaft of Redjang Lebong at Lebong Donok Electrische a train with tip trucks, with ore from a mine, a bridge concerning a river passes

He machine above a shaft of Redjang Lebong at Lebong Donok2
dody@polisriwijaya.ac.id dody@polisriwijaya.ac.id

OUR CURUP


Curup adalah sebuah ibukota kabupaten Rejang Lebong. Curup merupakan sebuah kota kecil di daerah pegunungan bukit barisan dan dikelilingi oleh gunung Kaba dan bukit Daun. Dahulu merupakan ibukota Kabupaten rejang Lebong namun dengan terpecahnya kabupaten ini menjadi beberapa kabupaten yaitu Kabupaten Rejang Lebong (induk), Kabupaten Kepahiang (Kepahiang), Penduduk aslinya adalah suku Rejang. pernah menjadi ibukota Propinsi Sumatera selatan pada masa revolusi dibawah kepemimpinan Gubernur A.K. Gani. merupakan daerah penghasil Beras dan sayur-sayuran yang dikirim ke Palembang, jambi, Padang, lampung ingga jakarta. beberapa tempat wisatanya yang terkenal adalah Suban Air panas, pematang danau, Gunung Kaba, Air Terjun di Kepala Curup,dan situs situs peninggalan masaprasejarah.Daerah ini juga dikenal sebagai salah satu pusat penyebaran bunga Rafflesia Arnoldi. kecamatan di Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu, Indonesia.

Kota Curup, ibukota Kabupaten Rejang Lebong terletak sekitar 85 Km di timur laut kota Bengkulu adalah sebuah kota kecil yang terletak di suatu lembah di kaki pegunungan Bukit Barisan. Kawasan lembah di tempat ini merupakan salah satu sumber air bagi Sungai Musi yang mengalir hingga ke kota Palembang. Kota pegunungan yang berhawa dingin ini dapat dicapai dengan bis selama tiga jam yang berangkat dari pusat pasar kota Bengkulu. Kondisi jalan antara Bengkulu dan Curup relatif cukup baik, jalan ini menanjak melewati hutan di kawasan 138 pegunungan Bukit Barisan. Dari ketinggian bukit terlihat pemandangan kota Bengkulu dan Samudera Indonesia yang membentang luas menyajikan panorama yang indah.
Kawasan di sekitar Curup merupakan lahan pertanian yang menghasilkan padi dan sayuran seperti wortel dan kubis yang dijual di pasar kota Curup.
Tempat-tempat penggilingan padi yang digerakkan dengan tenaga air dapat ditemui di kawasan persawahan di sekitar Curup. Penduduk di desa-desa di sekitar Curup ini masih tinggal di rumah adat panggung yang terbuat dari kayu.
Kota yang terletak ditengah-tengah antara kota Bengkulu dan Lubuk Linggau ini memiliki beberapa tempat menarik untuk dikunjungi. Tempat-tempat tersebut berada di sekitar Bukit Barisan antara lain: mata air panas dan air terjun yang berada di Suban, tempat ini dikenal dengan nama Lokasi Wisata Suban Air Panas.
Sarana yang dimiliki cukup lengkap yaitu kolam renang air panas, kamar pemandian air panas, kios cindramata dan fasilitas umum lainnya. Tempat ini cukup ramai dikunjungi orang pada akhir minggu. Dahulu, pada zaman Hindu kawasan ini digunakan sebagai tempat beribadah dan bersemedi bagi penganut agama Hindu.

Obyek Wisata
Dari Curup terdapat jalan menuju utara ke Muara Aman. Pada masa kolonial dulu tempat ini merupakan pusat penambangan emas. Jalan yang menuju ke Muara Aman ini akan melewati suatu kawasan wisata Danau Tes yang populer di kalangan wisatawan setempat. Danau cantik yang terletak di pegunungan Bukit Barisan ini merupakan danau terbesar di Bengkulu.
Obyek lainnya adalah Air Terjun Kepala Curup dengan ketinggian 100 meter dan Danau Bestari yang terletak dipinggir jalan negara antara Curup-Lubuklinggau dan menjadi tempat istirahat dengan udara yang sejuk. Bukit Kaba menjadi tempat yang pas bagi penggemar wisata petualangan, Anda dapat mendaki hingga ke puncak gunung Kaba (1.937 m) yang terletak 19 Km di timur Curup.
Dari pusat kota Curup, Anda dapat menggunakan kendaraan umum atau kendaraan pribadi menuju ke arah Lubuklinggau sejauh 16 Km hingga tiba di persimpangan yang menuju ke Posko pendakian ke Kawah Kaba. Gunung dalam bahasa Rejang sehari-hari dinamakan Bukit. Bukit Kaba ini memiliki dua kawah yang mengeluarkan gas belerang dan dikelilingi hutan lebat.

Suku Rejang, Kearifan Menjaga Wilayah dari Kemarahan Harimau

Suku Rejang, Kearifan Menjaga Wilayah dari Kemarahan Harimau
Warga Suku Rejang di Desa Bandar Agung, Kecamatan Tapus, Kabupaten Lebong, menyelenggarakan Kedurai Agung sebagai upaya terhindar dari malapetaka, Rabu (6/12). Ritual adat itu diadakan di pinggir Sungai Ketahun, dengan menghamparkan sesajen kepada leluhur.
Setelah dua tahun ditinggalkan, Kedurai Agung khas suku Rejang kembali dilaksanakan di Desa Bandar Agung, Kecamatan Tapus, Kabupaten Lebong, di timur Provinsi Bengkulu. Orang Rejang di desa yang terletak di dalam kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat itu melaksanakannya pada tanggal 5 dan 6 Desember lalu.
Desa Bandar Agung di wilayah Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) itu dihuni suku Rejang, salah satu suku tertua di Sumatera yang diyakini menjadi cikal-bakal masyarakat Bengkulu. Dalam percakapan sehari-hari, mereka bertutur dengan bahasa Rejang yang nyaris punah karena kini semakin jarang digunakan masyarakat setempat.
Desa Bandar Agung bisa ditempuh kurang-lebih empat jam perjalanan darat dari Kecamatan Curup, ibu kota Kabupaten Rejang Lebong. Untuk menuju ke desa yang berada di TNKS ini, beberapa perbukitan harus dilalui. Jalan mulus beraspal akan berujung pada jalan tanah berbatu yang sempit, sewaktu tiba di “gerbang” taman nasional itu.
Sejak pukul 08.00, puluhan Tun Jang (sebutan untuk orang Rejang) telah berkumpul di rumah Busroni, Kepala Desa Bandar Agung. Mereka bergotong-royong menyiapkan berbagai peralatan untuk melaksanakan Kedurai Agung yang ditinggalkan selama dua tahun terakhir.
Hari itu, Minggu (6/12), merupakan hari ke-16 dari bulan Zulkidah, penamaan bulan dalam tradisi Tun Jang. Bulan itu diyakini sebagai bulan hama dan penyakit, ditandai dengan munculnya hama tanaman dan serangan penyakit untuk semua makhluk.
Selama dua tahun tidak menyelenggarakan Kedurai Agung, desa itu nyatanya kerap dilanda musibah. Penyakit muntaber sempat meluas di desa yang berpenduduk 787 jiwa itu pada tahun 2004 dan 2005. Selain itu, penyakit cacar juga menyerang 10 orang dalam dua tahun terakhir.
Busroni (37), Kepala Desa Bandar Agung, meyakini penyakit itu menandai awal bumi panas atau malapetaka. Salah satu pemicunya, ya, karena tidak diselenggarakannya kedurai yang seharusnya diadakan satu kali setiap tahun.
“Kami sudah mendapat peringatan untuk meminta maaf kepada alam yang dijaga para leluhur. Untuk menghindari malapetaka yang lebih besar, tradisi Kedurai Agung harus dijalankan kembali,” kata Busroni.
Maka, pagi itu mereka menggelar Kedurai Donok (Laut) yang merupakan bagian dari Kedurai Agung. Ritual itu dipimpin Chong Pin (78), pawang ritual suku Rejang.
Beberapa pria menganyam bambu untuk dibuat acak, yaitu wadah untuk sesajen. Sesajen untuk ritual itu meliputi darah ayam (monok bae) yang disimpan di mangkok, minyak goreng, minyak manis, sirih matang, sirih mentah, 99 jeruk nipis, 99 batang rokok, serta tiga jenis bunga (mawar, cempaka gading, dan cepiring).
Bahan lainnya yang juga dipergunakan untuk ritual itu antara lain 198 butir beras kunyit, kue tepung beras (sabai), benang tiga warna (putih, merah, dan hitam).
Selanjutnya, masyarakat berduyun-duyun menuju ke Sungai Ketaung di pinggiran desa. Sungai itu menjadi tempat penyelenggaraan Kedurai Donok karena diyakini merupakan jalur perlintasan arwah para leluhur dari laut.
Batu-batu alam terlihat di dasar sungai. Air jernih dan rimbunnya pepohonan di kanan kiri sungai menambah keindahan sungai di areal TNKS.
Acak yang berisi sesajen diletakkan di atas cagak bambu yang disebut sunggea. Warga kemudian menghamparkan selembar kain terpal pada tanah. Bahan-bahan penunjang ritual pun diletakkan di atas terpal.\
Berdamai dengan leluhur
Didampingi Saraya (78), tetua masyarakat, Chong Pin duduk di atas kain terpal bersama dengan dua pemuda dan pemudi desa. Beberapa kali Chong Pin menebarkan beras kuning ke sekelilingnya, seraya menyampaikan permohonan kepada arwah leluhur.
Suku Rejang meyakini arwah leluhur mereka menghuni gunung dan laut. Prosesi kedurai untuk menghormati leluhur dari gunung (Kedurai Tebo) dilakukan sehari sebelumnya, 5 Desember. Kedurai Tebo merupakan wujud permintaan maaf, penghormatan, sekaligus permohonan kepada tebo (harimau) agar terhindar dari malapetaka. Tebo atau harimau di wilayah itu sangat dihormati karena diyakini merupakan wujud leluhur mereka di gunung.
Seperti halnya Kedurai Donok, Kedurai Tebo juga menggunakan sesajen, antara lain sirih matang dan sirih mentah, tiga butir telur, beras kunyit, dupa, rokok, kemenyan, dan minyak goreng. Sesajen itu diletakkan di perbatasan desa yang berupa semak-semak di pinggiran hutan.
Tun Jang meyakini gangguan-gangguan penyakit selama ini disebabkan kemarahan leluhur karena keseimbangan alam terganggu. Kedurai Agung merupakan kenduri untuk berdamai kembali dengan para leluhur sehingga desa itu terhindar dari musibah penyakit pada manusia, ternak, dan tumbuhan.
Kedurai atau kenduri sendiri sebenarnya merupakan salah satu bentuk kepercayaan animisme yang dipertahankan masyarakat suku Rejang yang sebagian besar kini telah memeluk agama Islam.
Tampaknya, inilah bentuk kearifan suku Rejang dalam menjaga lingkungan. Kearifan yang sama juga dilakukan untuk menjaga moral dan akhlak masyarakatnya, yakni melalui peradilan adat yang bertujuan menertibkan hak adat di wilayah itu.
Menurut tokoh masyarakat Desa Bandar Agung, Adnan Romli (49), tersangka pelanggar adat akan dipertemukan dengan tokoh-tokoh adat untuk dimintai penjelasan. Peradilan ini juga disertai sanksi bagi warga yang terbukti melanggar hukum ada.
Sumber: Kompas. Penulis: BM Lukita Grahadyarini