Sabtu, 01 Agustus 2009

Benarkah 'Drakula' pelaku dua peledakan bom di Jakarta?


Benarkah 'Drakula' pelaku dua peledakan bom di Jakarta?
Radio Nederland Wereldomroep
20 July 2009

Pernyataan Presiden SBY yang mengaitkan bom Marriot-Ritz-Carlton dengan pilpres menjadi dubius. Banyak yang menilai SBY membuat blunder, tetapi menurut Wimar Witoelar, mantan jubir Presiden Gus Dur dan komentator, pernyataan SBY itu penting.




Wimar Witoelar [WW]: Pertama kali dalam hidup, saya lihat Presiden SBY ini mengetahui persoalan dan tahu kapan dia harus tegas, begitu ya. Karena ini suatu hal yang perlu dimarahin oleh seorang pemimpin nasional. Masalah kita adalah bomnya, bukan pernyataan SBY. Biar aja. Tapi dia sebagai presiden menetapkan kita tidak akan terima teroris dan masih ada di antara kita, orang-orang yang melakukan kejahatan yang masih berkeliaran di masyarakat, dan yang jahat itu yang melakukan bom tentu, tapi yang juga membiarkan bom dan menggunakan peristiwa bom ini untuk melakukan serangan-serangan terhadap presiden.

Aboeprijadi Santoso [AS]: Tapi juga beliau memberi sugesti bahwa dalam kasus bom ini pilpres tersangkut dengan menyindir salah seorang yang dikatakan pernah menghilangkan orang. Prabowo, kan?

WW: Jelas, jelas yang dimaksud. Anda sebut namanya, saya takut sebut namanya. Drakula ya.

AS: Oh, itu drakulanya?

WW: Drakula itu tidak perlu kita sebut, ya.

AS: Apa maknanya nih, penyindiran terhadap drakula?

WW: Peringatan. Supaya orang itu jangan lengah. Jangan anggap semua warga negara itu sama. Ada warga negara yang lolos dari pengadilan HAM 10 tahun yang lalu.

Demikian Wimar Witoelar ketika menghadiri aksi solidaritas dan dukacita di muka Hotel Marriot. Juga pengacara Todung Mulya Lubis yang membacakan pernyataan Masyarakat Anti Kekerasan.


Beban pembuktian

Todung Mulya Lubis [TML]: Mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mewujudkan sumpahnya untuk secepat mungkin menangkap dan mengadili pelaku, jaringan, dan otak di belakang setiap aksi kekerasan.

AS: Bapak Todung Mulya Lubis, jadi mana yang prioritas ini? Kita mencari pelakunya atau kita mencari ketenangan?

TML: Kita kecolongan. Itu yang harus kita bayar dengan sangat mahal. Dan menurut saya presiden tidak bisa melepaskan tanggung jawab.

AS: Lalu Presiden SBY menanggapi ini kita khawatirkan bisa menjadi drakula.

TML: Ya memang ini kan satu tudingan.

AS: Siapa sebenarnya drakula ini? Ikut pilpres?

TML: Ikut pilpres. Tapi kan tudingan ini sudah dibantah. Nah, karena itu sekarang beban pembuktian ada pada presiden.

AS: Ini blunder yang jadi bumerang bagi SBY?

TML: Bisa jadi blunder kalau itu tidak bisa dibuktikan.

Demikian laporan koresponden Aboeprijadi Santoso dari Jakarta.

Laporan ini bisa didengar di website Radio Nederland Wereldomroep

Tidak ada komentar: