Senin, 01 Desember 2008

Daftar Suku Bangsa di Indonesia:

Daftar Suku Bangsa di Indonesia:
A
Suku Aceh di NAD : Banda Aceh, Aceh Besar
Suku Alas di NAD : Aceh Tenggara
Suku Alordi NTT : Kabupaten Alor
Suku Ambon di Maluku : Kota Ambon
Suku Ampana
Suku Anak Dalam (Anak Rimbo) di Jambi
Suku Aneuk Jamee di NAD : Aceh Selatan, Aceh Barat Daya
Suku Arab-Indonesia
Suku Aru di Maluku : Kepulauan Aru
Suku Asmat di Papua

B
Suku Bali di Bali terdiri :
Suku Bali Majapahit di sebagian besar Pulau Bali
Suku Bali Aga di Karangasem dan Kintamani
Suku Balantak di di Sulawesi Tengah
Suku Banggai di Sulawesi Tengah : Kabupaten Banggai Kepulauan
Suku Baduy di Banten
Suku Bajau di Kalimantan Timur
Suku Bangka di Bangka Belitung
Suku Banjar di Kalimantan Selatan
Suku Batak di Sumatera Utara terdiri :
Suku Karo Kabupaten Karo
Suku Mandailing di Mandailing Natal
Suku Angkola di Tapanuli Selatan
Suku Toba di Toba Samosir
Suku Pakpak di Pakpak Bharat
Suku Simalungun di Kabupaten Simalungun
Suku Batin di Jambi
Suku Bawean di Jawa Timur : Gresik
Suku Belitung di Bangka Belitung
Suku Bentong
Suku Berau di Kalimantan Timur : Kabupaten Berau
Suku Betawi di Jakarta
Suku Bima NTB : Kota Bima
Suku Boti
Suku Bolang Mongondow di Sulawesi Utara : Kabupaten Bolaang Mongondow
Suku Bugis di Sulawesi Selatan
Orang Bugis Pagatan, di Kusan Hilir, Tanah Bumbu, Kalsel
Suku Bungku di Sulawesi Tengah : Kabupaten Morowali
Suku Buru di Maluku : Kabupaten Buru
Suku Buol di Sulawesi Tengah : Kabupaten Buol
Suku Buton di Sulawesi Tenggara : Kabupaten Buton dan Kota Bau-Bau

D
Suku Damal di Mimika
Suku Dampeles
Suku Dani
Suku Dayak terdiri :
Suku Punan
Suku Kanayatn di Kalimantan Barat
Suku Ibandi Kalimantan Barat
Suku Mualang di Kalimantan Barat : Sekadau, Sintang
Suku Bidayuh di Kalimantan Barat : Sanggau
Suku Mali di Kalimantan Barat
Suku Seberuang di Kalimantan Barat : Sintang
Suku Sekujam di Kalimantan Barat : Sintang
Suku Sekubang di Kalimantan Barat : Sintang
Suku Ketungau di Kalimantan Barat
Suku Desa di Kalimantan Barat
Suku Kantuk di Kalimantan Barat
Suku Ot Danum atau Dohoi di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat
Suku Limbai di Kalimantan Barat
Suku Kebahan di Kalimantan Barat
Suku Pawan di Kalimantan Barat
Suku Tebidah di Kalimantan Barat
Suku Bakumpai di Kalimantan Selatan Barito Kuala
Orang Barangas di Kalimantan Selatan Barito Kuala
Suku Bukit di Kalimantan Selatan
Orang Dayak Pitap di Awayan, Balangan, Kalsel
Suku Dayak Hulu Banyu di Kalimantan Selatan
Suku Dayak Balangan di Kalimantan Selatan
Suku Dusun Deyah di Kalimantan Selatan : Tabalong
Suku Ngaju di Kalimantan Tengah : Kabupaten Kapuas
Suku Siang Murung di Kalimantan Tengah : Murung Raya
Suku Bara Dia di Kalimantan Tengah : Barito Selatan
Suku Ot Danum di Kalimantan Tengah
Suku Lawangan di Kalimantan Tengah
Suku Dayak Bawo di Kalimantan Tengah : Barito Selatan
Suku Tunjung, Kutai Barat, rumpun Ot Danum
Suku Benuaq, Kutai Barat, rumpun Ot Danum
Suku Bentian, Kutai Barat, rumpun Ot Danum
Suku Bukat, Kutai Barat
Suku Busang, Kutai Barat
Suku Ohong, Kutai Barat
Suku Kayan, Kutai Barat, rumpun Apo Kayan
Suku Bahau, Kutai Barat, rumpun Apo Kayan
Suku Penihing, Kutai Barat, rumpun Punan
Suku Punan, Kutai Barat, rumpun Punan
Suku Modang, Kutai Timur, rumpun Punan
Suku Basap, Bontang-Kutai Timur
Suku Ahe, Kabupaten Berau
Suku Tagol, Malinau, rumpun Murut
Suku Brusu, Malinau, rumpun Murut
Suku Kenyah, Malinau, rumpun Apo Kayan
Suku Lundayeh, Malinau
Suku Pasir di Kalimantan Timur : Kabupaten Pasir
Suku Dusun di Kalimantan Tengah
Suku Maanyan di Kalimantan Tengah : Barito Timur
Orang Maanyan Paju Sapuluh
Orang Maanyan Paju Epat
Orang Maanyan Dayu
Orang Maanyan Paku
Orang Maanyan Benua Lima Maanyan Paju Lima
Orang Dayak Warukin di Tanta, Tabalong, Kalsel
Suku Samihim, Pamukan Utara, Kotabaru, Kalsel
Suku Dompu NTB : Kabupaten Dompu
Suku Donggo
Suku Duri di Sulawesi Selatan

E
Suku Eropa-Indonesia (orang Indo atau peranakan Eropa-Indonesia)
F
Suku Flores di NTT : Flores Timur
G
Suku Gayo di NAD : Gayo Lues Aceh Tengah Bener Meriah
Suku Gorontalo di Gorontalo : Kota Gorontalo
Suku Gumai di Sumatera Selatan : Lahat
Suku Komering di Sumatera Selatan : Baturaja
Suku Semendo di Sumatera Selatan : Muara Enim
Suku Lintang di Sumatera Selatan : Lahat
I
Suku India-Indonesia
J
Suku Banten di Banten
Suku Cirebon di Jawa Barat : Kota Cirebon
Suku Jawa di Jawa Tengah, Jawa Timur
Suku Tengger di Jawa Timur
Suku Osing di Jawa Timur : Banyuwangi
Orang Samin di Jawa Tengah : Purwodadi
Suku Jambi di Jambi : Kota Jambi

K
Suku Kaili di Sulawesi Tengah : Kota Palu
Suku Kaur di Bengkulu : Kabupaten Kaur
Suku Kayu Agung di Sumatera Selatan
Suku Kerinci di Jambi : Kabupaten Kerinci
Suku Komering di Sumatera Selatan : Kabupaten Ogan Komering Ilir
Suku Konjo Pegunungan
Suku Konjo Pesisir
Suku Kubu di Jambi dan Sumatera Selatan
Suku Kulawi di Sulawesi Tengah
Suku Kutai di Kalimantan Timur : Kutai Kartanegara
Suku Kluet di NAD : Aceh Selatan
Suku Krui di Lampung
L
Suku Laut
Suku Lampung di Lampung
Suku Lematang di Sumatera Selatan
Suku Lembak
Suku Lintang
Suku Lom
Suku Lore
Suku Lubu
Suku Karo Sumatera Utara

M
Suku Madura di Jawa Timur
Suku Makassar di Sulawesi Selatan : Kota Makassar
Suku Mamasa (Toraja Barat) di Sulawesi Barat : Kabupaten Mamasa
Suku Mandar Sulawesi Barat : Polewali Mandar
Suku Melayu
Suku Melayu Riau di Riau
Suku Melayu Tamiang di NAD : Aceh Tamiang
Suku Mentawai di Sumatera Barat : Kabupaten Kepulauan Mentawai
Suku Minahasa di Sulawesi Utara : Kabupaten Minahasa terdiri 9 subetnik :
Suku Babontehu
Suku Bantik
Suku Pasan Ratahan
Suku Ponosakan
Suku Tonsea
Suku Tontemboan
Suku Toulour
Suku Tonsawang
Suku Tombulu
Suku Minangkabau
Suku Mori
Suku Muko-Muko di Bengkulu : Kabupaten Mukomuko
Suku Muna di Sulawesi Tenggara : Kabupaten Muna
N
Suku Nias di Sumatera Utara : Kabupaten Nias, Nias Selatan
O
Suku Osing di Banyuwangi Jawa Timur
Suku Ogan di Sumatera Selatan
P
Suku Papua/Irian
Suku Asmat di Kabupaten Asmat
Suku Biak di Kabupaten Biak Numfor
Suku Dani
Suku Ekagi
Suku Amungme di Mimika
Suku Bauzi
Suku Arfak di Manokwari
Suku Kamoro di Mimika
Suku Palembang di Sumatera Selatan : Kota Palembang
Suku Pamona di di Sulawesi Tengah : Kabupaten Poso
Suku Pasemah di Sumatera Selatan
Suku Pesisi di Sumatera Utara : Tapanuli Tengah
Suku Pasir di Kalimantan Timur : Kabupaten Pasir

R
Suku Rawa
Suku Rejang di Bengkulu : Rejang Lebong
Suku Rote di NTT : Kabupaten Rote Ndao
[sunting] S
Suku Saluan di Sulawesi Tengah
Suku Sambas (Melayu Sambas) di Kalimantan Barat : Kabupaten Sambas
Suku Sangir di Sulawesi Utara : Kepulauan Sangihe
Suku Sasak di NTB, Lombok
Suku Sekak Bangka
Suku Sekayu di Sumatera Selatan
Suku Semendo di Bengkulu
Suku Simeulue di NAD : Kabupaten Simeulue
Suku Sigulai di NAD : Kabupaten Simeulue bagian utara
Suku Sumbawa Di NTB : Kabupaten Sumbawa
Suku Sumba di NTT : Sumba Barat, Sumba Timur
Suku Sunda di Jawa Barat

T
Suku Talaud di Sulawesi Utara : Kepulauan Talaud
Suku Talang Mamak di Riau : Indragiri Hulu
Suku Tamiang di Aceh : Kabupaten Aceh Tamiang
Suku Ternate di Maluku Utara : Kota Ternate
Suku Tidore di Maluku Utara : Kota Tidore
Suku Timor di NTT, Kota Kupang
Suku Tionghoa-Indonesia
Orang Cina Parit di Pelaihari, Tanah Laut, Kalsel
Suku Tojo di Sulawesi Tengah : Kabupaten Tojo Una-Una
Suku Toraja di Sulawesi Selatan : Tana Toraja
Suku Tolaki di Sulawesi Tenggara : Kendari
Suku Toli Toli di Sulawesi Tengah : Kabupaten Toli-Toli
Suku Tomini di Sulawesi Tengah : Kabupaten Parigi Moutong

U
Suku Una-una di Sulawesi Tengah : Kabupaten Tojo Una-Una

W
Suku Wolio di Sulawesi Tenggara: Buton

KODE WILAYAH 2003

KODE WILAYAH 2003
PROPINSI BENGKULU

KODE KECAMATAN KELURAHAN/DESA
17 02 060 000 LEBONG UTARA
17 02 060 013 TALANG ULU
17 02 060 014 KAMPUNG MUARA AMAN
17 02 060 015 DUSUN MUARA AMAN
17 02 060 016 SUKA MARGA
17 02 060 017 PAYA EMBIK
17 02 060 018 MUARA KETAYU
17 02 060 020 GARUT
17 02 060 021 EMBONG
17 02 060 022 KOTA BARU
17 02 060 023 KOTA AGUNG
17 02 060 024 LIMAU
17 02 060 025 BENTANGUR
17 02 060 026 TALANG BUNUT
17 02 060 027 SUKARAJA
17 02 060 028 LEBONG DONOK
17 02 060 029 PASAR MUARA AMAN
17 02 060 030 KAMPUNG JAWA DALAM
17 02 060 031 GANDUNG
17 02 060 032 LOKASARI
17 02 060 033 LEBONG TAMBANG
17 02 060 034 KAMPUNG JAWA BARU
17 02 060 035 LADANG PALEMBANG
17 02 060 036 TUNGGANG
17 02 060 037 AIR KOPRAS
17 02 060 038 TAMBANG SAWAH
17 02 060 039 KETENONG SATU
17 02 060 040 KETENONG DUA
17 02 060 041 SEBELAT ULU

TUN JANG

Suku Rejang
Suku Rejang adalah salah satu suku tertua di pulau Sumatera selain suku bangsa Melayu. Suku Rejang diyakini berasal dari daerah Sumatera bagian utara dan kemudian menyebar sampai ke daerah Lebong, Kepahiang, Curup dan sampai di tepi sungai ulu musi di perbatasan dengan Sumatera Selatan. Suku Rejang terbanyak menempati Kabupaten Rejang Lebong yang kini memekarkan diri menjadi Kabupaten Rejang Lebong (induk), Kabupaten Kepahiang, dan Kabupaten Lebong. Bila kita lihat dari dialek bahasa yang digunakan penutur Bahasa Rejang, sangat jelas perbedaan antara Bahasa Melayu dan bahasa daerah di Sumatera lainnya. Suku Rejang menempati Kabupaten Rejang Lebong, Kabupaten Kepahiang, Kabupaten Bengkulu Utara, dan Kabupaten Lebong. Suku ini merupakan terbesar di provinsi Bengkulu, namun secara sumber daya manusia, agaknya suku ini kurang begitu adaptif terhadap perkembangan di luar daerah. Ini dikarenakan kultur masyarakat Rejang yang sulit untuk menerima pendapat di luar dari pendapat kelaziman menurut pendapat mereka, dan masih rendahnya tingkat pendidikan. Sehingga pada umumnya sifat dan watak dari suku Rejang masih primitif. Karena mayoritas suku Rejang masih primitif, potensi SDM mereka relatif lamban dalam berkembang. Apalagi sifat iri dan dengki yang menjadi tradisi dan ciri khas dari sifat primitif itu sendiri. Sehingga proses kemajuan semakin terhambat. Tetapi kini beberapa putra-putri suku Rejang telah menempuh pendidikan tinggi seperti ilmu pendidikan keguruan, dokter, ilmu hukum, ilmu ekonomi, sastra dan lain lain. Banyak yang telah menekuni profesi sebagai guru, pejabat teras, dokter, pegawai kantor, pengacara, polisi, dan berbagai profesi yang lebih tinggi status-nya ketimbang petani ataupun sekedar tukang ojek.
Suku Rejang memiliki perbedaan yang mencolok dalam dialek penuturan bahasa. Dialek Rejang Kepahiang memiliki perbedaan dengan dialek Rejang di Kabupaten Rejang Lebong yang dikenal dialek Rejang Curup, dialek Rejang Bengkulu Utara (identik dengan dialek Rejang Curup), dan dialek Rejang yang penduduknya di wilayah Kabupaten Lebong. Sehingga secara kenyataan yang ada, dialek dominan Rejang terdiri tiga macam. Dialek tersebut adalah sebagai berikut:
Dialek Rejang Kepahiang
Dialek Rejang Curup
Dialek Rejang Lebong
Dari tiga pengelompokan dari dialek Rejang tersebut, kini Rejang terbagi menjadi Rejang Kepahiang, Rejang Curup, dan Rejang Lebong. Namun, meskipun dialek dari ketiga bahasa Rejang tersebut relatif berbeda, tapi setiap penutur asli bahasa Rejang dapat memahami perbedaan kosakata disaat komunikasi berlangsung. Karena perbedaan tersebut dapat diumpakan seperti perbedaan dialek pada Bahasa Inggris Amerika, Bahasa Inggris Britania, dan Bahasa Inggris Australia. Secara filosofis, perbedaan dialek Bahasa Rejang terjadi karena faktor jarak, faktor sosial, dan faktor psikologis dari suku Rejang itu sendiri. Hal ini juga membuktikan bahwa tingkat persatuan dan kesatuan suku Rejang masih sangat rendah jika dibandingkan dengan suku bangsa lainnya (Batak, Sunda, dan Jawa).
Mengenai asal-usul ataupun sejarah suku Rejang, masih terdapat kesimpang-siuran pendapat. Kalau diamati dari publikasi mengenai Rejang, Rejang Lebong masih sangat mendominasi tentang asal-usul Rejang. Tapi pada kenyataannya, itu semua terjadi karena tulisan mengenai Rejang banyak dirintisi oleh suku Rejang yang berasal dari Lebong saja. Apa yang terjadi tentang suku Rejang Kepahiang? Maka oleh sebab itu, Wikipedia Indonesia menjadi perintis mengenai ensiklopedia tentang suku Rejang secara nyata dan modern berdasarkan fakta yang ada serta bukan hanya sekedar mitos belaka. Apalagi secara logika, mengenai sejarah yang telah dipublikasi, banyak yang reliabilitas dan validitasnya masih diragukan. Malahan terkesan legenda yang tidak berbeda dengan film fiksi buatan Bollywood.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa Rejang terbagi tiga kelompok besar yang sudah pasti ada keterkaitan asal-usul. Tetapi dari ketiga Rejang tersebut tidak ada yang mendominasi secara sejarah, adat, maupun tradisi kehidupan yang berdasarkan kenyataan yang ada. Untuk menuju kesempurnaan data, artikel tentang Rejang mesti merujuk pada kenyataan yang ada pada saat ini, karena informasi yang terdahulu, masih banyak manipulasi dari bangsa penjajah (Belanda) yang pastinya banyak rekayasa dan mengandung unsur politik pemecah-belahan persatuan.

Jumlah Rumah Tangga Tahun 2000

Lebong Selatan, Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu

Desa Rumah Tangga
AIR DINGIN 532
RIMBO PENGADANG 269
TANJUNG 142
TALANG DONOK 180
TALANG BARU 463
TAPUS 417
SUKA NEGERI 517 (Topos)
BANDAR AGUNG 167
TALANG RATU 315
SUKA SARI 201
KOTA DONOK 450
MANGKU RAJO 330
T E S 542
TABA ANYAR 465
TURAN TIGING 264
MUBAI 476
TURAN LALANG 495
KARANG DAPO ATAS192
KARANG DAPO BAWAH 271
PUNGGUK PEDARO 377
TALANG KERINCI 125
PEL TALANG LEAK 251
TALANG LEAK I 428
BUNGIN 212
TALANG LEAK II 275
UJUNG TANJUNGII 572
UJUNG TANJUNG I 530
MAGELANG BARU 212
LIMAUPIT 241
SUKA BUMI 219
TALANG SAKTI 254
SEMELAKO 773
KARANG ANYAR 75
TANJUNG BUNGA 420
PAGAR AGUNG 167
EMBONG PANJANG 448
Jumlah 12,267
Sumber : BPS, Podes 2000

Mata Pilih di Kabupaten Lebong

Berdasarkan surat keputusan KPU Pusat No. 160/SK/KPU/2008, Padang Bano terdaftar sebagai pemilih di Lebong. Menurut informasi Ketua KPU Lebong Zamhari, SH berdasarkan surat bertanggal 16 Juli 2008 tersebut, Kecamatan Padang Bano bersama Lebong Utara dan Lebong Atas ditetapkan sebagai Daerah Pemilihan (DP) I, yang akan memilih 12 anggota DPRD Lebong. Sedangkan Kecamatan Rimbo Pengadang, Lebong Selatan,dan Lebong Tengah jumlah kuota kursi nya adalah 13.

Berdasarkan data tersebut, diketahui potensi pemilih di Kecamatan:
Padang Bano 4.462 orang pemilih terdiri dari 1.784 laki-laki dan 2.678 perempuan.
Lebong Utara 21.027 orang pemilih terdiri dari 9.902 laki-laki dan 11.125 perempuan.
Lebong Atas 5.584 orang pemilih terdiri dari 2.817 laki-laki dan 2.767 perempuan.
Lebong Tengah 10.911 orang pemilih terdiri dari 5.611 laki-laki dan 5.300 perempuan.
Lebong Selatan 16.583 orang pemilih terdiri dari 8.096 laki-laki dan 8.487 perempuan.
Rimbo Pengadang 7.993 orang pemilih terdiri dari 3.393 laki-laki dan 4.600 perempuan
Total pemilih di Kabupaten Lebong adalah 66.560 orang pemilih dengan jumlah laki-laki 31.603 orang, dan perempuan 34.957 orang. (dmi-RB, Selasa 29/07/08)

SELUPU LEBONG

PROPIL SINGKAT
Komunitas adat Selupu Lebong secara Administratif berada di Bagian Utara Lebong atau berada pada Kecamatan Lebong Atas yang memiliki 12 Desa Administratif, atau secara fisik berbatasan :
Bagian Utara : berbatatasan dengan Kecamatan Lebong Utara Kabupaten Lebong
Bagian Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Giri Mulya Kabupaten Bengkulu Utara
Bagian Timur: berbatasan dengan Kecamatan Lebong Tengah Kabupaten Lebong
Bagian Barat: berbatasan dengan Kecamatan Ketahun Kabupaten Bengkulu Utara

DATA JUMAH PENDUDUK DESA
KECAMATAN LEBONG ATAS
BULAN APRIL 2006

NO NAMA DESA LK-LK PR JUMLAH
1 Taba baru 441 508 949
2 Taba baru I 453 427 880
3 Taba baru II 144 120 264
4 Desa Danau 411 467 878
5 Desa Atastebing 346 388 734
6 Desa Baru 192 194 386
7 Desa Suko Kayo 305 324 624
8 Desa Pelabi 339 380 719
9 Desa Kota Baru Santan 760 810 1.570
10 Desa Suka Datang 789 747 1.536
11 Desa Gunung Alam 338 354 692
12 Tanjung Agung 487 493 980
Jumlah Total 10. 212
Wilayah Selupu Lebong ini sering juga di sebut dengan wilayah Tubey, Selupu berasal dari kata bahasa Rejang kuno “berduyun-duyun” yang berarti bergerombolan, penamaan ini sebenarnya merupakan dari aktivitas anak suku di bawah pimpinan Biku/Bikau Sepanjang Jiwo yang mengantikan Ajai Malang pada ritual penebangan kayu Benuang Sakti. Dari aktivitas dalam prosesi inilah masing-masing anak suku yang ada di Lebong menamakan Marga atau kelembagaan adatnya, menurut DR.G.A.Wilken dalam Koloniale Tydsehrift Aguastus 1917 No 8 menyebutkan bahwa Marga berasal dari kata Sangkrit yang artinya sebuah kesatuan masyarakat yang berkumpul atas dasar memiliki asal usul secara turun temurun dan mempunyai aturan yang khas untuk mengatur tata kehidupannya (opperhoofd) dan wilayah adat. Setiap kumpulan/Marga ini dikepalai oleh sebelumnya dipimpin oleh seorang Ajai (Majai Pimpinan Clan) Kemudian di sebut Depati atau Pesirah/Sirah keterangan ini dapat ditemui dalam V.Maersden Historys of Sumatra 1764 dan Memorial Van Avergave Resident. Selupu adalah salah satu induk Marga Rejang Jhon Marsden (1757-1779) menyebutnya Seloppo. Dalam Memorial Van Over Gave dan Over Name Resident Ross Van Raads Hoven bahwa Marga Selupu Lebong ini berkedudukan di Plabai (berasal dari bahasa local yang berarti tempat).

Selain di Lebong terdapat juga kesatuan adat Selupu Rejang yang berkedudukan di Batu Lebar Kesambe Lama Kabupaten Rejang Lebong, hal tersebut dikarenakan pertambahan penduduk dan ekspansi masyarakat adat, tetapi ada beberapa kesepakatan yang di bangun ditingat komunitas bahwa dimanapun anak Marga Selupu Lebong mendirikan Marga maka harus dinamankan Selupu, tetapi Marga Merigi karena proses sejarah dan kasus maka penamaan marganya di namakan Merigi yang berasal dari kata Migai (ami igai atau tidak lagi). Dalam mengatur tata pergaulan antara manusia dalam pranata adat terkecil yang disebut Kutai masyarakat adat Selupu diikat dengan tata aturan yang disebut dengan adat rian ca’o merupakan adat yang dibangun atas kesepakatan dan kemudian secara lebih luas di sebut adat Beak Nyoa Pinang. Pada proses-proses sengketa Pidana dan Perdata penyelesaiannya lebih menonjolkan pendekatan musyawarah yang dilakukan oleh Ketua Sukau atau perwakilan clan/keluarga, sementara kepala adat hanya sebagai pengesah dari keputusan sidang adat. Selain peradilan adat Secara umum Masyarakat Adat Selupu Lebong mengenal adanya pembagian peruntukan lahan di wilayah adatnya yaitu areal pemukiman (di sebut Sadei, Kutai), arel perladangan (disebut Talang) dan wilayah hutan (di sebut Imbo Piadan/Hutan yang dipelihara) wilayah hutan bagi masyarakat Selupu Lebong secara konseptual bukan saja sekedar tegaknya kayu melainkan satu kesatuan ekosistem yang terdiri dari tumbuhan, satwa, air, udara, tanah dan mineral serta manusia dan pranata sosialnya. Bahkan hutan bukan saja persoalan ekonomi melainkan juga mempunyai dimensi sosial, budaya, politik serta pertahanan dan keamanan yang tinggi. Hutan bagi masyarakat Selupu Lebong pun memberi penegasan bahwa aktor utama dalam pengelolaan hutan adalah komunitas adat setempat.

Dalam melanjutkan kehidupannya. Mayarakat adat Selupu Lebong menanam padi, menanam tanaman perkebunan, memamfaatkan hasil hutan kayu-nonkayu, dan hasil-hasil sungai di wilayah adatnya. Pola seperti ini dimungkinkan karena sebagaian besar masyarakat Rejang Selupu Lebong tinggal di desa-desa di areal pemukiman dan berjauhan dari areal perladangan. Mereka menginap di ladang dan hanya kembali satu hari dalam satu atau dua minggu yaitu pada hari pasar desa (Masyarakat Selupu Lebong menyebutnya Peken). Dengan adanya pembagian peruntukan itu bisa dipahami bahwa wilayah adat masyarakat Rejang Selupu Lebong mempunyai wilayah sangat luas bahkan sebuah desa bisa memiliki wilayah sampai ribuan hektar. Pada masyarakat Rejang Selupu Lebong pengetahuan tentang batas wilayah adat di berikan secara lisan serta tutun-temurun dan mengacu pada batas-batas alam tertentu (Pacang Balei-Balei, Kes Tages) atau mantal map seperti sungai, mata air dan jenis kayu tertentu seperti pohon Seluang Abang dan pinang. Untuk areal pemukiman di tandai dengan adanya makam leluhur dan tanda alam lainnya (Gais Pigai). Sayangnya hak pengolahan atas wilayah adat tersebut tidak dapat dibuktikan dengan batasan yang jelas apalagi sampai di akui oleh hukum formal, padahal dengan adanya batasan yang jelas dan terifikasi seperti peta keberadaan wilayah milik masyarakat adat dapat di mengerti dan di akui pihak lain.

Sebagian masyarakat sepenuhnya menyadari hidupnya yang ketergantungan dengan alam, masyarakat Rejang Selupu Lebong mengelola dan memamfaatkan sumber daya alam sebaik-baiknya. Berbagai larangan untuk menebang pohon tertentu misalnya pohon madu (Sialang) dianggap sama dengan menghilangkan nyawa seseorang, menebang pohon belum waktunya dan menebang pohon di sepanjang badan sungai Kiyeu Celako demikian jenis kearifan yang ada pada masyarakat Rejang Selupu Lebong hal ini merupakan strategi guna untuk mempertahankan keberlanjutan sumber daya alam. Orang Rejang Selupu Lebong percaya bahwa ada kekuatan lain di luar kemampuan dan tanda-tanda alam yang harus dihormati sebagai ujut kebersatuan dengan alam mereka mengenal dengan tuweak celako. Hingga saat ini upacara-upacara adat yang berkaitan dengan hal di atas masih sering dilakukan seperti upacara di seputar tanaman padi (Mundang Biniak), membuka ladang (Mengeges, Kedurai), membangun rumah (Temje Bubung) dan lain-lain.

Orang Rejang Selupu Lebong juga mengenal sistim Begilia (bergiliran memimpin) yang berdasarkan falsafah Bejenjang Kenek Betanggo Tu’un dalam sistim pemerintahan desa. Pola ini bagian dari strategi untuk menyingkapi intervensi pemerintah melalui UU NO 5 Tahun 1979, pola Begilia diganti dengan pemilu. Di lain pihak upaya yang dilakukan golongan adat yang ingin mengembalikan hak-haknya tidak mendapat respon, akibatnya kaum adat menarik diri dari seluruh kegiatan baik pemerintah maupun sosial dan hanya melibatkan diri pada urusan keagamaan (perkawinan, kematian dan masjid).

Perambah Hutan di Rejang Lebong Akan Diberi Izin Kelola

SKITAR 5.000 Kepala Keluarga (KK) perambah hutan di Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu, akan diberi izin kelola, guna meredam gejolak sosial, kata Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Rejang Lebong, Ir. Chairil Burhan.
Pola pengusiran selama ini dinilai sudah tidak efektif dan kurang manusiawi, serta diharapkan dengan pola izin kelola akan berdampak positif bagi tingkat perekonomian masyarakat, ujarnya kepada ANTARA News di Bengkulu, Jumat.
Para perambah itu, kata dia, nantinya akan diberikan tanaman tajuk serba guna, sedangkan tanaman kopi mereka sekarang ini akan ditumpangsarikan dengan jenis tanaman benilai ekonomi, antara lain kemiri, durian, jengkol dan petai.
Sebelum tanaman kopi mereka berumur sepuluh tahun, menurut dia, tanaman tajuknya sudah mulai hidup, sehingga tepat pada usia peremajaan kopi, tanaman kemiri dan lainnya itu sudah menghasilkan.
Ia mengemukakan, rencana untuk memberikan izin kelola itu masih diproses, kemudian diusulkan ke Departmen Kehutanan untuk disetujui, sehingga antara perambah dan aparat tidak terjadi selalu kucing-kucingan, seperti selama ini.
Pola pengusiran selama ini, dinilainya, sudah tidak efektif, karena semakin banyak diusir makin bertambah pula jumlah perambah dan akan membuat kawasan hutan semakin kritis, terutama di Kabupaten Rejang Lebong yang sebagian besar berupa kawasan hutan lindung dan hutan konservasi.
Para perambah itu, dikatakannya, akan kembali didata secara rinci dan diberikan tanggungjawab untuk menjaga kawasan hutan lindung di sekitarnya secara tertulis, bila ternyata masih ada yang merambah atau ada perambah baru, perambah tersebut dikenakan
sanksi hukum sesuai perjanjian.
Kawasan hutan lindung di Kabupaten Rejang Lebong sampai saat ini yang sudah rusak sekitar 15 ribu hektare (ha), sedangkan luas kawasan hutan yang ada di wilayah itu seluruhnya tercatat 53.000 ha.
Dari luas kawasan hutan itu, ia mengemukakan, ada 22.000 ha berupa hutan lindung, 26.000 ha Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), dan hutan wisata tercatat 5.000 Ha, khusus hutan wisata terdapat di sekitar kawasan Bukit Kaba dan kondisnya saat ini sudah sangat memprihatinkan.
Kawasan hutan wisata itu sebagain besar dirambah masyarakat untuk ditanami sayur mayur, karena lokasinya sangat subur dan berada di lereng Bukit Kaba tersebut.

PENDATAAN DAN EVALUASI PEMANFAATAN BAHAN GALIAN PADA DAERAH BEKAS TAMBANG DAN WILAYAH PETI

Pendataan dan Evaluasi Pemanfaatan Bahan Galian Lebong Utara
Oleh: Zamri Tain
SUBDIT KONSERVASI
Tuesday, 21 June 2005 20:16
ABSTRACT

In order to perform mineral resources management to get optimum and sustainable benefit for society widely, Mineral usage evaluation and inventory in ex mining and illegal mining area at Lebong Utara, Lebong Sub-Province, Bengkulu Province was conducted. This activitiy was held by Conservation Team, Directorate of Mineral Resources Inventory Bandung.
In Lebong Utara, primary gold mining activities have taken place since Dutch colonization epoch. They conduct mining activities conventionally and these activities have been conducted hereditary. Processing was conducted by using “gelundung” and mercury as the gold catcher. There are 3 locations in Lebong Utara that become place to take and process gold an silver ores. Those areas are :Lebong Tambang, Tambang Sawah, and Ketenong upstream. In Lebong Tambang and Tambang Sawah, generally the minerworker still continuing take the ore from ore that found by Dutch colonist while in Ketenong upstream mining activities just newly conducted by mineworker since 1981. After checked by GPS, it is obvious that the area of illegal mining is in Kerinci Seblat National Park.
For some people in Lebong Utara District, gold mining activity is their main job. Farming itself is a side job. Therefore, government should policies about Land use based on natural resources they have considering that people have come to Kerinci Seblat National Park and illegally took its resources.

S A R I
Dalam rangka melaksanakan upaya pengelolaan bahan galian sumber daya mineral serta untuk mendapatkan manfaat yang optimal dan berkelanjutan bagi kepentingan masyarakat secara luas, telah dilakukan Pendataan dan Evaluasi Pemanfaatan Bahan Galian Pada daerah Bekas Tambang dan Wilayah PETI di daerah Lebong Utara, Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Tim konservasi Sub Direktorat Konservasi Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral Bandung.
Di daerah Lebong Utara, penambangan emas primer telah berlangsung semenjak zaman penjajahan Belanda dan masih berlangsung hingga sekarang. Mereka melakukan penambangan secara konvensional dan telah dilakukan secara turun menurun. Pengolahan dilakukan dengan menggunakan tromol/glundung serta air raksa sebagai penangkap emas. Di daerah Lebong Utara ini ada tiga (3) lokasi tempat pengambilan dan pengolahan bijih yang mengandung emas dan perak yaitu; daerah Lebong Tambang, daerah Tambang Sawah dan daerah hulu sungai Ketenong. Pada daerah Lebong Tambang dan Tambang Sawah yang terlebih dahulu ditambang, umumnya para penambang masih melanjutkan pengambilan bijih dari urat yang ditemukan oleh penjajah Belanda, sedangkan untuk daerah hulu sungai Ketenong baru ramai dikerjakan oleh para penambang semenjak tahun 1981 hingga sekarang. Setelah dilakukan pengecekan
memakai GPS, ternyata daerah yang dikerjakan oleh penambang ilegal tersebut telah masuk kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).
Bagi sebagian besar masyarakat di daerah Kecamatan Lebong Utara, pekerjaan penambangan emas merupakan pekerjaan utama untuk penghidupan sehari hari, pekerjaan pertanian sendiri merupakan pekerjaan sambilan bagi mereka. Untuk itu, pemerintah perlu melakukan pengaturan mengenai kegunaan lahan dengan mempertimbangkan potensi sumberdaya alam yang dimiliki serta mengingat masyarakat telah masuk dan menyerbu kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat untuk mengambil hasil hutan, seperti kayu dan bahan galiannya.
1. PENDAHULUAN

Dalam rangka optimalisasi pemanfaatan bahan galian perlu dilakukan penerapan konservasi bahan galian yang meliputi perumusan kebijakan konservasi, pemantauan cadangan, recovery penambangan dan pengolahan, serta pengawasan konservasi, sehingga tidak menyebabkan berbagai pemborosan atau penyia-nyiaan bahan galian diberbagai tahap kegiatan. Di samping itu, dalam pengelolaan sumber daya mineral juga perlu perumusan konservasi bahan galian untuk kepentingan penelitian, cagar alam geologi/ laboratorium alam dan cadangan bagi generasi yang akan datang.
Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral mempunyai suatu kegiatan pendataan dan evaluasi pemanfaatan bahan galian pada bekas tambang dan wilayah PETI di Kecamatan Lebong Utara, Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu. Daerah ini dikenal sejak zaman Belanda hingga sekarang sebagai daerah penghasil emas di Kabupaten Rejang Lebong.
Sejak 7 Januari tahun 2004 adanya pemekaran wilayah di lima kecamatan di Kabupaten Rejang Lebong, yaitu; Kecamatan Lebong Selatan, Kecamatan Lebong Tengah, Kecamatan Rimbo Pengadang, Kecamatan Lebong Utara dan Kecamatan Lebong Atas menjadi Kabupaten baru yaitu Kabupaten Lebong dengan Ibukota Kabupaten di Muara Aman, Provinsi Bengkulu.
Pada Proposal, daerah kerja Kecamatan Lebong Utara termasuk dalam Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu. Dengan adanya pemekaran maka di dalam laporan menjadi daerah Kabupaten Lebong ( kabupaten pemekaran), Provinsi Bengkulu.

1.1. Lokasi Daerah Kegiatan
Secara administratif daerah kegiatan pendataan merupakan wilayah Kecamatan Lebong Utara, Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu, dengan kota terdekat adalah Curup dan Muara Aman (Gambar 1).

1.2. Ketersampaian Daerah
Pencapaian daerah kegiatan dapat dilakukan dengan cara : a) Perjalanan menggunakan pesawat terbang reguler Bandung – Jakarta – Bengkulu, yang dilanjutkan dengan kendaraan darat Bengkulu – Curup – Muara Aman -daerah kegiatan.
b) Perjalanan darat menggunakan kendaraan umum antar kota antar provinsi Bandung– Jakarta
c) Bengkulu kemudian dilanjutkan ke daerah kegiatan menggunakan kendaraan umum antar kota dalam provinsi.

2. GEOLOGI DAN MINERALISASI

2.1. Daerah Tambang Sawah dan Muara Aman
Secara umum geologi daerah Tambang Sawah dan Muara Aman, Provinsi Bengkulu termasuk pada busur magmatik Sunda – Banda yang berumur Miosen – Pliosen dan Cekungan Bengkulu (merupakan Busur Depan) berumur Tersier.
Dalam peta geologi daerah Tambang Sawah dan Muara Aman dengan skala 1:100.000 (Abdul Soleh dkk,. 1994) jenis batuan berumur Miosen Bawah sampai Holosen, berikut urutan dari satuan batuan berumur tua hingga batuan berumur muda (Gambar. 2).
a) Satuan andesit – tufa andesit; Satuan ini umumnya telah termalihkan dan terubah, penyebaran di air Kelumbuk sampai di daerah Tambang Sawah bagian tenggara. Sebagian batuan ini telah diterobos oleh urat kuarsa dengan ketebalan 3 cm – 1,50 meter (zone urat), arah jurus urat N 329 º E dengan kemiringan 65 º. Di bagian tempat tersingkap batuan andesit berwarna abu-abu kehitaman sampai kecoklatan berumur Oligo – Miosen dan termasuk ke dalam Formasi Hulu Simpang.
b) Satuan Napal bersisipan Batugamping; Secara umum didominasi oleh napal, berwarna abu-abu tua sampai kekuningan. Penyebaran terdapat pada hulu air Batuasam dan di Pondok Seng (anak Air Ketaun) di daerah barat daya. Satuan ini termasuk dalam Formasi Seblat jari menjari dengan dengan Formasi Hulu Simpang, berumur Oligosen Akhir – Miosen Awal.
c) Satuan Dasit -Tufa Dasit penyebarannya antara lain hulu Air Silikat, hulu Air Semiup (barat daya Muara Aman) air Racun dan di bagian tengah Air Uram/Air Timok. Satuan ini berumur Miosen Tengah.
d) Satuan breksi polimik; terdiri dari batuan breksi dengan fragmen dan jenis batuan bervariasi, tersingkap pada Air Macak anak Air Ketaun. Satuan ini Satuan ini telah mengalami kloritisasi dan propilitisasi, mengandung pirit dan di beberapa tempat telah terpotong oleh urat kuarsa tipis. Umur satuan breksi polimik ini adalah Pliosen.
e) Satuan Lava Andesit; Satuan ini terdiri dari lava andesit ditemukan berupa bongkah – bongkah dan memberikan lapukan tanah berwarna coklat. Penyebaran satuan ini hanya pada air Uram. Berumur Plio- Plistosen.
f) Satuan Serpih ; Satuan ini terdiri dari serpih berselang selih dengan batu Lumpur dan tufa batuapung di bagian atasnya. Penyebaran satuan ini pada Air Ketaun bagian hilir dan barat daya Muara Aman. Satuan ini di beberapa tempat terdapat fragmen kayu terkersikan. Satuan ini berumur Plio-Plistosen.
g) Satuan gunungapi andesit – basal; satuan ini meliputi lava andesit, lava basal, tuf dan breksi gunungapi. Penyebarannya sangat luas meliputi Air Ketaun, Bukit Parunglupu dan Bukit Lakat. Satuan ini berumur Holosen Bawah atau Plistosen Atas dan bersumber dari Bukit Lumut.
h) Satuan Aluvial merupakan satuan termuda (Holosen) di daerah ini, menempati daerah pedataran dan pinggiran sungai besar seperti Air Ketaun. Umumnya daerah ini dijadikan daerah tempat tinggal dan persawahan penduduk.
Sedangkan batuan terobosan atau intrusi berupa batuan Dasit dan Granodiorit. Batuan Granodiorit ini tersingkap pada hulu Air Putih, hulu Air Uram dan Semiup, berumur Miosen Tengah. Untuk batuan Dasit hanya tersingkap pada Air Kelumbuk bagian hulu, berumur Miosen Atas.
Struktur umum yang dijumpai berupa sesar. Sesar ini merupakan bagian zone sesar Sumatera yang mengarah barat laut – tenggara. Adapun ciri-ciri nya berupa tebing – tebing dan lembah-lembah curam dan lurus, serta dapat dilihat dari kelurusan sungai dan sebagainya. Kadang–kadang terdapat zone batuan terbreksikan dan sumber mata air panas. Di daerah Air Putih sesar utama mengembang menjadi dua buah sesar yang hampir sejajar, dan satu lagi berarah Timur – Barat.
Hasil kegiatan menunjukkan bahwa pengaruh serta peranan larutan hidrothermal pada batuan-batuan seperti; andesit dan tuf, dasit–tufa dasit, breksi dan granodiorit jelas terlihat. Batuan ini merupakan lingkungan geologi yang cukup baik untuk tempat mineralisasi dari larutan hidrothermal temperatur rendah (epithermal mineralization system).
Pengaruh aktivitas larutan hidrothermal yang dijumpai antara lain;
a) Adanya sumber mata air panas di sepanjang Air Putih;
b) Dari beberapa singkapan dan batuan hanyutan (floot) mengandung larutan hidrothermal yang mengisi pola retakan atau rekahan antara lain urat-urat kuarsa; dan
c) Ditemukan batuan ubahan karena pengaruh larutan hidrothermal seperti; kloritisasi, propilitisasi, silisifikasi dan piritisasi.

Asosiasi mineral yang umum ditemukan pada batuan berupa mineral pirit, baik secara tersebar maupun secara pengisian rakahan/retakan. Di samping itu sering ditemukan variasi kuarsa seperti; kalsedon, agat atau silika sinter pada aliran sungai dan dekat lubang penggalian emas. Ini mendukung salah satu ciri khas asosiasi sistem mineralisasi epithermal (epithermal system).
Berdasarkan hasil pengamatan serta keadaan urat kuarsa, terlihat bahwa sistem urat kuarsa yang mengandung emas dan perak tersebut dikontrol oleh sesar, dan beberapa tempat urat berasosiasi dengan karbonat (rhodochrosite, mangan dan pirit) serta beberapa jenis kuarsa ditemukan dalam beberapa bentuk antara lain;
a) Breksi silika (porous) dengan bentuk tidak teratur / stock work.
b) Urat kuarsa padat dan berongga, biasanya disertai pirit.
c) Batuan dinding andesit yang terubah dengan urat-urat halus.

Hasil kegiatan menunjukkan bahwa pengaruh serta peranan larutan hidrothermal pada batuan-batuan seperti; andesit dan tuf, dasit –tufa dasit, breksi dan granodiorit jelas terlihat. Batuan ini merupakan lingkungan geologi yang cukup baik untuk tempat mineralisasi dari larutan hidrothermal temperatur rendah.

2.2. Kondisi Pertambangan
Pertambangan emas didaerah Muara Aman ini telah berlangsung sejak zaman penjajahan Belanda beberapa ratus tahun lalu. Kemudian dilanjutkan zaman setelah merdeka. Hal ini berlangsung sampai sekarang, dengan beberapa pasang surut dan ini terus berlangsung mengingat kehidupan sebagian besar rakyat pada daerah ini menggantungkan pada usaha pertambangan emas ini. Masyarakat beberapa desa malah menjadikan usaha pertanian sebagai usaha sampingan.
Menurut informasi, pada daerah Lebong Tambang rakyat telah mendapat izin sebagai penambang dengan dikeluarkanya WPR oleh Dinas terkait. Tetapi sebagian besar penambang di daerah Tambang Sawah dan daerah Hulu Ketenong umumnya merupakan penambang illegal atau dikenal juga sebagai PETI.
Jumlah penambang mengikuti naik atau turunnya harga emas di pasaran, kadang-kadang jumlah mereka bertambah dengan adanya masyarakat luar daerah datang untuk melakukan penambangan di sana. Perlu disyukuri bahwa walaupun mereka bercampur bermacam suku yang mengusahakan usaha tambang di daerah ini, belum pernah terjadi keributan, bentrokan dan pertengkaran antara mereka, mereka sangat menyadari bahwa usaha mereka membutuhkan kerjasama yang baik dan akan menghasilkan hasil yang baik pula untuk keluarga mereka. Hanya saja sering terjadi kecelakaan di lubang tambang atau hanyut karena banjir.
Menurut catatan dari pengawas hutan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) telah terjadi kecelakaan antara lain; Tahun 1998 terjadi kecelakaan meninggal sebanyak 5 orang karena hanyut dan tahun 2001 juga terjadi kecelakaan meninggal sebanyak 11 orang karena hanyut. Hal ini terjadi umumnya karena mereka membuat pondok dan tempat glundung di atas batuan yang ada pada batang sungai dan pada pinggiran sungai Ketenong.
Mineralisasi emas yang terdapat di daerah ini merupakan sistem urat/vein bersama kuarsa, maka penambangan dilakukan dengan menggali serta membuat lubang/terowongan menyusur sepanjang urat. Pengolahan dengan cara menumbuk dan glundung dengan sistem amalgamasi serta air raksa (Hg) dipakai sebagai penangkap emas sehingga menghasilkan bulion. Hasilnya dijual kepada penampung yang datang dari kota yang umumnya sudah memiliki jaringan saling menguntungkan.
Pembeli atau touke menyediakan bahan makanan, minuman serta kebutuhan harian dan air raksa di lokasi penambangan, kadang–kadang mereka berhutang terlebih dahulu. Kemudian nanti setelah hasil dan mendapatkan emas, baru hutang tersebut dipotongkan. Malah mereka seperti telah diijonkan oleh para touke tersebut. Itulah keadaan mereka sehingga mereka telah terjerat dan tidak lagi memiliki kesempatan untuk usaha lain, merubah nasib atau keluar dari lingkungan keterikatan tersebut
Pemerintah terkait perlu menangani para penambang ilegal ini, serta masyarakat sekitar daerah tambang untuk diberikan pengetahuan mengenai ; peraturan yang harus mereka patuhi, kewajiban serta bimbingan dan pengarahan agar mereka bisa berusaha dengan baik, tanpa ada keterikatan dengan para pengijon tersebut yang membuat mereka menjadi tidak menentu masa depannya.

4. PEMBAHASAN

Mineralisasi emas, perak, pirit dan sedikit tembaga ditemukan terutama pada Formasi Hulu Simpang yang ditafsirkan ada hubungan dengan batuan pluton diorit kuarsa tak tersingkap berumur Miosen yang menerobosnya (S.Gafoer, R Pardede, 1992). Untuk sumber daya dan cadangan logam emas di daerah ini belum ada data yang akurat mengingat daerah ini sejak lama (zaman penjajahan Belanda) telah diusahakan termasuk oleh rakyat hingga sekarang.
Di daerah Kecamatan Lebong Utara ini terdapat 3 (tiga) daerah tempat penambangan emas yang diusahakan oleh rakyat yaitu;
A. Daerah Lebong Tambang (bagian barat kota Muara Aman), pada daerah ini ada 7 (tujuh) buah lubang penggalian dengan dedalaman maksimum sampai 50 meter. Tetapi, sekarang ini hanya ada 3 (tiga) buah lubang masih aktif, yaitu;
a). Lubang Lapan (sisa buangan
kegiatan penambangan Belanda);
b). Lubang Kacamata; dan
c). Lubang Dalam (di daerah Saringan)

Mineralisasi di daerah ini tampak berupa urat-urat kwarsa dengan tebal beberapa mm sampai lebih 4 meter, menunjukan arah barat laut – tenggara dengan kemiringan 85, sedangkan di sekitarnya dapat diamati pola penyebaran urat kwarsa yang tidak beraturan disebut “network / stockwork” yang membawa emas dan perak. Tetapi, pada fragmen breksi kadang-kadang terdapat dalam kwarsa, atau juga kwarsa sendiri mengisi celah-celah antar fragmen breksi (Herman, Z.D dan Rusman,.1984).
Menurut pengukuran, panjang urat dimulai dari hulu sungai Racun hingga daerah Kamar Bola daerah sawah di lubang bekas buangan Belanda berjarak kurang lebih 380 meter, dilakukan penyontohan urat mengandung logam emas dan perak /termineralisasi pada 3 (tiga) titik lokasi / lubang untuk dilakukan analisis kadar pada batuan asli (LT/01 R, LT/03 R, LT/04 R).
Dari pendataan di lapangan didapatkan data sebagai berikut; jumlah penambang sebanyak 50 orang, alat pengolahan 65 buah glundung, para penambang umumnya berasal dari desa Lebong Tambang dan desa Loka Sari. Pengolahan umumnya mereka lakukan secara amalgamasi dengan air raksa sebagai penangkap emas dengan alat glundung pakai kincir air dan sebagian di daerah desa Loka Sari memakai dinamo/listrik sebagai penggerak. Umumnya mereka menghasilkan 0,50 gr sampai 1,0 gr emas/hari dengan kadar berkisar 10 sampai 50 %. Sehingga rata-rata penghasilan para penambang adalah Rp 12.500,-/glundung/hari.
Pengolahan tailing olah para penambang sebagian sudah memakai kolam penampung. Tetapi, sebagian besar masih membuang langsung ka dalam sungai. Untuk yang melakukan penampungan tailing, umumnya mereka melakukan proses ulang sampai dua kali. Sedangkan hasilnya dengan kadar emas seperti berikut; 1). 10 % dan ke 2). hanya 5 %.

B. Daerah Tambang Sawah merupakan daerah tempat pengolahan emas perusahaan Belanda yang ada di daerah Lebong Utara pada zaman penjajahan Belanda dahulu. Pada desa Tambang Sawah masih ada bekas bangunan untuk proses/pengolahan emas serta kolam penampungan sisa proses pengolahan tersebut. Saat ini kegiatan penambang rakyat masih berlangsung dengan mengambil urat/bijih pada daerah bekas galian zaman penjajah dahulu, dan sebagian mereka membuat lubang baru dan biasanya lubang tersebut dinamai sesuai dengan nama penemu lubang tersebut.
Di daerah Tambang Sawah ini dahulu ada 4 (empat) buah tempat untuk pengambilan urat/bijih tersebut yaitu : Daerah Lubang IV/Kompoy, Daerah Air Bambu, Daerah Air Payau dan Daerah Gunung Bubung.
Untuk daerah Air Bambu dan daerah Gunung Bubung saat ini tidak ada lagi kegiatan para penambang, sedangkan daerah Gunung Bubung telah temasuk dalam kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Pada daerah Gunung Bubung ini para penambang (terdiri dari 3 kelompok) baru mencoba-coba apakah daerah ini dapat menghasilkan seperti yang mereka harapkan. Tetapi, daerah ini ternyata tidak menghasilkan seperti informasi yang mereka dapatkan sebelumnya.
Pada saat pendataan dilakukan, para penambang mengambil bijih hanya pada dua (2) tempat yaitu: pada daerah Lubang IV/Kompoy dan daerah Air Payau. Hasil pendataan yang dilakukan oleh tim adalah sebagai berikut;
1. Daerah lubang IV/Kompoy; jumlah lubang yang aktif saat ini hanya ada 5 buah, kedalaman lubang berkisar 15 m sampai 20 m dan maksimal ada lubang yang mempunyai kedalaman sampai 100 meter. Jumlah penambang 20 orang dengan glundung 20 buah terdiri dari 8 kelompok. Pada daerah ini glundung yang mereka miliki berukuran relatif lebih besar yaitu berukuran 15 inci sedangkan di daerah lain umumnya 10 inci seperti yang ada didaerah Lebong Tambang dan daerah hulu Ketenong. Pengolahan umumnya dilakukan di pinggir sungai dan sisa pengolahan di buang ke dalam sungai. Hanya sedikit saja penambang yang mempunyai kolam penampungan dan biasanya mereka mengulangi proses tailing sampai 2 kali, sedangkan hasilnya hanya berkisar 5 % sampai 10 % saja.
2. Daerah Air Payau; pada daerah ini masih ada 3 buah lubang yang aktif dikerjakan oleh para penambang. Umumnya mereka melanjutkan lubang bekas Perusahaan Belanda dengan jumlah penambang 30 orang, jumlah kelompok 10 buah kelompok glundung dengan jumlah glundung 30 buah. Pada saat pendataan, sebanyak 22 buah glundung masih aktif, umumnya mereka melakukan proses pengolahan di sepanjang sungai Payau dan juga membuang hasil sisa pengolahan ke badan sungai. Umumnya di daerah Air Payau ini ukuran glundung yang mereka pergunakan juga berukuran besar yaitu dengan diameter 15 inci dengan kincir air sebagai penggerak glundung. Untuk daerah Air Bambu ada 3 buah glundung, yang aktif hanya 2 buah dengan batuan bijih yang diambil dari daerah Lubang Kompoy. Penambang berjumlah 3 orang saja.

C. Daerah Hulu Ketenung, daerah ini merupakan daerah paling ujung di utara dengan desa terdekat yaitu Desa Ketenong I. Lokasi pengambilan bijih dan pengolahan yang dilakukan oleh para penambang pada tempat sehingga menjadi perkampungan tambang hulu Ketenung.
Hasil pengecekan lokasi dengan mempergunakan GPS menunjukkan daerah pertambangan tersebut telah termasuk dalam kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (lihat peta lokasi pada gambar 2).
Kegiatan PETI di daerah ini telah berlangsung sejak tahun 1981, dan pada tahun 1991-1992 penambang berjumlah mencapai (1.000) seribu orang. Tetapi, hasil pendataan yang dilakukan oleh tim konservasi pada bulan Agustus 2004 menunjukkan hasil sebagai berikut;
1. Jumlah lubang 13 buah, 6 buah masih aktif dikerjakan sampai saat ini dengan kedalaman maksimal 50 meter.(lubang Kamit, lubang Brewok, lubang Ijo, lubang Adi, lubang Her dan lubang Min).
2. Arah urat N 330-240E kemiringan urat 65 -70NW, tebal urat kuarsa 2 cm sampai 1,50 meter.
3. Panjang kampung sepanjang 700 m dengan jumlah pondok 42 buah /KK dengan jumlah glundung 80 buah terdapat dalam 23 buah titik.
4. Para penambang berasal dari Desa Ketenong I, juga para pendatang dari desa sekitar termasuk dari kota Muara Aman, dengan bermacam suku yaitu: suku Jawa/Jawa Barat, suku Rejang dan suku Minang.
5. Penghasilan tiap glundung berkisar 1 gram / hari dengan kadar 5-30 %, atau Rp 15.000 sampai Rp 30.000,-perhari.
6. Kejadian kecelakaan sering terjadi pada daerah kegiatan tambang illegal ini dan kecelakaan sampai mengakibatkan meninggal dunia. Seperti pada tahun 1998, meninggal dunia karena hanyut sebanyak 5 orang dan tahun 2001 juga meninggal dunia karena hanyut sebanyak 11 orang (informasi dari Kepala Resort Kehutanan TNKS di Pos Tambang Sawah).

Bahan galian lain yang juga terdapat pada daerah Lebong Utara ini terutama di Desa Loka Sari, daerah Air Putih adalah bahan galian non logam berupa; batu belah dan sirtu. Kedua bahan galian ini tidak diusahakan secara mekanik, tetapi diusahakan secara konvensional dengan alat sederhana. Hasilnya digunakan untuk pengerasan jalan dan bahan bangunan di sekitar lokasi terdapat bahan galian tersebut.


5. KESIMPULAN

1) Kegiatan penambangan emas rakyat yang dilakukan di daerah Kecamatan Lebong Utara terdapat pada 3 (tiga) desa yaitu; Desa Lebong Tambang, Desa Tambang Sawah dan Desa Ketenong I. Daerah Lebong Tambang dan daerah Tambang Sawah merupakan daerah penambangan emas yang berlangsung sejak zaman Belanda dan sampai sekarang kegiatan tersebut masih dilanjutkan rakyat .

2) Mengingat sebagian besar penduduk di desa Lebong Tambang dan desa Tambang Sawah serta desa Hulu Ketenong I merupakan pekerja tambang yang turun temurun dari kakek mereka dahulu, maka usaha pertanian oleh mereka dianggap sebagai kerja sambilan. Untuk itu, perlu penelitian lanjut untuk keberadaan emas didaerah ini dan diusahakan usaha pertambangan ini sebagai usaha yang legal dan terorganisasi baik, sehingga mudah mengontrol dan mengarahkan serta memberi bimbingan dalam usaha tersebut.

3) Perlu diberikan arahan dan bimbingan tentang pengolahan dan konservasi bahan galian, berupa bantuan teknik dan kursus- kursus kepada pejabat terkait serta para penambang rakyat agar optimalisasi serta efisiensi diperhatikan dalam mengelola bahan galian tambang yang ada di daerah Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu ini.

4) Daerah Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu baru diresmikan sejak 7 Januari 2004. Untuk menunjang kelangsungan serta keberadaan kabupaten ini perlu dukungan data dan sumber daya termasuk sumber daya mineral yang ada pada daerah ini, juga termasuk yang berada dalam Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).

5) Maka pemerintah daerah dapat mengusulkan agar sebagian Taman Nasional Kerinci Seblat yang termasuk dalam daerah Kabupaten Lebong agar dipertimbangkan untuk bisa dikelola untuk membuka kemungkinan pemanfaatan bahan galian yang ada. Batas TNKS dirubah untuk kepentingan sumber pendapatan asli daerah. Mengingat sebagian besar mata pencarian dari masyarakat desa yang berdekatan dengan daerah terdapatnya urat tersebut adalah sebagai penambang turunan dari kakek-nenek mereka dahulu.

6) Perlu ditanamkan kepada para penambang tersebut bahwa; selama ini rasa solidaritas dan kesetiakawanan serta rasa saling menghormati di antara mereka harus terjaga betul, karena pada daerah lain diluar daerah Lebong ini sering terjadi bentrokan dan permusuhan dalam rangka perebutan lahan, sampai mereka ada yang meninggal ditempat lokasi pertambangan tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

Bimbingan Teknis, inventarisasi, eksplorasi dan evaluasi Sumber Daya Mineral dan batubara dalam rangka pengembangan sumberdaya manusia di daerah, DIM, DJGSM, 2001

Bappeda Kab. Rejang Lebong,.2002. Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu.

Danny Z.Herman dan Rusman., 1984. Laporan Pendahuluan Eksplorasi Mineral Logam Terperinci Tingkat I daerah Lebong Tambang, Muara Aman. Kecamatan Lebong Utara,
Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu.

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral, Provinsi Bengkulu,.2003. Laporan Kegiatan TP3 PETI Provinsi Bengkulu tahun 2002.

Kepmen. No 150/2001 dan No 1915/2001, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral

Kepmen. No. 1453 K/29/MEM/2000, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.

Konsep Pedoman Teknis Tata Cara Penetapan dan Pengawasan Sumber Daya dan Cadangan, DIM, DJGSM, 2001

Konsep Pedoman Teknis Tata Cara Pengawasan Recovery Penambangan dalam rangka Konservasi Bahan Galian, DIM, 2002
Operating Mines (CoW and KP), 1999, Asian Journal Mining, Indonesia Mineral Exploration and Mining, Directory 1999/2000.
Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Konservasi Bahan Galian, DIM, DJGSM, 2001.
Sunarto, Tugas Konservasi Bahan Galian, DJPU, 1995.

S.Gafoer.,T.C. Amin dan R. Pardede.,1992. Geologi Lembar Bengkulu, Sumatera. Skala 1: 250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (P3G).

Cara Masyarakat Memperoleh Air Tahun 2000

Cara Masyarakat Memperoleh Air Tahun 2000
Provinsi Bengkulu, Kabupaten Rejang Lebong, Kecamatan Lebong Utara
Desa Tahun 2000
Membeli Tidak Membeli
PELABI 0 1
KOTA BARU SANTAN 0 1
SUKA DATANG 0 1
TABA BARU DUA 0 1
SUKAKAYO 0 1
SUKA SERI 0 1
ATAS TEBING 0 1
TABA BARU 0 1
TABA BARU SATU 0 1
DANAU 0 1
GUNUNG ALAM 0 1
TANJUNG AGUNG 0 1
TALANG ULU 0 1
KAMPUNG MUARA AMAN 0 1
DUSUN MUARA AMAN 0 1
SUKA MARGA 0 1
PAYA EMBIK 0 1
MUARA KETAYU 0 1
TABA SEBERANG 0 1
GARUT 0 1
EMBONG 0 1
KOTA BARU 0 1
KOTA AGUNG 0 1
LIMAU 0 1
BENTANGUR 0 1
TALANG BUNUT 0 1
SUKARAJA 0 1
LEBONG DONOK 0 1
PASAR MUARA AMAN 0 1
KAMPUNG JAWA DALAM 0 1
GANDUNG 0 1
LOKASARI 0 1
LEBONG TAMBANG 0 1
KAMPUNG JAWA BARU 0 1
LADANG PALEMBANG 0 1
TUNGGANG 0 1
AIR KOPRAS 0 1
TAMBANG SAWAH 0 1
KETENONG SATU 0 1
KETENONG DUA 0 1
SEBELAT ULU 0 1
Jumlah 0 41

Minggu, 30 November 2008

Bdikar Anumtiko Ling Kricas

oleh Erwin S Basrin

Bdikar Anumtiko Ling Kricas, bukan sebuah nama tanpa arti atau serangkaian kata yang tak bermakna, Bdikar adalah penyebutan dalam Bahasa Rejang bagi seseorang yang mempunyai kekuatan batin dan darah juang yang mengutamakan keselamatan rakyat ‘PENDEKAR’ demikian jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, Anumtiko adalah Gelar Bangsawan Rejang secara filosopis melindungi empat penjuru pintu dan melindungi rakyatnya di waktu-waktu yang dipercayai bisa membawa bencana bagi rakyatnya, Ling diambil dari singkatan dari Lingkaran dalam bahasa Indonesia sedangkan Kricas adalah penyebutan bagi orang Rejang agresif, lincah dan pintar. Jika dirangkai Bdikar Anumtiko Ling Kricas adalah Pendekar berdarah bangsawan yang berada di sekitar orang-orang yang pintar, agresif dan lincah.

Bdikar ini adalah seorang putra yang dilahirkan di Klinik Tiara Zella di pertengahan tahun 2005 yang merupakan buah cinta dari Erwin S Basrin dengan Susi Ekayanti. Dia dilahirkan ketika kedua orang tuanya tidak punya apa-apa buat masa depannya, tangisan pertamanya adalah tangisan pemberontakan dimana dominasi imprialisme, penetrasi kapital mulai merasuki sel-sel sosialisme komunal di mana mulai melakukan penghancuran stuktur-struktur sosial.

Tangisan pertamanya merupakan tangisan betapa susahnya kedua orang tuanya membeli susu yang merupakan produk kapital, harga pangan yang meningkat tajam, keluarganya dikampung selalu menjadi korban atas kepentingan kapital, politik sesaat dan korban atas nama pembangunan yang tentunya tidak diperuntukan oleh rakyat yang kelak di kemudian hari akan di pimpin oleh Bdikar Anumtiko Ling Kricas.

Ciuman pertama dari Ibunya adalah ciuman kasih dan restu untuk bergerak Lincah (Kricas) dalam membela atas penindasan, Ciuman pertama dari Neneknya adalah ciuman yang menandai bahwa hidup bukan berbanga atas kondisi leluhur tapi bagai mana berjuang mempertahankan sumber-sumber penghidupan rakyat, Air Susu pertama dari ibunya adalah sumber kekuatan dan kemurnian nurani untuk berjuang, Ciuman dari Kaka Sepupunya Reynaldi Ananda Qhibal Azhora adalah pertanda perjuangan tidak akan dilakukan oleh Bdikar sendiri tapi didukung penuh oleh keluarga dan sahabat.

Anakku selamat datang di Dunia nyata di sini banyak tipu, banyak daya, banyak intrik, pertentangan-pertentangan hadapi dengan kekuatan yang bernurani, jangan takut darah yang mengalir ditubuhmu adalah darah perjuangan yang bersumber dari unsur pembentuk bumi dan dari cinta murni kedua orang tuamu. Tegakkan kepalamu, usungkan dadamu, tatap mata mereka yang tak tunduk dengan mu sampai mereka bertekuk lutut, Sinar matamu adalah sinar Ulubalang 9, di dadamu ada Asma Allah, dan tubuhmu di lingkupi oleh sinar dan taburan kekuatan 4 dewa dari Mekedum Rajo Diwo dan 4 dewa penjaga Kutai Nated, Gelegar darahmu seperti derasnya sungai Ketahun yang mampu menembus gunung Karang di Muara Sulit.

Anakku kau tak perlu takut semua kekuatan yang ada di bumi dan di langit ada bersamamu jangan pernah jadi pencundang dan pastikan jika katamu tak bisa didengarkan hantam tanganmu karena disana ada kekuatan Rajo Tiak Ketiko yang bersumber dari kekuatan Petir dan mempunya daya hantam secepat kilat, mereka tidak akan mampu untuk mengelaknya. Anakku jangan takut dengan apapun di dunia ini kecuali kebenaran tetaplah tegak di sana, taburan restu dan karomah leluhurmu pasti bersamamu patikan mereka bangga padamu.

Bapak bangga atas adanya kamu…..