Jumat, 31 Juli 2009

Situs Batu Badak Rhinocerous Sumatra Stone Site





Situs Batu Badak
Rhinocerous Sumatra Stone Site

Oleh Tun jang
Stories begin from folklore, a legend from south sumatra region. This is one of the impressions rejangese folk tale "The bitter tongue", or Si pet Lideak (Rejang Language) from Rejang land folk tale. Another impressions this folk tale story can find at Batu belarik village, located at kepahiang regency, in rejang land. In this area we found Stone park or Buteu Belarik in Rejang language.


Rhinoceros Stone, a stone appearance look like Rhinoceros Sumatra.
Batu Badak. Batu yang menyerupai Badak Sumatra.

Dari kisah legenda cerita rakyat sumatra bagian selatan, inilah salah satu jejak kisah si Si pahit Lidah di tanah rejang. Jejak lain kisah ini ada di desa batu belarik, bagian tanah rejang di kabupaten kepahiang.

Can be reach easily from the road, megalith sites are located in side street, in the village of Lawang Agung, Sindang Beliti Ulu district, Rejang-lebong regency, rejang land, Bengkulu province, Indonesia. The exactly location named as "Tebing batu badak" meaning as "the rhinoceros stone cliffs". This rhino stone sites located at right side villager houses recently.

Bisa di capai dengan mudah dari jalan raya, situs megalith ini berada di pinggir jalan, di desa Lawang agung, kecamatan Sindang Beliti Ulu. Lokasinya dinamakan tebing batu badak. Batu batu ini berada tepat di samping rumah penduduk.
The stone near the Rhino stone, in folk tale Rejangese believethis is made from child of Rhino.
Batu batu dekat batu badak yang di percaya orang rejang lembak sebagai anak anak badak yang di kutuk oleh Si Pahit Lidah.

Once upon a time, bitter tongue through the region and met with a group sumatra rhinoceros, along with the child and family. The bitter tongue ask directions to the road crew are rhinoceros. But there is no answer by Sumatra rhinoceros. Bitter tongue angry and said, "Be all of you to be stone." Due his magic, all sumatra rhinoceros family, include rhino child change to be stone immeadiatly , as seen in the photo below.

Dikisahkan bahwa si pahit lidah melewati kawasan ini dan bertemu dengan segerombolan badak sumatra, beserta anak anaknya. Si pahit lidah bertanya arah jalan ke gerombolan badak yang menghalanginya. Karena tidak di jawab oleh Badak, Si pahit lidah marah dan berkata, "Jadilah kalian semuanya batu". Karena kesaktianya, badak badak sumatra itu berikut anak anaknya menjadi batu seperti yang terlihat di photo di bawah ini. (Sumber lisan : Bapak Jamal, 26-07-09)

Rhino child stone
Batu anak anak badak

Bapak Jamal dan Sekretaris desa Bapak Zairin sebagai guide utama kami.
Village Secretary (Mr. Zairin) and Mr Jamal as our main guide to this place.

Rhino stone from other side view
Batu badak tampak dari sisi lain.

This part of Rihino Stone
Ini masih termasuk batu badak

View rhino stone from front side
Tampak depan batu badak

Rhino child stone compare size with children.
Batu anak anak badak di bandingkan besarnya dengan anak manusia.

The Rhino child stone
Batu anak anak badak

The Rhino child stone
Batu anak anak badak

Related Posts : Folk Tale, History, Tourism, travel

Selamatkan Anak Bangsa dari bahaya Narkoba





Senin, 20 Juli 2009

RARA ingin jadi polisi penegak hukum seperti Komjen Pol Gories Mere yang Kalakhar BNN iyu




RARA ingin jadi polisi penegak hukum seperti Komjen Pol Gories Mere yang Kalakhar BNN iyu




Rapat Koordinasi Badan Narkotika Nasional (BNN) dengan NGO



K.D.R.T

K.D.R.T
LENGKAP sudah aturan hukum Indonesia yang banyak menguntungkan masyarakat the have (orang kaya). Sedangkan masyarakat kebanyakan sepanjang waktu akhirnya menjadi objek penegakan hukum saja. sudah banyak data dan bukti tentang hal itu. Selaras dengan adagium masyarakat, bahwa berperkara itu “menang jadi arang, kalah jadi abu”. Artinya, tidak ada yang kalah dan tidak ada yang menang.
Padahal, tujuan ditegakkannya aturan hukum adalah untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Termasuk persoalan yang sedang ramai sekarang ini tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Kenapa kitab hukum itu seperti tsunami (tiba-tiba) mencuat ke permukaan; apa lantaran kasusnya melibatkan orang kaya dan selebritis?
Jawabannya, ‘YA’. Karena, betapa banyaknya kasus rumah tangga yang cenderung memenuhi standar KDRT yang terjadi pada masyarakat kecil dengan berbagai latarbelakang munculnya kasus KDRT yang disiarkan televisi, diterbitkan oleh surat kabar, tidak sedahsyat kasus KDRT versi Manohara dan Cici Paramida.
Berbagai produk hukum di Indonesia mempunyai kelemahan yang sangat banyak, karena baik aturan hukumnya sendiri maupun aparat penegak hukumnya, hanya membidik atau memproses akibat dari suatu kejadian (peristiwa). Aturan hukum maupun aparat penegak hukum tidak mampu mnelihat latarbelakang suatu kejadian—peristiwa. Karenanya, rasa keadilan di tengah masyarakat setelah adanya proses hukum sampai mendapat kekuatan tetap dari putusan pengadilan, nyaris tidak ada.
Padahal, putusan pengadilan di tingkat apapun harus melahirkan kepastian hukum dan rasa keadilan di tengah (dirasakan) masyarakat luas. Kalau tidak ada, maka diktum Keadilan Berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa, tidak mempunyai makna apa-apa. Kepastian hukum dan rasa keadilan itu adalah intik dari penegakan hukum, di mana dan kapan pun.
Sebagai contoh kasus korupsi yang melibatkan besar SBY—Aliya Pohon yang terbukti bersalah dengan kerugian negara mencapai ratusan miliar, hukuman yang dijatuhkan hanya empat tahun. Jauh lebih ringan dibandingkan hukuman yang diterima kebanyakan terdakwa kasus penipuan yang nilainya hanya dua puluh juta rupiah.
Atau ancaman yang digulirkan Jaksa Penuntut Umum dari Kejari Tangerang terhadap Prita Mulyasari, di atas 5 tahun penjara. Dalam kasus Prita Mulyasari, siapa yang dirugikan dan berapa miliar? Kerugian terhadap kasus Prita hanyalah kerugian perasaan saja.
Meuthia Hatta yang Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, akhirnya angkat bicara. Muthia bilang, terjadinya KDRT tidak memandang pangkat maupun jenis pekerjaan seseorang. "Apapun jabatannya, ini (KDRT) adalah masalah rumah tangga," jelas putri Bung Hatta itu beberapa hari lalu. Ditegaskannya, seseorang yang melakukan KDRT bisa sangat berbeda penampilannya, baik ketika di dalam maupun di luar rumah. Di luar dia bisa menjadi baik, tapi di rumah memukuli istri. Mungkin ada kelainan pribadi. Dibutuhkan lembaga bantuan hukum, psikiater, atau ulama.
Muthia mengisyaratkan soal latarbelakang terjadinya KDRT. Soal itulah yang sering dilupakan aparat penegak hukum, sehingga hanya mementingkan populeritas penangangan dan uang yang akan diterima, karena kasusnya menyangkut orang kaya, selebritis dan kaum the have.



Kasihan Capres
HAMPIR rata-rata pemirsa televisi akan meninggalkan pesawat televisinya atau memindahkan chanel televisinya ke chanel lain, ketika para capres berkampnye atau talk show yang dikemas hampir setiap stasiun televisi kita. Dapat diartikan, ‘meningalkan’ chanel televisi itu adalah tidak suka. Apakah tidak suka memilih salah satu capres atau karena sebab lain, seperti sudah muak dengan kebohongan para politisi atau pejabat atau capres-lah kira-kira demikian.
Dari kampanye langsung di hadapan masyarakat, maupun melalui media massa elektronik dan cetak atau melalui publikasi iklan-iklan. Materi kampanye para capres tidak sama sekali mengungkapkan solusi yang akurat mengenai kebangkitan moralitas anak bangsa di semua bidang kegiatan.
Para capres selama ini dan sampai pilpres nanti, sepertinya tidak akan bergeser materi kampanyenya yaitu saling serang dan saling membela diri dengan yang tersirat hanyalah mereka mengatakan “sayalah yang terbaik!” Kisalnya kampanye SBY di Bandarlampung beberapa hari lalu. Dengan lantang SBY mengatakan, “tidak perlu cepat kalau ceroboh”—kita ini ingin menjadikan negara ini aman, makmur, sentosa, damai. Bukankah kita tahu tahun 1998, 1999 kata SBY rakyat tidak tenang, karena banyak kejahatan. Dan sebagainya dan sebagainya orasi kampanye SBY.
Sementara itu Jusuf Kalla dengan bla-blanya dalam bahasa yang sangat sederhana, masih menyimpan rahasia bahwa dia adalah wapres dan ngomongnya harus hati-hati, karena berjanji dengan masyarakat. Megawati pun dengan kewibawaannya, selalu berkata ketika menjawab pertanyaan, “saya itu pernah menghatakan ketika jadi presiden.....dan seterusnya!” materi kampanye kata-kata itu (memang kampanye itu kata-kata doang, jawabnya ‘ya’) belum secara utuh dan riil membahas masalah krisis multidimensional negara Indonesia.
Retorika bukanlah solusi, pernyataan politis bukan juga solusi, dan (ini bukan rakyat yang sok pintar) rakyatlah yang tahu apa yang terjadi di tengah kehidupan masyarakat itu sendiri. Apakah capres seperti SBY tahu kalau harga elpiji yang dipatok Rp 85 ribu sesampainya di kota kabupaten harganya menjadi Rp 125 ribu? Apakah para capres itu tahu kalau tarif angkutan yang ditetapkan pemerintah dan organda, di lapangan sudah naik sekian ribu? Pasti mereka tidak tahu, tidak juga menteri keuangan Sri Mulyani, tidak juga Budiono yang pakar keuangan dan perbankan. Tapi, yang tahu secara ril realitas itu adalah rakyat. Oleh karenanya, jika para capres itu omong kosong dalam kampnayenya, memang tidak ada yang instrupsi. Tetapi, hati kecil rakyat berteriak lantang dengan kata-kata “Ah, sudahlah bohong terus-menerus itu!”
Oleh karena itu (sub bagian kedua), semakin percuma ada banyak spanduk yang bertuliskan, “kenalilah dan hati-hati sebelum memilih!”. Kenapa percuma, karena moralitas yang makin jatuh ke tanah hanya berpikir soal uang. Oleh sebab itu, faktor uang dalam pemilu dan pilpres seperti pilkada merupakan bagian utama yang cukup dominan untuk memperoleh suara terbanyak. Walau bukan jaminan mutlak.
Persoalan pemilu dan pilpres bukan hanya persoalan jumlah kursi di legislatif atau jumlah suara yang diperoleh untuk diangkat tangannya sebagai pemenang. Tetapi, seperti soal TKW yang disiksa orang asing, lapangan pekerjaan, pendidikan yang mantap, sosial budaya yang national building dan sebagainya adalah serpihan yang harus dipungut dan diperbaiki secepatnya.

Mau Uang Lapor Korupsi

WALAUPUN Peraturan Pemerintah (PP) No 17 tahun 2001 belum dapat diterapkan secara menyeluruh oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Toh, lembaga pemberantasan korupsi itu tetap menjalankan tugasnya dengan semaksimal mungkin. KPK akan memberikan uang bagi pelapo tindak pidana korupsi. Apakah kebijakan KPK itu mengisyaratkan kesulitan KPK mengungkapkan praktek korupsi yang sudah merajalela itu.
Tentu saja, tidak semua pelapor korupsi akan mendapatkan uang. Sebab, KPK menentukan syaratnya secara urut. Yaitu mereka yang melaporkan kasus korupsi yang pertama. Namun, pihak KPK mengatakan masih kesulitan untuk menentukan siapa pelapor pertama suatu kasus korupsi?
Apa yang akan diterapkan KPK itu didasarkan kepada PP No 71 Tahun 2001 mengatur adanya reward dalam bentuk uang kepada pelapor korupsi. Pasal 9 PP, bunyinya, “besaran premi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ditetapkan paling banyak sebesar 2ˆ (dua per mil) dari nilai kerugian keuangan negara yang dikembalikan. Namun dengan catatan setelah putusan pengadilan yang memidana terdakwa telah memperoleh kekuatan hukum tetap”.
Catatan dalam pasal tersebut, memberi kesan kalau premi atau reward yang akan diberikan, masih ragu untuk diberikan kepada pelapor korupsi. Seperti halnya pemilu 2009 dengan susra terbanyak, ternyata bukan suara terbanyak. Karena masih harus ada bilangan pembagi, kuota dan lainnya. Sehingga tidak jaminan seorang caleg memperoleh suara banyak akan duduk jadi anggota legislatif.
Reward atau premi (uang) bagi pelapor korupsi iti menurut wakil ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas bertujuan lain, untuk merangsang anggota masyarakat yang mau melaporan kasus korupsi.
Kalau memang KPK akan menerapkan pasal 7 ayat (2) PP No 71/2001 itu, bisa jadi pembuka jalan buntu terhadap gerakan-gerakan pemberantasan korupsi selama ini. Tentu saja, reward atau premi tadi jangan asal beri karena nilainya kecil. Dan pemberiannya, tidak dapat dilakukan setelah adanya keputusan tetap dari Pengadilan.
Artinya, ketika laporan korupsi masuk, dan diselidiki validitasnya, kalau ya, maka premi harus diberikan kepada pelapor. Dengan demikian, para pelapor akan bersemangat untuk memantau praktek korupsi di sekitar kediamannya atau di daerah si pelapor.
apa yang dilakukan KPK tersebut semoga dapat didukung oleh semua lapisan masyarakat, bukan hanya masyarakat umum (sipil) tetapi masyarakat lainnya harus mendukung. Misalnya masyarakat TNI, profesi, lembaga pemerintah dan swasta maupun lembaga-lembaga lainnya.
Hanya saja, apakah dengan masuknya laporan masyarakat atas suatu tindakan korupsi, yang kemudian akan diberi uang tetap menjamin kerahasiannya si pelapor. Sebab, kalau tidak ada jaminan bagi diri pelapor. Mungkin warga masih enggan untuk memberikan laporan.
Rahasia pelapor merupakan jaminan keamanan dirinya dan keluarga. Kalau KPK dapat menjamin kerahasian itu, warga pasti akan banyak melaporkan kasus-kasus korupsi yang sudah terjadi, sedang maupun yang baru akan terjadi. KPK harus mendapat dukungan semua pihak dalam memberantas kasus korupsi yang kian parah di Indonesia ini.

Sumbangan Walimurid

KOSA kata dalam bahasa Indonesia begitu kaya raya. Kadang, satu kosa kata dengan kosa kata lain yang sama artinya, dibuat berbeda sehingga mempunyai dampak negatif dan positif. Inilah kondisi yang ada saat ini, ketika musim PSB (penerimaan siswa baru) tahun 2009 dijalankan semua sekolah.
Bedanya, ada sekolah RSBI (rintisan sekolah berstandar Internasional), ada RSBN (rintisan sekolah berstandar Nasional) dan ada sekolah masuk kelompok reguler. Dalam aturannya antara RSBI—RSBN dan sekolah nreguler, jelas perbedaannya. Namun, standar perbedaan pada saat kelulusan, masih dipertanyakan. Dan, itu mengakibatkan terjadinya jalur-jalur informal untuk lulus dan untuk diterima pada saat PSB.
Sekolah tingkat SMP dan SMA (tentunya sekolah negeri) yang menyandang status TSBI dan RSBN dalam PSB, dibolehkan meminta sumbangan kepada walimurid untuk satu tahun pelajaran. Tahun kedua dan ketiga, akan diminta lagi sumbangan berdasarkan kesepakatan dengan Komite Sekolah). Sedangkan untuk sekolah yang non RSBI dan RSBN, tidak diperkenankan sama sekali minta sumbangan alias memungut uang dari walimurid saat PSB—kendati pembayarannya melalui 4 tahapan.
Pungutan atau istilah lainnya sumbangan yang menyodorkan formulir sumbangan kepada orangtua murid atau walimurid saat ini sedang marak dijalankan oleh sekolah RSBI, sepertinya tidak memberi pilihan kepada orantua murid atau walimurid. Kendati besarnya sumbangan tidak ada patokan. Paling rendah Rp 500 ribu dan paling tinggi sekitar Rp 6 juta.
Menurut informasi yang dikumpulkan menyebutkan, bahwa minta sumbangan itu merupakan kebijakan kepala sekolah termasuk penggunaannya. Persoalannya akan ada tanggapan ‘kesan’, bahwa besar kecilnya sumbangan yang diberikan melalui isian formulir seperti di SMAN 1 Metro (RSBI) itu berpengaruh kepada lulus tidaknya seorang anak pada PSB. Walau itu dibantah pihak SMAN 1 Metro (Rabu, 24/6) kemarin.
Menurut salah seorang guru yang berwenang di SMAN 1 Metro kemarin, besar kecilnya sumbangan itu tidak ada kaitannya dengan kelulusan seorang peserta PSB. “Ada yang nyumbang sampai Rp 6 juta, tapi tak lulus,” kata guru tadi kepada koran ini. Tapi, ada yang hanya nyumbang Rp 500 ribu, dia lulus.
Kalau itu hanya kebijakan kepala sekolah mengtenai permintaan sumbangan melalui penyodoran formulir sumbangan, maka pertanyaan kemudian mengarah kepada penggunaan dana tersebut. Sebab, bantuan dana pendidikan yang diberikan oleh pemerintah pusat melalui jenis-jenis bantuan dana, dikemanakan? Dan, apa hubungannya dengan sekolah gratis untuk tingkat SD—SMA di seluruh Indonesia?
Kemarin karena pengumuman PSB untuk sekolah RSBI tingkat SMA,. Sampai hari ini perbincangan hangat orangtua atau walimurid masih berkisar antara kata ‘sumbangan’ dan ‘pungutan’ dalam menggunakan kesempatan pada saat para orangttua dan walumurid membutuhkan bantuan untuk anak mereka bisa masuk di sebuah sekolah.
Tapi, pihak Dinas Pendidika pun menyatakan hal yang sama, sumbangan itu tidak memaksa dan sumbangan tersebut dimintakan setelah orangtua/walimurid dipanggil, sehingga ketemu kata sepakat. Bagaimana benar atau tidaknya pola pungutan itu, kebijakan apapun yang menyangkut pemberatan beban orangtua/walimurid menyekolahkan anaknya di sekolah pada tingkatan “sekolah gratis” perlu diperhatikan semua pihak.

Sang Mega Bintang

MASIH sangat ingat ketika Jackson Five (lima bersaudara keluarga Jakcson) mendirikan grup band yang akhirnya menjadi grup band cukup terkenal di masa 70-an. Baik di Amerika Serikat maupun di belahan Eropa. Di Indonesia, Jakcson Five cukup populer—kemudian meroketkan Michel Jackson—vocalis Jackson Five. Era Jackson Dive “the super kid” memang banyak berdirinya grup band dengan personil saudara kandung.
Di Indonesia saja misalnya, ada The Panbers (Panbers), Koes Bersaudara dan lainnya. Mereka tumbuh subur dengan populeritas lagu-lagu yang mereka hasilkan dari banyak album.
Superstar, Mega Bintang, King of the King atau apapun namanya bagi kelompok selebritis, memang telah menjadi salah satu racun yang paling berpengaruh terhadap kehidupan manusia (masyarakat). Padahal, predikat-predikat tersebut dengan segala kemewahan yang akan mengalir ke kantong-kantong keuangan sang maha bintang, seratus persen berasal dari rakyat jelata.
Seperti seorang bupati, walikota, gubernur wakil gubernur, presiden dan wakil presiden, anggota DPR, DPRD provinsi, kabupaten/kota. Semuanya berangkat dari suara rakyat. Tetapi, apa yang didapat oleh rakyat dalam siklus demokrasi itu? Takyat hanyalah binatang-binantang ternak yang telur, daging, anak-anaknya serta populasinya menjadi komoditas orang-orang beken.
Padahal, rakyat dapat menggugat kepemilikan saham mereka terhadap kekayaan dan populeritas seseorang, apakah dijalur pemerintahan atau dijalus swasta. Namun, kembali lagi ke demokrasi bahwa “Suara Rakyat Suara Tuhan”, nyatanya “Suara Rakyat adalah Suara Orang Kaya dan Populer”
Karena, suara itu dibeli dengan serangkaian harga nominal. Tidak ada suara yang tidak dibeli dalam konteks kemajuan ilmu pengetahuan dan sosial saat ini. Jacko—panggilan si raja penyanyi pop rock asal Amerka itu atau disebut dengan Afro Amerika. Juga, membeli populeritasnya dengan kemampuan, keunikan dan tingkah polah yang lain dari yang lain.
Seandainya seperti Jacko dan selebritis atau tokoh dunia yang sedemikian hebat di Amerika atau di belahan dunia manapun yang bergaris rasa Negro peduli terhadap benua Afrika dengan penduduknya yang mayoritas miskin. Dalam waktu singkat rakyat di Afrika di semua negara yang bergurun pasir, akan menjadi Mutiara Hitam Dunia dengan kemakmuran dan pesona alam yang wah wah sekali.
Namun, sang Maha Bintang telah tiada dengan cara mendadak meninggal dunia, maka gossippun mengalir bagaikan air bah tanpa mengenal musim hujan. Terus mengalir. Dengan gosip (pro dan kontra, negatif dan positif), sang maha bintang terus menjadi bintang di dalam catatan kenangan perjalanan anak manusia yang selalu bercatatan baik dan buruk.
Hanya saja, catatan baik dan buruk bagi selebritis adalah panennya selebritis, semakin digosipkan buruk semakin kaya ia akan tawaran-tawaran dan tentunya tawaran itu akan berimbas kepada pendapatannya. Model kehidupan zaman sekarang memang demikian. Semakin lontroversialnya seseorang dalam profesinya semakin berpluang ia akan menjadi sang tokoh dan menjadi orang populer. Adalah sama apa yang terjadi di Indonesia, simak Dewi Persik, Ayu Azhari dean adik-adiknya, Manohara, Cici Paramida (yang paling anyar beritanya) dan sebagainya. Amboi !

In Memorial KPK

RAKYAT Indonesia harus bangkit melawan kelompok koruptor yang ingin menghancurkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan harus minta pertanggungjawaban Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selaku presiden Republik Indonesia yang ikut andil melemahkan posisi KPK dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Gara-gara ucapan SBY di redaksi Kompas tentang KPK, yang ia weanbti-wanti jangan menjadi seperti lembaga superbody yang tanpa kontrol memadai. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) langsung mendatangi dan ingin mengaudit keuangtan KPK dengan alasan instruksi presiden.
Sangat membingungkan dan sangat jelas rakyat Indonesia dibodohi oleh capres saat membutuhkan dukungan masyarakat, agar dipilih menjadi presiden. Ketika SBY bicara di harian Kompas itu, perlu dipertanyakan dan dijelaskan secara detail dengan payung hukumnya. Apakah saat itu SBY berbicara dalam kapasitas sebagai capres atau presiden?.
Walaupun beberapa saat setelah ribut soal dampak omongan SBY itu, kubu SBY akan menjelaskan duduk soalnya omongan dia itu salah satunya tidak menginstruksikan BPKP untuk mengaudit KPK. Namun, ucapan sudahy terlanjur diucapkan, penjelasannya pasti9 sangat politis. Jika tidak, maka SBY dapat dijerat dengan pasal-pasal pelanggaran peraturan tentang statusnya presiden.
Nasi sudah menjadi bubur, kubu yang sangat ingin menghancurkan KPK (nyatanya sekarang sudah makin dilemahkan), bisa disebut seperti Kejaksaan Agung, Polri dan tentunya disupport (didukung) all in oleh kelompok koruptor di Indonesia. Djoko Chandra tidak akan bisa leluasa lari ke luar negeri, jika tidak dibantuk kelompok pro koruptor. Apalagi berangkat dari Bandara Halim perdana Kusuma—di sana markasnya TNI AU.
Kemudian, pengacara Djoko Chandra harus bertanggungjawab atas pelarian koruptor tersebut. Tapi, apa kenyataannya. Kini semua yang terlibat hanya bermain kata-kata, melebihi kepiawaian sang penyair. Siapa yang bertanggungjawab penuh atas larinya Djoko Chandra? Sekarang bukan saatnya hanya menetapkan Djoko Chandra sebagai buronan.
Sama, sama seperti Edy Tanzil beberapa tahun silam, sama dengan para koruptor kelas kakap lainnya yang seenaknya meninggalkan Indonesia pergi ke China, Singapura, Malaysia atau Amerika Serikat. Kemampuan Polri dipertaruhkan dalam kasus-kasus koruptor yang melarikan diri selama ini.
In Memorial KPK—status itulah yang tepat diberikan kepada posisi KPK saat ini. Kedisiplinan, ketegasan, kelugasan dan keakuratan pelaksanaan tugasnya selama ini, memang telah membuat banyak lembaga yang korup sekuat tenaga untuk menghancurkan KPK. Mulai dari DPR-RI sampai ke Presiden RI. Jadi, apa komitmen SBY sebagai presiden maupun capres untuk meneruskan pemberantasan korupsi di tanah air, belum apa-apa sudah main hakim sendiri (baca kekerasan terhadap wartawan di Papua oleh tim SBY-Boediono).
Kemudian, baca dan simak tekanan-tekanan keras terhadap beberapa kepala daerah untuk memenangkan pasangan SBY-Boediono dalam pilpres 8 Juli 2009 beberapa hgari lagi. Selamatkan KPK, hancurkan komunitas koruptor dari desa sampai istana negara.