Selasa, 09 Februari 2016

SEJARAH PEMILIHAN UMUM PERTAMA DI INDONESIA TAHUN 1955



Pemilu tahun 1955 merupakan pemilu yang pertama dalam sejarah bangsa Indonesia. Waktu itu Republik Indonesia berusia 10 tahun. Pemilihan Umum yang diadakan sebanyak dua kali yaitu pertama pada tanggal 29 September 1955 untuk memilih anggota DPR dan kedua pada tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota konstituante (Sumber : Situs KPU).
Sejak berdirinya negara Indonesia, Bapak Hatta telah memikirkan untuk segera melakukan pemilu sesuai maklumat X tanggal 3 November 1945. Tidak terlaksananya pemilu pertama pada bulan Januari 1946 seperti yang diamanatkan oleh Maklumat 3 Nopember 1945, paling tidak disebabkan 2 (dua) hal :
1. Belum siapnya pemerintah baru, termasuk dalam penyusunan perangkat UU Pemilu;
2. Belum stabilnya kondisi keamanan negara akibat konflik internal antar kekuatan politik yang ada pada waktu itu, apalagi pada saat yang sama gangguan dari luar juga masih mengancam. Dengan kata lain para pemimpin lebih disibukkan oleh urusan konsolidasi.
Pemilu tahun 1955 memilih 257 anggota DPR dan 514 anggota konstituante (harusnya 520 anggota, namun irian barat memiliki jatah 6 kursi, tidak melakukan pemilihan) dengan 29 jumlah partai politik dan individu yang ikut serta. Pemilu ini dilaksanakan pada pemerintahan perdana menteri Burhanuddin Harahap, setelah menggantikan Perdana Menteri Ali Sastromidjojo yang mengundurkan diri.
No.
Partai/Nama Daftar
Suara
%
Kursi
1.
Partai Nasional Indonesia (PNI)
8.434.653
22,32
57
2.
Masyumi
7.903.886
20,92
57
3.
Nahdlatul Ulama (NU)
6.955.141
18,41
45
4.
Partai Komunis Indonesia (PKI)
6.179.914
16,36
39
5.
Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII)
1.091.160
2,89
8
6.
Partai Kristen Indonesia (Parkindo)
1.003.326
2,66
8
7.
Partai Katolik
770.740
2,04
6
8.
Partai Sosialis Indonesia (PSI)
753.191
1,99
5
9.
Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI)
541.306
1,43
4
10.
Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (Perti)
483.014
1,28
4
11.
Partai Rakyat Nasional (PRN)
242.125
0,64
2
12.
Partai Buruh
224.167
0,59
2
13.
Gerakan Pembela Panca Sila (GPPS)
219.985
0,58
2
14.
Partai Rakyat Indonesia (PRI)
206.161
0,55
2
15.
Persatuan Pegawai Polisi RI (P3RI)
200.419
0,53
2
16.
Murba
199.588
0,53
2
17.
Baperki
178.887
0,47
1
18.
Persatuan Indoenesia Raya (PIR) Wongsonegoro
178.481
0,47
1
19.
Grinda
154.792
0,41
1
20.
Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai)
149.287
0,40
1
21.
Persatuan Daya (PD)
146.054
0,39
1
22.
PIR Hazairin
114.644
0,30
1
23.
Partai Politik Tarikat Islam (PPTI)
85.131
0,22
1
24.
AKUI
81.454
0,21
1
25.
Persatuan Rakyat Desa (PRD)
77.919
0,21
1
26.
Partai Republik Indonesis Merdeka (PRIM)
72.523
0,19
1
27.
Angkatan Comunis Muda (Acoma)
64.514
0,17
1
28.
R.Soedjono Prawirisoedarso
53.306
0,14
1
29.
Lain-lain
1.022.433
2,71
Jumlah
37.785.299
100,00
257
Sangat disayangkan, kisah sukses Pemilu 1955 akhirnya tidak bisa dilanjutkan dan hanya menjadi catatan emas sejarah. Pemilu pertama itu tidak berlanjut dengan pemilu kedua lima tahun beri-kutnya, meskipun tahun 1958 Pejabat Presiden Sukarno sudah melantik Panitia Pemilihan Indonesia II. Yang terjadi kemudian adalah berubahnya format politik dengan keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, sebuah keputusan presiden untuk membubarkan Konstituante dan pernyataan kembali ke UUD 1945
PEMILIHAN UMUM  TAHUN 1971
Setelah pemilu pertama tahun 1955, Indonesia baru melakukan pemilu kembali pada tanggal 5 Juli 1971, pertama di jaman Orde Baru dibawah pemerintahan Presiden Kedua Indonesia, Bpk (alm) Soeharto. Pada pemilu kali ini, terdapat 9 partai politik dan 1 organisasi masyarakat yang berpartisipasi.
No.
Partai
Jumlah Suara
Persentase
Jumlah Kursi
1.
Partai Katolik
603.740
1,10
3
2.
Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII)
1.308.237
2,39
10
3.
Partai Nahdlatul Ulama
10.213.650
18,68
58
4.
Partai Muslimin Indonesia (Parmusi)
2.930.746
5,36
24
5.
Golongan Karya (Golkar)
34.348.673
62,82
236
6.
Partai Kristen Indonesia (Parkindo)
733.359
1,34
7
7.
Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba)
48.126
0,08
0
8.
Partai Nasional Indonesia (PNI)
3.793.266
6,93
20
9.
Partai Islam (PERTI)
381.309
0,69
2
10.
Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI)
338.403
0,61
0
Jumlah
54.669.509
100,00
360
PEMILIHAN UMUM TAHUN 1977-1997
Pemilu pada periode ini, dilakukan setiap 5 tahun sekali, mulai tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 dengan 3 peserta yaitu Golongan Karya (GolKar), Partai Demokrasi Indonesia (PDI), dan Partai Pembangunan Persatuan (PPP). Peserta pemilu kali ini lebih sedikit dibanding pemilu sebelumnya. Ini terjadi setelah sebelumnya pemerintah bersama-sama dengan DPR berusaha menyederhanakan jumlah partai dengan membuat UU No. 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar. Kedua partai itu adalah Partai Persatuan Pembangunan atau PPP dan Partai Demokrasi Indonesia atau PDI) dan satu Golongan Karya atau Golkar. Dalam setiap kali digelar pemilu, partai golkar selalu menduduki peringkat pertama perolehan kursi di DPR dengan meraih lebih dari 62% suara dalam setiap gelaran pemilu, diikuti oleh PPP dan terakhir PDI. Tabel di
Pemilu 1977
No.
Partai
Suara
%
Kursi
% (1971)
Keterangan
1.
Golkar
39.750.096
62,11
232
62,80
– 0,69
2.
PPP
18.743.491
29,29
99
27,12
+ 2,17
3.
PDI
5.504.757
8,60
29
10,08
– 1,48
Jumlah
63.998.344
100,00
360
100,00

Pemilu 1982
No.
Partai
Suara DPR
%
Kursi
% (1977)
Keterangan
1.
Golkar
48.334.724
64,34
242
62,11
+ 2,23
2.
PPP
20.871.880
27,78
94
29,29
– 1,51
3.
PDI
5.919.702
7,88
24
8,60
– 0,72
Jumlah
75.126.306
100,00
364
100,00

Pemilu 1987
No.
Partai
Suara
%
Kursi
% (1982)
Keterangan
1.
Golkar
62.783.680
73,16
299
68,34
+ 8,82
2.
PPP
13.701.428
15,97
61
27,78
– 11,81
3.
PDI
9.384.708
10,87
40
7,88
+ 2,99
Jumlah
85.869.816
100,00
400


Pemilu 1992
No.
Partai
Suara
%
Kursi
% (1987)
Keterangan
1.
Golkar
66.599.331
68,10
282
73,16
– 5,06
2.
PPP
16.624.647
17,01
62
15,97
+ 1,04
3.
PDI
14.565.556
14,89
56
10,87
+ 4.02
Jumlah
97.789.534
100,00
400
100,00

Pemilu 1997
No.
Partai
Suara
%
Kursi
% (1992)
Keterangan
1.
Golkar
84.187.907
74,51
325
68,10
+ 6,41
2.
PPP
25.340.028
22,43
89
17,00
+ 5,43
3.
PDI
3.463.225
3,06
11
14,90
– 11,84
Jumlah
112.991.150
100,00
425
100,00

PEMILIHAN UMUM TAHUN 1999
Setelah Presiden Soeharto dilengserkan dari kekuasaannya pada tanggal 21 Mei 1998 jabatan presiden digantikan oleh Wakil Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie. Atas desakan publik, Pemilu yang baru atau dipercepat segera dilaksanakan, sehingga hasil-hasil Pemilu 1997 segera diganti. Kemudian ternyata bahwa Pemilu dilaksanakan pada 7 Juni 1999, atau 13 bulan masa kekuasaan Habibie. Pada saat itu untuk sebagian alasan diadakannya Pemilu adalah untuk memperoleh pengakuan atau kepercayaan dari publik, termasuk dunia internasional, karena pemerintahan dan lembaga-lembaga lain yang merupakan produk Pemilu 1997 sudah dianggap tidak dipercaya. Hal ini kemudian dilanjutkan dengan penyelenggaraan Sidang Umum MPR untuk memilih presiden dan wakil presiden yang baru. Pemilu ini dilakukan untuk memilih anggota DPR, DPRD Tingkat I, dan DPRD Tingkat II.
No.
Partai
Jumlah Suara
Persentase
Jumlah Kursi
Persentase
1.
Partai Indonesia Baru
192.712
0,18%
0
0,00%
2.
Partai Kristen Nasional Indonesia
369.719
0,35%
0
0,00%
3.
Partai Nasional Indonesia
377.137
0,36%
0
0,00%
4.
Partai Aliansi Demokrat Indonesia
85.838
0,08%
0
0,00%
5.
Partai Kebangkitan Muslim Indonesia
289.489
0,27%
0
0,00%
6.
Partai Ummat Islam
269.309
0,25%
0
0,00%
7.
Partai Kebangkitan Ummat
300.064
0,28%
1
0,22%
8.
Partai Masyumi Baru
152.589
0,14%
0
0,00%
9.
Partai Persatuan Pembangunan
11.329.905
10,71%
58
12,55%
10.
Partai Syarikat Islam Indonesia
375.920
0,36%
1
0,22%
11.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
35.689.073
33,74%
153
33,12%
12.
Partai Abul Yatama
213.979
0,20%
0
0,00%
13.
Partai Kebangsaan Merdeka
104.385
0,10%
0
0,00%
14.
Partai Demokrasi Kasih Bangsa
550.846
0,52%
5
1,08%
15.
Partai Amanat Nasional
7.528.956
7,12%
34
7,36%
16.
Partai Rakyat Demokratik
78.730
0,07%
0
0,00%
17.
Partai Syarikat Islam Indonesia 1905
152.820
0,14%
0
0,00%
18.
Partai Katolik Demokrat
216.675
0,20%
0
0,00%
19.
Partai Pilihan Rakyat
40.517
0,04%
0
0,00%
20.
Partai Rakyat Indonesia
54.790
0,05%
0
0,00%
21.
Partai Politik Islam Indonesia Masyumi
456.718
0,43%
1
0,22%
22.
Partai Bulan Bintang
2.049.708
1,94%
13
2,81%
23.
Partai Solidaritas Pekerja Seluruh Indonesia
61.105
0,06%
0
0,00%
24.
Partai Keadilan
1.436.565
1,36%
7
1,51%
25.
Partai Nahdlatul Ummat
679.179
0,64%
5
1,08%
26.
Partai Nasional Indonesia – Front Marhaenis
365.176
0,35%
1
0,22%
27.
Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia
328.654
0,31%
1
0,22%
28.
Partai Republik
328.564
0,31%
0
0,00%
29.
Partai Islam Demokrat
62.901
0,06%
0
0,00%
30.
Partai Nasional Indonesia – Massa Marhaen
345.629
0,33%
1
0,22%
31.
Partai Musyawarah Rakyat Banyak
62.006
0,06%
0
0,00%
32.
Partai Demokrasi Indonesia
345.720
0,33%
2
0,43%
33.
Partai Golongan Karya
23.741.749
22,44%
120
25,97%
34.
Partai Persatuan
655.052
0,62%
1
0,22%
35.
Partai Kebangkitan Bangsa
13.336.982
12,61%
51
11,03%
36.
Partai Uni Demokrasi Indonesia
140.980
0,13%
0
0,00%
37.
Partai Buruh Nasional
140.980
0,13%
0
0,00%
38.
Partai Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong
204.204
0,19%
0
0,00%
39.
Partai Daulat Rakyat
427.854
0,40%
2
0,43%
40.
Partai Cinta Damai
168.087
0,16%
0
0,00%
41.
Partai Keadilan dan Persatuan
1.065.686
1,01%
4
0,87%
42.
Partai Solidaritas Pekerja
49.807
0,05%
0
0,00%
43.
Partai Nasional Bangsa Indonesia
149.136
0,14%
0
0,00%
44.
Partai Bhinneka Tunggal Ika Indonesia
364.291
0,34%
1
0,22%
45.
Partai Solidaritas Uni Nasional Indonesia
180.167
0,17%
0
0,00%
46.
Partai Nasional Demokrat
96.984
0,09%
0
0,00%
47.
Partai Ummat Muslimin Indonesia
49.839
0,05%
0
0,00%
48.
Partai Pekerja Indonesia
63.934
0,06%
0
0,00%
Jumlah
105.786.661
100,00%
462
100,00%
Pemilu tahun 1999 merupakan pemilu pertama sejak zaman orde baru runtuh dan dimulailah era reformasi di Indonesia. Setelah tahun 1999, Indonesia pun kembali melakukan pemilu setiap lima tahun sekali secara langsung. Bahkan pemilu 2004 merupakan pemilu pertama kali di Indonesia dimana setiap warga negara Indonesia yang mempunyai hak pilih, dapat memilih langsung presiden dan wakilnya selain pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Tingkat I, dan DPRD tingkat II. Selain itu, sejak pemilu 2004, juga dilakukan pemilihan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Pada pemilu tahun 2004 dan 2009, ditetapkan parliamentary threshold (PT) sebesar 2.5%. Apabila partai politik yang memperoleh suara dengan persentase kurang dari 2,50% tidak berhak memperoleh kursi di DPR.
Pemilu 2004
No.
Partai
Jumlah Suara
Persentase
Jumlah Kursi
Persentase
Keterangan
1.
Partai Golongan Karya
24.480.757
21,58%
128
23,27%
Lolos
2.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
21.026.629
18,53%
109
19,82%
Lolos
3.
Partai Kebangkitan Bangsa
11.989.564
10,57%
52
9,45%
Lolos
4.
Partai Persatuan Pembangunan
9.248.764
8,15%
58
10,55%
Lolos
5.
Partai Demokrat
8.455.225
7,45%
55*
10,00%
Lolos
6.
Partai Keadilan Sejahtera
8.325.020
7,34%
45
8,18%
Lolos
7.
Partai Amanat Nasional
7.303.324
6,44%
53*
9,64%
Lolos
8.
Partai Bulan Bintang
2.970.487
2,62%
11
2,00%
Lolos
9.
Partai Bintang Reformasi
2.764.998
2,44%
14*
2,55%
Lolos
10.
Partai Damai Sejahtera
2.414.254
2,13%
13*
2,36%
Lolos
11.
Partai Karya Peduli Bangsa
2.399.290
2,11%
2
0,36%
Lolos
12.
Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia
1.424.240
1,26%
1
0,18%
Lolos
13.
Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan
1.313.654
1,16%
4*
0,73%
Lolos
14.
Partai Nasional Banteng Kemerdekaan
1.230.455
1,08%
0*
0,00%
Tidak lolos
15.
Partai Patriot Pancasila
1.073.139
0,95%
0
0,00%
Tidak lolos
16.
Partai Nasional Indonesia Marhaenisme
923.159
0,81%
1
0,18%
Lolos
17.
Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia
895.610
0,79%
0
0,00%
Tidak lolos
18.
Partai Pelopor
878.932
0,77%
3*
0,55%
Lolos
19.
Partai Penegak Demokrasi Indonesia
855.811
0,75%
1
0,18%
Lolos
20.
Partai Merdeka
842.541
0,74%
0
0,00%
Tidak lolos
21.
Partai Sarikat Indonesia
679.296
0,60%
0
0,00%
Tidak lolos
22.
Partai Perhimpunan Indonesia Baru
672.952
0,59%
0
0,00%
Tidak lolos
23.
Partai Persatuan Daerah
657.916
0,58%
0
0,00%
Tidak lolos
24.
Partai Buruh Sosial Demokrat
636.397
0,56%
0
0,00%
Tidak lolos
Jumlah
113.462.414
100,00%
550
100,00%

Pemilu 2009
No.
Partai
Jumlah suara
Persentase suara
Jumlah kursi
Persentase kursi
Status PT*
1
Partai Hati Nurani Rakyat
3.922.870
3,77%
18
3,21%
Lolos
2
Partai Karya Peduli Bangsa
1.461.182
1,40%
0
0,00%
Tidak lolos
3
Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia
745.625
0,72%
0
0,00%
Tidak lolos
4
Partai Peduli Rakyat Nasional
1.260.794
1,21%
0
0,00%
Tidak lolos
5
Partai Gerakan Indonesia Raya
4.646.406
4,46%
26
4,64%
Lolos
6
Partai Barisan Nasional
761.086
0,73%
0
0,00%
Tidak lolos
7
Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia
934.892
0,90%
0
0,00%
Tidak lolos
8
Partai Keadilan Sejahtera
8.206.955
7,88%
57
10,18%
Lolos
9
Partai Amanat Nasional
6.254.580
6,01%
43
7,68%
Lolos
10
Partai Perjuangan Indonesia Baru
197.371
0,19%
0
0,00%
Tidak lolos
11
Partai Kedaulatan
437.121
0,42%
0
0,00%
Tidak lolos
12
Partai Persatuan Daerah
550.581
0,53%
0
0,00%
Tidak lolos
13
Partai Kebangkitan Bangsa
5.146.122
4,94%
27
4,82%
Lolos
14
Partai Pemuda Indonesia
414.043
0,40%
0
0,00%
Tidak lolos
15
Partai Nasional Indonesia Marhaenisme
316.752
0,30%
0
0,00%
Tidak lolos
16
Partai Demokrasi Pembaruan
896.660
0,86%
0
0,00%
Tidak lolos
17
Partai Karya Perjuangan
351.440
0,34%
0
0,00%
Tidak lolos
18
Partai Matahari Bangsa
414.750
0,40%
0
0,00%
Tidak lolos
19
Partai Penegak Demokrasi Indonesia
137.727
0,13%
0
0,00%
Tidak lolos
20
Partai Demokrasi Kebangsaan
671.244
0,64%
0
0,00%
Tidak lolos
21
Partai Republika Nusantara
630.780
0,61%
0
0,00%
Tidak lolos
22
Partai Pelopor
342.914
0,33%
0
0,00%
Tidak lolos
23
Partai Golongan Karya
15.037.757
14,45%
107
19,11%
Lolos
24
Partai Persatuan Pembangunan
5.533.214
5,32%
37
6,61%
Lolos
25
Partai Damai Sejahtera
1.541.592
1,48%
0
0,00%
Tidak lolos
26
Partai Nasional Benteng Kerakyatan Indonesia
468.696
0,45%
0
0,00%
Tidak lolos
27
Partai Bulan Bintang
1.864.752
1,79%
0
0,00%
Tidak lolos
28
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
14.600.091
14,03%
95
16,96%
Lolos
29
Partai Bintang Reformasi
1.264.333
1,21%
0
0,00%
Tidak lolos
30
Partai Patriot
547.351
0,53%
0
0,00%
Tidak lolos
31
Partai Demokrat
21.703.137
20,85%
150
26,79%
Lolos
32
Partai Kasih Demokrasi Indonesia
324.553
0,31%
0
0,00%
Tidak lolos
33
Partai Indonesia Sejahtera
320.665
0,31%
0
0,00%
Tidak lolos
34
Partai Kebangkitan Nasional Ulama
1.527.593
1,47%
0
0,00%
Tidak lolos
41
Partai Merdeka
111.623
0,11%
0
0,00%
Tidak lolos
42
Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia
146.779
0,14%
0
0,00%
Tidak lolos
43
Partai Sarikat Indonesia
140.551
0,14%
0
0,00%
Tidak lolos
44
Partai Buruh
265.203
0,25%
0
0,00%
Tidak lolos
Jumlah
104.099.785
100,00%
560
100,00%

TOPOS, Dari Peradaban Silam




DESA tua ini berabad-abad silam namanya dikenal sebagai Topos; Kutei Topos yang ( Tapus) merupakan salah satu desa tua di daerah Lebong provinsi Bengkulu. Letaknya dekat dengan hulu Air Ketahun (Sungai Ketahun). Karena geografisnya berada di celah Bukit Barisan, Topos memiliki tanah yang subur untuk bercocok tanam, lagi pula desa Topos merupakan desa bercuaca sejuk. Akibat desa ini dikelilingi oleh hutan Bukit Barisan yang masih perawan.

Suku Rejang Asli
Desa Topos, selain desa tua – termasuk di Indonesia itu penduduknya mereupakan sukubangsa Rejang. Diperkirakan desa Topos sudah berdiri jauh sebelum zaman Ajai-Ajai memimpin Lebong, dan terus berkembang sampai saat ini. Sebagai desa tua, Topos sering didatangi untuk keperluan ziarah dan atau mengadakan acara ‘bedu-o’ (berdoa) semacam acara tradisi, dengan tujuan seperti silaturrahmi dengan keluarga tua dan garis keturunannya, membayar nazar karena sesuatu sebab.
Desa Topos sampai tahun 1970-an masih terisolir. Karena, jalan penghubung dari desa Rimbo Pengadang atau dari desa Kotadonok belum dibangun secara permanent, kendati ruas jalannya sudah ada. Seperti menuju ke desa Rimbo Pengadang. Akses ke luar masuk ke desa Topos biasanya dilakukan dengan berjalan kaki. Namun, lambat laun desa Topos berkembang pesat mengejar ketertinggalannya.
Sejak pemekaran Kabupaten Rejang Lebong jadi tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Rejang (kabupaten Induk), Kabupaten Kepahiang dan Kabupaten Lebong. Desa Topos dan beberapa desa sekitarnya menjadi wilayah administrative Kecamatan Tapus atau Sukanegeri dengan ibukota kecamatannya adalah Tapus. Kecamatan Tapus sendiri dibentuk pada tahun 2008.

Mata Pencaharian
Sejak zaman dulu penduduk (masyarakat) desa Topos bermata pencaharian di bidang pertanian; sawah, lading dan kebun. Yang paling terkenal hasi dari desa Topos sejak zaman dahulu kala adalah odot (tembakau). Penduduk berprofesi sebagai pedagang atau pegawai negeri jumlahnya tidak banyak. Namun, sekarang penduduk – terutama generasi muda desa Topos sudah banyak berpendidikan tinggi, menjadi pegawai negeri sipil (PNS), seperti guru atau PNS di kantor-kantor pemerintah.
Desa Topos dan masyarakatnya adalah daerah yang erat kaitannya dengan sejarah sukubangsa Rejang dan potret peradaban masyarakat masa silam dan masa kini. Karena dikelilingi hutan Bukit Barisan dengan bentangan bukit-bukit yang memanjang dan berada di pinggiran Air Ketahun. Maka, tanah Topos adalah tanah yang sangat subur.

Hubungan Ke Luar
Dari desa terisolir, namun masyarakatnya sangat makmur sampai menjadi wilayah kecamatan baru. Hubungan ke luar saat ini sangat lancar dan ramai sekali. Hanya ada satu jalan menuju ke luar desa Topos, yaitu jalan poros Topos – Rimbo Pengadang. Jalan penghubung utama itu melewati beberapa desa, seperti Bandar Agung, Suka Negeri (dulu termasuk desa Topos), Talang Baru (Tlang Balau), Talang Donok (Tlang Donok), Tanjung dan desa Bajak.
Sampai tahun 1960-an akses ke luar dari Topos yang paling dekat, termasuk belanja dan berniaga adalah ke Kotadonok melalui tebo diding (nama hutan antara Topos dan Kotadonok) dengan berjalan kaki. Namun, sekarang akses hubunga ke luar sudah lancar, jalan aspal sudah dibangun oleh pemerintah. Sehingga hubungan ke luar masuk wilayah Topos sekarang tidak ada hambatan.

Kaya Objek Wisata
Desa tua Topos sebagai desa peninggalan peradaban masa silam banyak sekali menyimpan asset wisata, baik alam maupun benda-benda atau tempat bersejarah. Jika pemerintah Lebong lebih peduli terhadap potensi pariwisata di daerah Lebong. Seharusnya desa Topos dijadikan “desa budaya’. Di Topos dan sekitarnya terdapat beberapa objek wisata alam, seperti Air Terjun Ekor Kuda (di sungai Tik Semulen), Air Terjun Sapet, Batu Bahan Rumah Pahit Lidah, Batu Balimo. (berdasarkan cerita masyarakat Topos menyebutkan Batu Balimo merupakan tempat rapat para pendiri sukubangsa Rejang. Seperti rapat menetapkan normat-norma adapt (adapt istiadat), pengembangan wilayah, persoalan pertanian dans ebagainya). Diceritakan bahwa Adat Tiang Pat Lemo Ngen Rajo ditetapkan di Batu Balemo.
Kemudian rumah-rumah tua berdiri dan berdamingan serta berhadapan adalah bagian dari potensi wisata budaya di Topos. Kini, di Topos sudah berdiri sebuah masjid berukuran besar. Dan, itu menandakan seluruh penduduk Topos – kecamatan Tapus adalah beragama Islam.

Referensi:
-    blog Kutai Topos Jurukalang
-    tulisan-tulisan Erwin Basrin
-    catatan perjalanan penulis
-    cerita lisan  

Senin, 08 Februari 2016

Kampung Tua Kotadonok




Menciptakan Pembangunan Dan Memelihara Adat Istiadat
Oleh Naim Emel Prahana

MEMANG tidak semua kampung tua itu selalu terbengkalai. Namun, kenyataannya memang banyak kampung-kampung (desa) tua terbengkalai dan terjadi kemunduran di berbagai aspek kehidupan masyarakatnya. Tentu saja faktor ekonomi menjadi persoalan klasik yang sulit dipecahkan oleh masyarakat kampung itu sendiri.
Ekonomi masyarakat mempengaruhi aspek lainnya, seperti sosial, seni budaya – adat istiadat, pendidikan, pertanian dan akhirnya faktor pembangunan kampung menjadi terhambat akibat pola pikir yang berubah drastis sebagai akibat pengaruh global teknologi informasi dan lainnya.
Salah satu kampung tua di daerah legenda Lebong provinsi Bengkulu adalah Desa Kotadonok. Kampung ini semula bernama kutei Donok (bahasa Rejang berarti kampung/desa yang berada di tengah-tengah daerah lain). Kampung itu diperkirakan sudah berdiri pada abad 7 M ketika menyimak sejarah dan asal usul masyarakat Rejang di Lebong.
Pada zaman dahulu kala, kampung-kampung di daerah Lebong satu dengan kampung lainnya mempunyai jarak yang disebut dengan sawangan. ‘Sawangan’ itu diartikan sebagai kawasan/wilayah/daerah antara suatu tempat (kampung) dengan tempat lainnya yang ada penduduknya. Berbeda dengan kata sawang yang berarti berdekatan. Misalnya dalam obrolan masyarakat tercetus kata, “ sawah pak A itu sawang dengan sawahnya pak B” dan seterusnya.

Umeak Peken
Seperti kampung lainnya, pada awal berdiri Kotadonok dapat ditelusuri melalui jenis, bentuk dan ukuran rumah penduduknya. Rumah-rumah lama di Kotadonok berada di kawasan yang sampai sekarang masih disebut umeak peken. Nama umeak peken diambil karena di daerah kampung Kotadonok itu ada kegiatan pasar (pekan) seminggu sekali. Tepatnya pada hari Rabu setiap minggunya.   
Umeak Peken Kotadonok dulunya berdiri dua bangunan besar. Bangunan pertama membujur dari Timur – Barat yang panjang bangunannya sekitar 30 – 40 meter. Sementara bangunan kedua dengan bentuk dan ukuran yang sama membujur dari Selatan – Utara.
Dalam bangunan itu dibuat lapak-lapak (meja besar) berukuran antara lebar 2 meter dan panjang sekitar 3 meter. Kemudian dalam bangunan yang terbuka (umeak peken) itu ada gang – gang tempat lalulalang para pembeli setiap hari peken (pekan) untuk membeli kebutuhan sandang dan pangan.
 Gambar: rumah-rumah panggung berusia tua
di kawasan Umeak Peken Kotadonok
(FOTO: Naim EP)
Bangunan Umeak peken Kotadonok yang pertama membujur dari Timur ke Barat itu, dulu khusus untuk para pedagang bahan lauk pauk, barang pecah belah, tembakau, peralatan pertanian, peralatan pertukangan dan lainnya. Dalam perkembangannya, bangunan pertama tersebut, di dalamnya (bagian pinggir) dibuatlah beberapa warung (kios) permanen.
Warung yang terkenal saat itu adalah Warung Makan (WR) Sudi Mampir milik keluarga Yantut dan warung milik keluarga Naif. Kedua bangunan itu dibuat di pinggir sebelah timur (wr Sudi Mampir) dan sebelah Barat adalah warung milik Naif. Sedangkan bangunan umeak peken kedua, tidak ada bangunan warung. Semuanya terdiri dari lapak-lapak (kios) terbuka yang khusus menjual sandang; kebutuhan pakaian.
Gambar: Bangunan Umeak Peken yang berusia tua
kini sudah tidak ada karena dihancurkan kemudian
di bangun sebuah SD Negeri dan dua buah rumah
penduduk (FOTO: Naim EP)

Namun, dalam perkembangan berikutnya di ujung sebelah Utara bangunan umeak peken kedua dipinjam pakai oleh keluarga Ramli (eks TNI) untuk dibangunkan rumah tokoh. Walaupun ada perjanjian khususnya dengan pemerintahan desa (kampung). Namun, sampai saat ini keluarga (alm) Ramli tidak mau pindah dari lokasi umeak peken. Akibatnya menjadi buah bibir masyarakat.
Para pedagang yang menggelar dagangannya di umeak peken Kotadonok pada umumnya adalah pedagang berasal dari suku Padang (Minangkabau) dan orang-orang Bengkulu. Sementara itu, hasil perkebunan, pertanian, perikanan dan makan ringan dijajakan di sekitar kedua bangunan umeak peken tersebut. Terutama sepanjang jalan raya Kotadonok.
Bangunan umeak peken dan kawasannya dulunya jika malam hari atau siang adalah tempat bermainnya anak-anak kampung Kotadonok usai pulang sekolah atau usai dari mengaji di rumah Ninik Bulek (Haji Abdullah).

Bangunan Dihancurkan
Sekitar tahun 1975 bangunan kedua umeak peken sudah dirubuhkan dan diganti dengan bangunan rumah penduduk yang berdampingan dengan rumah keluarga alm Ramli. Sementara bangunan umeak peken pertama akan didirikan SDN Kotadonok. Praktis dengan keadaan demikian umeak peken di Kotadonok yang dulunya megah dan sangat ramai. Sudah tidak ada lagi.
Padahal peken Kotadonok adalah satu-satunya pasar mingguan yang ada di Bermani Jurukalang. Wajar kalau hari peken suasananya ramai sekali. Para pedagang dan pembeli berdatangan dari Topos, Tlang Blau, Tlang Donok, Plabuak (Talangratu), Tes, Taba Anyar sampai Turun Lalang. Semua ke peken Kotadonok.
Sebagai kampung (desa) tua di daerah Lebong, bahkan di Bengkulu, Kotadonok banyak menyimpan peninggalan yang ada kaitannya dengan pemerintah Sumatera Bagian Selatan dan zaman kolonial Hindia Belanda. Beberapa peninggalan sejarah berbentuk bangunan rumah, antara lain:
1.      Rumah Pangeran Kotadonok
Rumah besar Pangeran Kotadonok, kediaman keluarga besar Muhammad Husin (Husen) mantan Gubernur Sumatera Selatan diperkirakan dibangun pada abad ke 17 atau 18. Letaknya berada di tengah kampung Kotadonok. Rumah tersebut menghadap ke Utara, persis di depannya Jalan Raya Kotadonok ke Muara Aman.
 Gambar: Rumah Keluarga Pangeran Kotadonok
(FOTO: Naim EP)

Rumah bercat putih berarsitektur Rejang itu sudah lama sekali tidak dihuni. Bahkan cerita dari mulut ke mulut, rumah keluarga Pangeran Kotadonok itu banyak misterinya. Rumah bersejarah itu menyatu dengan sebuah rumah bagian Baratnya dan menyatu pula dengan rumah kediaman mantan pemberang (kepala Desa) M Yusuf.


Antara tahun 1968 – 1970 rumah yang berada di tengah antara rumah keluarga pangeran Kotadonok dan M Yusuf dijadikan tempat tinggal seorang guru bernama Thamrin yang menikahi gadis desa Kotadonok bernama Rusma. Dan, rumah itu dijadikan tempat mengaji anak-anak desa. Sebelum, akhirnya guru Thamrin membuat rumah di dekat Pacua Telai (pancuran besar). Dan, akhirnya karena tugas, guru Thamrin pindah ke Kota Curup.
Rumah pangeran Kotadonok memang tidak ada yang membukanya. Rumah tersebut terdiri banyak kamar, ruang pertemuan, ruang dapur dan berdiri di atas pondasi semen. Di belakang rumah sejarah itu, sekitar 5 – 8 meter terdapat danau baru yang disebut dengan nama Tawen Blau – yang menyatu dengan Danau Tes.

2.      Rumah M Husein
Rumah peninggalan sejarah ini dibuat saat gubernur Sumatera Bagian Selatan (Bengkulu, Lampung, Jambi dan Sumatera Selatan) dijabat oleh putra asli Kotadonok, M. Husein. Lokasi rumah mantan gubernur Sumbagsel itu berada di depan rumah keluarga pangeran Kotadonok. Namun, berada di lereng tebing di seberang rumah keluarga pangeran Kotadonok.
 Gambar: Rumah Gubernur Sumatera Bagian Selatan
, M Husein di Kotadonok, Lebong (FOTO: Naim EP)

Bangunan yang terbuat dari tembok itu sudah berarsitektur modern seperti rumah-rumah para pembesar zaman tempoe doeloe. Rumah itu menghadap ke arah Selatan ke sebagian kawasan danau Tes, Bukit Barisan dan di belakang bukit itu ada kampung tua bernama Topos.

3.      Kubua Lai
Kubua Lai atau bahasa Indonesianya Makam Besar terletak tidak jauh dari Pacua Telai sekitar 150 meter – berada di belakang rumah keluarga dr Juni. Makam Besar tersebut menurut cerita dari mulut ke mulut sejak dulu merupakan makam para tokoh kampung Kotadonok (Kuteidonok). Namun, tidak ada yang tahu persis, siapa yang dimakamkan di Makam besar itu. Karena, tidak ada batu nisan. Hanya berupa tanah gundukan berdiamter cukup besar.
Di makam Besar itu sering sekali orang berziarah – merekapun tidak tahu persis siapa yang dikuburkan dalam Makam Besar Kotadonok itu.

4.      Pacua Telai
Desa Kotadonok yang panjangnya sekitar 6 kilometer itu banyak sekali ditemukan air sungai kecil, yang disebut Bioa Tik (Air Kecil). Ada dua sungai besar, yaitu Bioa Tiket dan Bioa Tamang. Selebihnya hanya Bioa Tik, salah satunya adalah Bioa Tik yang berada di deket Umeak Peken Kotadonok.
Gambar: Pacua Telai (tidak nampak) tidak jauh
dari warung Amin (yang ada spanduknya itu)
(FOTO: Naim EP)
Konon cerita, di Bioa Tik itu sejak zaman pangeran Kotadonok sudah dibangun tempat permainan umum yang disebut Pacua Telai (Pancuran besar). Pacua Telai berupa tempat mandi yang dibuat dari semen terdiri dari dua ruang. Ruang mandi sebelah Barat untuk kaum pria dan ruang mandi sebelah Timur untuk kaum perempaun. Kedua ruang itu dibatasi oleh tembok setinggi 2 meter.
Setiap pagi dan sore jika kita berkunjung ke Desa Kotadonok dapat melihat warga setempat mendatangi Pacua Telai, untuk mandi dan mencuci pakaian. Airnya memang jernih karena berasal dari atas pegunungan.

5.      Meriam dan Peluru Besi di Tepat Taukem
Daerah kramat ini disebut oleh masyarakat Kotadonok, Lebong dengan nama Tepat Taukem (Kramat Taukem – Rukam). Letaknya di atas bukit jalan raya antara Kotadonok dan Tes. Posisi Tepat Taukem ini persis menghadap ke Danau Tes.
Hal itu, ada kemungkinan besar berkaitan dengan sejarah asal usul suku bangsa Rejang di Lebong. Di daerah itu berdasarkan sejarah adalah pusat kerajaan Bermani.
Sayangnya, lokasi Tepat Taukem tidak terurus. Termasuk peninggal meriam besi kuno dan pelurunya. Mungkin, perlu perhatian pemerintah Kabupaten Lebong untuk menganggarkan dalam APBD anggaran perawatan dan pemeliharaan peninggalan sejarah yang tersebar di daerah Lebong.
Konon ceritanya di Tepat Taukem itu, soal peluru meriam berbentuk besi bundar itu sangat misteri. Bagi anak yang dilahirkan karena hamil sebelum nikah atau bahasa Rejangnya anok haram. Peluru besi tak bisa diangkat. Tapi, bagi mereka yang bukan masuk anok haram, peluru besi itu tidaklah terlalu berat untuk digenggam dan diangkat.

6.      Tlapok Kramat
Tlapok Kramat (telapak sakti) itu berupa bekas telapak kaki berukuran besar di lereng Tebo Diding seberang Desa Kotadonok atau di jalan menuju ke Topos pada zaman dulu. (jalan kaki).
Bekas telapak kaki tersebut diduga adalah bekas telapak kaki seorang raja tempoe doeloe, apakah dari Juru Kalang atau dari Bermani atau dari daerah lainnya. Bekas telapak itu memang tidak ditumbuhi rumput. Disitulah keanehannya. Semua warga di Kotadonok dan sekitar desa Kotadonok percaya kalau bekas telapak kaki besar yang masih ada sekarang ini adalah bekas telapak kaki orang sakti zaman dulu.

Di samping peninggalan sejarah itu, di Kotadonok banyak sekali cerita misteri, seperti Dung Ulau Tujuak, Butau Gesea, Smat belkat, Siamang Bioa, Sebei Seblekeu, kan mas lai, buwai kotong dan sebagainya.

Desa (Kampung) Kotadonok perlu direhabilitasi dengan pembangunan infrastrukturnya dengan memelihara adat istiadatnya yang termasuk adat istiadat sukubangsa Rejang. Kalau bukan sekarang, kapan lagi? (Naim Emel Prahana)