Cerita Asal Mulau Bumi SilampariI
Kisah berasal dari desa Ulak
Lebar, marga Sindang Kelingi Ilir, Lubuklinggau Sumsel. Alkisah, di dusun Ulak
Lebar tersebut hiduplah seorang putri yang cantik luar biasa. Tubuh yang tinggi
semampai, wajahnya halus bercahaya, rambutnya panjang ikal mayang, jemarinya
lentik, matanya berkilau seperti bintang. Gadis itu bernama Dayang Torek.
Karena kecantikannya banyak orang
terkagum-kagum. Dayang Torek terkenal sampai ke pelosok negeri. Banyak orang
yang mengatakan Dayang Torek seperti titisan bidadari dari kayangan. Atau peri
(orang Lubuklinggau menyebutnya) yang turun dari langit.
Selain memiliki kecantikan yang
luar biasa, Dayang Torek juga pandai menari. Sehingga Dayang Torek kerap
diminta untuk menari dihadapan para pembesar yang datang berkunjung ke Ulak
Lebar.
Ternyata, kecantikan Dayang Torek
menyebar ke seluruh antero negeri. Dan sampailah tentang kecantikan Dayang
Torek ke telinga pangeran dari Palembang.
Pangeran dari Palembang
tersebut ingin membuktikan apakah benar Dayang Torek seorang gadis yang
memiliki kecantikan luar biasa seperti digebar-gemborkan orang. Ketika sampai
di desa Ulak Lebar, seperti biasa para tamu disambut dengan tari-tari
persembahan. Betapa terkejutnya pangeran ketika melihat seorang penari yang
lemah gemulai dan memiliki kecantikan luar biasa. Pangeran sangat terpesona.
“ Wow! Cantik sekali gadis itu.
Luar biasa…Benar kata orang kalau di desa ini ada bidadari. Siapakah nama
bidadari ini..?” Batin Pangeran terkagum-gagum. Seperti tamu yang lainnya, mata
pangeran pun seperti tak berkedip melihat keanggunan Dayang Torek.
Kekaguman Pangeran membuat
dirinya ingin memiliki putri Dayang Torek. Hatinya sudah bulat ingin menyunting
putri Dayang Torek. Lalu pangeran menghadap ayahanda Dayang Torek, yaitu Gindo
Ulak Lebar. Pangeran menyampaikan keinginannya untuk mmempersunting Dayang
“Gindo Ulak Lebar, Aku bermaksud
ingin menyunting putri Gindo, Dayang Torek. Aku ingin membawanya ke istanaku di
Palembang untuk
kujadikan permaisuriku,” ujar pangeran. Dalam hati Pangeran, Gindo Ulak Lebar
tak akan menolak, apalagi jika anaknya akan dijadikan permaisuri.
“Maaf Baginda, hamba bukan
menolak keinginan baginda Pangeran. Benar Dayang Torek putri hamba. Namun,
semuanya hamba serahkan kepada Dayang Torek sendiri Baginda. Karena dialah yang
punya hak untuk menentukan nasibnya,” jawab Gindo Ulak Lebar dengan hati
bergetar.
”Hmmm. Baik, mana putrimu itu,” tanya
Pangeran agak pongah.
Ketika Dayang Torek tiba
dihadapannya, Pangeran mengemukakan maksudnya. Dayang Torek dengan halus
menolak permintaan Pangeran dengan alasan belum mau berumah tangga. Sang
Pangeran berusaha menutupi kekecewaannya. Dalam hati dia bertekat suatu saat
Dayang Torek pasti akan disuntingnya.
Setelah kembali ke Palembang, beberapa kali
Pangeran mengirim utusannya ke dusun Ulak Lebar untuk melamar Dayang Torek. Di
bawanyahlah hadiah emas dan perak, dengan harapan Dayang Torek menerima
kesungguhannya.
Melihat gelagat ini, Gindo Ulak
Lebar mulai waspada terhadap penolakan putrinya. Walau bagaimanapun Pangeran
adalah atasannya. Tidak menutup kemungkinan suatu saat akan terjadi hal yang
tidak diinginkan terjadi di Ulak Lebar ini. Akhirnya Gindo bersama dengan
warganya menanami sekeliling kampung dengan bambu yang sangat rapat. Maksudnya
sebagai benteng pertahanan.
Namun, sebelum pekerjaan mereka
selesai, Dayang Torek telah diculik. Semua penduduk geger. Dayang Torek di cari
kemana-mana namun tidak bertemu juga. Akhirnya diketahuilah kalau Dayang Torek
telah diculik oleh orang suruhan pangeran. Suatu hari Gindo datang ke Palembang menemui
Pangeran.
“Pangeran junjungan patik, hamba
mohon kembalikan putri hamba. Mengapa Pangeran menculiknya?”
“Gindo, aku menyukai anakmu itu.
Berulang kali aku meminta kesediaannya untuk ku sunting jadi istriku. Tapi dia
selalu menolak! Habislah kesabaranku. Sekarang dia telah menjadi istriku dia
akan bahagia hidup di istanaku. Pulanglah ke Ulak Lebar”
”Izinkan hamba bertemu anak
hamba, Pangeran” Gindo Ulak Lebar memelas.
”Suatu saat Gindo, suatu saat aku
dan Dayang Torek akan datang ke Ulak Lebar” Jawab pangeran sembari tertawa.
Dengan perasaan sedih akhirnya Gindo pulang ke Ulak Lebar. Bagaimanapun cara
pangeran menculik anaknya bukanlah tindakan terpuji.
Selanjutnya mengetahui ini, adik
Dayang Torek yang bernama Nyongang menyusul ke Palembang. Ternyata Dayang Torek telah
mempunyai seorang putra. Darah muda Nyongang bangkit. Dia tidak terima ayuknya
(saudara perempuan) diperlakukan seperti itu. Dayang bukan dijadikan
permaisuri, akan tetapi dijadikan selir, entah yang ke berapa. Dengan
menggunakan kekuatan ilmunya, Nyonggang berhasil menemui Dayang Torek di
istana.
“Ayuk Dayang Torek, kau harus
lari dari sekapan Pangeran bejat itu ayuk. Mari pulang bersamaku. Kita pulang
ke Ulak Lebar...” Bujuk Nyongang.
“Adikku, aku telah berputra,” kata
Dayang Torek Lembut. Wajahnya pucat pasi menandakan ia sangat tersiksa.
“Tinggalkan saja, Bukankah ini
istana bapaknya”
“Tidak dik, Bagaimanapun dia
adalah darah dagingku. Aku tidak mungkin meninggalkannya”
“Baik, kalau begitu kita bawa
pergi,” kata Nyongang. Akhirnya Nyongang berhasil membawa kabur Dayang Torek
dan anaknya. Mereka berjalan- keluar masuk hutan tiada henti. Akhirnya
sampailah mereka di tepi sungai Kelingi di kaki Bukit Sulap. Sejak awal
Nyongang tidak menyenangi anak Dayang Torek yang dianggapnya anak haram.
Munculah akalnya untuk melenyapkan anak itu. Diselipkannya taji ditangannya
lalu dtepukannya ke dahi anak Dayang Torek. Anak Dayang Torek meninggal
seketika.
“Nyongang! Apa yang kau lakukan?
Mengapa kau bunuh anakku?,” kata Dayang Torek terkejut.
“Tidak yuk, aku hanya menepuk
nyamuk yang menempel di dahinya”
“Tidak!! Kau sengaja ingin
melenyapkan anakku!.”
“Yuk, sudahlah mengapa harus
ditangisi? Bukankah ayah anak ini adalah orang yang ayuk benci? Dan ini.., ini
anak haram yuk!”
“Tidak! Kau tidak boleh melakukan
ini. Anak ini tidak berdosa Nyongang. Dia adalah darah dagingku. Aku benci
dengan kau! Kau juga jahat! Jahat!,” Dayang Torek menangis sambil berlari ke
Bukit Sulap.
“Ayuk! Jangan pergi. Ayuuuuk!”
Nyongang berteriak-teriak mengejar Dayang Torek. Dayang Torek berlari sangat
cepat. Nyonggang terus mengejar Dayang Torek yang berlari ke puncak Bukit Sulap
sembari menangis. Tiba-tiba Dayang Torek lenyap tak tahu kemana. Nyonggang
berteriak-teriak histeris.
”Yuk, ke mana kau yuk, kemana
kau…mengapa kau menghilang!” Nyongang menangis dan berteriak
sekencang-kencangnya. Gema suaranya mengisi lereng Bukit Sulap hingga ke
lembah. Semua hewan yang berada di Bukit Sulap diam tak bersuara. Beberapa
pohon tumbang karena suara Nyonggang yang menggelegar seperti petir.
Akhirnya tinggalah Nyongang menangis
sedih meratapi kepergian Dayang Torek yang silam ”hilang” di Bukit Sulap. Sejak
itu, untuk mengenang peristiwa tragis di Bukit Sulap masyarakat menyebutnya
silampari. Artinya Putri atau peri yang hilang (silam). Sejak itulah Kota
Lubuklinggau dan Musi Rawas sering disebut Bumi Silampari. (oleh RD.Kedum)