Jumat, 14 November 2008

Premanisme

Naim Emel Prahana
Olahraga Karate
MULAI besok di Liwa, Lampung Barat digelar Gashuku, Ujian DAN & Ujian Wasit/Juri Inkai Daerah Lampung tahun 2008 yang akan berlangsung mulai tanggal 14 November 2008 sampai 17 November 2008. Kemudian istirahat dua minggu, para karateka seluruh Indonesia akan ikut dalam Kejuaraan Nasional (Kejurnas) Kasad Cup IX 2008 di Gelora Bung Karno, Jakarta—tepatnya mulai tanggal 4 sampai 8 Desember 2008.
Untuk sementara, Lampung yang dulunya banyak memback up atlet nasional di berbagai event kejuaraan karate Nasional dan Internasional. Memang beberapa tahun terakhir ini agak kedodoran. Dan, prestasi demikian perlu mendapat perhatian serius berbagai kalangan.
Atlet karate Lampung dari berbagai perguruan yang tergabung dalam Federasi Olahraga Karate-Do Indonesia (Forki), perlu mendapat perhatian dengan beberapa faktor pendukung yang harus diupayakan secara maksimal.
Sejak beberapa tahun terakhir prestasi atlet karate secara nasional memang maju pesat. Baik perkembangan per daerah maupun teknik yang digunakan dalam kejuaraan, sudah sedemikian maju. Kecepatan (speed) menjadi andalan, di samping kemampuan meminit dan mengantisipasi gerakan lawan (pembacaan gerakan).
Tapi, ada hal pokok yang tidak boleh dilupakan yaitu tentang bantuan dana dari pemerintah daerah. Apakah melalui KONI atau langsung oleh pemerintah daerah hingga kabupaten/kota. Selama ini anggaran untuk olahraga karate masih sangat minim. Kita ketahui, bahwa kebutuhan pertandingan, latihan dan pembinaan di dunia olahraga karate membutuhkan dana yang cukup besar.
Kenyataan yang harus diterima beberapa tahun terakhir ini, perjuangan induk organisasi karate-do Indonesia (Forki) tadi, sangat berat sekali. Apalagi untuk mengirimkan atlet-atletnya ke berbagai even (kejuaraan). Sebab, semakin banyak mereka mengikuti kejuaraan, semakin bagus prospek prestasi yang bakal diraih.
Semuanya membutuhkan dana cukup besar, semuanya melibatkan banyak pihak dan itu merupakan tanggungjawab bersama. Artinya, pemerintah daerah—khususnya jangan hanya bangga dan senang ketika atlet karate memperoleh penghargaan di tingkat nasional saja. Tetapi, dalam perjalanan proses mencapai yang paling baik prestasi itulah yang membutuhkan kasih sayang.
Atlet saat ini, termasuk karateka—tidak bisa hanya mengandal mitos “datang, tanding dan menang!”. Sebab, kemenangan harus dicapai dengan perjuangan dan pengorbanan yang cukup berat dan besar tantangannya.
Mungkin, itulah besok Afialiasi Inkai Pusat akan mengadakan Gashuku, Ujian DAN & Ujian Wasit/Juri Inkai Daerah Lampung tahun 2008 di Liwa, Lampung Barat. Sebuah even tingkat daerah dan nasional yang penting artinya bagi atlet karate Kyu I, DAN I sampai selanjutnya.
Event itu merupakan penorehan status dan golongan seorang atlet karate dan wasit/juri karate di lingkungan keluarga besar Inkai di Lampung ini. Semuanya tidak gratis, termasuk biaya yang harus dikeluarkan seorang karateka, sangat-sangat besar. Jika ada bantuan dari pemerintah kabupaten/kota—mungkin prestasi bisa ditingkatkan dan kualitas atlet makin hari makin baik. nep.


Naim Emel Prahana
Premanisme
KONSEP pemberantasan premanisme sudah disosialisasi oleh aparat penegak hukum sejak reformasi tahun 1998. Namun, kebebasanisme tetap menjadi bagian yang tak terpisahkan lahirnya generasi premanisme sampai ke pelosok pedesaan. Paham ‘bebas’—di kalangan masyarakat, juga terjadi di kalangan birokrat dan aparat penegak hukum.
Persoalannya, apakah konsep pemberantasan premanisme dengan menangkap atau ‘mengamankan’ orang-orang yang dinilai dapat menimbulkan keresahan, ketidaktertiban sosial masyarakat atau munculnya tindak kejahatan. Mampu menekan angka kriminalitas di tengah kehidupan?
Itu pertanyaan yang pas untuk diajukan kepada aparat penegak hukum melalui lembaganya, seperti Polri dan TNI. Ada beberapa faktor munculnya paham preman (premanisme) tersebut. Antara lain lemahnya pelaksanaan penegakan hukum, kesulitan ekonomi, tingginya tingkat pengangguran, munculnya prinsip hidup kapitalisme yang hanya mementingkan diri sendiri (keluarga) dan kelompok tertentu.
Aksi-aksi premanisme, bukan hanya terjadi di tempat-tempat umum, melainkan hampir di semua tempat. Misalnya di lingkungan rumah, lingkungan sekolah, lingkungan RT, LK, RW dan kampung. Selama ini premanisme dikenal hanya di lingkungan kota; seperti di pasar, terminal, stasiun, pelabuhan atau di tempat-tempat keramaian.
Semuanya dilatarbelakangi oleh faktor tersebut di atas ditambah lagi faktor lain, yaitu psikologi masyarakat yang tengah dilanda krisis ekonomi dan krisis kepercayaan kepada aparat pemerintah dan penegak hukum.
Untuk mengatasi itu semua, tidak cukup hanya mengamankan (menangkap) para preman yang di pasar. Sebab, preman itu banyak jenisnya. Ada preman berdasi, ada preman berseragam, ada preman mistetius, preman profesi dan yang biasanya adalah preman biasa yang mangkal tempat-tempat ramai. Semuanya adalah preman yang dimaksud dalam kamus premanisme.
Mengatasinya atau solusinya, memang harus ada pola pikir negatif thinking dan positif thinking. Yaitu ramuan dari kedua pola pikir tersebut, untuk bagaimana menegakkan aturan hukum yang sebenarnya dan bagaimana pemerintah mampu mengatasi krisis multidimensi yang tengah melanda bangsa dan negara ini.
Korupsi yang dilakukan pejabat, bisa jadi sebagai faktor pendukung munculnya premanisme, akibat tingginya ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah dan aparat penegak hukum.
Kenapa demikian, sebab dalam penegakan hukum antara aparat penegakan hukum dengan pemerintah (pejabat) selalu terjadi kompromi bila menyangkut kasus yang melibatkan keluarga pejabat. Sementara bila kasus yang sama melibatkan keluarga masyarakat biasa, hukum selalu ditegakkan, bahkan berlebihan penegakannya.
Artinya, mulai dari pengaduan dan jika dicabut pengaduan selalu diminta biaya administrasi, padahal tidak demikian aturan hukumnya. Hal-hal demikian harus diselesaikan lebih dulu, ketimbang menangkap para preman, kemudian dilepas lagi. Bila itu saja yang dilakukan, maka preman akan muncul terus dan jumlahnya akan bertambah serta hasil yang dicapai aparat penegak hukum, sia-sia.
Sekali lagi, hukum harus selaras antara rule of law dan rule of gamenya—soal penerapan hukum yang dikesamping, ada aturannya tersendiri.nep.

Tidak ada komentar: