Jalur
si Molek untuk Monas
Kabupaten
Lebong Kebanggaan Masyarakat Bengkulu
|
Rel Lori Lebongtandai (Bengkulu)
Teman-teman,
barusan kumpul2 artikel & informasi mengenai rel lori 33,5 km ex-tambang Belanda
yang masih dipakai di daerah lebongtandai. wah asyik banget nih!!! Silakan disimak dan berkhayal nyoba naik nih lori...wassalam, intrias.
Lebong Tandai
Jalur
si Molek untuk Monas
Kabupaten
Lebong Kebanggaan Masyarakat Bengkulu
Namanya si Molek.
Bukan nama seorang gadis Bengkulu, melainkan kereta mini (lori) yang menempuh
rute sejauh 33,5 km. Jalur ini sangat rawan longsor, karena diapit oleh dinding
tebing setinggi 25 meter dan bibir sungai yang curam. Kengerian rute ini bisa
ditebus dengan keindahan hutan yang masih asli yang dapat dinikmati sepanjang
perjalanan. Rel ini menghubungkan Desa Lebong Tandai dengan Kota Kecamatan
Napal Putih. Molek merupakan kendaraan yang dibuat oleh warga setempat pada
tahun 1990-an. Dengan bahan bakar solar, Molek digunakan untuk menunjang
aktivitas ekonomi warga Napal Putih. Antara lain untuk mengangkut hasil bumi.
Jalur lori yang
dilewati si Molek sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. Namun dulu yang lewat
hanyalah loko uap. Peran loko uap dan jalur relnya ini sangat penting. Antara
lain untuk mengangkut emas yang ditambang dari Lebong Tandai.
Emas dari sinilah
yang pada tahun 1970-an mengalir ke Jakarta. Emas yang diangkut loko uap ini
kini menancap di puncak Tugu Monas di Jakarta. Berat emas yang melapisi
"api" Monas sekitar 35 kg. Dengan kilauan emas yang menggambarkan
nyala api ini, Monas dikenal sebagai tugu api yang tak kunjung padam.
Loko uap itu kini
telah tiada dan digantikan peran si Molek. "Dengan Molek ini kita juga
bisa melihat goa-goa tambang peninggalan zaman kolonial yang menghasilkan
emas," jelas staf Humas Pemkab Bengkulu Utara, M Saleh, kepada detikcom di
Bengkulu Utara akhir pekan lalu.
Setelah Belanda
pergi dari Indonesia, emas di Lebong Tandai masih ditambang secara tradisional
oleh masyarakat setempat. Pada tahun 2006, Pemkab Bengkulu Utara mulai
merencanakan pembukaan kembali industri tambang emas ini.
"Kami kerjasama dengan pihak asing. Lahan tambang yang disurvei termasuk yang berada di wilayah Kabupaten Muko-muko dan Kabupaten Lebong," kata Bupati Bengkulu Utara Imron Rosyadi.
"Kami kerjasama dengan pihak asing. Lahan tambang yang disurvei termasuk yang berada di wilayah Kabupaten Muko-muko dan Kabupaten Lebong," kata Bupati Bengkulu Utara Imron Rosyadi.
Sumber: Kompas -
Rafiqa Qurrata
Sarana Transportas Motor Lori
Lebong Butuh Perbaikan
Selasa, 02 Februari
2010
Bengkulu 14/1
(ANTARA) - Motor lori ekspres (Molek) yang merupakan satu-satunya sarana
transportasi warga Desa Lebong Tandai Kecamatan Napal Putih Kabupaten Bengkulu
Utara, Provinsi Bengkulu, saat ini kondisinya amat memprihatinkan dan butuh
perbaikan.
"Sebenarnya molek itu tidak layak pakai lagi karena banyak relnya yang hilang dan rusak sehingga membahayakan penggunanya," kata Anggota Komisi IV DPRD Provinsi Bengkulu Syafrianto Daud, Kamis.
"Sebenarnya molek itu tidak layak pakai lagi karena banyak relnya yang hilang dan rusak sehingga membahayakan penggunanya," kata Anggota Komisi IV DPRD Provinsi Bengkulu Syafrianto Daud, Kamis.
Anggota DPRD dari
daerah pemilihan Bengkulu Utara ini mengatakan hingga saat ini sekitar 600 jiwa
warga desa tersebut masih menggunakan sarana transportasi Molek karena tidak
ada pilihan lain.
Molek adalah alat
transportasi peninggalan Belanda yang menggunakan mesin diesel yang gerbong
relnya seperti rel kereta api. Kendaraan ini terus dipakai ketika perusahaan
pertambangan emas beroperasi di daerah itu pada 1980-an dan hingga saat ini
menjadi satu-satunya transportasi warga desa menuju Kecamatan Napal Putih yang
berjarak sekitar 30 Km.
"Jadi tidak
ada akses lain, semua peralatan diangkut menggunakan Molek, makanya kalau terjadi longsor dan menutupi jalur desa
itu akan terisolasi," katanya.
Menurut Syafrianto, sarana transportasi ini tidak dapat lagi diandalkan karena relnya sudah banyak yang putus atau rusak serta beberapa jembatan sudah tua atau hampir ambruk, di sekitar rel juga sudah tertutupi semak belukar. Molek tersebut dikelola oleh masyarakat setempat dan saat ini tidak lebih dari lima gerbong yang masih beroperasi untuk melayani penumpang satu kali pemberangkatan per hari. "Kalau dari Desa Lebong Tandai berangkat subuh, sedangkan dari Napal Putih berangkat sore selepas Maghrib," katanya.
Menurut Syafrianto, sarana transportasi ini tidak dapat lagi diandalkan karena relnya sudah banyak yang putus atau rusak serta beberapa jembatan sudah tua atau hampir ambruk, di sekitar rel juga sudah tertutupi semak belukar. Molek tersebut dikelola oleh masyarakat setempat dan saat ini tidak lebih dari lima gerbong yang masih beroperasi untuk melayani penumpang satu kali pemberangkatan per hari. "Kalau dari Desa Lebong Tandai berangkat subuh, sedangkan dari Napal Putih berangkat sore selepas Maghrib," katanya.
Dari pengakuan
warga desa sudah beberapa kali mengajukan perbaikan rel kepada Dinas
Perhubungan Kabupaten Bengkulu Utara, namun hingga saat ini tidak ada
tanggapan.
"Kalau tidak segera diperbaiki maka transportasi ke Desa Lebong Tandai akan terputus dan berdampak terhadap kehidupan warga di sana," ujarnya. Diposkan oleh ANTARA
"Kalau tidak segera diperbaiki maka transportasi ke Desa Lebong Tandai akan terputus dan berdampak terhadap kehidupan warga di sana," ujarnya. Diposkan oleh ANTARA
Lebong Tandai Bengkulu, "Batavia Kecil" Lebong Tandai
"Perjalanan
menuju "Batavia Kecil" (nama lain untuk kawasan Lebong Tandai yang
digunakan Belanda waktu menguasai lokasi tambang emas di desa Lebong Tandai).
Mengingatkan kita pada kejayaan masa lalu, dimana tempat ini pernah menjadi
incaran banyak pihak, baik pada masa Belanda, Jepang maupun Investor pada masa
kemerdekaan ini"....
Menuju lokasi penambangan emas didesa Lebong Tandai Kecamatan Napal Putih Kabupaten Bengkulu Utara Propinsi Bengkulu cukup mudah karena angkutan umum relatif lancar, karena kita dapat memilih apakah melalui rute Kota Bengkulu- Napal Putih atau melalui rute Muara Aman (Ibu Kota Kabupaten Lebong) – Napal Putih. Perjalanan dari kota Bengkulu memakan waktu sekitar 3, 5 jam dengan menggunakan angkutan umum menuju desa Napal Putih, dengan ongkos Rp 30.000, desa itu adalah desa terakhir yang kita singgahi sebelum melakukan perjalanan ke desa Lebong Tandai. Demikian juga jika kita memilih rute Muara Aman-Napal Putih kita akan menempuh perjalanan dengan angkutan umum sekitar 4 jam.
Menuju lokasi penambangan emas didesa Lebong Tandai Kecamatan Napal Putih Kabupaten Bengkulu Utara Propinsi Bengkulu cukup mudah karena angkutan umum relatif lancar, karena kita dapat memilih apakah melalui rute Kota Bengkulu- Napal Putih atau melalui rute Muara Aman (Ibu Kota Kabupaten Lebong) – Napal Putih. Perjalanan dari kota Bengkulu memakan waktu sekitar 3, 5 jam dengan menggunakan angkutan umum menuju desa Napal Putih, dengan ongkos Rp 30.000, desa itu adalah desa terakhir yang kita singgahi sebelum melakukan perjalanan ke desa Lebong Tandai. Demikian juga jika kita memilih rute Muara Aman-Napal Putih kita akan menempuh perjalanan dengan angkutan umum sekitar 4 jam.
Setiba dipangkal
desa Napal Putih Kecamatan Ketahun, sebaiknya kita turun terlebih dulu dari
kendaraan, karena disana ada bekas rumah bersejarah yang dulu didiami oleh
Pangeran Muhammad Ali Firman Alamsyah Gelar Rajo Mangkuto (Pangeran terakhir
Marga Ketahun) dan juga pernah dijadikan rumah atau markas oleh Dr. AK Gani
Gubernur Militer Sumatera Bagian Selatan pada masa perang kemerdekaan.
Sekarang rumah tersebut berstatus cagar budaya dibawah tanggung jawab pemerintah. Karena ahli waris Pangeran Muhammad Ali Firman Alamsyah Gelar Rajo Mangkuto menyerahkan kepada Departemen Pariwisata dalam hal ini Dirjen Museum dan Kepurbakalaan Kantor Wilayah Jambi, Bengkulu dan Sumatera Selatan. Disana kita diperbolehkan untuk masuk dan melihat bagian dalam ruangan rumah bersejarah itu. Dirumah yang terletak Desa Napal Putih inilah pada tahun 1947 roda pemerintahan Sumatera Bagian Selatan meliputi Bengkulu, Sumatera Selatan, Lampung, Jambi dikendalikan oleh Dr. AK Ganie sebagai Gubernur Militer.
Sekarang rumah tersebut berstatus cagar budaya dibawah tanggung jawab pemerintah. Karena ahli waris Pangeran Muhammad Ali Firman Alamsyah Gelar Rajo Mangkuto menyerahkan kepada Departemen Pariwisata dalam hal ini Dirjen Museum dan Kepurbakalaan Kantor Wilayah Jambi, Bengkulu dan Sumatera Selatan. Disana kita diperbolehkan untuk masuk dan melihat bagian dalam ruangan rumah bersejarah itu. Dirumah yang terletak Desa Napal Putih inilah pada tahun 1947 roda pemerintahan Sumatera Bagian Selatan meliputi Bengkulu, Sumatera Selatan, Lampung, Jambi dikendalikan oleh Dr. AK Ganie sebagai Gubernur Militer.
Setelah itu, kita
kemudian menuju ‘Stasiun’ Molek (sebutan bagi kereta lori
berukuran 5 x 1 m,
bermesin diesel 10 PK yang bermuatan maksimal 10 penumpang). Ongkos perorang
adalah Rp 20.000. Stasiun ini terletak diujung desa, dipinggir sungai ketahun.
Banyak Molek yang menunggu penumpang namun rata-rata terminal ini ramai pada
hari Senin dan Kamis karena pada hari itu para penambang dari luar Kabupaten
Bengkulu Utara misalnya dari Kabupaten Lebong dan Rejang Lebong berdatangan
menuju desa Lebong Tandai. Perjalanan dengan menggunakan Molek menuju Lebong
Tandai dilakukan sore hari yaitu sekitar pukul 17.00 WIB hal ini guna
menghindari terjadinya tabrakan dikarenakan Molek dari Lebong Tandai tiba di
Napal Putih pukul 16.00 WIB. Meningat jalur rel hanya satu, jika terpaksa
bertemu dengan Molek yang lain yang berlawanan arah atau ada Molek yang macet
dijalan maka salah satu Molek dapat disingkirkan keluar rel, cukup hanya dengan
tenaga 3 orang Molek itu dapat diangkat keluar rel.
Biasanya, para
"Masinis" Molek memilih untuk berjalan beriringan, hal ini
dimaksudkan untuk mempermudah perjalanan jika ada hambatan. Perjalanan
menjelang hari mulai gelap ini, memberi kesan tersendiri bagi mereka yang
menyukai wisata alam karena kita hanya bisa melihat hutan dikanan kiri dan
Molek yang berjalan didepan atau dibelakang Molek yang kita tumpangi. Jangan
lupa membawa bekal makanan dan minuman untuk bekal dijalan karena perjalanan
ini cukup panjang karena menempuh 33 km panjangnya rel kereta ini. Untuk
diketahui sejak jaman penjajahan hingga sekarang ini, baru ada 2 wilayah yang
dilewati rute kereta api atau yang memiliki rel, yaitu disini dan di Kecamatan
Kota Padang (Kabupaten Rejang Lebong berbatasan dengan Kota Lubuk Linggau
Sumatera Selatan).
Setelah kita
menyusuri rel yang membelah hutan sambil menikmati bunyi-bunyian binatang malam
sebelum tiba di desa Lebong Tandai kita akan melewati 3 terowongan, yaitu
terowongan lobang panjang (+ 300 m), lobang tengah (+ 100 m) dan lobang pendek
(+ 50 m) sampailah kita didesa Lebong Tandai, pemandangan desa ini pada malam
hari mengingatkan kita pada suasana kehidupan para penambang di film-film
Hollywood yang mengambil latar kehidupan tambang . Warung-warung berjejer
dengan rapi disepanjang jalan ditengah-tengah desa. Masyarakat sebagian duduk
ngobrol, main kartu, dan menonton TV, tak sedikit pula yang bergegas menuju Molek
yang baru tiba karena mengambil pesanan barang yang dibeli dari luar desa.
Semua orang pasti
akan takjub bercampur kagum betapa tidak, setelah melewati perjalanan selama 3,
5 jam, yang pemandangannya hanya hutan, tiba-tiba didepan kita terbentang
sebuah desa yang penuh dengan nuansa modern. Listrik yang terang benderang dan
tak pernah mati memancar dari setiap rumah dan sudut desa, dan hampir ditiap
rumah memiliki pesawat TV walaupun ukuran kecil. Alat elektronik seperti TV,
Radio dan sejenisnya adalah salah satu hiburan bagi masyarakat yang hidup
didaerah terpencil ini. Berbicara tentang hiburan memang tradisi itu sudah
cukup lama tertanam dimasyarakat.
Pantas saja, dengan posisi terpencil dan jauh dari dunia luar, perusahaan Mijnbouw Maatschappij Simau milik Belanda tahun 1910 masuk ke Lebong Tandai dan menguasai tambang ini dibangun kamar bola (tempat bermain billyard), lapangan basket, lapangan tenis, rumah kuning (rumah bordil/lokalisasi) dan bioskop. Hanya bioskop dan rumah kuning yang bangunannya sudah tidak ada lagi. Perusahaan Belanda itu juga setiap tahun mendatangkan penari ronggeng dari Batavia (sekarang Jakarta). Hal ini dapat dibuktikan dengan nama sebuah jembatan menuju Lebong Tandai yaitu jembatan Dam Ronggeng I dan Ronggeng II. Dinamakan jembatan Dam Ronggeng karena pada saat peresmiannya mengundang penari-penari ronggeng dari Batavia.
Pantas saja, dengan posisi terpencil dan jauh dari dunia luar, perusahaan Mijnbouw Maatschappij Simau milik Belanda tahun 1910 masuk ke Lebong Tandai dan menguasai tambang ini dibangun kamar bola (tempat bermain billyard), lapangan basket, lapangan tenis, rumah kuning (rumah bordil/lokalisasi) dan bioskop. Hanya bioskop dan rumah kuning yang bangunannya sudah tidak ada lagi. Perusahaan Belanda itu juga setiap tahun mendatangkan penari ronggeng dari Batavia (sekarang Jakarta). Hal ini dapat dibuktikan dengan nama sebuah jembatan menuju Lebong Tandai yaitu jembatan Dam Ronggeng I dan Ronggeng II. Dinamakan jembatan Dam Ronggeng karena pada saat peresmiannya mengundang penari-penari ronggeng dari Batavia.
Desa ini terletak
500 meter dari permukaan laut, disebelah selatan berbatasan dengan bukit Husin
dan sebelah utara berbatasan dengan bukit Baharu. Tercatat penduduknya 120 KK
atau sekitar 360 jiwa ini dibagi menjadi 3 RT dan 2 Dusun. Desa ini pernah
mendapat predikat sebagai desa teladan pada masa Kepala Desa Parman memimpin.
Penduduk disini cukup heterogen ada suku Jawa, keturunan Tionghoa, Sunda,
Batak, Padang, Rejang dan penduduk Pekal yang sejak awal mendiami wilayah itu.
Tak heran jika penduduk disini dalam percakapan sehari-hari menggunakan 2
bahasa yaitu bahasa Indonesia dan Bahasa Pekal. Namun walaupun heterogen dan
sudah tersentuh modernisasi kegotong-royongan warga masih cukup kuat, termasuk
keramah-tamahan jika bertemu dengan orang yang baru datang. Karena kita tiba
didesa pada malam hari, rasanya tak sabar kita menunggu datangnya pagi. Rasa
penasaran ingin menyaksikan desa ini disiang hari. Para penambang maupun
perangkat desa akan membantu kita mengenal lebih dekat apa-apa saja yang ada di
desa ini. Namun jangan lupa membawa kamera handycam dan kamera fhoto jika kita
mengunjungi tempat ini. Karena banyak tempat wisata alam dan wisata sejarah
yang bisa kita kunjungi antara lain :
Tambang Emas Tradisional
Perusahaan yang
pertama kali melakukan eksploitasi emas secara besar-besaran dengan peralatan
modern adalah Mijnbouw Maatschappij Simau milik Belanda tahun 1910. Disini ada
3 lokasi tambang emas, yaitu di Air Nuar, Lebong Tandai dan Karang Suluh.
Disini kita dapat menyaksikan ‘Gelundung’ (alat memisahkan emas dengan batu) berbentuk silender, terbuat dari plat baja, diameter 30 cm, jumlahnya perlokasi proyek sampai 40 buah berjejer rapi. Hal ini berbeda dengan pertambangan rakyat yang terletak di Tambang Sulit, Tambang Kacamata, Tambang, Sawah, Tambang Lebong Simpang (semuanya terletak di Kebupaten Lebong) yang jumlah Gelundungnya paling banyak setiap proyek hanya 10 buah, ditempat lain Gelundung itupun hanya terbuat dari kayu. Saat ini pajak yang dipungut oleh pemerintah desa sebesar Rp 1.000./Gelundung/bulan.
Kita juga dapat melihat serombongan pekerja tambang tambang pulang mendorong lori yang melaju kencang yang penuh berisi batu emas. Mereka mendorong lori sambil berteriak-teriak sebagai isyarat kepada orang-orang yang berdiri direl agar minggir agar jangan tertabrak. Nyaris hanya mata dan giginya saja yang tidak terkena lumpur. Sepantasnya kita belajar banyak dari semangat yang mereka tunjukkan oleh penambang ini.
Jika ingin ‘menguji nyali’, kita juga dapat mencoba menyusuri lobang terowongan utama bekas tambang Belanda. Lobang terowongan itu menghubungkan antara tambang Air Nuar dengan Tambang Lebong Tandai yang menembus perut bumi sepanjang + 5 Km, menaiki 16 buah tangga dengan ketinggian tangga rata-rata 6 m, perjalanan memakan waktu sekitar 2 jam, didalam lobang terowongan itu juga masih tersisa bekas rel lori peninggalan Belanda.(Data LPAP FISIP UNIB, 2003)
Disini kita dapat menyaksikan ‘Gelundung’ (alat memisahkan emas dengan batu) berbentuk silender, terbuat dari plat baja, diameter 30 cm, jumlahnya perlokasi proyek sampai 40 buah berjejer rapi. Hal ini berbeda dengan pertambangan rakyat yang terletak di Tambang Sulit, Tambang Kacamata, Tambang, Sawah, Tambang Lebong Simpang (semuanya terletak di Kebupaten Lebong) yang jumlah Gelundungnya paling banyak setiap proyek hanya 10 buah, ditempat lain Gelundung itupun hanya terbuat dari kayu. Saat ini pajak yang dipungut oleh pemerintah desa sebesar Rp 1.000./Gelundung/bulan.
Kita juga dapat melihat serombongan pekerja tambang tambang pulang mendorong lori yang melaju kencang yang penuh berisi batu emas. Mereka mendorong lori sambil berteriak-teriak sebagai isyarat kepada orang-orang yang berdiri direl agar minggir agar jangan tertabrak. Nyaris hanya mata dan giginya saja yang tidak terkena lumpur. Sepantasnya kita belajar banyak dari semangat yang mereka tunjukkan oleh penambang ini.
Jika ingin ‘menguji nyali’, kita juga dapat mencoba menyusuri lobang terowongan utama bekas tambang Belanda. Lobang terowongan itu menghubungkan antara tambang Air Nuar dengan Tambang Lebong Tandai yang menembus perut bumi sepanjang + 5 Km, menaiki 16 buah tangga dengan ketinggian tangga rata-rata 6 m, perjalanan memakan waktu sekitar 2 jam, didalam lobang terowongan itu juga masih tersisa bekas rel lori peninggalan Belanda.(Data LPAP FISIP UNIB, 2003)
Di lokasi Tambang
Lebong Tandai ini perusahaan Mijnbouw Maatschappij Simau membuat 16 level
terowongan yang jarak satu level dengan level yang lainnya rata-rata 50 meter
kebawah tanah. Pada waktu itu dibuat tangga lip untuk pekerja masuk ke
terowongan itu. Sampai sekarang tiang-tiang lip itu masih dapat kita jumpai.
Setelah
masuknya PT Lusang
Mining terowongan-terowongan ini kembali dikelola. Namun itupun hanya sampai
level 11 karena level 12-16 sudah penuh dengan air dan tertimbun tanah.
Pasca bangkrutnya PT Lusang Mining tahun 1994, terowongan sebagai lokasi tambang dikelola oleh rakyat, namun karena keterbatasan alat, para penambang hanya mampu masuk sampai level 6. Tak jarang para penambang harus berdiam didalam lobang terowongan selama berhari-hari jika menemukan ‘or’ (batu yang banyak mengandung emas). Untuk mengetahui perubahan waktu siang atau malam mereka cukup dengan melihat apakah kelelawar keluar atau masuk keterowongan. Kalau kelelawar masuk artinya siang begitu juga sebaliknya.
Pasca bangkrutnya PT Lusang Mining tahun 1994, terowongan sebagai lokasi tambang dikelola oleh rakyat, namun karena keterbatasan alat, para penambang hanya mampu masuk sampai level 6. Tak jarang para penambang harus berdiam didalam lobang terowongan selama berhari-hari jika menemukan ‘or’ (batu yang banyak mengandung emas). Untuk mengetahui perubahan waktu siang atau malam mereka cukup dengan melihat apakah kelelawar keluar atau masuk keterowongan. Kalau kelelawar masuk artinya siang begitu juga sebaliknya.
Saat ini, setiap
saat para penambang dapat mengetahui pasaran harga emas dunia, dengan memonitor
berita keluar negeri, misalnya BBC London. Dengan rumus tertentu mereka dapat
mengetahui harga emas dunia dengan standar dolar. Bahkan ada juga yang memiliki
pesawat telepon satelit. Penggunaan alat elektronik seperti TV, kulkas atau
radio komunikasi ditunjang oleh tersedianya aliran listrik dari tenaga air
terus menyala siang-malam tak pernah mati.
Eks Rumah Sakit Belanda
Lokasi rumah sakit
ini terletak dibukit barisan sebelah barat desa Lebong Tandai. Rumah sakit ini
menampung para pekerja perusahaan Mijnbouw maatschappij simau yang sakit.
Kebanyakan pekerja itu sakit paru-paru (TBC) disebabkan kondisi dan alat kerja
yang tidak menjamin keselamatan pekerja. Misalnya alat bor yang digunakan masih
sangat manual, tanpa semprotan air, bentuknya seperti senapan mesin dan bagian
belakang alat bor itu ditempelkan didada, pekerja bor beraktifitas tanpa masker
sehingga debu yang keluar dari batu yang dibor langsung terhisap.
Paling lama 6 bulan
pekerja ini sudah terserang penyakit. Kalaupun ada rumah sakit itupun tidak
banyak membantu. Menurut cerita warga bagi pekerja bagian pengeboran yang sakit
maka diberi 2 pilihan apakah akan dikirim pulang kekampung halamannya
(kebanyakan pekerja dari pulau Jawa tepatnya Banten) atau tetap dirawat dirumah
sakit itu sambil menunggu ajal tiba. Tak heran dibagian belakang rumah sakit
terdapat lokasi kuburan yang sebagian besar adalah ‘korban’ perusahaan
Mijnbouw Maatschappij Simau.
Untuk menuju ke lokasi eks rumah sakit ini ada 2 jalan. Yang pertama melalui jalam setapak, dulunya ini adalah jalan aspal yang dipakai untuk jalan mobil oleh perusahaan Belanda. Seperti dituturkan warga bahwa sekitar tahun 1960an masih ada bekas mobil sedan Ford didesa ini. Yang kedua melalui jalan tangga semen yang sampai saat ini masih cukup terjaga. Dikiri-kanan tangga ini masih banyak sekali tanaman bambu China dan bermacam jenis bunga. Dapat disimpulkan bahwa dulunya ini adalah taman yang indah menuju rumah sakit itu.
Untuk menuju ke lokasi eks rumah sakit ini ada 2 jalan. Yang pertama melalui jalam setapak, dulunya ini adalah jalan aspal yang dipakai untuk jalan mobil oleh perusahaan Belanda. Seperti dituturkan warga bahwa sekitar tahun 1960an masih ada bekas mobil sedan Ford didesa ini. Yang kedua melalui jalan tangga semen yang sampai saat ini masih cukup terjaga. Dikiri-kanan tangga ini masih banyak sekali tanaman bambu China dan bermacam jenis bunga. Dapat disimpulkan bahwa dulunya ini adalah taman yang indah menuju rumah sakit itu.
Kamar Bola
Tempat ini khusus
disiapkan oleh Belanda sebagai sarana hiburan bagi para pekerja tambang.
Letaknya dikaki bukit barisan dibawah eks rumah sakit jaman Belanda. Kita dapat
membayangkan waktu tahun 1900an ditempat ini sudah ada permainan yang yang
sebenarnya permainan itu lazim dimainkan oleh kelas menengah Eropa waktu itu.
Saat ini yang tersisa hanya gedungnya saja meja, stik dan bola billyard sudah
tidak ada lagi. Tapi walaupun demikian bagi yang ingin mencoba bermain billyard
dilokasi ini sambil membayangkan kehidupan waktu itu, kita masih bisa bermain
billyard karena beberapa warga membangun sarana billyard sendiri.
Rumah Simau
Bangunan kayu ini
mirip rumah panjang khas suku Dayak Kalimantan, tapi dibuat seperti
bedeng-bedeng terdiri dari 13 pintu, tingginya sekitar 12 meter dari tanah,
panjangnya sekitar 70 meter. Ruangan bagian atas dan bawah bisa ditempati
sebagai tempat tinggal. Dinamakan Rumah Simau atau Pondok Baru karena bangunan
yang didirikan sekitar tahun 1940 ini merupakan bangunan terakhir yang
didirikan oleh perusahaan Mijnbouw Maatschappij Simau, sebelum tambang ini
dikuasai oleh Penjajah Jepang Tahun 1942-1945. Awalnya bangunan ini
diperuntukkan bagi para pekerja perusahaan Belanda itu.
ingga saat ini bangunan ini tidak ada perubahan bentuk termasuk dinding, lantai hanya atap yang bocor yang diperbaiki oleh warga yang menempatinya. Selain rumah Simau masih ada beberapa rumah lagi yang asli peninggalan Belanda, misalnya rumah yang ditempati oleh Bik Lis (40) ciri-ciri jendela yang besar dan bekas-bekas taman masih relatif terpelihara.
ingga saat ini bangunan ini tidak ada perubahan bentuk termasuk dinding, lantai hanya atap yang bocor yang diperbaiki oleh warga yang menempatinya. Selain rumah Simau masih ada beberapa rumah lagi yang asli peninggalan Belanda, misalnya rumah yang ditempati oleh Bik Lis (40) ciri-ciri jendela yang besar dan bekas-bekas taman masih relatif terpelihara.
Pemakaman Belanda
Pemakaman ini
berada disebelah selatan Desa Lebong Tandai yaitu sekitar 1 jam berjalan kaki,
banyak orang asing khususnya Belanda yang bekerja di Perusahaan Mijnbouw
Maatschappij Simau dikuburkan disini. Sebagian diantara orang asing itu
meninggal karena dibunuh oleh pekerja kontrak yang tidak tahan dengan
penderitaan. Menurut cerita disana dimakamkan juga tuan Smith yang dibunuh oleh
seorang inang (perempuan) dengan cara ditusuk dengan paku yang telah dipipihkan
sebagai senjata ke bagian leher tuan Smith. Ada juga orang Belanda yang
meninggal karena kepalanya di bor oleh pekerja tambang.
Pemakaman China
Lokasinya berada
sekitar 3 km dari arah Lebong Tandai menuju Desa Napal Putih. Berada disebuah
bukit kecil disebelah kanan rel kereta Molek. Sampai sekarang setiap hari raya
Tionghoa maupun acara keagamaan Konghucu, ahli waris masih melakukan upacara
atau ritual keagamaan dilokasi ini. Beberapa diantara warga desa Lebong Tandai
dan Napal Putih adalah keturunan Tionghoa.
Makam Pahlawan
Terletak dibelakang
eks rumah sakit jaman Belanda. Mereka yang dimakamkan disini adalah para
pejuang yang tergabung dalam laskar-laskar rakyat dan sebagian memang tentara.
Mereka gugur karena ledakan bom, saat Belanda bermaksud menguasai kembali
lokasi tambang ini tahun 1947-1949. Rakyat yang tergabung dalam laskar-laskar
itu diberi pangkat setelah gugur sebagai penghargaan atas jasa-jasanya dalam
mempertahankan kemerdekaan. Desa Lebong Tandai juga pernah dijadikan basis
gerilya pada waktu perang mempertahankan kemerdekaan.
Gedung Bulu Tangkis Belanda
Bentuk bangunan
masih relatif asli, dulu dipergunakan untuk tempat olahraga bagi para pekerja
tambang. Saat ini hanya dipergunakan sebagai gudang oleh warga. Bangunan ini
bersebelahan dengan bekas bioskop jaman Belanda.
Air Panas Alami
Lokasinya terletak
dibawah jembatan sungai Kelumbuk sekitar 8 km dari Desa Napal Putih. Air panas
ini mengandung belerang. Dipercaya oleh masyarakat setempat bahwa airnya
bermanfaat untuk mengobati berbagai macam penyakit kulit. Tidak jauh dari air
panas ini juga terdapat air terjun yang indah, masyarakat menyebutnya air
terjun Kelumbuk.
Alat tambang kuno
Alat tambang
peninggalan perusahaan Belanda Mijnbouw Maatschappij Simau masih cukup banyak,
diantara bor manual dan lori. Belum terlambat jika pemerintah mengumpulkan
barang-barang ini sebagai sebuah peninggalan sejarah. Bisa saja dibuat museum
yang khusus menyimpan barang-barang kuno ini.
Sungai Lusang
Nama PT Lusang
Mining diambil dari nama sungai ini. Sungai ini membelah desa Lebong Tandai,
airnya cukup deras dan sangat jernih serta penuh dengan bebatuan besar. Sangat
cocok jika dijadikan lokasi olahraga air seperti arung jeram. Beraneka macam
ikan langka khususnya ikan Putih atau ikan Semah (disebut ikan putih karena
warna sisiknya keputih-putihan) masih banyak terdapat disungai ini. Kelebihan
ikan ini dibanding ikan lainnya adalah sisiknya bisa dikonsumsi karena terdiri
dari tulang rawan.
Masyarakat menangkap ikan ini dengan cara dijala, jaring, pancing dan panah. Ada kepercayaan jika masyarakat mencari ikan dengan menggunakan bahan peledak atau racun maka sungai ini akan meluap menyebabkan banjir. Hingga saat ini sebagian besar masyarakat masih mempercayai mitos itu. Secara tak sengaja, ikan langka ini juga diternakkan didalam kolam-kolam warga, karena anak-anak ikan itu masuk kekolam warga melalui pipa-pipa besi yang airnya berasal dari sungai.
Masyarakat menangkap ikan ini dengan cara dijala, jaring, pancing dan panah. Ada kepercayaan jika masyarakat mencari ikan dengan menggunakan bahan peledak atau racun maka sungai ini akan meluap menyebabkan banjir. Hingga saat ini sebagian besar masyarakat masih mempercayai mitos itu. Secara tak sengaja, ikan langka ini juga diternakkan didalam kolam-kolam warga, karena anak-anak ikan itu masuk kekolam warga melalui pipa-pipa besi yang airnya berasal dari sungai.
Hutan TNKS
Hutan ini masih
relatif terjaga, karena warga Lebong Tandai juga berperan sebagai penjaga
hutan. Mereka sadar bahwa mata pencaharian mereka yaitu menambang emas sangat
tergantung pada hutan ini. Karena jika hutan ini rusak maka akan berpengaruh
pada sungai dan dam yang mereka gunakan untuk memutar Gelundung atau memutar
turbin listrik. Selain itu, jika hutan ini gundul maka dapat mengakibatkan
longsor, jika terjadi longsong maka akan tertimbunlah desa ini mengingat desa
ini diapit oleh 2 bukit barisan yang masuk kawasan TNKS (taman nasional kerinci
sebelat).
Hasil pendataan yang dilakukan oleh Komunitas Konservasi Indonesia WARSI April 2004 ditemukan tidak kurang 128 tanaman obat, diantaranya Aka beluru (Etanda Phascoloides) obat untuk demam menahun, Akar ali-ali (Tinospora crispa) obat malaria, Antanan (Centella Asiatica) obat mengeringkan luka pasca melahirkan, Inai Aia (Impatiens Balsamina) obat bengkak perut dll, semuanya ada disekitar wilayah TNKS ini.
Hasil pendataan yang dilakukan oleh Komunitas Konservasi Indonesia WARSI April 2004 ditemukan tidak kurang 128 tanaman obat, diantaranya Aka beluru (Etanda Phascoloides) obat untuk demam menahun, Akar ali-ali (Tinospora crispa) obat malaria, Antanan (Centella Asiatica) obat mengeringkan luka pasca melahirkan, Inai Aia (Impatiens Balsamina) obat bengkak perut dll, semuanya ada disekitar wilayah TNKS ini.
Kerajinan Perak
Kerajinan perak ini
masih diusahakan secara sederhana dan dalam skala kecil. Bermacam-macam
perhiasan yang terbuat dari perak seperti cincin, gelang dan kalung dapat
dibeli atau dipesan disini. Yang berbeda disini adalah kita dapat langsung
melihat proses sejak awal dari penambangan sampai proses perak dijadikan
perhiasan. Pengrajin juga menjamin perhiasan perak yang dibuat disini walaupun
dipakai sampai lama warnanya tidak akan berubah kehitam-hitaman. Karena
kwalitas bahan perak benar-benar dijaga alias perak murni. Pemasaran perhiasan
ini sebagian dijual ke luar Lebong Tandai dan sebagian dibeli oleh mereka yang
berkunjung ke sini.
Umat, 18 April 2008.
Sumber : Firnandes Maurisya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar