Senin, 23 Maret 2009

Kursi Panas KPU Lampung


PERSOALAN lama itu kembali mencuat, bertepatan dengan makin dekatnya hari H Pemilu 2009 pada 9 April mendatang. Setelah melalui serangkaian proses penelitian dan pemeriksaan, Badan Pengawas Pemilu akhirnya merekomendasikan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Lampung Edwin Hanibal diberhentikan terkait rekrutmen KPU tujuh kabupaten/kota tahun lalu.
Bawaslu juga mengusulkan anggota KPU Lampung Pattimura dicopot dalam kasus yang sama. Sementara itu, dua anggota KPU Lampung lain, Nanang Trenggono dan Sholihin, diusulkan agar diperiksa Dewan Kehormatan (DK) KPU karena dianggap turut dalam rapat pleno penetapan anggota KPU kabupaten/kota.
Pangkal persoalan kasus ini berawal ketika rapat pleno KPU Lampung mengesahkan dan menetapkan keanggotaan KPU kabupaten/kota. Dalam penelitian Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Lampung, anggota KPU tujuh daerah yang terpilih diduga terlibat aktif sebagai pengurus partai politik, bukan warga setempat, dan berstatus tersangka. Ketujuh KPU bermasalah itu meliputi Bandar Lampung, Tulangbawang, Pesawaran, Lampung Selatan, Lampung Utara, Way Kanan, dan Metro.
Keputusan KPU Lampung meloloskan calon anggota KPU daerah yang bermasalah jelas melanggar kode etik. Logikanya, bagaimana mungkin KPU dapat menyelenggarakan pemilu dengan jujur dan adil kalau anggotanya terlibat aktif sebagai kader partai politik. Bagaimana KPU bisa bekerja dengan baik kalau anggotanya tidak mengenal daerah sendiri. Selain itu, secara moral dan kepatutan wajar banyak orang mempertanyakan hasil kerja KPU jika anggotanya berstatus tersangka. Untuk menjaga agar penyelenggaraan pemilu tetap sesuai dengan prinsip jujur dan adil, Panwaslu Lampung sebagai wasit pemilu sejak awal rekrutmen sudah berteriak-teriak mempersoalkan hal ini. Namun, saat itu banyak yang tidak mau mendengarkan dan banyak juga yang tidak peduli. Masalah ini justru mencuat sekarang, ketika waktu pelaksanaan pemilu tinggal tersisa sekitar tiga pekan lagi.
Menyikapi persoalan ini, hendaknya kita dapat menempatkannya pada posisi yang tepat dan proporsional. Sebagian pihak menuding Panwaslu hendak menggagalkan pemilu karena persoalan ini bakal makin menambah ruwet lagi persoalan seputar penyelenggaraan pemilu. Tetapi, tudingan itu tidaklah tepat. Pelanggaran dan penyelenggaraan adalah dua hal yang berbeda dan penegakan peraturan tidak dibatasi dimensi waktu, apakah menjelang pemilu atau tidak.
Harian ini mendukung semua upaya yang mengarah pada tertib peraturan dan perundangan, termasuk pemeriksaan personel KPU Lampung oleh DK KPU. Tugas Panwaslu adalah mengawasi pelaksanaan pemilu termasuk penyelenggaranya. Sementara itu, bagi KPU, pengawasan itu diperlukan agar tidak terpeleset dalam persoalan hukum di belakang hari.
KPU Lampung hendaknya menyambut baik pembentukan DK KPU justru untuk membuktikan semua kebijakannya tidak melanggar hukum, dan bukan sebaliknya akan menggugat Panwaslu. Dalam pemeriksaan DK nanti, KPU Lampung bisa menyampaikan klarifikasi secara terbuka untuk menepis semua tudingan miring yang mengarah kepadanya. Hal ini penting karena KPU Lampung baik secara institusi maupun secara personal tentunya memiliki martabat dan integritas.
KPU Lampung, seperti institusi dan warga negara lain,
bisa saja mengajukan gugatan hukum atas tudingan lembaga lain. Tetapi, hal itu tidak menyelesaikan persoalan. Biarlah Panwaslu tetap menjalankan tugasnya sebagai lembaga pengawas pemilu, dan tugas KPU adalah menyelenggarakan pemilu. Jika dalam penyelenggaraan tersebut diduga terjadi penyimpangan, KPU Lampung juga harus bisa membuktikan bahwa sesungguhnya penyimpangan itu tidak pernah terjadi. Dengan kata lain, persoalan ini jangan dibawa pada wilayah konflik institusi apalagi konflik perorangan. ***

Tidak ada komentar: