Senin, 29 November 2010
Jumat, 26 November 2010
BNK Ajak Siswa Jaga Lingkungan
Metro Selatan, LE
Badan Narkotika Kota (BNK) Metro, mengajak segenap lapisan yang berperan di sekolah, khususnya anak didik, untuk menjaga lingkungan sekolah masing-masing dari inceren para bandar, penjual dan pemasok narkoba.
Hal itu dikatakan Wakil Sekretaris BNK Metro, Naim Emel Prahana, Selasa (18/5) dihadapan sekitar 500 siswa SMU dan SMK Kartikatama, Metro.
Menurut penerima penghargaan Warga Pratama dari BNN tahun 2009 itu, anak seusia siswa SMP dan SMA menjadi sasaran pemasok narkoba, karena jiwa mereka masih labil dan mudah dipengaruhi.
Oleh karena itu, ujar Bang Naim panggilan akrab aktivis Granat itu, lingkungan harus dijaga dengan baik, termasuk lingkungan sekolah.
“Jangan sampai pihak sekolah dan siswanya lengah, kalau sudah diterobos pemasok narkoba yang memiliki jaringan luas dan sangat rapih, sekolah akan jadi rapuh,” terang Bang Naim.
Ditambahkannya, kunci untuk menolak pengaruh narkoba, sebenarnya sederhana sekali, namun akan terasa berat. Pertama, jangan pernah bohong, kedua laksanakan ibadah dengan baik dan benar.
Naim kembali menegaskan, persoalan narkoba, terutama setelah diberlakukannya UU No 35/2009, semakin berat tantangannya bagi pemerintah maupun masyarakat untuk mengantisipasinya.
“Kepedulian adalah sikap yang paling bijak untuk menjaga lingkungan agar tetap bersih dari pengaruh narkoba,” kata dia.
Penyuluhan narkoba di sekolah SMP dan SMA di Kota Metro yang merupakan program rutin BNK setempat dan digelar setiap tahunnya secara bergiran.
Tahun 2010, penyuluhan narkoba di sekolah-sekolah tingkat pertama dan atas sudah dilakukan sejak Senin (17/5) lalu. Setiap harinya dilakukan penyuluhan di dua sekolah.
Tim penyulouhan narkoba BNK Metro tahun ini menurunkan personil dari unsur Polri, Dinkes dan Granat dan pelaksanaannya akan berakhir Kamis (20/5) lusa. (DA-4)
Badan Narkotika Kota (BNK) Metro, mengajak segenap lapisan yang berperan di sekolah, khususnya anak didik, untuk menjaga lingkungan sekolah masing-masing dari inceren para bandar, penjual dan pemasok narkoba.
Hal itu dikatakan Wakil Sekretaris BNK Metro, Naim Emel Prahana, Selasa (18/5) dihadapan sekitar 500 siswa SMU dan SMK Kartikatama, Metro.
Menurut penerima penghargaan Warga Pratama dari BNN tahun 2009 itu, anak seusia siswa SMP dan SMA menjadi sasaran pemasok narkoba, karena jiwa mereka masih labil dan mudah dipengaruhi.
Oleh karena itu, ujar Bang Naim panggilan akrab aktivis Granat itu, lingkungan harus dijaga dengan baik, termasuk lingkungan sekolah.
“Jangan sampai pihak sekolah dan siswanya lengah, kalau sudah diterobos pemasok narkoba yang memiliki jaringan luas dan sangat rapih, sekolah akan jadi rapuh,” terang Bang Naim.
Ditambahkannya, kunci untuk menolak pengaruh narkoba, sebenarnya sederhana sekali, namun akan terasa berat. Pertama, jangan pernah bohong, kedua laksanakan ibadah dengan baik dan benar.
Naim kembali menegaskan, persoalan narkoba, terutama setelah diberlakukannya UU No 35/2009, semakin berat tantangannya bagi pemerintah maupun masyarakat untuk mengantisipasinya.
“Kepedulian adalah sikap yang paling bijak untuk menjaga lingkungan agar tetap bersih dari pengaruh narkoba,” kata dia.
Penyuluhan narkoba di sekolah SMP dan SMA di Kota Metro yang merupakan program rutin BNK setempat dan digelar setiap tahunnya secara bergiran.
Tahun 2010, penyuluhan narkoba di sekolah-sekolah tingkat pertama dan atas sudah dilakukan sejak Senin (17/5) lalu. Setiap harinya dilakukan penyuluhan di dua sekolah.
Tim penyulouhan narkoba BNK Metro tahun ini menurunkan personil dari unsur Polri, Dinkes dan Granat dan pelaksanaannya akan berakhir Kamis (20/5) lusa. (DA-4)
Kamis, 25 November 2010
Segelas Kopi Lampung
Naim Emel Prahana
BANYAK fans kopi asli, khususnya Lampung jika berpergian selalu membawa beberapa bungkus kopi asli produksi Lampung. Yang jika di Jakarta akan bersaing dengan kopi-kopi instan berupa sansetan (bungkusan) kecil kopi. Betapa sulitnya menikmati kopi asli di jakarta sebagai ibukota republik ‚kopi’ ini. Produk kopi asli Lampung memang sudah masuk ke departemen store—swalayan, mall. Namun, kenapa di tingkat menengah ke bawah kopi asli Lampung yang beberapa hasil produk itu tidak ada.
May be, this dream flies to sky without basement? (mungkin, ini adalah mimpi terbang ke langit tanpa landasan?). paling tidak, memang hasrat untuk go internasional besar sekali bagi pengelola kopi Lampung, termasuk AEKI Lampung. Ibarat pepatah mengatakan, “ingin menjangkau puncak gunung, apadaya tangan tak sampai!”. Sehingga lidah masyarakat Lampung sendiri tidak dapat mencicipi nikmatnya kopi asli produk daerahnya sendiri.
Karena, di tingkat eceran tidak dipasarkan kopi Lampung, akibatnya kopi Lampung yang asli sulit bersaing dengan produk kopi-kopi instan dengan berbagai campuran seperti, beras, jagung, tepung, susu dan sebagainya. Target penguasaan pasar elite ternyata kopi Lampung melupakan pijakan dasarnya, yaitu masyarakat Lampung sendiri.
Nikmatnya kopi asli Lampung yang sudah diproduksi secara baik dan masuk pangsa besar kelas atas di berbagai swalayan, departement store atau mall tersebut. Ternyata tidak mampu menembus pangsa pasar kelas mini market seperti Alfamart, Indomart dan sebagainya. Padahal, trend warga shoping saat ini berada di kelas pasar Indomart dan Alfamart.
Kita belum tahu persis, faktor penyebab tidak beredarnya kopi Lampung di kalangan masyarakat luas, bahkan di kios-kios pinggir jalan. Ataukah memang kita hanya berpatokan kepada May be, this dream flies to sky without basement?. Mbah Surip (almarhum) saja menikmati kopi Lampung dengan aroma khasnya. Itu pertanda betapa hebatnya kualitas kopi Lampung.
Dan, alangkah nikmatnya jika kemarin ketika kunjungan si Barack Obama, bosnya Amerika Serikat disuguhkan segelas kopi Lampung. Tentu Barack Obama akan bertanya.
“Whew, this is coffee so taste. who is this coffee?” (Wah, ini kopi nikmat sekali. produksi siapa kopi ini).
” Oh, this is Indonesia original coffee comes from region Lampung!”
Siapa yang tidak bangga, jika mimpi itu diarahkan ke suasana corong dunia seperti ucapan Barack Obama. Karena, hanya pergi berak saja, Obama tidak diliputr oleh pers. Hal sekecil apapun, termasuk gerakan jemarinya senantiasa diliput pers. Sehingga kita di Lampung tidak perlu bermimpi, di mana dan kapan saja kita dapat menemukan kopi Lampung yang sudah diproduksi apik (bagus) tersebut.
Kita butuh kenyataan, bukan pernyataan. Sebab, rakyat butuh makan bukan rekaan-rekaan dan simulasi ekonomi yang pada prinsipnya tidak pernah bisa diterapkan di tengah kehidupan rakyat kelas banyak yang jumlahnya mencapai 80% di negara ini. Kopi Lampung nikmatnya produksi kita.
BANYAK fans kopi asli, khususnya Lampung jika berpergian selalu membawa beberapa bungkus kopi asli produksi Lampung. Yang jika di Jakarta akan bersaing dengan kopi-kopi instan berupa sansetan (bungkusan) kecil kopi. Betapa sulitnya menikmati kopi asli di jakarta sebagai ibukota republik ‚kopi’ ini. Produk kopi asli Lampung memang sudah masuk ke departemen store—swalayan, mall. Namun, kenapa di tingkat menengah ke bawah kopi asli Lampung yang beberapa hasil produk itu tidak ada.
May be, this dream flies to sky without basement? (mungkin, ini adalah mimpi terbang ke langit tanpa landasan?). paling tidak, memang hasrat untuk go internasional besar sekali bagi pengelola kopi Lampung, termasuk AEKI Lampung. Ibarat pepatah mengatakan, “ingin menjangkau puncak gunung, apadaya tangan tak sampai!”. Sehingga lidah masyarakat Lampung sendiri tidak dapat mencicipi nikmatnya kopi asli produk daerahnya sendiri.
Karena, di tingkat eceran tidak dipasarkan kopi Lampung, akibatnya kopi Lampung yang asli sulit bersaing dengan produk kopi-kopi instan dengan berbagai campuran seperti, beras, jagung, tepung, susu dan sebagainya. Target penguasaan pasar elite ternyata kopi Lampung melupakan pijakan dasarnya, yaitu masyarakat Lampung sendiri.
Nikmatnya kopi asli Lampung yang sudah diproduksi secara baik dan masuk pangsa besar kelas atas di berbagai swalayan, departement store atau mall tersebut. Ternyata tidak mampu menembus pangsa pasar kelas mini market seperti Alfamart, Indomart dan sebagainya. Padahal, trend warga shoping saat ini berada di kelas pasar Indomart dan Alfamart.
Kita belum tahu persis, faktor penyebab tidak beredarnya kopi Lampung di kalangan masyarakat luas, bahkan di kios-kios pinggir jalan. Ataukah memang kita hanya berpatokan kepada May be, this dream flies to sky without basement?. Mbah Surip (almarhum) saja menikmati kopi Lampung dengan aroma khasnya. Itu pertanda betapa hebatnya kualitas kopi Lampung.
Dan, alangkah nikmatnya jika kemarin ketika kunjungan si Barack Obama, bosnya Amerika Serikat disuguhkan segelas kopi Lampung. Tentu Barack Obama akan bertanya.
“Whew, this is coffee so taste. who is this coffee?” (Wah, ini kopi nikmat sekali. produksi siapa kopi ini).
” Oh, this is Indonesia original coffee comes from region Lampung!”
Siapa yang tidak bangga, jika mimpi itu diarahkan ke suasana corong dunia seperti ucapan Barack Obama. Karena, hanya pergi berak saja, Obama tidak diliputr oleh pers. Hal sekecil apapun, termasuk gerakan jemarinya senantiasa diliput pers. Sehingga kita di Lampung tidak perlu bermimpi, di mana dan kapan saja kita dapat menemukan kopi Lampung yang sudah diproduksi apik (bagus) tersebut.
Kita butuh kenyataan, bukan pernyataan. Sebab, rakyat butuh makan bukan rekaan-rekaan dan simulasi ekonomi yang pada prinsipnya tidak pernah bisa diterapkan di tengah kehidupan rakyat kelas banyak yang jumlahnya mencapai 80% di negara ini. Kopi Lampung nikmatnya produksi kita.
Siapa Pengawas Jalan
Oleh Naim Emel Prahana
KEMARIN sore TVRI Lampung mengedepankan wawancara (berita sore) tentang kerusakan jalan saat ini yang terjadi di Lampung. Di samping faktor cuaca, faktor kelebihan tonase mobil-mobil (truk) angkutan barang mnjadi penyebab makin rusakjnya ruas jalan yang ada. Hampir di mana-mana, ruas jalan di provinsi Lampung mengtalami rusak parah. Apalagi jalan penghubung daerah kabupaten/kota dengan kabupaten/kota lainnya.
Cuaca, menjadi kambing hitam. Kemudian kelebihan tonase menjadi kambing hitam. Lalu kita mengadakan berbagai hearing dengan DPRD provinsi atau DPRD kabupaten/kota membahas masalah itu. Hasilnya, tidak terlalu banyak yang diharapkan, kecuali menghabiskan bioaya hearing dan SPJ anggota Dewan atau pejabat yang membahas masalah kerusakan jalan.
Bagaimana kalau ada pertanyaan, pihak manakah yang mengurusai jalan itu. Pihak mana pula yang mengawasi jalan itu dan peraturan mana yang diberlakukan atas pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan angkutan umum dan barang, sehingga mempercepat proses kerusakan jalan yang ada. Bahkan yang yang baru dibangun sudah rusak sebelum selesai diserhaterimakan.
Padahal, kalau kita mau jujur melihat di lapangan sepanjang hari. Betapa banyaknya aparat kepolisian, Patroli PJR (LLAJR), pos Polisi Kehutanan, Pos Pungutan Retribusi jalan. Ditambah lagi pungutan-pungutan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok masyarakat kepada para pengemudi dan pengendara kendaraan yang melintas. Tetapi, kenapa ruas jalan masih rusah bahkan kerusakannya lebih cepat.
Sangat memprihatinkan. Begitu banyak pihak yang menikmati pungutan di jalan raya, tetapi tidak satupun pihak yang merasa bertanggungjawab atas kerusakan ruas jalan di Lampung ini. Pungutan dari jalan raya, baik yang dilakukan pihak yang berseragam dinas, maupun para preman itu telah memberangkatkan mereka untuk menunaikan ibadah haji. Telah memberikan keuntungan yang luar biasa kepada kelompok masyarakat, sehingga mampu membangun rumah yang sangat permanen. Kalau membeli sepeda motor, itu urusan kecil.
Kini, Gubernur mengeluarkan surat edaran tentang tonase atau kerusakan jalan raya. Tetapi, siapa yang bertanggungjawab menjalankan surat edaran itu hingga memberikan sanksi berat bagi angkutan umum dan barang yang kelebihan muatan (tonase). Siapa? Masih kelabu jawabannya. Kalau pengemudi angkutan di peres terus di jalanan. Tentu saja para pengemudi berpikir, bahwa ketimbang rugi, maka muatannya harus dilipatgandakan. Itu sudah wajar dan normal. Karena ulah segelintir manusia yang diberi tanggungjawab soal pemeliharaan dan pengawasan di jalan raya, yang memulai melakukan korupsi tangungjawab, karena kepentingan uang.
Mulai dari gubernur, bupati/walikota dan kepala dinas serta PNS yang berkaitan langsung dengan jalan raya seharusnya jangan hanya teori atau mengeluarkan surat edaran kalau tidak bisa diberlakukan di jalanan. Wlau sulit, mari kita dukung penertiban angkutan umum dan barang di jalanan dan yang lebih khususnya lagi menertibkan para pemborong yang membangun jalan. Jangan karena mengeruk keuntungan, mengabaikan kualitas dan bestek proyeknya.
KEMARIN sore TVRI Lampung mengedepankan wawancara (berita sore) tentang kerusakan jalan saat ini yang terjadi di Lampung. Di samping faktor cuaca, faktor kelebihan tonase mobil-mobil (truk) angkutan barang mnjadi penyebab makin rusakjnya ruas jalan yang ada. Hampir di mana-mana, ruas jalan di provinsi Lampung mengtalami rusak parah. Apalagi jalan penghubung daerah kabupaten/kota dengan kabupaten/kota lainnya.
Cuaca, menjadi kambing hitam. Kemudian kelebihan tonase menjadi kambing hitam. Lalu kita mengadakan berbagai hearing dengan DPRD provinsi atau DPRD kabupaten/kota membahas masalah itu. Hasilnya, tidak terlalu banyak yang diharapkan, kecuali menghabiskan bioaya hearing dan SPJ anggota Dewan atau pejabat yang membahas masalah kerusakan jalan.
Bagaimana kalau ada pertanyaan, pihak manakah yang mengurusai jalan itu. Pihak mana pula yang mengawasi jalan itu dan peraturan mana yang diberlakukan atas pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan angkutan umum dan barang, sehingga mempercepat proses kerusakan jalan yang ada. Bahkan yang yang baru dibangun sudah rusak sebelum selesai diserhaterimakan.
Padahal, kalau kita mau jujur melihat di lapangan sepanjang hari. Betapa banyaknya aparat kepolisian, Patroli PJR (LLAJR), pos Polisi Kehutanan, Pos Pungutan Retribusi jalan. Ditambah lagi pungutan-pungutan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok masyarakat kepada para pengemudi dan pengendara kendaraan yang melintas. Tetapi, kenapa ruas jalan masih rusah bahkan kerusakannya lebih cepat.
Sangat memprihatinkan. Begitu banyak pihak yang menikmati pungutan di jalan raya, tetapi tidak satupun pihak yang merasa bertanggungjawab atas kerusakan ruas jalan di Lampung ini. Pungutan dari jalan raya, baik yang dilakukan pihak yang berseragam dinas, maupun para preman itu telah memberangkatkan mereka untuk menunaikan ibadah haji. Telah memberikan keuntungan yang luar biasa kepada kelompok masyarakat, sehingga mampu membangun rumah yang sangat permanen. Kalau membeli sepeda motor, itu urusan kecil.
Kini, Gubernur mengeluarkan surat edaran tentang tonase atau kerusakan jalan raya. Tetapi, siapa yang bertanggungjawab menjalankan surat edaran itu hingga memberikan sanksi berat bagi angkutan umum dan barang yang kelebihan muatan (tonase). Siapa? Masih kelabu jawabannya. Kalau pengemudi angkutan di peres terus di jalanan. Tentu saja para pengemudi berpikir, bahwa ketimbang rugi, maka muatannya harus dilipatgandakan. Itu sudah wajar dan normal. Karena ulah segelintir manusia yang diberi tanggungjawab soal pemeliharaan dan pengawasan di jalan raya, yang memulai melakukan korupsi tangungjawab, karena kepentingan uang.
Mulai dari gubernur, bupati/walikota dan kepala dinas serta PNS yang berkaitan langsung dengan jalan raya seharusnya jangan hanya teori atau mengeluarkan surat edaran kalau tidak bisa diberlakukan di jalanan. Wlau sulit, mari kita dukung penertiban angkutan umum dan barang di jalanan dan yang lebih khususnya lagi menertibkan para pemborong yang membangun jalan. Jangan karena mengeruk keuntungan, mengabaikan kualitas dan bestek proyeknya.
Peraturan Tanpa Pengawasan
oleh Naim Emel Prahana
BOLEH dibilang hampir semua produk undang-undang atau peraturan yang diterbitkan pemerintah bersama DPR, dibuat dan dirancang di belakng meja. Tanpa me4ngindahkan aksi sosialisasi dan pengawasan pelaksanaannhya. Di situlah kunci kerawanan penyalahgunaan kekuasaan, kewenangan dan merajelelanya praktek korupsi di tengah masyarakat. Khususnya di roda pemerintahan.
Apalagi yang namanya keputusan presiden, instruksi presiden, peraturan pemerintah, per4aturan menteri, surat keputusan bersama menteri atau kebijakan-kebijakan pemerintah. Semuanya nyaris tanpa pengawasan. Termasuk dibidang keuangan. Pengawasan baru akan diadakan ketika sudah terjadi pelanggaran dan tindak pidana. Kalau tidak ada laporan, pengaduan masyarakat, maka pengawasan tidak ada sama sekali.
Sebagai contoh dalam kehidupan masyarakat adalah HET BBM atau harga kebutuhan pokok lainnya. Begitu banyak peraturan dan ketentuan pemerintah melalui dinas/instansi terkait. Namun, tidak ada pengawasan di lapangan. Pemerintah menetapkan harga BBM, tetapi pemerintah tidak menghitung cost (biaya) para pedagang BBM yang lokasi usahanya jauh dari pangkalan BBM atau SPBU. Sehingga, harga menjadi liar dan ditentukan secara liar pula oleh pedagangnya.
Sementara, rakyat sebagai konsumen tidak berdaya menghadapi spekulasi harga BBM tersebut, apalagi jauh dari pusat kota. Peraturan pemerintah yang akan mengurangi subsidi BBM jenis premium terhadap kendaraan pribadi yang rencananya akan diberlaku tahun 2011. ternyata, sekarang BBM jenis premium di sejumlah daerah di tanah air mulai langka. Kalaupun ada harganya sudah tinggi sekali. Jika sudah demikian situasinya, di mana kekuasaan pemerintah?
Ada kesan, bahwa pemerintah dan DPR hanya senang membuat peraturan, tetapi tindak ada tindak lanjut di tengah masyarakat. Banyak contoh lainnya, dalam praktek nyata, kegiatan dibidang ekonomi, administrasi, hukum, dan sebagainya tidak mengikuti proses aturan yang sebenarnya. Sama halnya dengan penegakan hukum dan pemberantasan praktek korupsi di Indoesia. Semua baru tahap wacana, pernyataan dan debat kusir yang akhirnya menenggelamkan kasus-kasus korupsi besar, seperti Bank Century dan Kasus Makus Gayus Tambunan.
Tidak salah kalau ada yang mengusulkan Gayus Tambunan itu diangkat menjadi Menteri Penanaman Modal Asing di Indonesia, karena kepiawaiannya dan kepintarannya memasukkan modal ke kantong pribadi dan sindikatnya. Kita setuju kalau Gayus diangkat menjadi Menteri. Dan, keyakinan kita Gayus akan mampu menyedot investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Terlepas dari itu semua (rumor), sebaiknya pemerintah kembali menginventarisir semua produk perundang-undangan yang sudah disahkan. Dibentuk suatu tim untuk mengevaluasi produk perundang-undangfan tersebut. Jika banyak yang tumpang tindih dan tidak dapat dijalankan. Sebaiknya produk UU itu harus dicabut, ya dibakar saja, agar tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu yang hanya memikirkan harta benda keluarga sendiri bersama kelompoknya.
BOLEH dibilang hampir semua produk undang-undang atau peraturan yang diterbitkan pemerintah bersama DPR, dibuat dan dirancang di belakng meja. Tanpa me4ngindahkan aksi sosialisasi dan pengawasan pelaksanaannhya. Di situlah kunci kerawanan penyalahgunaan kekuasaan, kewenangan dan merajelelanya praktek korupsi di tengah masyarakat. Khususnya di roda pemerintahan.
Apalagi yang namanya keputusan presiden, instruksi presiden, peraturan pemerintah, per4aturan menteri, surat keputusan bersama menteri atau kebijakan-kebijakan pemerintah. Semuanya nyaris tanpa pengawasan. Termasuk dibidang keuangan. Pengawasan baru akan diadakan ketika sudah terjadi pelanggaran dan tindak pidana. Kalau tidak ada laporan, pengaduan masyarakat, maka pengawasan tidak ada sama sekali.
Sebagai contoh dalam kehidupan masyarakat adalah HET BBM atau harga kebutuhan pokok lainnya. Begitu banyak peraturan dan ketentuan pemerintah melalui dinas/instansi terkait. Namun, tidak ada pengawasan di lapangan. Pemerintah menetapkan harga BBM, tetapi pemerintah tidak menghitung cost (biaya) para pedagang BBM yang lokasi usahanya jauh dari pangkalan BBM atau SPBU. Sehingga, harga menjadi liar dan ditentukan secara liar pula oleh pedagangnya.
Sementara, rakyat sebagai konsumen tidak berdaya menghadapi spekulasi harga BBM tersebut, apalagi jauh dari pusat kota. Peraturan pemerintah yang akan mengurangi subsidi BBM jenis premium terhadap kendaraan pribadi yang rencananya akan diberlaku tahun 2011. ternyata, sekarang BBM jenis premium di sejumlah daerah di tanah air mulai langka. Kalaupun ada harganya sudah tinggi sekali. Jika sudah demikian situasinya, di mana kekuasaan pemerintah?
Ada kesan, bahwa pemerintah dan DPR hanya senang membuat peraturan, tetapi tindak ada tindak lanjut di tengah masyarakat. Banyak contoh lainnya, dalam praktek nyata, kegiatan dibidang ekonomi, administrasi, hukum, dan sebagainya tidak mengikuti proses aturan yang sebenarnya. Sama halnya dengan penegakan hukum dan pemberantasan praktek korupsi di Indoesia. Semua baru tahap wacana, pernyataan dan debat kusir yang akhirnya menenggelamkan kasus-kasus korupsi besar, seperti Bank Century dan Kasus Makus Gayus Tambunan.
Tidak salah kalau ada yang mengusulkan Gayus Tambunan itu diangkat menjadi Menteri Penanaman Modal Asing di Indonesia, karena kepiawaiannya dan kepintarannya memasukkan modal ke kantong pribadi dan sindikatnya. Kita setuju kalau Gayus diangkat menjadi Menteri. Dan, keyakinan kita Gayus akan mampu menyedot investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Terlepas dari itu semua (rumor), sebaiknya pemerintah kembali menginventarisir semua produk perundang-undangan yang sudah disahkan. Dibentuk suatu tim untuk mengevaluasi produk perundang-undangfan tersebut. Jika banyak yang tumpang tindih dan tidak dapat dijalankan. Sebaiknya produk UU itu harus dicabut, ya dibakar saja, agar tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu yang hanya memikirkan harta benda keluarga sendiri bersama kelompoknya.
Langganan:
Postingan (Atom)