Kamis, 25 November 2010

Segelas Kopi Lampung

Naim Emel Prahana
BANYAK fans kopi asli, khususnya Lampung jika berpergian selalu membawa beberapa bungkus kopi asli produksi Lampung. Yang jika di Jakarta akan bersaing dengan kopi-kopi instan berupa sansetan (bungkusan) kecil kopi. Betapa sulitnya menikmati kopi asli di jakarta sebagai ibukota republik ‚kopi’ ini. Produk kopi asli Lampung memang sudah masuk ke departemen store—swalayan, mall. Namun, kenapa di tingkat menengah ke bawah kopi asli Lampung yang beberapa hasil produk itu tidak ada.
May be, this dream flies to sky without basement? (mungkin, ini adalah mimpi terbang ke langit tanpa landasan?). paling tidak, memang hasrat untuk go internasional besar sekali bagi pengelola kopi Lampung, termasuk AEKI Lampung. Ibarat pepatah mengatakan, “ingin menjangkau puncak gunung, apadaya tangan tak sampai!”. Sehingga lidah masyarakat Lampung sendiri tidak dapat mencicipi nikmatnya kopi asli produk daerahnya sendiri.
Karena, di tingkat eceran tidak dipasarkan kopi Lampung, akibatnya kopi Lampung yang asli sulit bersaing dengan produk kopi-kopi instan dengan berbagai campuran seperti, beras, jagung, tepung, susu dan sebagainya. Target penguasaan pasar elite ternyata kopi Lampung melupakan pijakan dasarnya, yaitu masyarakat Lampung sendiri.
Nikmatnya kopi asli Lampung yang sudah diproduksi secara baik dan masuk pangsa besar kelas atas di berbagai swalayan, departement store atau mall tersebut. Ternyata tidak mampu menembus pangsa pasar kelas mini market seperti Alfamart, Indomart dan sebagainya. Padahal, trend warga shoping saat ini berada di kelas pasar Indomart dan Alfamart.
Kita belum tahu persis, faktor penyebab tidak beredarnya kopi Lampung di kalangan masyarakat luas, bahkan di kios-kios pinggir jalan. Ataukah memang kita hanya berpatokan kepada May be, this dream flies to sky without basement?. Mbah Surip (almarhum) saja menikmati kopi Lampung dengan aroma khasnya. Itu pertanda betapa hebatnya kualitas kopi Lampung.
Dan, alangkah nikmatnya jika kemarin ketika kunjungan si Barack Obama, bosnya Amerika Serikat disuguhkan segelas kopi Lampung. Tentu Barack Obama akan bertanya.
“Whew, this is coffee so taste. who is this coffee?” (Wah, ini kopi nikmat sekali. produksi siapa kopi ini).
” Oh, this is Indonesia original coffee comes from region Lampung!”
Siapa yang tidak bangga, jika mimpi itu diarahkan ke suasana corong dunia seperti ucapan Barack Obama. Karena, hanya pergi berak saja, Obama tidak diliputr oleh pers. Hal sekecil apapun, termasuk gerakan jemarinya senantiasa diliput pers. Sehingga kita di Lampung tidak perlu bermimpi, di mana dan kapan saja kita dapat menemukan kopi Lampung yang sudah diproduksi apik (bagus) tersebut.
Kita butuh kenyataan, bukan pernyataan. Sebab, rakyat butuh makan bukan rekaan-rekaan dan simulasi ekonomi yang pada prinsipnya tidak pernah bisa diterapkan di tengah kehidupan rakyat kelas banyak yang jumlahnya mencapai 80% di negara ini. Kopi Lampung nikmatnya produksi kita.

Tidak ada komentar: