Minggu, 29 April 2012

Sasana Angkat Besi Metro Diresmikan














BARU—Kendati secara resmi Pengurus Cabang Angkat Besi Kota Metro belum ada, karena terganjal birokrasi padepokan Imron Rosadi di Pringsewu. Namun, baik pelati, pengurus dan para lifter angkat besi dan berat Kota Metro terus berjuang, hasilnya sungguh mengagumkan. Sekarang mereka sudah memiliki sasan latihan sendiri yang dibangun dengan anggaran Rp 100 juta. FOTO NAIM EP/LE

Metro Timur-Luar biasa! Itulah kesan ketika mengunjungi Sasana Angkat Besi Metro yang dikomandani Ir H D Shantory—yang kebetulan saat ini masih anggota DPRD Kota Metro periode ke II.
Hal itu terlihat ketika Walikota Metro meresmikan Sasana Angkat Besi (SAB) Kota Metro yang merupakan satu-satunya sasana angkat besin yang ada di Kabupaten/Kota di Lampung di luar Padepokan Angkat Besi Imron Rosadi di Pringsewu.
SAB Kota Metro diresmikan, Minggu (29/4) kemarin oleh walikota Metro, H Lukman Hakim SH MM di Tejoagung, Metro Timur Kota Metro.
Peresmian SAB Kota Metro itu semakin istimewa kemarin, karena dihadiri salah satu anggota DPR-RI dari Komisi X yang membidangi olahraga, Itet Trijajati Sumarijanto MRA SS MBA beserta rombongannya.
Itet Trijajati saat ini menjadi pembina Itet Center merasa tergerak hatinya membantu Sasana Angkat Besi Kota Metro yang selama berdirinya telah menoreh prestasi gemilang dengan perolehan atletnya untuk jumlah cukup banyak, yaitu 37 medali emas dari berbagai even.
“Baik even Nasional maupun Internasional,” kata Yon, sang pelatih kepala SAB Kota Metro kepada koran LE kemarin.
Menurut Yon yang mendampingi Ketua Umum Pengcab Angkat Besi Metro, Ir H D Shantory, 37 medali emas itu mereka raiuh dalam kurun waktu 2003—2012.
Prestasi kami (atlet) kata Yon merupakan kekuatan murni yang fleksibel, konsentrasi, kemampuan, disiplin dan mental.
“Kami mohon dukungan semua pihak,” harap Yon yang sangat disetujui oleh Ir D Shantory dan Gatot (pengurus SAB Metro).
Sementara itu, Itet Trijajati Sumarijanto MRA SS MBA mengatakan  sebagai anggota DPR RI di komisi Xyang membidangi pemuda dan olah raga, tergerak hatinya untuk mendengarkan aspirasi masyarakat, guna mencarikan solisi dan langkah cepat dan konkrit.
“Bukan melihat dari cabang olahraganya, ini sudah bagus, karena kenyataanya sudah meraih tingkat Nasional dan Sea Games, “ katanya.
Dikatakan Itet, ia mengambil langkah dengan tidak melalui pemerintah dengan mencari jaringan di luar birokrasi dengan membangun Itet Centre dan turun kelapangan untuk melihat apa yang terjadi lalu mencari solusi dengan langkah konkrit.
Pada kesempatan yang sama, walikota Metro, H Lukman Hakim menjelaskan, kedatangan ibu Itet dari Komisi X yang membidangi olah raga sangat tepat.
“Ia akan merangkul para pengusaha, tapi sangat sulit karena di Metro tidak adanya perusahaan besar seperti daerah lain,” ujar Lukman.
Lukman pun mengakui, angkat besi belum ada pengcabnya, kepengurusan yang ada belum resmi, tapi akan tetap memperhatikan cabang olah raga itu.
Sedangkan Pelatih Angkat Besi Metro, Yon menjelaskan, sebelum didirikan gedung baru kondisi sangat menyedihkan.
SAB Metro berukuran 8 x 18 meter dengan luas lahan 20 x 25 meter, untuk bangunan gedung murni bantuan pihak luar yang mereka jalin hubungan selama ini.
“Kita tidak mungkin menggantungkan dana dari pemerintah, oleh karena kami mencari jalan ke luarnya, yang penting program kami berjalan lancar,” urai Yon.
Yon menambahkan, kondisinya seperti kandang ayam, tapi walau begitu tercetak beberapa lifter berprestasi tingkat nasonal maupun internasional, seperti halnya Eko Yuli Irawan meraih medali emas kejuaraan dunia goyang Korea dan Triatno, juara Sea Games 2007, 2009, dan 2012.
Ia juga menjelaskan, melihat kondisi itu, ia terus berjuang, para lifternya yang berprestasi mendapat perhatian sungguh-sungguh dari ibu Itet.
Melalui Itet Centre, kata Yon mereka mencari bantuan dari Kick Andy Hope yang memnggandeng Yayasan Kesetiakawanan dan Kepedulian Sosial Jakarta (YKDK) dan Extra Joss.
“ Setelah mendapatkan bantuan itu,  sasana dibangun pada 31 januari 2012 dan selesai 15 Pebruari 2012, “ jelasnya. (naim emel prahana/RD-2)

Selasa, 24 April 2012

Politikus, negarawan dan lain sebagainya

Tokoh Jateng & D.I. Yogyakarta


Penulis, ilmuwan, budayawan dan lain sebagainya


Agamawan


Olahragawan


Lain-lain

Rabu, 10 Desember 2008

Tokoh Lampung

Politikus, negarawan dan sebagainya


Agamawan, ulama, dan sebagainya


Pers, penulis, ilmuwan, budayawan dan sebagainya

Sabtu, 11 Februari 2012

Ciri-Ciri Makanan Mengandung Formalin, Boraks dan Pewarna Tekstil

 
Walaupun sudah berulang kali disidak dan diperingatkan, tetapi masih saja ditemukan makanan yang mengandung zat berbahaya di pasaran. Bukan cuma terdapat dalam bahan makanan basah seperti mi dan tahu, jajanan anak di sekolah juga tak luput dari ancaman bahan kimia berbahaya.

Dari hasil pengambilan sampel rutin yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI dalam beberapa tahun terakhir, ada empat jenis bahan berbahaya yang sering disalahgunakan dalam makanan, yakni formalin, boraks, pewarna rhodamin B, dan methanyl yellow.

Sebenarnya, tanpa melakukan uji laboratorium agak sulit menentukan apakah bahan makanan yang dijual aman atau bebas dari bahan kimia berbahaya.


Namun, menurut Chandra Irawan, staf pengajar dari Akademi Kimia Analisis Bogor, secara umum kita dapat mengenali makanan yang mengandung zat berbahaya dari bentuk fisiknya, seperti warna, tekstur, dan rasa.

1. Ciri Makanan Mengandung Formalin
- Mi Basah Berformalin
Tidak lengket, lebih mengilap, tidak rusak sampai dua hari pada suhu kamar, dan bertahan lebih dari 15 hari pada suhu lemari es (10 derajat celsius).

- Tahu Berformalin
Teksturnya terlampau keras, kenyal tetapi tidak padat. Tidak rusak sampai 3 hari dalam suhu kamar dan bisa tahan 15 hari dalam kulkas.

- Ikan Berformalin
Warna insang merah tua tidak cemerlang, bukan merah segar, dan warna daging ikan putih bersih. Tidak rusak sampai 3 hari pada suhu kamar.

- Ikan Asin Berformalin
Bersih cerah dan tidak berbau khas ikan asin. Tidak dihinggapi lalat di area berlalat, tidak rusak sampai lebih dari 1 bulan pada suhu 25 derajat celsius.

- Bakso Berformalin
Teksturnya sangat kenyal, tidak rusak sampai 2 hari pada suhu kamar.

- Ayam Berformalin
Teksturnya kencang, tidak disukai lalat, tidak rusak sampai 2 hari pada suhu kamar.


2. Ciri Makanan Mengandung Boraks

- Mi Basah
Teksturnya kental, lebih mengilat, tidak lengket, dan tidak cepat putus.
- Bakso
Teksturnya sangat kental, warna tidak kecoklatan seperti penggunaan daging, tetapi lebih cenderung keputihan.
- Snack
Misalnya lontong, teksturnya sangat kenyal, berasa tajam, sangat gurih, dan memberikan rasa getir.
- Kerupuk
Teksturnya renyah dan bisa menimbulkan rasa getir.

3. Ciri Makanan Menggunakan Pewarna Rhodamin B dan Methanyl Yellow:
- Warnanya mencolok
- Cerah mengilap
- Warnanya tidak homogen (ada yang menggumpal)
- Ada sedikit rasa pahit
- Muncul rasa gatal di tenggorokan setelah mengonsumsinya


BPOM Temukan Makanan Mengandung Boraks

JAKARTA, KOMPAS.com — Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melakukan inspeksi mendadak di ketiga tempat itu, antara lain, Pasar Swalayan Gelael di Jalan Tebet Barat IV, Jakarta Selatan; Carrefour di Jalan MT Haryono, Jakarta Selatan; dan Pasar Bendungan Hilir, Jakarta Pusat.
Dari ketiga tempat ditemukan makanan terindikasi mengandung bahan berbahaya, makanan tidak berizin, dan kemasan makanan tidak berbahasa Indonesia yang berhasil dirazia Badan POM di tiga tempat. Di Pasar Swalayan Gelael ditemukan makanan yang mengandung rhodamin di kemasan asinan, mi basah mengandung formalin, dan dua jenis makanan tidak ada izin edar.
Kepala BPOM Kustantinah mengatakan akan menyelidiki pihak yang memproduksi makanan-makanan tersebut.
"Kami akan memanggil, tidak langsung disita. Kami akan teusuri produsen yang tanggung jawab," ujarnya di Jalan Tebet Barat IV, Jakarta Selatan, Kamis (11/8/2011).
Sementara di Carrefour Jalan MT Haryono, Jakarta Selatan, pihak BPOM menemukan makanan tanpa izin edar. "Ditemukan biskuit makanan China, yang di kemasannya tidak ada bahasa Indonesia dan tanpa izin edar, serta permen tanpa izin edar," katanya.
Di Pasar Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, pihak BPOM menemukan beberapa makanan yang mengandung rhodamin dan boraks.
"Hasil dari pasar Benhil ditemukan kerupuk asinan yang mengandung rhodamin begitu juga kue mangkok dan pacar cina. Sedangkan makanan yang mengandung formalin ditemukan di tahu siomay," katanya.

Sabtu, 08 Oktober 2011

DESA KOTADONOK

 Rumah Pangeran Kotadonok

 Rumah Pangeran Kotadonok

Rumah Pangeran Kotadonok

 Para Tokoh Masyarakat

 Pasar Kotadonok

 Kotadonok 1826
 Keluarga Pangeran Kotadonok

 Putra Mahkota Pangeran Kotadonok

 Rumah-rumah di Kotadonok



 Rumah Gubernur Sumatera Selatan, Husein di Kotadonok

Sejarah Singkat
Desa Kotadonok
DESA Kotadonok sekarang ini, dulunya bernama Kutei Donok (kampung yang berada di tengah). Diperkirakan Desa Kotadonok (bisa ditulis dengan ‘Kota Donok’) sudah ada sekitar abad ke XV Masehi atau jauh sebelumnya memang sudah ada. Perubahan nama desa dari Kutei Donok menjadi Kotadonok terjadi sekitar tahun 1950-an (setelah Indonesia merdeka). Namun, tahun pastinya belum ditemukan dokumen tentang perubahan nama tersebut.

Kotadonok termasuk salah satu desa tertua di daerah Rejang Lebong, khususnya di Lebong, bersama desa tertua lainnya seperti Topos (Tapus), Semelako, Sadrei Amen (Muara Aman), Pinang Belapis, Plabai, Tubai dan beberapa desa tua lainnya. Kotadonok semakin penting ketika zaman penjajhan VOC yang di dalamnya terdapat pemerintahan Hindia Belanda.  

Kotadonok berjarak 40 km dari Kota Curup ibukota Kabupaten RejangLebong dan berjarak 30 km dari Kota Muara Aman ibukota Kabupaten Lebong (sekarang ini). Zaman pemerintahan kolonil Hindia Belanda, struktur kepemimpinan di Kotadonok menggunakan sistem pemimpin Pangeran. Kotadonok juga pernah menjadi ibukota Marga Bermani Jurukalang, akan tetapi tidak bertahan lama.

Alasan kenapa Kotadonok tidak mampu mempertahankan kedudukan Pasirah di desa itu, karena Kotadonok dimiliki oleh 2 (dua) marga, yaitu Bermani dan Jurukalang. Sistem pemerintahan marga terakhir kalinya di Lebong atau khususnya di Bermani Jurukalang sekitar tahun 1977/1978, waktu itu Pasirahnya adalah Ilin (orang tes) dan kedudukan ibukota marga Bermani Jurukalang berada di Tes. Dan itu merupakan kekalahan telak masyarakat Marga Jurukalang. Karena, sebelumnya pemerintahan Marga Bermani Jurukalang kedudukan ibukotanya selalu berada di tanah Jurukalang, seperti di Kotadonok dan Rimbo Pengadang.

Tanda-tanda sebagai desa tertua, salah satunya dapat dilihat dari jenis tumbuhan berupa pohon kelapa pada gambar tahun 1926 sudah memiliki ketinggian sekitar 10—20 meter. Saat ini pohon-pohon kelapa tua itu sudah jarang dijumpai lagi, karena usianya uang sudah terlalu tua dan tidak menghasilkan buah lagi, banyak yang mati dan ditebang. Kelapa yang umurnya sekitar 86 tahun, sudah sangat jarang dijumpai di Kotadonok, kalaupun masih ada satu dua, kelapa-kelapa tua itu berada di sekitar Masjid Nurul Iman, belakang kawasan perumahan Peken. Desa Kotadonok diperkirakan sudah berdiri sejak abad ke XV. Perkiraan itu memungkinkan penelusuran usia desa melalui usia warga masyarakat (orang tertua) di desa/kampung Kotadonok.

Jika pada tahun 2009 di Kotadonok masih terdapat penduduknya yang berumur 90 tahun yang berarti lahir pada tahun 1919 di atas mereka (orangtuanya) yang juga diperkirakan usia mereka mencapai 90 tahun dengan kelahiran tahun 1829, maka orangtua mereka kalau diperkirakan usia rata-rata 90 tahun. Mestinya, abad XVII Desa Kotadonok sudah lama berdiri. Dan, mereka itu masih jauh jarak waktu generasi dengan zaman Ajai-ajai atau zaman Bikau di tanah Lebong.

Desa Kotadonok (sebelum dimekarkan menjadi 3 desa definitif) memiliki ciri khas yang mengandung kharismatik tersendiri bagi desa itu. Kotadonok memiliki 2 (dua) jembatan yang kuat dugaannya memiliki nilai sejarah. Pertama, jembatan Bioa Tiket (sebelah Timur). Jembatan itu membentang di atas Bioa Tiket kurang lebih panjangnya 15 meter. Kedua, sebelah Barat ada jembatan Bioa Tamang yang membentang di atas Bioa (sungai) Tamang. Di dua lokasi jembatan tersebut dulunya merupakan lokasi tempat penggilingan padi yang dikenal dengan nama ‘mesin’. Kalau di Bioa Tiket jumlah mesinnya sekitar tahun 1971 sebanyak 5 (lima) buah, namun di Bioa Tamang jumlahnya hanya 1 (satu) buah milik keluarga Imansyah.  

Perekonomian
Perekonomian di desa Kotadonok mulai terasa merosot sekitar tahun 1975 dan saat itu beberapa lahan pertanian dan perkebunanan ditinggalkan, demikian juga lahan persawahan sepanjang aliran Sungai Ketahun, dari Jungut Benei sampai Tlangratau (Desa Talang Ratu) banyak yang ditinggalkan pemilik/penggarapnya dengan alasan beragam.
Harus diakui, sejak lama penduduk Kotadonok bidang perekonomian dan kesejahteraannya banyak ditopang oleh usaha perkebunan kopi secara tradisional. Kedua, hasil pertanian padi sawah memegang kendali utama klasifikasi sumber kehidupan masyarakatnya. Masyarakat Kotadonok sudah meninggalkan pekerjaan menggarap lahan pertanian ladang sejak tahun 1970. Areal tanaman ladang masyarakat Kotadonok sejak lama berada di bukit di atas Kotadonok menuju kawasan Sawahmangkurajo, di Tapat Taukem, Baten Daet, Tebo Diding, lokasi Daet Tiket sampai Bioa Tamang. Tingkat kesuburan tanahnya sangat cocok untuk bercocok tanam padi ladang.
Pertumbuhan penduduk Desa Kotadonok, juga lamban. Hal itu dikarenakan orang-orang Kotadonok sangat suka merantau dengan ragam profesi seperti jadi anggota ABRI/TNI, Polisi, pendidik, PNS dan sedikit sekali yang wiraswasta. Oleh karena itu, semakin hari semakin banyak rumah-rumah tua di Kotadonok tidak berpenghuni. Apalagi sistem penggarapan dan pengolahan kebun oleh kebanyakan masyarakat Kotadonok, tidak menjadi bagian utama dari sumber mata pencaharian mereka.
Masyarakat Kotadonok memiliki lahan pertanian sawah yang luas dan berada di banyak tempat. Yang paling luas adalah di Baten—di seberang Desa Tes, Taba Anyar dan Turun Tinging, di Baten Daet. Kepmudian sepanjang sisi kiri kanan Sungai Ketahun antara Kotadonok dan Talang Ratu. Kemudian di daerah persawahan Bioa Putiak dan areal persawahan yang menjanjikan, baik luasnya, kondisi tanah dan sumber airnya sangat prosfektif berada di Sawahmangkurajo sekitar 12 km dari Desa Kotadonok.
Namun sejak tahun 1975 kemerosotan perekonomian masyarakat Kotadonok sangat terasa yang salah satu dampaknya, semakin banyaknya anak-anak muda desa itu mengadu nasib di luar daerah seperti ke Jakarta, Bandung, Curup, Bengkulu, Palembang, Riau bahkan ke luar negeri. Kepergian mereka tersebut berbeda dengan kepergian orang-orang Kotadonok sebelumnya. Sebab, anak-anak muda desa Kotadonok merantau ke kota tanpa ikut dengan sanak keluarganya, tetapi mereka berupaya secara mandiri. Namun, banyaknya mereka bekerja di sektor swasta di daerah di luar Bengkulu, tidak mampu mendongkrak perekonomian masyarakat Kotadonok secara umum.