Zaman Belanda
TAMAN MERDEKA - Merek taman ini dibuat tahun 2015 se masa Kota Metro dipimpin Pj walikota, Achmad Crisna Putra
Wilayah
Kota Metro sekarang pada waktu zaman pemerintahan Belanda merupakan
Onder Distrik Sukadana pada tahun 1937 masuk Marga Nuban. Masing-masing
Onder Distrik dikepalai oleh seorang asisten Demang, sedangkan Distrik
dikepalai oleh seorang Demang. Sedangkan atasan dari pada Distrik adalah
Onder afdeling yang dikepalai oleh seorang Controleur berkebangsaan
Belanda.
Tugas dari asisten Demang mengkoordinir Marga yang dikepalai oleh pesirah dan di dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh seorang Pembarap (wakil pesirah), seorang juru tulis dan seorang Pesuruh (opas). Pesirah selain berkedudukan sebagai kepala marga juga sebagai Ketua Dewan Marga. Pesirah dipilih oleh Penyimbang-penyimbang Kampung dalam marganya masing-masing.
Marga terdiri dari beberapa kampung yaitu dikepalai oleh Kepala Kampung dan dibantu oleh beberapa Kepala Suku. Kepala Suku diangkat dari tiaptiap suku di kampung itu. Kepala Kampung dipilih oleh penyimbang-penyimbang dalam kampung. Pada waktu itu Kepala Kampung harus penyimbang kampung, kalau bukan penyimbang kampung tidak bisa diangkat dan Kepala Kampung adalah anggota Dewan Marga.
Tugas dari asisten Demang mengkoordinir Marga yang dikepalai oleh pesirah dan di dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh seorang Pembarap (wakil pesirah), seorang juru tulis dan seorang Pesuruh (opas). Pesirah selain berkedudukan sebagai kepala marga juga sebagai Ketua Dewan Marga. Pesirah dipilih oleh Penyimbang-penyimbang Kampung dalam marganya masing-masing.
Marga terdiri dari beberapa kampung yaitu dikepalai oleh Kepala Kampung dan dibantu oleh beberapa Kepala Suku. Kepala Suku diangkat dari tiaptiap suku di kampung itu. Kepala Kampung dipilih oleh penyimbang-penyimbang dalam kampung. Pada waktu itu Kepala Kampung harus penyimbang kampung, kalau bukan penyimbang kampung tidak bisa diangkat dan Kepala Kampung adalah anggota Dewan Marga.
Zaman Jepang
Pada
zaman Jepang Residente Lampoengsche Districten dirubah namanya oleh
Jepang menjadi Lampung Syu. Lampung Syu dibagi dalam 3 (tiga) Ken,
yaitu:
- Teluk Betung Ken
- Metro Ken
- Kotabumi Ken
Wilayah Kota Metro sekarang, pada waktu itu termasuk Metro ken yang
terbagi dalam beberapa Gun, Son, marga-marga dan kampung-kampung. Ken
dikepalai oleh Kenco, Gun dikepalai oleh Gunco, Son dikepalai oleh
Sonco, Marga dikepalai oleh seorang Margaco, sedangkan Kampung dikepalai
oleh Kepala Kampung.
Zaman Indonesia Merdeka
Setelah
Indonesia merdeka dan dengan berlakunya pasal 2 Peraturan Peralihan UUD
1945, maka Metro Ken menjadi Kabupaten Lampung Tengah termasuk Kota
Metro didalamnya. Berdasarkan Ketetapan Residen Lampung No. 153/ D/1952
tanggal 3 September 1952 yang kemudian diperbaiki pada tanggal 20 Juli
1956 ditetapkan:
- Menghapuskan daerah marga-marga dalam Keresidenan Lampung.
- Menetapkan kesatuan-kesatuan daerah dalam Keresidenen Lampung dengan nama "Negeri" sebanyak 36 Negeri.
- Hak milik marga yang dihapuskan menjadi milik negeri yang bersangkutan.
Dengan dihapuskannya Pemerintahan Marga maka sekaligus sebagai
nantinya dibentuk Pemerintahan Negeri. Pemerintahan Negeri terdiri dari
seorang Kepala Negeri dan Dewan Negeri, Kepala Negeri dipilih oleh
anggota Dewan Negeri dan para Kepala Kampung. Negeri Metro dengan pusat
pemerintahan di Metro (dalam Kecamatan Metro).
Dalam praktek, dirasakan kurangnya keserasian antara pemerintahan, keadaan ini menyulitkan pelaksanaan tugas penierintahan oleh sebab itu Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Lampung pada tahun 1972 mengambil kebijaksanaan untuk secara bertahap Pemerintahan Negeri dihapus, sedangkan hak dan kewajiban Pemerintahan Negeri beralih kepada kecamatan setempat.
Pada zaman Pemerintahan Belanda Kota Metro masih merupakan hutan belantara yang merupakan bagian dari wilayah Marga Nuban, yang kemudian dibuka oleh para kolonisasi pada tahun 1936. Pada tahun 1937 resmi diserahkan oleh Marga Nuban dan sekaligus diresmikan sebagai Pusat Pemerintahan Onder Distrik (setingkat kecamatan).
Pada zaman pemerintahan Jepang onder distrik tersebut tetap diakui dengan nama Sonco (caniat). Pada zaman pelaksanaan kolonisasi selain Metro juga terbentuk onder distrik yaitu Pekalongan, Batanghari, Sekampung dan Trimurjo.
Kelima onder distrik ini mendapat rencana pengairan teknis yang bersumber dari Way sekampung yang pelaksanaannya dilaksanakan oleh para kolonisasi-kolonisasi yang sudah bermukim di bedeng-bedeng dimulai dari Bedeng I bertempat di Trimurjo dan Bedeng 62 di Sekampung, yang kemudian nama bedeng tersebut diberi nama, contohnya Bedeng 21, Yosodadi.
Pada zaman Jepang pengairan teknis masih terus dilanjutkan karena pada waktu pemerintahan Belanda belum juga terselesaikan.
Dan pada zaman kemerdekaan pengairan teknis tersebut masih terus dilanjutkan sesuai dengan pengembangan teknis yang direncanakan hingga sekarang.
Adapun nama Kota Metro sebenarnya dari bahasa Jawa "Mitro", yang berarti sahabat (tempat berkumpulnya orang untuk bersahabat atau menjalin persahabatan).
Dan menurut bahasa Belanda "Meterm" yang berarti pusat (centrum) dengan demikian diartikan sebagai suatu tempat yang diletakkan strategis Mitro yang berarti sahabat, hal tersebut dilatarbelakangi dari kolonisasi yang datang dari berbagai daerah diluar wilayah Sumatera. Pada zaman kemerdekaan nama Kota Metro tetap Metro. Dengan berlakunya pasal 2 Peraturan Peralihan Undang-undang Dasar 1945 maka Metro menjadi Kabupaten yang dikepalai oleh seorang Bupati pada tahun 1945, yang pada waktu itu Bupati yang pertama menjabat adalah Burhanuddin (1945-1948).
Sebelum menjadi Kota Administratif, Metro merupakan suatu wilayah kecamatan yakni kecamatan Metro Raya dengan 6 (enam) kelurahan dan 11(sebelas) desa.
Adapun 6 kelurahan itu adalah:
Dalam praktek, dirasakan kurangnya keserasian antara pemerintahan, keadaan ini menyulitkan pelaksanaan tugas penierintahan oleh sebab itu Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Lampung pada tahun 1972 mengambil kebijaksanaan untuk secara bertahap Pemerintahan Negeri dihapus, sedangkan hak dan kewajiban Pemerintahan Negeri beralih kepada kecamatan setempat.
Pada zaman Pemerintahan Belanda Kota Metro masih merupakan hutan belantara yang merupakan bagian dari wilayah Marga Nuban, yang kemudian dibuka oleh para kolonisasi pada tahun 1936. Pada tahun 1937 resmi diserahkan oleh Marga Nuban dan sekaligus diresmikan sebagai Pusat Pemerintahan Onder Distrik (setingkat kecamatan).
Pada zaman pemerintahan Jepang onder distrik tersebut tetap diakui dengan nama Sonco (caniat). Pada zaman pelaksanaan kolonisasi selain Metro juga terbentuk onder distrik yaitu Pekalongan, Batanghari, Sekampung dan Trimurjo.
Kelima onder distrik ini mendapat rencana pengairan teknis yang bersumber dari Way sekampung yang pelaksanaannya dilaksanakan oleh para kolonisasi-kolonisasi yang sudah bermukim di bedeng-bedeng dimulai dari Bedeng I bertempat di Trimurjo dan Bedeng 62 di Sekampung, yang kemudian nama bedeng tersebut diberi nama, contohnya Bedeng 21, Yosodadi.
Pada zaman Jepang pengairan teknis masih terus dilanjutkan karena pada waktu pemerintahan Belanda belum juga terselesaikan.
Dan pada zaman kemerdekaan pengairan teknis tersebut masih terus dilanjutkan sesuai dengan pengembangan teknis yang direncanakan hingga sekarang.
Adapun nama Kota Metro sebenarnya dari bahasa Jawa "Mitro", yang berarti sahabat (tempat berkumpulnya orang untuk bersahabat atau menjalin persahabatan).
Dan menurut bahasa Belanda "Meterm" yang berarti pusat (centrum) dengan demikian diartikan sebagai suatu tempat yang diletakkan strategis Mitro yang berarti sahabat, hal tersebut dilatarbelakangi dari kolonisasi yang datang dari berbagai daerah diluar wilayah Sumatera. Pada zaman kemerdekaan nama Kota Metro tetap Metro. Dengan berlakunya pasal 2 Peraturan Peralihan Undang-undang Dasar 1945 maka Metro menjadi Kabupaten yang dikepalai oleh seorang Bupati pada tahun 1945, yang pada waktu itu Bupati yang pertama menjabat adalah Burhanuddin (1945-1948).
Sebelum menjadi Kota Administratif, Metro merupakan suatu wilayah kecamatan yakni kecamatan Metro Raya dengan 6 (enam) kelurahan dan 11(sebelas) desa.
Adapun 6 kelurahan itu adalah:
- Kelurahan Metro
- Kelurahan Mulyojati
- Kelurahan Tejosari
- Kelurahan Yosodadi
- Kelurahan Hadimulyo
- kelurahan Ganjar Agung
Sedangkan 11 desa tersebut adalah:
- Desa Karangrejo
- Desa Banjar Sari
- Desa Purwosari
- Desa Margorejo
- Desa Rejomulyo
- Desa Sumbersari
- Desa Kibang
- Desa Margototo
- Desa Margajaya
- Desa Sumber Agung
- Desa Purbosembodo
Atas dasar Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 1986 tanggal 14
Agustus 1986 dibentuk Kota Administratif Metro terdiri dari
Kecamatan Metro Raya dan Bantul diresmikan tanggal 9 September
1987 oleh Menteri Dalam Negeri.
Yang dalam perkembangannya lima desa di seberang Way Sekampung atau sebelah Selatan Wav Sekampung dibentuk menjadi satu Kecamatan, yaitu kecamatan Metro Kibang dan dimasukkan ke dalam wilayah pembantu Bupati Lampung Tengah wilayah Sukadana (sekarang masuk menjadi Kabupaten Lampung Timur). Dan pada tahun yang sama terbentuk 2 wilayah pembantu Bupati yaitu Sukadana dan Gunungsugih.
Dengan kondisi dan potensi yang, cukup besar serta ditunjang dengan sarana dan prasarana yang memadai, Kotif Metro tumbuh pesat sebagai pusat perdagangan, pendidikan, kebudayaan dan juga pusat pemerintahan, maka sewajarnyalah dengan kondisi dan potensi yang ada tersebut Kotif Metro ditingkatkan statusnya menjadi Kotamadya Metro.Otonomi Daerah pada 1999, dibentuknya Kota Metro sebagai daerah otonom berdasarkan UU No 12 Tahun 1999 yang diundangkan tanggal 20 April 1999 dan diresmikan pada tanggal 27 April 1999 di Jakarta bersama-sama dengan Kota Dumai (Riau), Kota Cilegon, Kota Depok (Jawa Barat ),Kota Banjarbaru (Kalsel) dan Kota Ternate (Maluku Utara).
Kota Metro pada saat diresmikan terdiri dari 2 kecamatan, yang masing-masing adalah sebagai berikut:
Yang dalam perkembangannya lima desa di seberang Way Sekampung atau sebelah Selatan Wav Sekampung dibentuk menjadi satu Kecamatan, yaitu kecamatan Metro Kibang dan dimasukkan ke dalam wilayah pembantu Bupati Lampung Tengah wilayah Sukadana (sekarang masuk menjadi Kabupaten Lampung Timur). Dan pada tahun yang sama terbentuk 2 wilayah pembantu Bupati yaitu Sukadana dan Gunungsugih.
Dengan kondisi dan potensi yang, cukup besar serta ditunjang dengan sarana dan prasarana yang memadai, Kotif Metro tumbuh pesat sebagai pusat perdagangan, pendidikan, kebudayaan dan juga pusat pemerintahan, maka sewajarnyalah dengan kondisi dan potensi yang ada tersebut Kotif Metro ditingkatkan statusnya menjadi Kotamadya Metro.Otonomi Daerah pada 1999, dibentuknya Kota Metro sebagai daerah otonom berdasarkan UU No 12 Tahun 1999 yang diundangkan tanggal 20 April 1999 dan diresmikan pada tanggal 27 April 1999 di Jakarta bersama-sama dengan Kota Dumai (Riau), Kota Cilegon, Kota Depok (Jawa Barat ),Kota Banjarbaru (Kalsel) dan Kota Ternate (Maluku Utara).
Kota Metro pada saat diresmikan terdiri dari 2 kecamatan, yang masing-masing adalah sebagai berikut:
Kecamatan Metro Raya:
- Kelurahan Metro
- Kelurahan Ganjar Agung
- Kelurahan Yosodadi
- Kelurahan Hadimulyo
- Kelurahan Banjarsari
- Kelurahan Purwosari
- Kelurahan Karangrejo
Kecamatan Bantul, membawahi:
- Kelurahan Mulyojati
- Kelurahan Tejosari
- Desa Margorejo
- Desa Rejomulyo
- Desa Sumbersari
Kemudian berdasarkan Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 25 Tahun
2000 tentang Pemekaran Kelurahan dan Kecamatan di Kota Metro, wilayah
administrasi pemerintahan Kota Metro dimekarkan menjadi 5 Kecamatan yang
meliputi 22 Kelurahan.
Kecamatan Metro Pusat
- Kelurahan Metro
- Kelurahan Imopuro
- Kelurahan Hadimulyo Timur
- Kelurahan Hadimulyo Barat
- Kelurahan Yosomulyo
Kecamatan Metro Timur
- Kelurahan Iringmulyo
- Kelurahan Yosodadi
- Kelurahan Yosorejo
- Kelurahan Tejosari
- Kelurahan Tejoagung
Kecamatan Metro Barat
|
- Kelurahan Banjar Sari
- Kelurahan Karang Rejo
- Kelurahan Purwosari
- Kelurahan Purwoasri
- Kelurahan Sumbersari
- Kelurahan Margorejo
- Kelurahan Margodadi
- Kelurahan Rejomulyo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar