Minggu, 11 September 2011

Lebong Tandai


 Jalur si Molek untuk Monas
Kabupaten Lebong Kebanggaan Masyarakat Bengkulu
   

Rel Lori Lebongtandai (Bengkulu)
Teman-teman, barusan kumpul2 artikel & informasi mengenai rel lori 33,5 km ex-tambang Belanda yang masih dipakai di daerah lebongtandai. wah asyik banget nih!!! Silakan disimak dan berkhayal nyoba naik nih lori...wassalam, intrias.

 Lebong Tandai
Jalur si Molek untuk Monas
Kabupaten Lebong Kebanggaan Masyarakat Bengkulu

Namanya si Molek. Bukan nama seorang gadis Bengkulu, melainkan kereta mini (lori) yang menempuh rute sejauh 33,5 km. Jalur ini sangat rawan longsor, karena diapit oleh dinding tebing setinggi 25 meter dan bibir sungai yang curam. Kengerian rute ini bisa ditebus dengan keindahan hutan yang masih asli yang dapat dinikmati sepanjang perjalanan. Rel ini menghubungkan Desa Lebong Tandai dengan Kota Kecamatan Napal Putih. Molek merupakan kendaraan yang dibuat oleh warga setempat pada tahun 1990-an. Dengan bahan bakar solar, Molek digunakan untuk menunjang aktivitas ekonomi warga Napal Putih. Antara lain untuk mengangkut hasil bumi.
Jalur lori yang dilewati si Molek sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. Namun dulu yang lewat hanyalah loko uap. Peran loko uap dan jalur relnya ini sangat penting. Antara lain untuk mengangkut emas yang ditambang dari Lebong Tandai.
Emas dari sinilah yang pada tahun 1970-an mengalir ke Jakarta. Emas yang diangkut loko uap ini kini menancap di puncak Tugu Monas di Jakarta. Berat emas yang melapisi "api" Monas sekitar 35 kg. Dengan kilauan emas yang menggambarkan nyala api ini, Monas dikenal sebagai tugu api yang tak kunjung padam.
Loko uap itu kini telah tiada dan digantikan peran si Molek. "Dengan Molek ini kita juga bisa melihat goa-goa tambang peninggalan zaman kolonial yang menghasilkan emas," jelas staf Humas Pemkab Bengkulu Utara, M Saleh, kepada detikcom di Bengkulu Utara akhir pekan lalu.
Setelah Belanda pergi dari Indonesia, emas di Lebong Tandai masih ditambang secara tradisional oleh masyarakat setempat. Pada tahun 2006, Pemkab Bengkulu Utara mulai merencanakan pembukaan kembali industri tambang emas ini.
"Kami kerjasama dengan pihak asing. Lahan tambang yang disurvei termasuk yang berada di wilayah Kabupaten Muko-muko dan Kabupaten Lebong," kata Bupati Bengkulu Utara Imron Rosyadi.
Sumber: Kompas - Rafiqa Qurrata

Sarana Transportas Motor Lori
Lebong Butuh Perbaikan
Selasa, 02 Februari 2010
Bengkulu 14/1 (ANTARA) - Motor lori ekspres (Molek) yang merupakan satu-satunya sarana transportasi warga Desa Lebong Tandai Kecamatan Napal Putih Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu, saat ini kondisinya amat memprihatinkan dan butuh perbaikan.
"Sebenarnya molek itu tidak layak pakai lagi karena banyak relnya yang hilang dan rusak sehingga membahayakan penggunanya," kata Anggota Komisi IV DPRD Provinsi Bengkulu Syafrianto Daud, Kamis.
Anggota DPRD dari daerah pemilihan Bengkulu Utara ini mengatakan hingga saat ini sekitar 600 jiwa warga desa tersebut masih menggunakan sarana transportasi Molek karena tidak ada pilihan lain.
Molek adalah alat transportasi peninggalan Belanda yang menggunakan mesin diesel yang gerbong relnya seperti rel kereta api. Kendaraan ini terus dipakai ketika perusahaan pertambangan emas beroperasi di daerah itu pada 1980-an dan hingga saat ini menjadi satu-satunya transportasi warga desa menuju Kecamatan Napal Putih yang berjarak sekitar 30 Km.
"Jadi tidak ada akses lain, semua peralatan diangkut menggunakan Molek, makanya  kalau terjadi longsor dan menutupi jalur desa itu akan terisolasi," katanya.
Menurut Syafrianto, sarana transportasi ini tidak dapat lagi diandalkan karena relnya sudah banyak yang putus atau rusak serta beberapa jembatan sudah tua atau hampir ambruk, di sekitar rel juga sudah tertutupi semak belukar. Molek tersebut dikelola oleh masyarakat setempat dan saat ini tidak lebih dari lima gerbong yang masih beroperasi untuk melayani penumpang satu kali pemberangkatan per hari. "Kalau dari Desa Lebong Tandai berangkat subuh, sedangkan dari Napal Putih berangkat sore selepas Maghrib," katanya.
Dari pengakuan warga desa sudah beberapa kali mengajukan perbaikan rel kepada Dinas Perhubungan Kabupaten Bengkulu Utara, namun hingga saat ini tidak ada tanggapan.
"Kalau tidak segera diperbaiki maka transportasi ke Desa Lebong Tandai akan terputus dan berdampak terhadap kehidupan warga di sana," ujarnya. Diposkan oleh ANTARA

Lebong Tandai Bengkulu, "Batavia Kecil" Lebong Tandai
"Perjalanan menuju "Batavia Kecil" (nama lain untuk kawasan Lebong Tandai yang digunakan Belanda waktu menguasai lokasi tambang emas di desa Lebong Tandai). Mengingatkan kita pada kejayaan masa lalu, dimana tempat ini pernah menjadi incaran banyak pihak, baik pada masa Belanda, Jepang maupun Investor pada masa kemerdekaan ini"....
Menuju lokasi penambangan emas didesa Lebong Tandai Kecamatan Napal Putih Kabupaten Bengkulu Utara Propinsi Bengkulu cukup mudah karena angkutan umum relatif lancar, karena kita dapat memilih apakah melalui rute Kota Bengkulu- Napal Putih atau melalui rute Muara Aman (Ibu Kota Kabupaten Lebong) – Napal Putih. Perjalanan dari kota Bengkulu memakan waktu sekitar 3, 5 jam dengan menggunakan angkutan umum menuju desa Napal Putih, dengan ongkos Rp 30.000, desa itu adalah desa terakhir yang kita singgahi sebelum melakukan perjalanan ke desa Lebong Tandai. Demikian juga jika kita memilih rute Muara Aman-Napal Putih kita akan menempuh perjalanan dengan angkutan umum sekitar 4 jam.
Setiba dipangkal desa Napal Putih Kecamatan Ketahun, sebaiknya kita turun terlebih dulu dari kendaraan, karena disana ada bekas rumah bersejarah yang dulu didiami oleh Pangeran Muhammad Ali Firman Alamsyah Gelar Rajo Mangkuto (Pangeran terakhir Marga Ketahun) dan juga pernah dijadikan rumah atau markas oleh Dr. AK Gani Gubernur Militer Sumatera Bagian Selatan pada masa perang kemerdekaan.
Sekarang rumah tersebut berstatus cagar budaya dibawah tanggung jawab pemerintah. Karena ahli waris Pangeran Muhammad Ali Firman Alamsyah Gelar Rajo Mangkuto menyerahkan kepada Departemen Pariwisata dalam hal ini Dirjen Museum dan Kepurbakalaan Kantor Wilayah Jambi, Bengkulu dan Sumatera Selatan. Disana kita diperbolehkan untuk masuk dan melihat bagian dalam ruangan rumah bersejarah itu. Dirumah yang terletak Desa Napal Putih inilah pada tahun 1947 roda pemerintahan Sumatera Bagian Selatan meliputi Bengkulu, Sumatera Selatan, Lampung, Jambi dikendalikan oleh Dr. AK Ganie sebagai Gubernur Militer.
Setelah itu, kita kemudian menuju ‘Stasiun’ Molek (sebutan bagi kereta lori    
berukuran 5 x 1 m, bermesin diesel 10 PK yang bermuatan maksimal 10 penumpang). Ongkos perorang adalah Rp 20.000. Stasiun ini terletak diujung desa, dipinggir sungai ketahun. Banyak Molek yang menunggu penumpang namun rata-rata terminal ini ramai pada hari Senin dan Kamis karena pada hari itu para penambang dari luar Kabupaten Bengkulu Utara misalnya dari Kabupaten Lebong dan Rejang Lebong berdatangan menuju desa Lebong Tandai. Perjalanan dengan menggunakan Molek menuju Lebong Tandai dilakukan sore hari yaitu sekitar pukul 17.00 WIB hal ini guna menghindari terjadinya tabrakan dikarenakan Molek dari Lebong Tandai tiba di Napal Putih pukul 16.00 WIB. Meningat jalur rel hanya satu, jika terpaksa bertemu dengan Molek yang lain yang berlawanan arah atau ada Molek yang macet dijalan maka salah satu Molek dapat disingkirkan keluar rel, cukup hanya dengan tenaga 3 orang Molek itu dapat diangkat keluar rel.
Biasanya, para "Masinis" Molek memilih untuk berjalan beriringan, hal ini dimaksudkan untuk mempermudah perjalanan jika ada hambatan. Perjalanan menjelang hari mulai gelap ini, memberi kesan tersendiri bagi mereka yang menyukai wisata alam karena kita hanya bisa melihat hutan dikanan kiri dan Molek yang berjalan didepan atau dibelakang Molek yang kita tumpangi. Jangan lupa membawa bekal makanan dan minuman untuk bekal dijalan karena perjalanan ini cukup panjang karena menempuh 33 km panjangnya rel kereta ini. Untuk diketahui sejak jaman penjajahan hingga sekarang ini, baru ada 2 wilayah yang dilewati rute kereta api atau yang memiliki rel, yaitu disini dan di Kecamatan Kota Padang (Kabupaten Rejang Lebong berbatasan dengan Kota Lubuk Linggau Sumatera Selatan).
Setelah kita menyusuri rel yang membelah hutan sambil menikmati bunyi-bunyian binatang malam sebelum tiba di desa Lebong Tandai kita akan melewati 3 terowongan, yaitu terowongan lobang panjang (+ 300 m), lobang tengah (+ 100 m) dan lobang pendek (+ 50 m) sampailah kita didesa Lebong Tandai, pemandangan desa ini pada malam hari mengingatkan kita pada suasana kehidupan para penambang di film-film Hollywood yang mengambil latar kehidupan tambang . Warung-warung berjejer dengan rapi disepanjang jalan ditengah-tengah desa. Masyarakat sebagian duduk ngobrol, main kartu, dan menonton TV, tak sedikit pula yang bergegas menuju Molek yang baru tiba karena mengambil pesanan barang yang dibeli dari luar desa.
Semua orang pasti akan takjub bercampur kagum betapa tidak, setelah melewati perjalanan selama 3, 5 jam, yang pemandangannya hanya hutan, tiba-tiba didepan kita terbentang sebuah desa yang penuh dengan nuansa modern. Listrik yang terang benderang dan tak pernah mati memancar dari setiap rumah dan sudut desa, dan hampir ditiap rumah memiliki pesawat TV walaupun ukuran kecil. Alat elektronik seperti TV, Radio dan sejenisnya adalah salah satu hiburan bagi masyarakat yang hidup didaerah terpencil ini. Berbicara tentang hiburan memang tradisi itu sudah cukup lama tertanam dimasyarakat.
Pantas saja, dengan posisi terpencil dan jauh dari dunia luar, perusahaan Mijnbouw Maatschappij Simau milik Belanda tahun 1910 masuk ke Lebong Tandai dan menguasai tambang ini dibangun kamar bola (tempat bermain billyard), lapangan basket, lapangan tenis, rumah kuning (rumah bordil/lokalisasi) dan bioskop. Hanya bioskop dan rumah kuning yang bangunannya sudah tidak ada lagi. Perusahaan Belanda itu juga setiap tahun mendatangkan penari ronggeng dari Batavia (sekarang Jakarta). Hal ini dapat dibuktikan dengan nama sebuah jembatan menuju Lebong Tandai yaitu jembatan Dam Ronggeng I dan Ronggeng II. Dinamakan jembatan Dam Ronggeng karena pada saat peresmiannya mengundang penari-penari ronggeng dari Batavia.
Desa ini terletak 500 meter dari permukaan laut, disebelah selatan berbatasan dengan bukit Husin dan sebelah utara berbatasan dengan bukit Baharu. Tercatat penduduknya 120 KK atau sekitar 360 jiwa ini dibagi menjadi 3 RT dan 2 Dusun. Desa ini pernah mendapat predikat sebagai desa teladan pada masa Kepala Desa Parman memimpin. Penduduk disini cukup heterogen ada suku Jawa, keturunan Tionghoa, Sunda, Batak, Padang, Rejang dan penduduk Pekal yang sejak awal mendiami wilayah itu. Tak heran jika penduduk disini dalam percakapan sehari-hari menggunakan 2 bahasa yaitu bahasa Indonesia dan Bahasa Pekal. Namun walaupun heterogen dan sudah tersentuh modernisasi kegotong-royongan warga masih cukup kuat, termasuk keramah-tamahan jika bertemu dengan orang yang baru datang. Karena kita tiba didesa pada malam hari, rasanya tak sabar kita menunggu datangnya pagi. Rasa penasaran ingin menyaksikan desa ini disiang hari. Para penambang maupun perangkat desa akan membantu kita mengenal lebih dekat apa-apa saja yang ada di desa ini. Namun jangan lupa membawa kamera handycam dan kamera fhoto jika kita mengunjungi tempat ini. Karena banyak tempat wisata alam dan wisata sejarah yang bisa kita kunjungi antara lain :

Tambang Emas Tradisional
Perusahaan yang pertama kali melakukan eksploitasi emas secara besar-besaran dengan peralatan modern adalah Mijnbouw Maatschappij Simau milik Belanda tahun 1910. Disini ada 3 lokasi tambang emas, yaitu di Air Nuar, Lebong Tandai dan Karang Suluh.
Disini kita dapat menyaksikan ‘Gelundung’ (alat memisahkan emas dengan batu) berbentuk silender, terbuat dari plat baja, diameter 30 cm, jumlahnya perlokasi proyek sampai 40 buah berjejer rapi. Hal ini berbeda dengan pertambangan rakyat yang terletak di Tambang Sulit, Tambang Kacamata, Tambang, Sawah, Tambang Lebong Simpang (semuanya terletak di Kebupaten Lebong) yang jumlah Gelundungnya paling banyak setiap proyek hanya 10 buah, ditempat lain Gelundung itupun hanya terbuat dari kayu. Saat ini pajak yang dipungut oleh pemerintah desa sebesar Rp 1.000./Gelundung/bulan.
Kita juga dapat melihat serombongan pekerja tambang tambang pulang mendorong lori yang melaju kencang yang penuh berisi batu emas. Mereka mendorong lori sambil berteriak-teriak sebagai isyarat kepada orang-orang yang berdiri direl agar minggir agar jangan tertabrak. Nyaris hanya mata dan giginya saja yang tidak terkena lumpur. Sepantasnya kita belajar banyak dari semangat yang mereka tunjukkan oleh penambang ini.
Jika ingin ‘menguji nyali’, kita juga dapat mencoba menyusuri lobang terowongan utama bekas tambang Belanda. Lobang terowongan itu menghubungkan antara tambang Air Nuar dengan Tambang Lebong Tandai yang menembus perut bumi sepanjang + 5 Km, menaiki 16 buah tangga dengan ketinggian tangga rata-rata 6 m, perjalanan memakan waktu sekitar 2 jam, didalam lobang terowongan itu juga masih tersisa bekas rel lori peninggalan Belanda.(Data LPAP FISIP UNIB, 2003)
Di lokasi Tambang Lebong Tandai ini perusahaan Mijnbouw Maatschappij Simau membuat 16 level terowongan yang jarak satu level dengan level yang lainnya rata-rata 50 meter kebawah tanah. Pada waktu itu dibuat tangga lip untuk pekerja masuk ke terowongan itu. Sampai sekarang tiang-tiang lip itu masih dapat kita jumpai. Setelah
masuknya PT Lusang Mining terowongan-terowongan ini kembali dikelola. Namun itupun hanya sampai level 11 karena level 12-16 sudah penuh dengan air dan tertimbun tanah.
Pasca bangkrutnya PT Lusang Mining tahun 1994, terowongan sebagai lokasi tambang dikelola oleh rakyat, namun karena keterbatasan alat, para penambang hanya mampu masuk sampai level 6. Tak jarang para penambang harus berdiam didalam lobang terowongan selama berhari-hari jika menemukan ‘or’ (batu yang banyak mengandung emas). Untuk mengetahui perubahan waktu siang atau malam mereka cukup dengan melihat apakah kelelawar keluar atau masuk keterowongan. Kalau kelelawar masuk artinya siang begitu juga sebaliknya.
Saat ini, setiap saat para penambang dapat mengetahui pasaran harga emas dunia, dengan memonitor berita keluar negeri, misalnya BBC London. Dengan rumus tertentu mereka dapat mengetahui harga emas dunia dengan standar dolar. Bahkan ada juga yang memiliki pesawat telepon satelit. Penggunaan alat elektronik seperti TV, kulkas atau radio komunikasi ditunjang oleh tersedianya aliran listrik dari tenaga air terus menyala siang-malam tak pernah mati.

Eks Rumah Sakit Belanda
Lokasi rumah sakit ini terletak dibukit barisan sebelah barat desa Lebong Tandai. Rumah sakit ini menampung para pekerja perusahaan Mijnbouw maatschappij simau yang sakit. Kebanyakan pekerja itu sakit paru-paru (TBC) disebabkan kondisi dan alat kerja yang tidak menjamin keselamatan pekerja. Misalnya alat bor yang digunakan masih sangat manual, tanpa semprotan air, bentuknya seperti senapan mesin dan bagian belakang alat bor itu ditempelkan didada, pekerja bor beraktifitas tanpa masker sehingga debu yang keluar dari batu yang dibor langsung terhisap.
Paling lama 6 bulan pekerja ini sudah terserang penyakit. Kalaupun ada rumah sakit itupun tidak banyak membantu. Menurut cerita warga bagi pekerja bagian pengeboran yang sakit maka diberi 2 pilihan apakah akan dikirim pulang kekampung halamannya (kebanyakan pekerja dari pulau Jawa tepatnya Banten) atau tetap dirawat dirumah sakit itu sambil menunggu ajal tiba. Tak heran dibagian belakang rumah sakit terdapat lokasi kuburan yang sebagian besar adalah ‘korban’ perusahaan Mijnbouw Maatschappij Simau.
Untuk menuju ke lokasi eks rumah sakit ini ada 2 jalan. Yang pertama melalui jalam setapak, dulunya ini adalah jalan aspal yang dipakai untuk jalan mobil oleh perusahaan Belanda. Seperti dituturkan warga bahwa sekitar tahun 1960an masih ada bekas mobil sedan Ford didesa ini. Yang kedua melalui jalan tangga semen yang sampai saat ini masih cukup terjaga. Dikiri-kanan tangga ini masih banyak sekali tanaman bambu China dan bermacam jenis bunga. Dapat disimpulkan bahwa dulunya ini adalah taman yang indah menuju rumah sakit itu.

Kamar Bola
Tempat ini khusus disiapkan oleh Belanda sebagai sarana hiburan bagi para pekerja tambang. Letaknya dikaki bukit barisan dibawah eks rumah sakit jaman Belanda. Kita dapat membayangkan waktu tahun 1900an ditempat ini sudah ada permainan yang yang sebenarnya permainan itu lazim dimainkan oleh kelas menengah Eropa waktu itu. Saat ini yang tersisa hanya gedungnya saja meja, stik dan bola billyard sudah tidak ada lagi. Tapi walaupun demikian bagi yang ingin mencoba bermain billyard dilokasi ini sambil membayangkan kehidupan waktu itu, kita masih bisa bermain billyard karena beberapa warga membangun sarana billyard sendiri.

Rumah Simau
Bangunan kayu ini mirip rumah panjang khas suku Dayak Kalimantan, tapi dibuat seperti bedeng-bedeng terdiri dari 13 pintu, tingginya sekitar 12 meter dari tanah, panjangnya sekitar 70 meter. Ruangan bagian atas dan bawah bisa ditempati sebagai tempat tinggal. Dinamakan Rumah Simau atau Pondok Baru karena bangunan yang didirikan sekitar tahun 1940 ini merupakan bangunan terakhir yang didirikan oleh perusahaan Mijnbouw Maatschappij Simau, sebelum tambang ini dikuasai oleh Penjajah Jepang Tahun 1942-1945. Awalnya bangunan ini diperuntukkan bagi para pekerja perusahaan Belanda itu.
ingga saat ini bangunan ini tidak ada perubahan bentuk termasuk dinding, lantai hanya atap yang bocor yang diperbaiki oleh warga yang menempatinya. Selain rumah Simau masih ada beberapa rumah lagi yang asli peninggalan Belanda, misalnya rumah yang ditempati oleh Bik Lis (40) ciri-ciri jendela yang besar dan bekas-bekas taman masih relatif terpelihara.

Pemakaman Belanda
Pemakaman ini berada disebelah selatan Desa Lebong Tandai yaitu sekitar 1 jam berjalan kaki, banyak orang asing khususnya Belanda yang bekerja di Perusahaan Mijnbouw Maatschappij Simau dikuburkan disini. Sebagian diantara orang asing itu meninggal karena dibunuh oleh pekerja kontrak yang tidak tahan dengan penderitaan. Menurut cerita disana dimakamkan juga tuan Smith yang dibunuh oleh seorang inang (perempuan) dengan cara ditusuk dengan paku yang telah dipipihkan sebagai senjata ke bagian leher tuan Smith. Ada juga orang Belanda yang meninggal karena kepalanya di bor oleh pekerja tambang.

Pemakaman China
Lokasinya berada sekitar 3 km dari arah Lebong Tandai menuju Desa Napal Putih. Berada disebuah bukit kecil disebelah kanan rel kereta Molek. Sampai sekarang setiap hari raya Tionghoa maupun acara keagamaan Konghucu, ahli waris masih melakukan upacara atau ritual keagamaan dilokasi ini. Beberapa diantara warga desa Lebong Tandai dan Napal Putih adalah keturunan Tionghoa.

Makam Pahlawan
Terletak dibelakang eks rumah sakit jaman Belanda. Mereka yang dimakamkan disini adalah para pejuang yang tergabung dalam laskar-laskar rakyat dan sebagian memang tentara. Mereka gugur karena ledakan bom, saat Belanda bermaksud menguasai kembali lokasi tambang ini tahun 1947-1949. Rakyat yang tergabung dalam laskar-laskar itu diberi pangkat setelah gugur sebagai penghargaan atas jasa-jasanya dalam mempertahankan kemerdekaan. Desa Lebong Tandai juga pernah dijadikan basis gerilya pada waktu perang mempertahankan kemerdekaan.

Gedung Bulu Tangkis Belanda
Bentuk bangunan masih relatif asli, dulu dipergunakan untuk tempat olahraga bagi para pekerja tambang. Saat ini hanya dipergunakan sebagai gudang oleh warga. Bangunan ini bersebelahan dengan bekas bioskop jaman Belanda.

Air Panas Alami
Lokasinya terletak dibawah jembatan sungai Kelumbuk sekitar 8 km dari Desa Napal Putih. Air panas ini mengandung belerang. Dipercaya oleh masyarakat setempat bahwa airnya bermanfaat untuk mengobati berbagai macam penyakit kulit. Tidak jauh dari air panas ini juga terdapat air terjun yang indah, masyarakat menyebutnya air terjun Kelumbuk.

Alat tambang kuno
Alat tambang peninggalan perusahaan Belanda Mijnbouw Maatschappij Simau masih cukup banyak, diantara bor manual dan lori. Belum terlambat jika pemerintah mengumpulkan barang-barang ini sebagai sebuah peninggalan sejarah. Bisa saja dibuat museum yang khusus menyimpan barang-barang kuno ini.

Sungai Lusang
Nama PT Lusang Mining diambil dari nama sungai ini. Sungai ini membelah desa Lebong Tandai, airnya cukup deras dan sangat jernih serta penuh dengan bebatuan besar. Sangat cocok jika dijadikan lokasi olahraga air seperti arung jeram. Beraneka macam ikan langka khususnya ikan Putih atau ikan Semah (disebut ikan putih karena warna sisiknya keputih-putihan) masih banyak terdapat disungai ini. Kelebihan ikan ini dibanding ikan lainnya adalah sisiknya bisa dikonsumsi karena terdiri dari tulang rawan.
Masyarakat menangkap ikan ini dengan cara dijala, jaring, pancing dan panah. Ada kepercayaan jika masyarakat mencari ikan dengan menggunakan bahan peledak atau racun maka sungai ini akan meluap menyebabkan banjir. Hingga saat ini sebagian besar masyarakat masih mempercayai mitos itu. Secara tak sengaja, ikan langka ini juga diternakkan didalam kolam-kolam warga, karena anak-anak ikan itu masuk kekolam warga melalui pipa-pipa besi yang airnya berasal dari sungai.

Hutan TNKS
Hutan ini masih relatif terjaga, karena warga Lebong Tandai juga berperan sebagai penjaga hutan. Mereka sadar bahwa mata pencaharian mereka yaitu menambang emas sangat tergantung pada hutan ini. Karena jika hutan ini rusak maka akan berpengaruh pada sungai dan dam yang mereka gunakan untuk memutar Gelundung atau memutar turbin listrik. Selain itu, jika hutan ini gundul maka dapat mengakibatkan longsor, jika terjadi longsong maka akan tertimbunlah desa ini mengingat desa ini diapit oleh 2 bukit barisan yang masuk kawasan TNKS (taman nasional kerinci sebelat).
Hasil pendataan yang dilakukan oleh Komunitas Konservasi Indonesia WARSI April 2004 ditemukan tidak kurang 128 tanaman obat, diantaranya Aka beluru (Etanda Phascoloides) obat untuk demam menahun, Akar ali-ali (Tinospora crispa) obat malaria, Antanan (Centella Asiatica) obat mengeringkan luka pasca melahirkan, Inai Aia (Impatiens Balsamina) obat bengkak perut dll, semuanya ada disekitar wilayah TNKS ini.

Kerajinan Perak
Kerajinan perak ini masih diusahakan secara sederhana dan dalam skala kecil. Bermacam-macam perhiasan yang terbuat dari perak seperti cincin, gelang dan kalung dapat dibeli atau dipesan disini. Yang berbeda disini adalah kita dapat langsung melihat proses sejak awal dari penambangan sampai proses perak dijadikan perhiasan. Pengrajin juga menjamin perhiasan perak yang dibuat disini walaupun dipakai sampai lama warnanya tidak akan berubah kehitam-hitaman. Karena kwalitas bahan perak benar-benar dijaga alias perak murni. Pemasaran perhiasan ini sebagian dijual ke luar Lebong Tandai dan sebagian dibeli oleh mereka yang berkunjung ke sini.
Umat, 18 April 2008. Sumber : Firnandes Maurisya

Tidak ada komentar: