Kolom Naim Emel Prahana
INDONESIA adalah satu-satunya negara di dunia yang memiliki banyak hari-hari peringatan di luar hari nasional yang memang sudah ditetapkan dan sudah banyak pula jumlahnya. Kadang, melihat pegawai negeri yang ke sana-ke mari mempringati berbagai hari, timbul kasihan. Bukan lantaran biaya (kost) yang ke luar, akan tetapi nasib mereka yang terus dipaksa.
Hanya ada satu Indonesia tidak memiliki hari peringatan, yaitu Hari Laki-Laki atau Hari Pria. Selain dari itu, semuanya ada. Begitu hebatnya pemerintah Indonesia menghargai banyak status, keadaan, faktor dan bidang dan sebagainya. Tentu saja peringatan hari-hari di Indonesia itu membutuhkan biay, kadang-kadang dan sering peringatan hari-hari itu mengambil biaya dari pos pembangunan yang sudah ditetapkan. Dan, sering peringatan hari-hari itu menguras isi kantong para pegawai.
Ada kesan luar biasa. Tetapi, di balik kesan itu ada kesan yang “tak ada kesan”. Seperti angin lewat, ya lewat begitu saja. Seperti air, ya mengalir begitu saja. Di rumah atau keluarga atau rumah tangga saja, peringatan hari-hari itupun semakin semarak dan banyak. Ada hari ulang tahun yang dirayakan setiap tahunnya. Ada peringatan 25 tahun perkawinan, ada peringatan perkawinan perak, peringatan perkawinan emas dan sebagainya.
Pemerintah menduduki jumlah aktivitas peringatan hari yang paling banyak, ditambah lagi peringatan hari-hari lahirnya organisasi-organisasi profesi, kemasyarakatan, sosial dan lainnya. Peringatan hari-hari itu selalu diacarakan dengan berbagai jenis acara. Termasuk siraman rohani oleh penceramah.
Waktu acara berlangsung, semua peserta begitu khidmat, sementara peringatan hari di jalanan, juga tidak kalah maraknya. Unjukrasa, demo bentrok dengan polusi, demo anarkis, polisi yang anarkis, Pol PP yang bruta, dan sebagainya. Semuanya dalam rangka memperingati hari-hari tertentu.
Habis peringatan, habis pula ingatan. Semua kembali ke habitat masing-masing, prilaku sosial yang jadi trend, kembali beraktivitas. sepertinya isi pidato yang baik-baik, bagus-bagus, termasuk siraman rohani yang menyentuh kalbu hingga meneteskan air mata. Habis peringatan habis ingatan! Hanya itu yang ada.
Mungkin di antara hari-hari yang diperingati itu, yang paling berkesan dan selalu diingat adalah hari hujan, hari panas, hari gelap gulita dan hari-hari yang membuat orang trauma seperti hari gempa mengingati (bukan memperingati) kejadian gempa, tsunama, badai, longsor, biasanya selalu dalam ingatan. Tapi, yang namanya hari ibu, hari kebangkitan nasional, hari balita, hari lingkungan hidup, hari pendidikan nasional dan semacamnya.
Semua monoton dan tidak ada kesan, apalagi dampak positif yang bisa dijalankan masyarakat setelah peringatan harinya. Apalagi peringatan hari-hari besar yang disertai dengan pameranpembangunan. Sepertinya kita dipertontonkan kesia-siaan belaka. Kita disodorkan gambaran tentang kebodohan pemerintah dari tahun ke tahun. Padahal, biayanya luar biasa. Andaikan biaya seperti itu untuk diberikan kepada rakyat miskin, tentu manfaatnya akan lebih terasa dan pasti diinget terus oleh rakyat.
Hari apa lagi yang belum ditetapkan oleh pemerintah, agar diperingati setiap tahunnya dan agar dijadikan proyek multiyears. Mudah-mudahan DPR-RI bisa mengesahkannya, seperti hari kecelakaan lalulintas, hari perselingkuhan, hari kebohongan atau hari-hari kematian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar