Sabtu, 12 September 2009

Pasar Bandarjaya

KONDUSIF—Suasana Kota Bandarjaya—terutama di depan Pasar Bandarjaya, suasananya sangat mengasyikkan, apalagi menjelang bukla puasa. Di mana arus lalulintas merupakan rutinitas selama 24 jam, menambah daya tarik kota Jalinsum, seperti photo di atas diambil Kamis (10/9). FOTO: NAIM EP/LE
 
SEJUK—Suasana Masjid Istiqlal Bandarjaya, Lampung Tengah memang strategis, apalagi di musim mudik lebaran 1340 H ini, menjadi pilihan yang paling menyejukkan untuk beristirahat untuk sholat dan atau sekedar melepaskan lelah selama perjalanan panjang menempuh Jalan Lintas Sumatera. Seperti gambar di atas diambil, Jumat (11/9) kemarin. FOTO: NAIM EP/LE

KPU Larang Anggota DPR Terpilih Rangkap Jabatan

Kamis, 3 September 2009 14:37 WIB
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyurati sejumlah partai politik agar anggotanya menjadi anggota DPR terpilih 2009 tidak merangkap jabatannya dengan menteri pada Kabinet Indonesia Bersatu.
"Kewajiban kami pada partai mengingatkan mengenai rangkap jabatan pejabat negara, kita sudah proses untuk menyurati partai politik. Isi surat tersebut mengingatkan bahwa menteri yang jadi caleg terpilih tidak boleh rangkap jabatan," kata anggota KPU Andi Nurpati di Jakarta, Kamis.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang pemilu legislatif, pasal 50 ayat 1 menyebutkan, calon anggota legislatif harus memenuhi persyaratan diantaranya bersedia tidak merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, pengurus BUMN, dan BUMD serta badan lain yang anggarannya berasal dari keuangan negara.
Sejumlah menteri yang tercatat sebagai calon anggota DPR terpilih yakni Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga Adhyaksa Dault adalah anggota DPR terpilih Partai Keadilan Sejahtera daerah pemilihan Sulawesi Tengah.
Kemudian Menteri Perikanan dan Kelautan Freddy Numberi dari Partai Demokrat daerah pemilihan Papua, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Taufiq Effendi dari Partai Demokrat daerah pemilihan Kalimantan Selatan.
Selanjutnya, Menteri Pariwisata Jero Wacik yang menjadi anggota DPR terpilih dari Partai Demokrat, Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal Lukman Edy dari Partai Kebangkitan Bangsa daerah pemilihan Riau, dan Menteri Koperasi dan UKM Suryadharma Ali dari Partai Persatuan Pembangunan.
Sejauh ini, sudah ada dua menteri yang mengundurkan diri sebagai calon anggota DPR terpilih yakni Adhyaksa Dault dan Freddy Numberi. Adhyaksa digantikan oleh Akbar Zulfakar.
Sementara itu, pengganti Freddy Numberi yang diajukan oleh Partai Demokrat adalah Milton Pakpahan, namun KPU belum menetapkan pengganti Freddy mengingat KPU masih menunda penetapan perolehan kursi dan calon anggota legislatif terpilih di daerah pemilihan Papua.
Sebelumnya, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Nur Hidayat Sardini mengingatkan KPU untuk segera menyurati partai politik dari caleg yang juga menjabat sebagai menteri untuk segera menentukan sikap.
Namun Andi mengatakan kewenangan KPU hanya sebatas mengingatkan, tidak ada sanksi bagi anggota legislatif terpilih untuk merangkap jabatan sebagai menteri hingga masa jabatannya berakhir.
Anggota legislatif terpilih dilantik pada 1 Oktober, sementara masa jabatan menteri Kabinet Indonesia Bersatu berakhir pada 20 Oktober 2009. (*)

KPU Desak Perangkap Jabatan Putuskan Sikap

Jumat, 4 September 2009 14:23 WIB
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Abdul Hafiz Anshary mendesak sejumlah menteri Kabinet Indonesia Bersatu yang terpilih sebagai anggota DPR periode 2009-2014 segera membuat keputusan.
"Kita meminta melalui partai yang bersangkutan untuk memastikan dan menegaskan apakah menteri tetap menjadi caleg terpilih dengan konsekuensi harus melepas jabatan sebagai menteri saat pelantikan anggota DPR pada 1 Oktober 2009," katanya, di Jakarta, Jumat.
KPU menyurati partai politik berkaitan dengan masalah itu hari ini, diantaranya kepada Partai Demokrat, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Kebangkitan Bangsa.
Sesuai Undang Undang bakal calon anggota legislatif harus memenuhi persyaratan diantaranya adalah bersedia tidak merangkap jabatan sebagai pejabat negara lain, pengurus BUMN, dan BUMD serta badan lain yang anggarannya berasal dari keuangan negara.
"Kita akan coba komunikasikan ini dengan partai. Dalam undang undang memang tidak disebutkan harus mundur, tetapi tidak merangkap jabatan," katanya.
Sejumlah menteri yang tercatat sebagai calon anggota DPR terpilih adalah Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga Adhyaksa Dault dari PKS, Menteri Perikanan dan Kelautan Freddy Numberi dari Partai Demokrat, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Taufiq Effendi dari Demokrat.
Kemudian, Menteri Pariwisata Jero Wacik dari Partai Demokrat, Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal Lukman Edy dari Partai Kebangkitan Bangsa, dan Menteri Koperasi dan UKM Suryadharma Ali dari Partai Persatuan Pembangunan.
Sejauh ini, dua menteri telah mengundurkan diri dari anggota DPR terpilih yaitu Adhyaksa Dault dan Freddy Numberi. (*)

KPU Analisa Hasil Audit Dana Kampanye

Jumat, 11 September 2009 15:55 WIB
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) tengah menganalisa hasil audit dana kampanye Pemilu presiden dan wakil presiden lalu untuk mengetahui adanya penyimpangan atau tidak.
"Sedang dikaji, kita punya waktu seminggu. Pekan depan sudah bisa diumumkan kepada publik," kata Anggota KPU Abdul Aziz di Jakarta, Jumat.
Sebelumnya, pada 8 September 2009, KPU menerima laporan dari Kantor Akuntan Publik (KAP) tentang hasil audit dana kampanye pilpres 2009. Setelah diterima, laporan tersebut harus dianalisa sebelum hasilnya diumumkan ke publik.
Hasil audit dana kampanye pilpres tersebut harus diumumkan pada publik, maksimal 10 hari sejak laporan tersebut diterima KPU.
Ketika ditanya tentang hasil analisa sementara, Aziz mengaku belum bisa menjawab karena sejauh ini belum ada laporan dari Biro Hukum KPU tentang hasil analisa laporan audit dana kampanye.
"Saya sendiri belum membaca laporan itu karena masih dikaji oleh Biro Hukum," ujarnya.
Sementara itu, Sekjen Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) Tarko Sunaryo mengatakan setelah laporan audit dana kampanye diserahkan maka KPU yang berwenang untuk mengumumkan hasilnya.
"KAP hanya sebatas melaporkan fakta-fakta yang ditemukan, selanjutnya KPU yang memiliki otoritas untuk menindaklanjuti," katanya.
Menurut dia, auditor hanya bertugas untuk mengaudit laporan dana kampanye sesuai dengan prosedur dan tidak dapat membuat kesimpulan adanya penyimpangan.
"Teman-teman akuntan publik itu bekerja berdasarkan prosedur, kemudian apakah itu menjadi temuan atau kasus, yang menilai itu penggunanya (KPU) karena akuntan publik itu semestinya hanya melaporkan fakta-fakta yang ada," katanya.
Ia mencontohkan, akuntan publik tidak dapat menyimpulkan adanya sumbangan dari pihak asing, tetapi hanya melaporkan asal usul penyumbang.
"Auditor akan melaporkan fakta-fakta yang terjadi misalnya para penyumbang ini dari perusahaan ini, pemegang sahamnya ini. Selain itu juga dilaporkan ada atau tidak dana yang asalnya dari pemerintah, BUMN atau BUMD," jelasnya.
Ia menegaskan bahwa auditor bekerja berdasarkan apa yang dilaporkan oleh peserta Pilpres.
Auditor akan melakukan klarifikasi terhadap laporan dana kampanye yang dilaporkan oleh pasangan calon ke KPU sehingga transaksi yang tidak dilaporkan tentu tidak masuk dalam lingkup pemeriksaan oleh KAP, ujarnya. (*)

KPU-Pemerintah Bentuk Tim Kaji Perppu Pilkada

Rabu, 9 September 2009 13:47 WIB
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Departemen Dalam Negeri (Depdagri) sepakat untuk membentuk tim teknis guna mengkaji perlunya peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu kepala daerah (pilkada).
"Kita sepakat membentuk tim teknis untuk membahas persoalan dalam pemilu kepala daerah (menyangkut peraturan), sampai ke arah kesimpulan apakah akan mendorong untuk ada perppu atau tidak," kata anggota KPU I Gusti Putu Artha, di Jakarta, Rabu, setelah rapat koordinasi antara KPU, Bawaslu, Depdagri, dan Komisi II DPR soal pemilu kepala daerah.
Pelaksanaan pilkada merujuk pada ketentuan dalam UU No 32/ 2004 tentang pemerintah daerah. Namun, sejumlah ketentuan dalam UU tersebut tidak lagi aktual, sehingga KPU menilai perlu ada penyesuaian.
"Kita perlu melakukan sinkronisasi seluruh regulasi di lapangan," katanya.
Putu mencontohkan, dalam UU No 32/2004 diatur bahwa pemungutan suara dilakukan dengan mencoblos, padahal pada pemilu legislatif serta presiden dan wakil presiden 2009 pemungutan dilakukan dengan memberikan tanda centang (V).
Selain itu, UU 32/2004 masih mengatur tentang penggunaan kartu pemilih, sementara pada pemilu presiden dan wakil presiden 2009 pemilih dapat menggunakan hak pilihnya dengan menggunakan kartu tanda penduduk atau paspor.
"Perkembangan ini harus disesuaikan, direspons dengan regulasi yang baru. Pilihannya saat ini tidak mungkin revisi karena untuk merevisi butuh waktu yang panjang," ujarnya.
Menurut dia, perlu ada regulasi yang dapat segera dikeluarkan mengingat pada 2010, jumlah daerah yang akan melangsungkan pemilu kepala daerah sebanyak 200 lebih dan sebagian dari daerah tersebut telah memulai tahapan persiapan pemilu pada Oktober 2009.
"Oktober-November sudah ada daerah yang masuk pada tahapan persiapan pemilu. Kalau revisi sudah tidak terkejar," ujarnya sambil menegaskan bahwa regulasi yang memungkinkan adalah dengan menerbitkan perppu.
Ia mengatakan mulai besok (Kamis, 10/9) penyelenggara pemilu dan pemerintah akan mengkaji permasalahan pada pemilu kepala daerah serta perlu tidaknya dikeluarkan perppu.
Sementara itu, ketika disinggung mengenai wacana kepala daerah dipilih oleh DPRD setempat, Putu mengatakan, dalam rapat koordinasi yang berlangsung tertutup selama sekitar 2 jam itu tidak dibahas mengenai hal tersebut.
Namun, ia menegaskan bahwa semua pihak telah sepakat untuk fokus melaksanakan pemilu kepala daerah sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang. (*)

ICW Minta KPK Prioritaskan Kasus Korupsi Pendidikan

ICW Minta KPK Prioritaskan Kasus Korupsi Pendidikan
Rabu, 9 September 2009 19:17 WIB Istimewa)
Jakarta (ANTARA News) - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memprioritaskan penindakan kasus korupsi di sektor pendidikan terutama di tingkat Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas).
"Kami akan dorong KPK memprioritaskan penindakan kasus korupsi pendidikan terutama di Depdiknas," kata peneliti bidang pendidikan ICW Febri Hendry di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, hal tersebut karena Depdiknas merupakan institusi pengelola anggaran pendidikan terbesar. Selain itu, lanjutnya, Depdiknas juga memiliki kewenangan tertinggi dalam kebijakan pendidikan di Tanah Air.
Namun, ia menyadari bahwa sebagian besar dari kasus korupsi pendidikan ditangani oleh pihak kejaksaan terutama tingkat kejaksaan negeri (Kejari) dan kepolisian di berbagai daerah.
Untuk itu, ICW akan memantau secara reguler perkembangan dari berbagai kasus korupsi yang telah diproses oleh aparat penegak hukum tersebut.
ICW juga mendorong Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengevaluasi kinerja pemberantasan korupsi sektor pendidikan sebagai perwujudan Inpres No 5/2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.
Selain itu, pemerintah juga diminta untuk memperbaiki tata kelola di sektor pendidikan dengan membuka ruang partisipasi publik seluas-luasnya guna mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran dan perumusan kebijakan pendidikan.
Hal itu sangat bermanfaat untuk menghindari berbagai penyimpangan dan penyelewengan di sektor pendidikan.
"Kami juga mendorong munculnya organisasi dari para guru dan orang tua murid untuk mengawasi dan mencegah terjadinya peluang korupsi," kata Febri.(*)

Pelaporan Dana Kampanye Asal-asalan

Kamis, 10 September 2009 19:36 WIB | Peristiwa | Hukum/Kriminal | Dibaca 233 kali
Surabaya (ANTARA News) - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai pelaporan dana kampanye partai politik dan pasangan calon presiden-wakil presiden terkesan asal-asalan untuk memenuhi formalitas belaka.
"Pelaporan dana kampanye masih belum layak dan hanya bersifat prosedural formal tanpa makna substantif sedikit pun terkait dengan tujuan pengaturan dana kampanye pemilu," kata Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW, Ibrahim Z.F. Badoh, di Surabaya, Kamis.
Ia menjelaskan, pelaporan rekening khusus dana kampanye mengalami distorsi karena sangat tidak lengkap. Semua partai politik peserta Pemilu 2009 hanya melaporkan nomor rekening dan saldo.
"Tidak ada pelaporan awal, sehingga pelaporan dana kampanye tidak layak dan melanggar Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif," katanya memaparkan hasil riset evaluasi pengaturan dana kampanye Pemilu 2009 itu.
Dari laporan belanja aktual berdasarkan laporan audit dan laporan akhir dana kampanye, ICW menemukan adanya selisih. Temuan itu semakin nyata terkait belanja iklan parpol dalam kampanye yang menjadi tambahan dan koreksi atas temuan sebelumnya yang sudah disampaikan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Dalam catatan ICW, ada delapan parpol yang terindikasi memanipulasi dana belanja kampanye setelah ditemukan adanya selisih, yakni Partai Gerindra, Partai Demokrat, Partai Golkar, PKS, Partai Hanura, PAN, PDIP, dan PPP.
"Temuan ini seharusnya menjadi data tambahan bagi KPU untuk melengkapi hasil audit terhadap pengeluaran dana kampanye pemilu, juga mungkin sebagai kritik atas prosedur audit yang terkesan minimalis dari beberapa parpol," kata Badoh.
Selain delapan parpol itu, ICW juga menemukan adanya dugaan pelanggaran dana kampanye yang dilakukan oleh pasangan calon presiden-wakil presiden. Untuk pasangan SBY-Boediono, ICW menemukan indikasi pelanggaran batas sumbangan terakumulasi terhadap empat sumbangan perusahaan.
Sementara itu untuk pasangan JK-Win, ICW menemukan adanya keganjilan setoran tunai dalam jumlah yang cukup besar tanpa melalui transfer rekening. "Terdapat dua penyumbang pribadi yang mengatasnamakan partai politik tanpa disertai identitas penyumbang, masing-masing Rp50 juta dan Rp100 juta," kata Badoh.
Demikian halnya dengan pasangan Mega-Pro, ICW juga menemukan adanya sumbangan terhadap pasangan calon tanpa disertai keterangan daftar penyumbang. Selain itu juga ditemukan adanya ketidaksesuaian alat bukti antara rekening koran dan bentuk tunai.
Sementara itu, pakar hukum tata negara Universitas Brawijaya, Malang, Ibnu Tricahyo, dalam kesempatan itu, meminta ada pengadilan khusus dalam pelanggaran pemilu. "Undang-undang yang ada sekarang ini sangat tidak memungkinkan untuk menjerat pelaku pelanggaran Pemilu," katanya.
Menurut dia, permasalahan dalam pemilu timbul karena lemahnya aturan sistem pemilu. Aturan tentang pemilu hanya bersifat administratif, sehingga sanksinya pun hanya sanksi administrasi.
"Seharusnya diatur sistem pemilu yang objektif, jelas, dan transparan, serta mengikat semua pihak. Seperti halnya praktik politik uang harus menjadi delik pidana khusus setara dengan kejahatan terorisme," katanya.
Pernyataan itu dibenarkan Ketua KPU Kota Surabaya, Eko Sasmito. "Kami ini serba salah. Makanya, kalau bisa, jangan hanya sistem pemilu yang harus dibenahi, tetapi juga perilaku politik peserta pemilu," katanya.(*)

Menkeu Serahkan Kasus Century ke Kejagung

Jumat, 11 September 2009 19:31 WIB
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyerahkan proses hukum dugaan penggelapan dana Bank Century kepada Kejaksaan Agung, termasuk kemungkinan banding atas kasus yang melibatkan mantan pemilik bank itu, Robert Tantular.
"Ini bagian dari kejahatan perbankan, nanti jaksa agung yang melakukan (banding)," katanya menanggapai rencana banding kasus Century tersebut di Jakarta, Jumat.
Kejaksaan Agung (Kejagung) sendiri menyatakan akan mengajukan banding atas putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang memvonis Robert Tantular dengan hukuman empat tahun penjara.
"Kita akan banding," kata Jaksa Agung, Hendarman Supandji, di Jakarta, Jumat.
Majelis hakim PN Jakarta Pusat yang memvonis Robert Tantular dengan hukuman empat tahun penjara atau lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan delapan tahun penjara.
Hendarman menyatakan, dasar kejaksaan mengajukan banding karena majelis hakim hanya mengenakan pada satu dakwaan saja, dari tiga dakwaan yang diajukan oleh JPU.
"Hanya satu dakwaan yang dikenakan pada Robert Tantular, dari tiga dakwaan," katanya.
Seperti diketahui Robert Tantular hanya dikenakan Pasal 50 UU Perbankan saja, sedangkan dakwaan kesatu dan kedua, yakni Pasal 50A UU Perbankan jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP, dan Pasal 50A UU Perbankan jo Pasal 55 ayat (1) tidak dikenakan.
Dari penelusuran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), kata dia, ada dana Robert Tantular yang tersimpan di Hongkong sebesar Rp11 triliun.
"Kemarin saya panggil jamintel (Jaksa Agung Muda Intelijen) dan jampidsus (Jaksa Agung Muda Pidana Khusus) untuk melakukan kajian karena perbuatan korporasi itu telah menimbulkan kekacauan ekonomi," katanya.
Pelaku kasus itu, kata dia, dapat disidangkan in absentia karena itu, akan dikaji apa menggunakan upaya internasional.
"Kajian itu, Selasa (15/9) harus selesai," katanya.
Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan dari fakta-fakta di persidangan, tidak ada yang bisa menghapus tindak pidana yang dilakukan terdakwa, Robert Tantular.
JPU mendakwa Robert Tantular telah mencairkan deposito valas milik Boedi Sampurna sebesar 18 juta dolar AS tanpa seizin pemiliknya.
Kedua, Robert Tantular didakwa telah mengucurkan kredit tanpa melalui prosedur yang benar kepada PT. Wibowo Wadah Rejeki dengan nilai sebesar Rp121,3 milyar dan kepada PT Accent Investment Indonesia sebesar Rp60 miliar.
Dalam dakwaan ketiga, Robert Tantular didakwa bersama-sama Rafat Ali Rizfi dan Hesyam Al Waraq tidak melaksanakan surat kesepakatan yang telah ditandatangani pada 15 dan 16 Nopember 2008 untuk mengembalikan aset-aset surat berharga Bank Century yang berada di luar negeri. (*)

ICW Laporkan Dugaan Penyimpangan di Depdiknas ke KPK

Jumat, 11 September 2009 18:52 WIB
Jakarta (ANTARA News) - Indonesia Corruption Watch (ICW), Jumat, melaporkan dugaan penyimpangan di Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) senilai Rp852,7 miliar ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Laporan itu kita sampaikan berdasar hasil audit BPK (Badan Pemeriksaan Keuangan)," kata Peneliti Senior ICW, Febri Hendri di gedung KPK, Jakarta, Jumat.
Audit BPK hingga semester II 2007 itu menyatakan terdapat potensi penyimpangan sebesar Rp852,7 miliar di Depdiknas.
Febri menjelaskan, penyimpangan itu antara lain berupa penyimpangan pengelolaan aset (Rp815,6 miliar), pengelolaan tidak tepat sasaran (Rp10,5 miliar, pengelolaan tanpa bukti pertanggungjawaban (Rp16,8 miliar).
Selain itu, telah terjadi dugaan pemborosan (Rp6,9 miliar), dan potensi kerugian negara (Rp2,8 miliar). ICW juga melaporkan dugaan penyimpangan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang pendidikan. Menurut audit BPK, enam dari sepuluh sekolah melakukan praktik menimpang. "Rata-rata penyimpangan sebesar Rp13,7 juta per sekolah," kata Febri.
Febri mendesak KPK untuk segera menindaklanjuti laporan tersebut. Dia meminta laporan itu segera dilimpahkan ke bagian penindakan. Peneliti ICW, Ratna Kusumaningsih menambahkan, laporan ICW itu telah diterima oleh bagian Pengaduan Masyarakat pada KPK.
Menurut Ratna, bagian Pengaduan Masyarakat memastikan KPK sudah memiliki konsep pencegahan dan penindakan dugaan penyimpangan pengelolaan dana sektor pendidikan.
Bahkan, KPK sudah membentuk tim untuk melakukan berbagai upaya penyelamatan keuangan negara di sektor pendidikan.
"Sudah ada sumber daya di KPK, tinggal menunggu tindak lanjut," kata Ratna.(*)