Minggu, 24 Mei 2009

Kipas Angin Lampung

Oleh Naim Emel Prahana

ANGIN pancaroba yang melanda daerah Lampung nampaknya menjadi politik yang tidak stabil yang berusaha menjangkau kepuasan materi para elite politik. Tentunya, keinginan elite politik yang masih dalam tanda tanya besar sebagai wakil rakyat, itu tidak mungkin terpenuhi. Sebab, ada beberapa faktor yang mempengaruhi persoalan yang muncul dan dimunculkan di Lampung belakangan ini. Sudah barang tentu, semua persoalan yang muncul dilatarbelakangi keinginan personal aktor intelektual yang selama ini gentayangan di Lampung. Jika kondisi politik di Lampung tidak stabil, pertanyaannya adalah apakah dapat mempengaruhi politik secara nasional?
Bisa atau tidaknya, tergantung keinginan masing-masing untuk membangun daereah sebagai aset bangsa yang harus dipelihara dengan baik dan menjadi kekuatan negara dalam menjaga kedaulatannya. Lampung bukan daerah atau provinsi yang langsung berbatasan dengan negara lain, seperti Maluku Utara, Sulawesi Utara, Papua, NTT, Kalbar, Kalteng dan Kaltim atau Aceh, Sumut, Riau. Tetapi, Lampung mempunyai dialetika nuansa Jakarta—karena jarak yang terlalu dekat diukur dengan kecanggihan transportasi saat ini.
Angin politik di Lampung tidak dipengaruhi oleh daerah provinsi tetangganya di Sumatera, seperti Bengkulu dan Sumatera Selatan. Tetapi, Lampung dipengaruhi iklim politik dari Jakarta dan sekitarnya. Termasuk modus operandi kriminalitas yang terjadi di Lampung. Dalam politik adakah tindakan kriminal yang hanya didorong oleh kepentingan ‘politik’ pribadi elite politik?
Tentu ada. Yang jelas, kondisi politik pasca mbalelonya KPU Lampung mengenai hasil Pilkada Gubernur Lampung 3 September 2008 bukan lagi soal legalitas hasil pilkada sesuai dengan mekanisme dan peraturan perundang-undangan. Tetapi, sudah menjurus kepada rekayasa politik untuk menggoalkan orang tertentu—yang terkait dengan sosial ekonomi dan moral serta mentalitas para elite politik itu sendiri.
Persoalan Lampung akan dapat menjadi Maluku Utara dan Sulawesi Selatan yang akan terus membawa dendam bara kepada generasi penerus daerah ini. Namun, situasi politik dan keamanan di Lampung tidak akan mempengaruhi politik dan keamanan di tingkat Nasional. Bahkan, akan menjadi pendorong mundurnya Lampung di beberapa sektor untuk lima tahun ke depan. Tentang pro—kontra adanya surat pembatalan pelantikan gubernur terpilih Sjachroeddin ZP—Joko Umar Said pada sesungguh bukanlah situasi politik, akan tetapi merupakan tindakan pembangkangan terhadap hirarki perundang-undangan RI. Alasannya, karena KPU Lampung yang sudah menetapkan hasil pilkada gubernur Lampung tanggal 19 September 2009 dan diperkuat penolakan Mahkamah Agung terhadap gugatan 6 pasangan gublam lainnya (21 Oktober 2008).
Adalah lucu tindakan KPU yang tiba-tiba ingin membatalkan pelantikan Odien—Joko yang serangkaian manuver politik penjegalan proses pelantikan itu, dimulai sejak lama. Yang paling baru adalah adanya isu gublam Syamsurya ingin membentuk carateker gublam Lampung, lalu isu pelecehan seksual gublam dan sekarang surat pembatalan pelantikan tanpa mekanisme KPU.
Adalah kesia-siaan untuk menghadang pelantikan Oedin—Joko menjadi gubernur dan wakil gubernur Lampung, secara hukum keduanya sudah sah sebagai calon gublam terpilih melalui pilkada yang mulus dan lancar sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Tidak ada komentar: