Kamis, 16 Desember 2010

Pahami Bhinneka Tunggal Ika


Kolom Naim Emel Prahana
AKHIRNYA hubungan antara Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudoyono (SBY) dengan kraton Ngayokyakarta memburuk dan tentu luka bagi rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta semakin menumbuhkan semangat perlawanan terhadap pemerintah Indonesia. Itu wajar, sikap fanatisme daerah yang sangat berperan menjadikan kepulauan Nusantara ini jadi Negara kesatuan Republik Indonesia.
Sayangnya pemahaman petinggi di negara ini, khususnya Kepala Negara (SBY) tidak terlalu dalam memahami ‘istimewa’-nya Yogyakarta dibandingkan provinsi lainnya. Keistimewaan itu mempunyai latar belakang yang sangat besar nilainya dalam perjuangan bangsa Indonesia untuk melepaskan diri dari cengkeraman penjajahan (Belanda dan Jepang).
Di dalam sejarah pemerintahan di Indonesia, pemerintah sejak proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 sangat menghargai sistem-sistem, tradisi, adat istiadat yang hidup dan berkembang di masyarakat. Baik secara de yure atau de facto, pemerintah RI mengakui kehadiran sultan-sultan di beberapa daerah. Seperti Sultan Tidore dan lainnya. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah provinsi tertua kedua di Indonesia setelah Jawa Timur, yang dibentuk oleh pemerintah negara bagian Indonesia. Provinsi ini juga memiliki status istimewa atau otonomi khusus. Status ini merupakan sebuah warisan dari zaman sebelum kemerdekaan. Kesultanan Yogyakarta dan juga Kadipaten Paku Alaman, sebagai cikal bakal atau asal usul DIY, memiliki status sebagai “Kerajaan vasal/Negara bagian/Dependent state” dalam pemerintahan penjajahan mulai dari VOC , Hindia Perancis (Republik Bataav Belanda-Perancis), India Timur/EIC (Kerajaan Inggris), Hindia Belanda (Kerajaan Nederland), dan terakhir Tentara Angkatan Darat XVI Jepang (Kekaisaran Jepang). Oleh Belanda status tersebut disebut sebagai Zelfbestuurende Lanschappen dan oleh Jepang disebut dengan Koti/Kooti. Status ini membawa konsekuensi hukum dan politik berupa kewenangan untuk mengatur dan mengurus wilayah [negaranya] sendiri di bawah pengawasan pemerintah penjajahan tentunya. Status ini pula yang kemudian juga diakui dan diberi payung hukum oleh Bapak Pendiri Bangsa Indonesia Soekarno yang duduk dalam BPUPKI dan PPKI sebagai sebuah daerah bukan lagi sebagai sebuah negara
Tanggal 18 atau 19Agustus 1945, Sultan Hamengku Buwono IX (HB IX) dan Sri Paduka Paku Alam VIII (PA VIII) mengirimkan ucapan selamat kepada Soekarno-Hatta atas kemerdekaan Indonesia dan atas terpilihnya mereka sebagai Presiden dan Wakil Presiden Indonesia. Selain itu juga dikirimkan ucapan terima kasih kepada KRT Rajiman Wediodiningrat (mantan ketua BPUPKI) dan Penguasa Jepang Nampoo-Gun Sikikan Kakka dan Jawa Saiko Sikikan beserta stafnya Pada 19 Agustus 1945 Yogyakarta Kooti Hookookai mengadakan sidang dan mengambil keputusan yang pada intinya bersyukur pada Tuhan atas lahirnya Negara Indonesia, akan mengikuti tiap-tiap langkah dan perintahnya, dan memohon kepada Tuhan agar Indonesia kokoh dan abadi  Sidang PPKI Membahas Daerah Istimewa (19-08-1945)
Masih terlalu banyak untuk memahami Yogyakarta. Oleh karena itu, pemerintahan SBY harus berhati-hati menciptakan sejarah bersama Partai Demokrat, karena sejarah tidak bisa direkayasa atau diciptakan. Ia berjalan bersama berjalannya waktu.

Menuju Indonesia Otoriter


Kolom Naim Emel Prahana
MELIHAT sepak terjang pemerintah melalui organ-organ pemerintahan yang ada menanggapi, memperhatikan, menangani menindak lanjuti berbagai persoalan bangsa selalu pada posisi ‘membenarkan’ diri sendiri dan menuntaskan berbagai kasus dengan pola “mati suri”. Jelas para penguasa di negeri ini yang diback up partai politik (parpol) pemenang pemilu, mengarahkan sistem pemerintahan Indonesia masa depan adalah otoriter.
Otoriter yang biasanya dikuasai para militer, dikhawatirkan akan memporak-porandakan sistem demokrasi Indonesia yang sedang tumbuh subur mencari jatidiri demokrasinya. Dan itu, kelak akan menjadi persoalan rakyat dan kemungkinan munculnya berbagai aliran dan kelompok rakyat untuk menyuarakan keadilan dan kebenaran, terjadi di mana-mana. Karakter pemerintah yang akan tumbuh seperti itu harus dicegah sedini mungkin, jika mau bangsa dan negara ini tetap utuh dalam pangkuan negara kesatuan dan persatuan yang disimbolkan dalam Bhinneka Tunggal Ika.
Saat ini dapat disaksikan secara nyata, bagaimana para politisi membela dan membenarkan diri sendiri terhadap kasus-kasus bangsa yang menyangkut hajat hidup seluruh rakyat Indonesia. Kasus yang dibenarkan para elite politik ternyata oleh kader-kader dan pengurus parpol sampai tingkat desa semakin ‘dibenarkan’ dengan pola show power dan berbagai bentuk manuver.
Misalnya menjadi mediator pelepasan para penjahat, bentrok antar warga, penundaan kasus penahanan para anggota keluarga pejabat dan mantan pejabat atau pengusaha maupun para tokoh publik. Itu semua bertujuan untuk menguatkan status kekuatan parpol dan penguasa. Sementara rakyat pencari keadilan dan kebenaran sejati, ditinggalkan begitu saja berhadapan dengan oknum aparat penegak hukum yang selalu melanggar hukum dalam penegakan hukumnya.
Pemerintah melalui aparat penegak hukum dekade sekarang ini terus menanamkan, bahwa pejabat, penguasaha dan elite politik adalah warga yang benar. Pernyataan dan kenyataan hidup mereka adalah benar. Sehingga, jika mereka tersandung kasus. Harusnya dilepaskan, ditangguhkan penahanannya (bahasa halus melepaskan tahanan dari jeratan hukum).
Negosiasi soal hukum ternyata sudah sangat tebal dalam kehidupan masyarakat Indonesia dewasa ini. Begitu dahsyatnya UU Lalulintas yang baru, ternyata di lapangan negosiasi itu sangat penting. Dan, pemasukan juga sangat penting. Dua kepentingan dijadikan satu di balik bungkus UU Lalulintas yang baru.
Demikian masalah yang lain yang kerap terjadi di tengah masyarakat kita. Adalah suatu kesulitan besar untuk menciptakan rasa aman, damai, adil dan tentram di tengah masyarakat saat ini. Itu semua berawal dari ‘kepentingan’ lebih besar kekuasannya dibandingkan hukum. Di mana-mana, persoalannya sama, aspek kehidupan apa saja tetap sama. Seperti di dunia pendidikan, apalagi politik. Semua terjadi bukan hanya begitu saja. Ada yang membuat skenario besar di balik itu semua.
Untuk sekarang atau lima tahun ke depan, protype pemimpin bangsa yang benar-benar negarawan, masih sulit dicari dan mungkin baru dilahirkan di muka bumi ini. Itu adalah gambaran nyata peta para tokoh bangsa ini.

Jumat, 26 November 2010

BNK Ajak Siswa Jaga Lingkungan

Metro Selatan, LE
Badan Narkotika Kota (BNK) Metro, mengajak segenap lapisan yang berperan di sekolah, khususnya anak didik, untuk menjaga lingkungan sekolah masing-masing dari inceren para bandar, penjual dan pemasok narkoba.
Hal itu dikatakan Wakil Sekretaris BNK Metro, Naim Emel Prahana, Selasa (18/5) dihadapan sekitar 500 siswa SMU dan SMK Kartikatama, Metro.
Menurut penerima penghargaan Warga Pratama dari BNN tahun 2009 itu, anak seusia siswa SMP dan SMA menjadi sasaran pemasok narkoba, karena jiwa mereka masih labil dan mudah dipengaruhi.
Oleh karena itu, ujar Bang Naim panggilan akrab aktivis Granat itu, lingkungan harus dijaga dengan baik, termasuk lingkungan sekolah.
“Jangan sampai pihak sekolah dan siswanya lengah, kalau sudah diterobos pemasok narkoba yang memiliki jaringan luas dan sangat rapih, sekolah akan jadi rapuh,” terang Bang Naim.
Ditambahkannya, kunci untuk menolak pengaruh narkoba, sebenarnya sederhana sekali, namun akan terasa berat. Pertama, jangan pernah bohong, kedua laksanakan ibadah dengan baik dan benar.
Naim kembali menegaskan, persoalan narkoba, terutama setelah diberlakukannya UU No 35/2009, semakin berat tantangannya bagi pemerintah maupun masyarakat untuk mengantisipasinya.
“Kepedulian adalah sikap yang paling bijak untuk menjaga lingkungan agar tetap bersih dari pengaruh narkoba,” kata dia.
Penyuluhan narkoba di sekolah SMP dan SMA di Kota Metro yang merupakan program rutin BNK setempat dan digelar setiap tahunnya secara bergiran.
Tahun 2010, penyuluhan narkoba di sekolah-sekolah tingkat pertama dan atas sudah dilakukan sejak Senin (17/5) lalu. Setiap harinya dilakukan penyuluhan di dua sekolah.
Tim penyulouhan narkoba BNK Metro tahun ini menurunkan personil dari unsur Polri, Dinkes dan Granat dan pelaksanaannya akan berakhir Kamis (20/5) lusa. (DA-4)

Kamis, 25 November 2010

Getting Started Guide

Getting Started Guide

Segelas Kopi Lampung

Naim Emel Prahana
BANYAK fans kopi asli, khususnya Lampung jika berpergian selalu membawa beberapa bungkus kopi asli produksi Lampung. Yang jika di Jakarta akan bersaing dengan kopi-kopi instan berupa sansetan (bungkusan) kecil kopi. Betapa sulitnya menikmati kopi asli di jakarta sebagai ibukota republik ‚kopi’ ini. Produk kopi asli Lampung memang sudah masuk ke departemen store—swalayan, mall. Namun, kenapa di tingkat menengah ke bawah kopi asli Lampung yang beberapa hasil produk itu tidak ada.
May be, this dream flies to sky without basement? (mungkin, ini adalah mimpi terbang ke langit tanpa landasan?). paling tidak, memang hasrat untuk go internasional besar sekali bagi pengelola kopi Lampung, termasuk AEKI Lampung. Ibarat pepatah mengatakan, “ingin menjangkau puncak gunung, apadaya tangan tak sampai!”. Sehingga lidah masyarakat Lampung sendiri tidak dapat mencicipi nikmatnya kopi asli produk daerahnya sendiri.
Karena, di tingkat eceran tidak dipasarkan kopi Lampung, akibatnya kopi Lampung yang asli sulit bersaing dengan produk kopi-kopi instan dengan berbagai campuran seperti, beras, jagung, tepung, susu dan sebagainya. Target penguasaan pasar elite ternyata kopi Lampung melupakan pijakan dasarnya, yaitu masyarakat Lampung sendiri.
Nikmatnya kopi asli Lampung yang sudah diproduksi secara baik dan masuk pangsa besar kelas atas di berbagai swalayan, departement store atau mall tersebut. Ternyata tidak mampu menembus pangsa pasar kelas mini market seperti Alfamart, Indomart dan sebagainya. Padahal, trend warga shoping saat ini berada di kelas pasar Indomart dan Alfamart.
Kita belum tahu persis, faktor penyebab tidak beredarnya kopi Lampung di kalangan masyarakat luas, bahkan di kios-kios pinggir jalan. Ataukah memang kita hanya berpatokan kepada May be, this dream flies to sky without basement?. Mbah Surip (almarhum) saja menikmati kopi Lampung dengan aroma khasnya. Itu pertanda betapa hebatnya kualitas kopi Lampung.
Dan, alangkah nikmatnya jika kemarin ketika kunjungan si Barack Obama, bosnya Amerika Serikat disuguhkan segelas kopi Lampung. Tentu Barack Obama akan bertanya.
“Whew, this is coffee so taste. who is this coffee?” (Wah, ini kopi nikmat sekali. produksi siapa kopi ini).
” Oh, this is Indonesia original coffee comes from region Lampung!”
Siapa yang tidak bangga, jika mimpi itu diarahkan ke suasana corong dunia seperti ucapan Barack Obama. Karena, hanya pergi berak saja, Obama tidak diliputr oleh pers. Hal sekecil apapun, termasuk gerakan jemarinya senantiasa diliput pers. Sehingga kita di Lampung tidak perlu bermimpi, di mana dan kapan saja kita dapat menemukan kopi Lampung yang sudah diproduksi apik (bagus) tersebut.
Kita butuh kenyataan, bukan pernyataan. Sebab, rakyat butuh makan bukan rekaan-rekaan dan simulasi ekonomi yang pada prinsipnya tidak pernah bisa diterapkan di tengah kehidupan rakyat kelas banyak yang jumlahnya mencapai 80% di negara ini. Kopi Lampung nikmatnya produksi kita.

Siapa Pengawas Jalan

Oleh Naim Emel Prahana
KEMARIN sore TVRI Lampung mengedepankan wawancara (berita sore) tentang kerusakan jalan saat ini yang terjadi di Lampung. Di samping faktor cuaca, faktor kelebihan tonase mobil-mobil (truk) angkutan barang mnjadi penyebab makin rusakjnya ruas jalan yang ada. Hampir di mana-mana, ruas jalan di provinsi Lampung mengtalami rusak parah. Apalagi jalan penghubung daerah kabupaten/kota dengan kabupaten/kota lainnya.
Cuaca, menjadi kambing hitam. Kemudian kelebihan tonase menjadi kambing hitam. Lalu kita mengadakan berbagai hearing dengan DPRD provinsi atau DPRD kabupaten/kota membahas masalah itu. Hasilnya, tidak terlalu banyak yang diharapkan, kecuali menghabiskan bioaya hearing dan SPJ anggota Dewan atau pejabat yang membahas masalah kerusakan jalan.
Bagaimana kalau ada pertanyaan, pihak manakah yang mengurusai jalan itu. Pihak mana pula yang mengawasi jalan itu dan peraturan mana yang diberlakukan atas pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan angkutan umum dan barang, sehingga mempercepat proses kerusakan jalan yang ada. Bahkan yang yang baru dibangun sudah rusak sebelum selesai diserhaterimakan.
Padahal, kalau kita mau jujur melihat di lapangan sepanjang hari. Betapa banyaknya aparat kepolisian, Patroli PJR (LLAJR), pos Polisi Kehutanan, Pos Pungutan Retribusi jalan. Ditambah lagi pungutan-pungutan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok masyarakat kepada para pengemudi dan pengendara kendaraan yang melintas. Tetapi, kenapa ruas jalan masih rusah bahkan kerusakannya lebih cepat.
Sangat memprihatinkan. Begitu banyak pihak yang menikmati pungutan di jalan raya, tetapi tidak satupun pihak yang merasa bertanggungjawab atas kerusakan ruas jalan di Lampung ini. Pungutan dari jalan raya, baik yang dilakukan pihak yang berseragam dinas, maupun para preman itu telah memberangkatkan mereka untuk menunaikan ibadah haji. Telah memberikan keuntungan yang luar biasa kepada kelompok masyarakat, sehingga mampu membangun rumah yang sangat permanen. Kalau membeli sepeda motor, itu urusan kecil.
Kini, Gubernur mengeluarkan surat edaran tentang tonase atau kerusakan jalan raya. Tetapi, siapa yang bertanggungjawab menjalankan surat edaran itu hingga memberikan sanksi berat bagi angkutan umum dan barang yang kelebihan muatan (tonase). Siapa? Masih kelabu jawabannya. Kalau pengemudi angkutan di peres terus di jalanan. Tentu saja para pengemudi berpikir, bahwa ketimbang rugi, maka muatannya harus dilipatgandakan. Itu sudah wajar dan normal. Karena ulah segelintir manusia yang diberi tanggungjawab soal pemeliharaan dan pengawasan di jalan raya, yang memulai melakukan korupsi tangungjawab, karena kepentingan uang.
Mulai dari gubernur, bupati/walikota dan kepala dinas serta PNS yang berkaitan langsung dengan jalan raya seharusnya jangan hanya teori atau mengeluarkan surat edaran kalau tidak bisa diberlakukan di jalanan. Wlau sulit, mari kita dukung penertiban angkutan umum dan barang di jalanan dan yang lebih khususnya lagi menertibkan para pemborong yang membangun jalan. Jangan karena mengeruk keuntungan, mengabaikan kualitas dan bestek proyeknya.