KOSA kata dalam bahasa Indonesia begitu kaya raya. Kadang, satu kosa kata dengan kosa kata lain yang sama artinya, dibuat berbeda sehingga mempunyai dampak negatif dan positif. Inilah kondisi yang ada saat ini, ketika musim PSB (penerimaan siswa baru) tahun 2009 dijalankan semua sekolah.
Bedanya, ada sekolah RSBI (rintisan sekolah berstandar Internasional), ada RSBN (rintisan sekolah berstandar Nasional) dan ada sekolah masuk kelompok reguler. Dalam aturannya antara RSBI—RSBN dan sekolah nreguler, jelas perbedaannya. Namun, standar perbedaan pada saat kelulusan, masih dipertanyakan. Dan, itu mengakibatkan terjadinya jalur-jalur informal untuk lulus dan untuk diterima pada saat PSB.
Sekolah tingkat SMP dan SMA (tentunya sekolah negeri) yang menyandang status TSBI dan RSBN dalam PSB, dibolehkan meminta sumbangan kepada walimurid untuk satu tahun pelajaran. Tahun kedua dan ketiga, akan diminta lagi sumbangan berdasarkan kesepakatan dengan Komite Sekolah). Sedangkan untuk sekolah yang non RSBI dan RSBN, tidak diperkenankan sama sekali minta sumbangan alias memungut uang dari walimurid saat PSB—kendati pembayarannya melalui 4 tahapan.
Pungutan atau istilah lainnya sumbangan yang menyodorkan formulir sumbangan kepada orangtua murid atau walimurid saat ini sedang marak dijalankan oleh sekolah RSBI, sepertinya tidak memberi pilihan kepada orantua murid atau walimurid. Kendati besarnya sumbangan tidak ada patokan. Paling rendah Rp 500 ribu dan paling tinggi sekitar Rp 6 juta.
Menurut informasi yang dikumpulkan menyebutkan, bahwa minta sumbangan itu merupakan kebijakan kepala sekolah termasuk penggunaannya. Persoalannya akan ada tanggapan ‘kesan’, bahwa besar kecilnya sumbangan yang diberikan melalui isian formulir seperti di SMAN 1 Metro (RSBI) itu berpengaruh kepada lulus tidaknya seorang anak pada PSB. Walau itu dibantah pihak SMAN 1 Metro (Rabu, 24/6) kemarin.
Menurut salah seorang guru yang berwenang di SMAN 1 Metro kemarin, besar kecilnya sumbangan itu tidak ada kaitannya dengan kelulusan seorang peserta PSB. “Ada yang nyumbang sampai Rp 6 juta, tapi tak lulus,” kata guru tadi kepada koran ini. Tapi, ada yang hanya nyumbang Rp 500 ribu, dia lulus.
Kalau itu hanya kebijakan kepala sekolah mengtenai permintaan sumbangan melalui penyodoran formulir sumbangan, maka pertanyaan kemudian mengarah kepada penggunaan dana tersebut. Sebab, bantuan dana pendidikan yang diberikan oleh pemerintah pusat melalui jenis-jenis bantuan dana, dikemanakan? Dan, apa hubungannya dengan sekolah gratis untuk tingkat SD—SMA di seluruh Indonesia?
Kemarin karena pengumuman PSB untuk sekolah RSBI tingkat SMA,. Sampai hari ini perbincangan hangat orangtua atau walimurid masih berkisar antara kata ‘sumbangan’ dan ‘pungutan’ dalam menggunakan kesempatan pada saat para orangttua dan walumurid membutuhkan bantuan untuk anak mereka bisa masuk di sebuah sekolah.
Tapi, pihak Dinas Pendidika pun menyatakan hal yang sama, sumbangan itu tidak memaksa dan sumbangan tersebut dimintakan setelah orangtua/walimurid dipanggil, sehingga ketemu kata sepakat. Bagaimana benar atau tidaknya pola pungutan itu, kebijakan apapun yang menyangkut pemberatan beban orangtua/walimurid menyekolahkan anaknya di sekolah pada tingkatan “sekolah gratis” perlu diperhatikan semua pihak.
Senin, 20 Juli 2009
Sang Mega Bintang
MASIH sangat ingat ketika Jackson Five (lima bersaudara keluarga Jakcson) mendirikan grup band yang akhirnya menjadi grup band cukup terkenal di masa 70-an. Baik di Amerika Serikat maupun di belahan Eropa. Di Indonesia, Jakcson Five cukup populer—kemudian meroketkan Michel Jackson—vocalis Jackson Five. Era Jackson Dive “the super kid” memang banyak berdirinya grup band dengan personil saudara kandung.
Di Indonesia saja misalnya, ada The Panbers (Panbers), Koes Bersaudara dan lainnya. Mereka tumbuh subur dengan populeritas lagu-lagu yang mereka hasilkan dari banyak album.
Superstar, Mega Bintang, King of the King atau apapun namanya bagi kelompok selebritis, memang telah menjadi salah satu racun yang paling berpengaruh terhadap kehidupan manusia (masyarakat). Padahal, predikat-predikat tersebut dengan segala kemewahan yang akan mengalir ke kantong-kantong keuangan sang maha bintang, seratus persen berasal dari rakyat jelata.
Seperti seorang bupati, walikota, gubernur wakil gubernur, presiden dan wakil presiden, anggota DPR, DPRD provinsi, kabupaten/kota. Semuanya berangkat dari suara rakyat. Tetapi, apa yang didapat oleh rakyat dalam siklus demokrasi itu? Takyat hanyalah binatang-binantang ternak yang telur, daging, anak-anaknya serta populasinya menjadi komoditas orang-orang beken.
Padahal, rakyat dapat menggugat kepemilikan saham mereka terhadap kekayaan dan populeritas seseorang, apakah dijalur pemerintahan atau dijalus swasta. Namun, kembali lagi ke demokrasi bahwa “Suara Rakyat Suara Tuhan”, nyatanya “Suara Rakyat adalah Suara Orang Kaya dan Populer”
Karena, suara itu dibeli dengan serangkaian harga nominal. Tidak ada suara yang tidak dibeli dalam konteks kemajuan ilmu pengetahuan dan sosial saat ini. Jacko—panggilan si raja penyanyi pop rock asal Amerka itu atau disebut dengan Afro Amerika. Juga, membeli populeritasnya dengan kemampuan, keunikan dan tingkah polah yang lain dari yang lain.
Seandainya seperti Jacko dan selebritis atau tokoh dunia yang sedemikian hebat di Amerika atau di belahan dunia manapun yang bergaris rasa Negro peduli terhadap benua Afrika dengan penduduknya yang mayoritas miskin. Dalam waktu singkat rakyat di Afrika di semua negara yang bergurun pasir, akan menjadi Mutiara Hitam Dunia dengan kemakmuran dan pesona alam yang wah wah sekali.
Namun, sang Maha Bintang telah tiada dengan cara mendadak meninggal dunia, maka gossippun mengalir bagaikan air bah tanpa mengenal musim hujan. Terus mengalir. Dengan gosip (pro dan kontra, negatif dan positif), sang maha bintang terus menjadi bintang di dalam catatan kenangan perjalanan anak manusia yang selalu bercatatan baik dan buruk.
Hanya saja, catatan baik dan buruk bagi selebritis adalah panennya selebritis, semakin digosipkan buruk semakin kaya ia akan tawaran-tawaran dan tentunya tawaran itu akan berimbas kepada pendapatannya. Model kehidupan zaman sekarang memang demikian. Semakin lontroversialnya seseorang dalam profesinya semakin berpluang ia akan menjadi sang tokoh dan menjadi orang populer. Adalah sama apa yang terjadi di Indonesia, simak Dewi Persik, Ayu Azhari dean adik-adiknya, Manohara, Cici Paramida (yang paling anyar beritanya) dan sebagainya. Amboi !
Di Indonesia saja misalnya, ada The Panbers (Panbers), Koes Bersaudara dan lainnya. Mereka tumbuh subur dengan populeritas lagu-lagu yang mereka hasilkan dari banyak album.
Superstar, Mega Bintang, King of the King atau apapun namanya bagi kelompok selebritis, memang telah menjadi salah satu racun yang paling berpengaruh terhadap kehidupan manusia (masyarakat). Padahal, predikat-predikat tersebut dengan segala kemewahan yang akan mengalir ke kantong-kantong keuangan sang maha bintang, seratus persen berasal dari rakyat jelata.
Seperti seorang bupati, walikota, gubernur wakil gubernur, presiden dan wakil presiden, anggota DPR, DPRD provinsi, kabupaten/kota. Semuanya berangkat dari suara rakyat. Tetapi, apa yang didapat oleh rakyat dalam siklus demokrasi itu? Takyat hanyalah binatang-binantang ternak yang telur, daging, anak-anaknya serta populasinya menjadi komoditas orang-orang beken.
Padahal, rakyat dapat menggugat kepemilikan saham mereka terhadap kekayaan dan populeritas seseorang, apakah dijalur pemerintahan atau dijalus swasta. Namun, kembali lagi ke demokrasi bahwa “Suara Rakyat Suara Tuhan”, nyatanya “Suara Rakyat adalah Suara Orang Kaya dan Populer”
Karena, suara itu dibeli dengan serangkaian harga nominal. Tidak ada suara yang tidak dibeli dalam konteks kemajuan ilmu pengetahuan dan sosial saat ini. Jacko—panggilan si raja penyanyi pop rock asal Amerka itu atau disebut dengan Afro Amerika. Juga, membeli populeritasnya dengan kemampuan, keunikan dan tingkah polah yang lain dari yang lain.
Seandainya seperti Jacko dan selebritis atau tokoh dunia yang sedemikian hebat di Amerika atau di belahan dunia manapun yang bergaris rasa Negro peduli terhadap benua Afrika dengan penduduknya yang mayoritas miskin. Dalam waktu singkat rakyat di Afrika di semua negara yang bergurun pasir, akan menjadi Mutiara Hitam Dunia dengan kemakmuran dan pesona alam yang wah wah sekali.
Namun, sang Maha Bintang telah tiada dengan cara mendadak meninggal dunia, maka gossippun mengalir bagaikan air bah tanpa mengenal musim hujan. Terus mengalir. Dengan gosip (pro dan kontra, negatif dan positif), sang maha bintang terus menjadi bintang di dalam catatan kenangan perjalanan anak manusia yang selalu bercatatan baik dan buruk.
Hanya saja, catatan baik dan buruk bagi selebritis adalah panennya selebritis, semakin digosipkan buruk semakin kaya ia akan tawaran-tawaran dan tentunya tawaran itu akan berimbas kepada pendapatannya. Model kehidupan zaman sekarang memang demikian. Semakin lontroversialnya seseorang dalam profesinya semakin berpluang ia akan menjadi sang tokoh dan menjadi orang populer. Adalah sama apa yang terjadi di Indonesia, simak Dewi Persik, Ayu Azhari dean adik-adiknya, Manohara, Cici Paramida (yang paling anyar beritanya) dan sebagainya. Amboi !
In Memorial KPK
RAKYAT Indonesia harus bangkit melawan kelompok koruptor yang ingin menghancurkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan harus minta pertanggungjawaban Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selaku presiden Republik Indonesia yang ikut andil melemahkan posisi KPK dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Gara-gara ucapan SBY di redaksi Kompas tentang KPK, yang ia weanbti-wanti jangan menjadi seperti lembaga superbody yang tanpa kontrol memadai. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) langsung mendatangi dan ingin mengaudit keuangtan KPK dengan alasan instruksi presiden.
Sangat membingungkan dan sangat jelas rakyat Indonesia dibodohi oleh capres saat membutuhkan dukungan masyarakat, agar dipilih menjadi presiden. Ketika SBY bicara di harian Kompas itu, perlu dipertanyakan dan dijelaskan secara detail dengan payung hukumnya. Apakah saat itu SBY berbicara dalam kapasitas sebagai capres atau presiden?.
Walaupun beberapa saat setelah ribut soal dampak omongan SBY itu, kubu SBY akan menjelaskan duduk soalnya omongan dia itu salah satunya tidak menginstruksikan BPKP untuk mengaudit KPK. Namun, ucapan sudahy terlanjur diucapkan, penjelasannya pasti9 sangat politis. Jika tidak, maka SBY dapat dijerat dengan pasal-pasal pelanggaran peraturan tentang statusnya presiden.
Nasi sudah menjadi bubur, kubu yang sangat ingin menghancurkan KPK (nyatanya sekarang sudah makin dilemahkan), bisa disebut seperti Kejaksaan Agung, Polri dan tentunya disupport (didukung) all in oleh kelompok koruptor di Indonesia. Djoko Chandra tidak akan bisa leluasa lari ke luar negeri, jika tidak dibantuk kelompok pro koruptor. Apalagi berangkat dari Bandara Halim perdana Kusuma—di sana markasnya TNI AU.
Kemudian, pengacara Djoko Chandra harus bertanggungjawab atas pelarian koruptor tersebut. Tapi, apa kenyataannya. Kini semua yang terlibat hanya bermain kata-kata, melebihi kepiawaian sang penyair. Siapa yang bertanggungjawab penuh atas larinya Djoko Chandra? Sekarang bukan saatnya hanya menetapkan Djoko Chandra sebagai buronan.
Sama, sama seperti Edy Tanzil beberapa tahun silam, sama dengan para koruptor kelas kakap lainnya yang seenaknya meninggalkan Indonesia pergi ke China, Singapura, Malaysia atau Amerika Serikat. Kemampuan Polri dipertaruhkan dalam kasus-kasus koruptor yang melarikan diri selama ini.
In Memorial KPK—status itulah yang tepat diberikan kepada posisi KPK saat ini. Kedisiplinan, ketegasan, kelugasan dan keakuratan pelaksanaan tugasnya selama ini, memang telah membuat banyak lembaga yang korup sekuat tenaga untuk menghancurkan KPK. Mulai dari DPR-RI sampai ke Presiden RI. Jadi, apa komitmen SBY sebagai presiden maupun capres untuk meneruskan pemberantasan korupsi di tanah air, belum apa-apa sudah main hakim sendiri (baca kekerasan terhadap wartawan di Papua oleh tim SBY-Boediono).
Kemudian, baca dan simak tekanan-tekanan keras terhadap beberapa kepala daerah untuk memenangkan pasangan SBY-Boediono dalam pilpres 8 Juli 2009 beberapa hgari lagi. Selamatkan KPK, hancurkan komunitas koruptor dari desa sampai istana negara.
Gara-gara ucapan SBY di redaksi Kompas tentang KPK, yang ia weanbti-wanti jangan menjadi seperti lembaga superbody yang tanpa kontrol memadai. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) langsung mendatangi dan ingin mengaudit keuangtan KPK dengan alasan instruksi presiden.
Sangat membingungkan dan sangat jelas rakyat Indonesia dibodohi oleh capres saat membutuhkan dukungan masyarakat, agar dipilih menjadi presiden. Ketika SBY bicara di harian Kompas itu, perlu dipertanyakan dan dijelaskan secara detail dengan payung hukumnya. Apakah saat itu SBY berbicara dalam kapasitas sebagai capres atau presiden?.
Walaupun beberapa saat setelah ribut soal dampak omongan SBY itu, kubu SBY akan menjelaskan duduk soalnya omongan dia itu salah satunya tidak menginstruksikan BPKP untuk mengaudit KPK. Namun, ucapan sudahy terlanjur diucapkan, penjelasannya pasti9 sangat politis. Jika tidak, maka SBY dapat dijerat dengan pasal-pasal pelanggaran peraturan tentang statusnya presiden.
Nasi sudah menjadi bubur, kubu yang sangat ingin menghancurkan KPK (nyatanya sekarang sudah makin dilemahkan), bisa disebut seperti Kejaksaan Agung, Polri dan tentunya disupport (didukung) all in oleh kelompok koruptor di Indonesia. Djoko Chandra tidak akan bisa leluasa lari ke luar negeri, jika tidak dibantuk kelompok pro koruptor. Apalagi berangkat dari Bandara Halim perdana Kusuma—di sana markasnya TNI AU.
Kemudian, pengacara Djoko Chandra harus bertanggungjawab atas pelarian koruptor tersebut. Tapi, apa kenyataannya. Kini semua yang terlibat hanya bermain kata-kata, melebihi kepiawaian sang penyair. Siapa yang bertanggungjawab penuh atas larinya Djoko Chandra? Sekarang bukan saatnya hanya menetapkan Djoko Chandra sebagai buronan.
Sama, sama seperti Edy Tanzil beberapa tahun silam, sama dengan para koruptor kelas kakap lainnya yang seenaknya meninggalkan Indonesia pergi ke China, Singapura, Malaysia atau Amerika Serikat. Kemampuan Polri dipertaruhkan dalam kasus-kasus koruptor yang melarikan diri selama ini.
In Memorial KPK—status itulah yang tepat diberikan kepada posisi KPK saat ini. Kedisiplinan, ketegasan, kelugasan dan keakuratan pelaksanaan tugasnya selama ini, memang telah membuat banyak lembaga yang korup sekuat tenaga untuk menghancurkan KPK. Mulai dari DPR-RI sampai ke Presiden RI. Jadi, apa komitmen SBY sebagai presiden maupun capres untuk meneruskan pemberantasan korupsi di tanah air, belum apa-apa sudah main hakim sendiri (baca kekerasan terhadap wartawan di Papua oleh tim SBY-Boediono).
Kemudian, baca dan simak tekanan-tekanan keras terhadap beberapa kepala daerah untuk memenangkan pasangan SBY-Boediono dalam pilpres 8 Juli 2009 beberapa hgari lagi. Selamatkan KPK, hancurkan komunitas koruptor dari desa sampai istana negara.
Perselingkuhan Antar PNS
KATA yang sangat populer itu, sudah lama menjadi kecenderungan warga masyarakat, termasuk masyarakat pegawai negeri sipil (PNS). Sukses dan lancarnya perselingkuhan antar PNS didukung penuh dengan alat komunikasi handphone (HP)—ponsel—jaringan mobile.
Praktek ‘mesum’ dari perselingkuhan di kalangan PNS dapat berjalan aman, lancar dan enjoy, karena dilakukan pada saat jam-jam kantor. Ketika jam kantor tutup, pasangan selingkuh biasanya sudah berada di rumah masing-masing. Sehingga tidak menimbulkan kecurigaan keluarga atau suami/isteri dari pelaku selingkuhan.
Perselingkuhan antar PNS, terutama di kalangan guru, sangat mudah terjadi yang diawali kepergian bersama (boncengan) dalam tugas-tugas sekolah. Itulah salah satu awal perslingkuhan para guru. Banyak guru selingkuh sesamanya dan tidak jarang seorang guru berselingkuh dengan kepala sekolahnya sendiri. “Dunia memang sudah gila!”
Perbuatan mesum pada perselingkuhan antar PNS yang masing-masing sudah terikat dalam ikatakan pernikahan yang sah, sulit terbongkar, karena jika perempuan selingkuh hamil. Ia punya alasan, wajar karena ia punya suami. Kalau ia pergi dengan atasannya, juga wajar, karena tugas kanbtor atau sekolah. Hanya kabar-kabari yang sering mengungkapkan kasus perselingkuhan tersebut.
Motif maraknya praktek perselingkuhan antar PNS—sampai saat ini tidak diketahui pasti. Apakah mereka karena senang-senangan saja atau memang ada kelainan atau karena yang namanya berhubungan seks dengan cara mencuri kesempatan itu enak dilakukan atau karena sebab lain.
Yang lebih konyol adalah perselingkuhan antara bawahan dan atasan, apalagi kalau ditanya, karena keributan. Mereka dengan enteng menjawab, tidak pernah. Semua kepergian mereka itu dalam rangka tugas kantor atau sekolah. Walaupun tugas-tugas yang dimaksud sudah tidak masuk akal lagi.
Di Metro saja dalam sebulan terakhir ini terungkap (bukan diekspos) beberapa pasangan selingkuh di kalangan PNS. Ada pelakunya seorang kepala dinas dengan bawahannya dan ada sesama PNS. Perselingkuhan dilanjutkan dengan hubungan badan layaknya suami isteri yang sah dalam suatu ikatan perkawinan, dilakukan pada jam-jam kerja atau jam kantor.
Yang cerdik, akan memanfaatkan jasa hotel di Bandarjaya, Natar dan Bandarlampung. Bahkan, informasinya ada yang melakukan hubungan seks di dalam mobil dinas dan di kebun-kebun di seputar Kota Metro. Sudah sedemikian rusakkah moral di kalangan PNS dewasa ini?
Ingat kasus mesum seorang guru asal Bumi Emas, batanghari, Lamtim dengan anggota DPRD Way Kanan lengkap dengan video yang menyebar di internet. Ingat pula kasus video porno PNS Pemprov Lampung beberapa waktu lalu.
Saat inimasih banyak pasangan PNS yang mesum, seperti akhir 2008 sekitar 10 kepala SD di Kecamatan Batanghari, Lamtim dipanggil atasannya karena diduga kuat melakukan ptaktek mesum sesama guru di daerah itu. Bahkan, ada seorang guru SD yang sudah bersel;ingkuh dengan kepala SDnya sejak tahun 1999. sampai kini persoaannya masih tetap menggantung di keluarga masing-masing.
Jadi, benarkah gaya hidup selingkuh di kalangan PNSsaat ini merupakan trend baru kehidupan masyarakat kita? Hanya mereka yang melakukan perselingkuhanlah yang tau persis. Tapi, kita berharap mereka mau tobat nasuha.
Praktek ‘mesum’ dari perselingkuhan di kalangan PNS dapat berjalan aman, lancar dan enjoy, karena dilakukan pada saat jam-jam kantor. Ketika jam kantor tutup, pasangan selingkuh biasanya sudah berada di rumah masing-masing. Sehingga tidak menimbulkan kecurigaan keluarga atau suami/isteri dari pelaku selingkuhan.
Perselingkuhan antar PNS, terutama di kalangan guru, sangat mudah terjadi yang diawali kepergian bersama (boncengan) dalam tugas-tugas sekolah. Itulah salah satu awal perslingkuhan para guru. Banyak guru selingkuh sesamanya dan tidak jarang seorang guru berselingkuh dengan kepala sekolahnya sendiri. “Dunia memang sudah gila!”
Perbuatan mesum pada perselingkuhan antar PNS yang masing-masing sudah terikat dalam ikatakan pernikahan yang sah, sulit terbongkar, karena jika perempuan selingkuh hamil. Ia punya alasan, wajar karena ia punya suami. Kalau ia pergi dengan atasannya, juga wajar, karena tugas kanbtor atau sekolah. Hanya kabar-kabari yang sering mengungkapkan kasus perselingkuhan tersebut.
Motif maraknya praktek perselingkuhan antar PNS—sampai saat ini tidak diketahui pasti. Apakah mereka karena senang-senangan saja atau memang ada kelainan atau karena yang namanya berhubungan seks dengan cara mencuri kesempatan itu enak dilakukan atau karena sebab lain.
Yang lebih konyol adalah perselingkuhan antara bawahan dan atasan, apalagi kalau ditanya, karena keributan. Mereka dengan enteng menjawab, tidak pernah. Semua kepergian mereka itu dalam rangka tugas kantor atau sekolah. Walaupun tugas-tugas yang dimaksud sudah tidak masuk akal lagi.
Di Metro saja dalam sebulan terakhir ini terungkap (bukan diekspos) beberapa pasangan selingkuh di kalangan PNS. Ada pelakunya seorang kepala dinas dengan bawahannya dan ada sesama PNS. Perselingkuhan dilanjutkan dengan hubungan badan layaknya suami isteri yang sah dalam suatu ikatan perkawinan, dilakukan pada jam-jam kerja atau jam kantor.
Yang cerdik, akan memanfaatkan jasa hotel di Bandarjaya, Natar dan Bandarlampung. Bahkan, informasinya ada yang melakukan hubungan seks di dalam mobil dinas dan di kebun-kebun di seputar Kota Metro. Sudah sedemikian rusakkah moral di kalangan PNS dewasa ini?
Ingat kasus mesum seorang guru asal Bumi Emas, batanghari, Lamtim dengan anggota DPRD Way Kanan lengkap dengan video yang menyebar di internet. Ingat pula kasus video porno PNS Pemprov Lampung beberapa waktu lalu.
Saat inimasih banyak pasangan PNS yang mesum, seperti akhir 2008 sekitar 10 kepala SD di Kecamatan Batanghari, Lamtim dipanggil atasannya karena diduga kuat melakukan ptaktek mesum sesama guru di daerah itu. Bahkan, ada seorang guru SD yang sudah bersel;ingkuh dengan kepala SDnya sejak tahun 1999. sampai kini persoaannya masih tetap menggantung di keluarga masing-masing.
Jadi, benarkah gaya hidup selingkuh di kalangan PNSsaat ini merupakan trend baru kehidupan masyarakat kita? Hanya mereka yang melakukan perselingkuhanlah yang tau persis. Tapi, kita berharap mereka mau tobat nasuha.
Final Debat Capres
ACARA debat kandidat calon presiden (capres) dan cawapres telah membrikan keuntungan luar biasa kepada stasiun-stasiun televisi dan promosi produk-produk bisnis melalui layar kaca itu. Pada pesta demokrasi—pemilihan presiden (pilpres) 2009, model debat yang sebelumnya (pilpres sebelumnya) tidak diadakan dengan pertimbangan perkembangan demokrasi yang belum semena-mena seperti sekarang ini. Sangat tidak menarik bagi masyarakat—pemirsa televisi secara umum.
Berbagai acara sejak pemilu 2009 lalu di kemas managemen televisi di Indonesia, ragamnya sangat banyak dan kecenderungannya hanyalah sebuah paket bisnis di panggung manusia-manusia topeng. Mulai dari Ring Politik, Republik BBM, Wawancara Ekslusif atau Akhirnya, Presiden dan Wakil Presiden Bicara sampai kepada debat para capres dan cawapres yang sudah digelar.
Semuanya menjadi konsumsi bisnis media massa—yang acara debatnya sendiri tidak mendekati ruang lingkup debat. Sebab, para capres dan cawapres diminta menyampaikan visi dan misinya sebagai capres, dan kalau terpilih menjadi presiden, apa yang akan dilakukan dalam kondisi bangsa Indonesia saat ini.
Ketika terjadi lontaran ‘jawaban’ atau ‘tanggapan’ yang ada setrum katanya dari seorang capres ke capres lainnya. Maka dianggap serangkaian manuver, provokasi, perseteruan dan “saling serang”, demikian tulis analis politik, analis ekonomi, analis pendidikan, analis militer dan para analis lainnya.
Pada gilirannya ditangkap para Tim Sukses (TS) capres dengan terjemahan yang sering tidak mengena dan jauh dari trotoar persoalan yang sudah dikemas di media televisi (elektronika). Munculnya anggapan dan beranggapan dan atau kesan masing-masing pihak, telah meruntuhkan tembok debat—panggung politik—panggung para badut negeri seribu pulau ini. Yang namanya ‘debat’ tidak akan lepas dari saling tuding-menuding, saling kait-mengkait dan saling uji kemampuan, kemapanan, pengetahuan dan strategi sebagai calon pemimpin suatu bangsa. Sangat keliru jika para analis mengatakan, persinggunggungan kata dan penjelasan dalam debat dianggap tidak masuk materi debat.
Debat itu menyampaikan pandangan-pandangan (objektif—subjektif), pemikiran-pemikiran (realistis—teoritis) dan saling bertanya dan menjuawab dalam rangka mencari suatu tidak pertemuan—apa sih yang harus dilakukan para calon pemimpin bangsa dan negara, jika menjadi presiden—yang akan memberikan berbagai cara konkrit dalam penyelasaian berbagai persoalan di dalam negeri dan hubungannya dengan luar negeri.
Debat itu mewakili rakyat. Oleh karenanya, tidak ada larangan dalam perdebatan, apalagi debar capres—cawapres yang tidak membolehkan capres—cawapres tertentu, untuk menilai dan mengevaluasi ‘program’ andaikan para capres—cawapres yang lainnya. Penting tidak penting menurut capres—cawapres, jika rakyat menganggap penting. Maka itulah kepentingan bangsa dan negara ini. Tentunya, tidak ada satupun rakyat Indonesia yang menghendaki debat capres selama ini hanyalah “debat kusir”, debat yang berdesir-desir bagaikana angin lalu, tidak ada bekasnya, kecuali angin badai yang akan meninggalkan kerusakan wilayah pemukiman dalam kerugian material, jiwa dan secara ekonomi.
Apakah debat capres selama ini termasuk debat kusir, katakanlah dan jawablah dengan hati nurani pada saat pilpres tanggal 8 Juli 2009 mendatang. Waspadalah pilihan, jangan sampai salah pilih.
Berbagai acara sejak pemilu 2009 lalu di kemas managemen televisi di Indonesia, ragamnya sangat banyak dan kecenderungannya hanyalah sebuah paket bisnis di panggung manusia-manusia topeng. Mulai dari Ring Politik, Republik BBM, Wawancara Ekslusif atau Akhirnya, Presiden dan Wakil Presiden Bicara sampai kepada debat para capres dan cawapres yang sudah digelar.
Semuanya menjadi konsumsi bisnis media massa—yang acara debatnya sendiri tidak mendekati ruang lingkup debat. Sebab, para capres dan cawapres diminta menyampaikan visi dan misinya sebagai capres, dan kalau terpilih menjadi presiden, apa yang akan dilakukan dalam kondisi bangsa Indonesia saat ini.
Ketika terjadi lontaran ‘jawaban’ atau ‘tanggapan’ yang ada setrum katanya dari seorang capres ke capres lainnya. Maka dianggap serangkaian manuver, provokasi, perseteruan dan “saling serang”, demikian tulis analis politik, analis ekonomi, analis pendidikan, analis militer dan para analis lainnya.
Pada gilirannya ditangkap para Tim Sukses (TS) capres dengan terjemahan yang sering tidak mengena dan jauh dari trotoar persoalan yang sudah dikemas di media televisi (elektronika). Munculnya anggapan dan beranggapan dan atau kesan masing-masing pihak, telah meruntuhkan tembok debat—panggung politik—panggung para badut negeri seribu pulau ini. Yang namanya ‘debat’ tidak akan lepas dari saling tuding-menuding, saling kait-mengkait dan saling uji kemampuan, kemapanan, pengetahuan dan strategi sebagai calon pemimpin suatu bangsa. Sangat keliru jika para analis mengatakan, persinggunggungan kata dan penjelasan dalam debat dianggap tidak masuk materi debat.
Debat itu menyampaikan pandangan-pandangan (objektif—subjektif), pemikiran-pemikiran (realistis—teoritis) dan saling bertanya dan menjuawab dalam rangka mencari suatu tidak pertemuan—apa sih yang harus dilakukan para calon pemimpin bangsa dan negara, jika menjadi presiden—yang akan memberikan berbagai cara konkrit dalam penyelasaian berbagai persoalan di dalam negeri dan hubungannya dengan luar negeri.
Debat itu mewakili rakyat. Oleh karenanya, tidak ada larangan dalam perdebatan, apalagi debar capres—cawapres yang tidak membolehkan capres—cawapres tertentu, untuk menilai dan mengevaluasi ‘program’ andaikan para capres—cawapres yang lainnya. Penting tidak penting menurut capres—cawapres, jika rakyat menganggap penting. Maka itulah kepentingan bangsa dan negara ini. Tentunya, tidak ada satupun rakyat Indonesia yang menghendaki debat capres selama ini hanyalah “debat kusir”, debat yang berdesir-desir bagaikana angin lalu, tidak ada bekasnya, kecuali angin badai yang akan meninggalkan kerusakan wilayah pemukiman dalam kerugian material, jiwa dan secara ekonomi.
Apakah debat capres selama ini termasuk debat kusir, katakanlah dan jawablah dengan hati nurani pada saat pilpres tanggal 8 Juli 2009 mendatang. Waspadalah pilihan, jangan sampai salah pilih.
Masyarakat Fenomenal
KECENDERUNGAN terhadap hal-hal yang nyeleneh, aneh, yang dicantoli suasana lucu, sedih, haru dan tidak tahu menahu, sudah menjadi gata hidup masyarakat Indonesia. Seperti apa sosok manusia Indonesia sebenarnya—masih dalam proses penelitian yang tak pernah diteliti.
Pada saat munculnya keanehan dari serangkaian perbuatan seseorang, maka saat itulah masyarakat menilainya sebagai sesuatu yang luar biasa yang mengandung nilai-nilai magis terhadap kehidupan.
Mungkin potret masyarakat demikian membuat Mbah Maridjan dari status orang biasa, suruhan dan kepatuhan atas mitos menjadi terkenal seantero jagat. Bukan hanya di Indonesia, di luar negeri pun nama Mbah Maridjan cukup populer—mengakibatkan banyaknya inspirasi bisnis dilahirkan dari sosok fenomenal itu. Padahal, Mbah Maridjan adalah manusia biasa—yang dengan disiplin kepatuhannya terhadap mitos kerajaan Mataram, menjadikan ia seorang yang terkenal dan sangat populer.
Begitu pula dengan Mbah Surip yang tiba-tiba meluluhlantakkan lagu-lagu populer yang dilantunkan penyanyi-penyanyi band atau penyanyi solo tentang cinta. Surip yang dengan kelakatnya lebih suka menempelkan predikatnya sebagai mbah atau mister itu telah terbukti mampu membuktikan bahwa musik Indonesia memang centang prenang. Yang aneh dan tidak ada apa-apanya bisa menjadi yang luar biasa.
Dibandingkan dengan syair-syair lagu yang selama ini kita dengar dan ditayangkan, maka syair lagu Tak Gendong tidak istimewa. Sangat sederhana, lugu. Dari pengucapan kata-katanya, syairnya, suaranya sangat sederhana. Hanya ‘mbah’ Surip yang fenomenal. Itu mengingatkan kepada Manohara, Cici Paramitha, Pritha Mulyasari, Dedy Calbuzer, Museum Murinya bos Jamu Jago, Jaya Suprana atau gaya Budi Handuk.
Khusus mengenai Mbah Surip—kendati syair dan liric lagunya yang sangat sederhana. Memang menyimpan misteri nilai yang sangat luar biasa. Mbah Surip ingin membuktikan bahwa masyarakat Indonesia menginginkan sesuatu yang baru, walau sederhana dan hanya mengandalkjan karakter lucu.
Ia tak perlu membuat kata-kata syair lagunya yang puitis, romantis atau berkesan sangat indah menggunakan kosa kata bahasa. Ternyata, lagu-lagu Mbah Surip mampu mengalahkan lagu-lagu ciptaan pemusik hebat Indonesia masa kini. Dalam sekejap waktu CD lagu Tak gendong laris bak kacang goreng mengikuti penjualan album-album lagu Ungu, Nidji, ST 12 dan lainnya.
Sementara itu syair lagu-lagu pemusik atau penyanyi lainnya masih berusaha tetap mempertahankan syair-syair yang menggunakan kosa kata indah, penuh dengan filosofi bahasa dan seperti ingin menjadi penyanyi pujangga. Dari fenomena mbah Surip dengan lagu Tak gendongnya itu, terlalu banyak untuk disingkapkan tentang situasi dan kondisi masyarakat Indonesia sampai saat ini.
Krisis yang melanda di semua bidang telah menjadikan masyarakat Indonesia menganggap hidup ini “jalani saja”. tidak perlu nlimet mikirin soal politik, kalau ada pemilu, pilkada—yang penting ada yang mau kasih uang, selesai. Kalau tidak ya cari makan di sektor lain. Kesimpulannya bahwa masyarakat Indonesia begitu pesimis dengan para pemimpinnya yang melaksanakan roda pemerintahan yang hanya dipenuhi dengan slogan, tetapi kenyataannya terlalu banyak yang diabaikan. Walau itu menyangkut harga diri bangsa dan negara Indonesia sendiri.
Pada saat munculnya keanehan dari serangkaian perbuatan seseorang, maka saat itulah masyarakat menilainya sebagai sesuatu yang luar biasa yang mengandung nilai-nilai magis terhadap kehidupan.
Mungkin potret masyarakat demikian membuat Mbah Maridjan dari status orang biasa, suruhan dan kepatuhan atas mitos menjadi terkenal seantero jagat. Bukan hanya di Indonesia, di luar negeri pun nama Mbah Maridjan cukup populer—mengakibatkan banyaknya inspirasi bisnis dilahirkan dari sosok fenomenal itu. Padahal, Mbah Maridjan adalah manusia biasa—yang dengan disiplin kepatuhannya terhadap mitos kerajaan Mataram, menjadikan ia seorang yang terkenal dan sangat populer.
Begitu pula dengan Mbah Surip yang tiba-tiba meluluhlantakkan lagu-lagu populer yang dilantunkan penyanyi-penyanyi band atau penyanyi solo tentang cinta. Surip yang dengan kelakatnya lebih suka menempelkan predikatnya sebagai mbah atau mister itu telah terbukti mampu membuktikan bahwa musik Indonesia memang centang prenang. Yang aneh dan tidak ada apa-apanya bisa menjadi yang luar biasa.
Dibandingkan dengan syair-syair lagu yang selama ini kita dengar dan ditayangkan, maka syair lagu Tak Gendong tidak istimewa. Sangat sederhana, lugu. Dari pengucapan kata-katanya, syairnya, suaranya sangat sederhana. Hanya ‘mbah’ Surip yang fenomenal. Itu mengingatkan kepada Manohara, Cici Paramitha, Pritha Mulyasari, Dedy Calbuzer, Museum Murinya bos Jamu Jago, Jaya Suprana atau gaya Budi Handuk.
Khusus mengenai Mbah Surip—kendati syair dan liric lagunya yang sangat sederhana. Memang menyimpan misteri nilai yang sangat luar biasa. Mbah Surip ingin membuktikan bahwa masyarakat Indonesia menginginkan sesuatu yang baru, walau sederhana dan hanya mengandalkjan karakter lucu.
Ia tak perlu membuat kata-kata syair lagunya yang puitis, romantis atau berkesan sangat indah menggunakan kosa kata bahasa. Ternyata, lagu-lagu Mbah Surip mampu mengalahkan lagu-lagu ciptaan pemusik hebat Indonesia masa kini. Dalam sekejap waktu CD lagu Tak gendong laris bak kacang goreng mengikuti penjualan album-album lagu Ungu, Nidji, ST 12 dan lainnya.
Sementara itu syair lagu-lagu pemusik atau penyanyi lainnya masih berusaha tetap mempertahankan syair-syair yang menggunakan kosa kata indah, penuh dengan filosofi bahasa dan seperti ingin menjadi penyanyi pujangga. Dari fenomena mbah Surip dengan lagu Tak gendongnya itu, terlalu banyak untuk disingkapkan tentang situasi dan kondisi masyarakat Indonesia sampai saat ini.
Krisis yang melanda di semua bidang telah menjadikan masyarakat Indonesia menganggap hidup ini “jalani saja”. tidak perlu nlimet mikirin soal politik, kalau ada pemilu, pilkada—yang penting ada yang mau kasih uang, selesai. Kalau tidak ya cari makan di sektor lain. Kesimpulannya bahwa masyarakat Indonesia begitu pesimis dengan para pemimpinnya yang melaksanakan roda pemerintahan yang hanya dipenuhi dengan slogan, tetapi kenyataannya terlalu banyak yang diabaikan. Walau itu menyangkut harga diri bangsa dan negara Indonesia sendiri.
DPT Masalah Tak Masalah
KEPUTUSAN Mahkamah Konstitusi (MK) tentang Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang kian dekat dengan hari I Pilpres kian bermasalah, diputuskan boleh menggunakan KTP atau paspor bagi yang tidak tercantum namanya di DPT. Penggunaan KTP tersebut MK menggunakan dasar pasal 28 dan pasal 111 UU No 42/2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.
Amar putusan sidang rapat pleno terbuka MK ini, dinyatakan sudah sesuai dengan UU No 24/2003 tentang MK dengan Lembaran Negara (LN) Republik Indonesia tahun 2003 No 98, Tmbahan Lembaran Negara (TLN) Republik Indonesia No 4316. Apakah keputusan MK itu sudah menyelesaikan masalah DPT yang dimasalahkan? Tergantung. Bagaimana proses pelaksanaan pilpres dan hasilnya. Hanya apakah penggunaan KTP atau paspor itu sudah dibuat prosesnya sedemikian rupa. Sebab, dari jumlah pemilih pasti bertambah dan kemungkinan-kemungkinan KTP aspal atau paspor aspal bisa saja merusak mekanisme tambahan yang sudah dibuat dalam waktu relatif singkat itu.
Kalau terjadi kerusakan pada sistemnya nanti, apakah sudah diantisipasi imbas ke hasil pilpresnya. Misalnya kesalahan KPU yang mensosialisasikan pilpres dengan memberi contrengan pada gambar SBY—Boediono yang sangat fatal kesalahannya. Jika dimaafkan, namun pengaruh yang sudah disebarkan lewat spanduk dan stiker itu sudah mengakar pada sebagian pemilih.
Seperti itu memang sudah menjadi trend di masyarakat Indonesia. Yang penting berantem dulu, nantinya pasti dama dan ada yang mendamaikan dengan bahasa tuturnya, “saling memaafkan dan tidak ada gunanya konfrontasi antar masyarakat dan seterus” Akibat semua itu, penegakan hukum tidak jalan, rasa keadilan di tengah masyarakat menjadi tersumbat.
Bagaimana sebaiknya? Proses demokrasi jalan terus, proses penegakan hukum dipercepat dan proses pembangunan manusia Indonesia seutuhnya terus dipacu dan terus disadarkan tentang betapa penting artinya. Seperti sudah dimaklumi, kalau gaya hidup masyarakat Indonesia 10-an terakhir mengarah kepada glamourous life style,pPractise, pragmatic and secular sudah diambang batas penghancuran national building. National building dibangun merupakan suatu keharusan bagi bangsa dan suatu negara yang memiliki keragaman etnis—suku bangsa.
Jika tidak, kekuatan perekat kesatuan dan persatuan bangsa akan menjadi sangat longgar dan mudah terjadinya konflik yang mengarah kepada perpecahan di dalam negeri sendiri. Sudah banyak contohnya, Uni Soviet, Yugoslawakia, India (Pakistan, India, Bangladesh dan Sri Lanka).
Indonesia dalam jejak perjalanannya dua puluh tahun terakhir menunjukkan gejala konflik yang menajam dan sulit dituntaskan, apalagi sudah memasuki atmosfir politik pemerintah yang cenderung menjalankan perekonomiannya secara liberal, kapital dan hanya mewakili kepentingan golongan minoritas (pejabat dan pengusaha).
Berkaitan dengan DPT bermasalah tak bermasal sekarang ini yang oleh banyak kalangan memang sengaja direncanakan oleh tim insumbent yang tengah memperjuangkan jabatan presiden untuk kedua kalinya. Masalah DPT sebenarnya adalah masalah kinerja dan sinerjis para pelaksana pemilu, baik pemilu legislatif maupun pemilu presiden atau pilkada yang rutin dilaksanakan. Yang penting bagaimana menanusiakan para panitianya dengan baik dengan terus memagang tegus independensi dan netralitas kerja.
Amar putusan sidang rapat pleno terbuka MK ini, dinyatakan sudah sesuai dengan UU No 24/2003 tentang MK dengan Lembaran Negara (LN) Republik Indonesia tahun 2003 No 98, Tmbahan Lembaran Negara (TLN) Republik Indonesia No 4316. Apakah keputusan MK itu sudah menyelesaikan masalah DPT yang dimasalahkan? Tergantung. Bagaimana proses pelaksanaan pilpres dan hasilnya. Hanya apakah penggunaan KTP atau paspor itu sudah dibuat prosesnya sedemikian rupa. Sebab, dari jumlah pemilih pasti bertambah dan kemungkinan-kemungkinan KTP aspal atau paspor aspal bisa saja merusak mekanisme tambahan yang sudah dibuat dalam waktu relatif singkat itu.
Kalau terjadi kerusakan pada sistemnya nanti, apakah sudah diantisipasi imbas ke hasil pilpresnya. Misalnya kesalahan KPU yang mensosialisasikan pilpres dengan memberi contrengan pada gambar SBY—Boediono yang sangat fatal kesalahannya. Jika dimaafkan, namun pengaruh yang sudah disebarkan lewat spanduk dan stiker itu sudah mengakar pada sebagian pemilih.
Seperti itu memang sudah menjadi trend di masyarakat Indonesia. Yang penting berantem dulu, nantinya pasti dama dan ada yang mendamaikan dengan bahasa tuturnya, “saling memaafkan dan tidak ada gunanya konfrontasi antar masyarakat dan seterus” Akibat semua itu, penegakan hukum tidak jalan, rasa keadilan di tengah masyarakat menjadi tersumbat.
Bagaimana sebaiknya? Proses demokrasi jalan terus, proses penegakan hukum dipercepat dan proses pembangunan manusia Indonesia seutuhnya terus dipacu dan terus disadarkan tentang betapa penting artinya. Seperti sudah dimaklumi, kalau gaya hidup masyarakat Indonesia 10-an terakhir mengarah kepada glamourous life style,pPractise, pragmatic and secular sudah diambang batas penghancuran national building. National building dibangun merupakan suatu keharusan bagi bangsa dan suatu negara yang memiliki keragaman etnis—suku bangsa.
Jika tidak, kekuatan perekat kesatuan dan persatuan bangsa akan menjadi sangat longgar dan mudah terjadinya konflik yang mengarah kepada perpecahan di dalam negeri sendiri. Sudah banyak contohnya, Uni Soviet, Yugoslawakia, India (Pakistan, India, Bangladesh dan Sri Lanka).
Indonesia dalam jejak perjalanannya dua puluh tahun terakhir menunjukkan gejala konflik yang menajam dan sulit dituntaskan, apalagi sudah memasuki atmosfir politik pemerintah yang cenderung menjalankan perekonomiannya secara liberal, kapital dan hanya mewakili kepentingan golongan minoritas (pejabat dan pengusaha).
Berkaitan dengan DPT bermasalah tak bermasal sekarang ini yang oleh banyak kalangan memang sengaja direncanakan oleh tim insumbent yang tengah memperjuangkan jabatan presiden untuk kedua kalinya. Masalah DPT sebenarnya adalah masalah kinerja dan sinerjis para pelaksana pemilu, baik pemilu legislatif maupun pemilu presiden atau pilkada yang rutin dilaksanakan. Yang penting bagaimana menanusiakan para panitianya dengan baik dengan terus memagang tegus independensi dan netralitas kerja.
Dana Kampanye
SECARA keseluruhan jumlah uang yang beredar selama proses pemilu presiden (pilpres) dari ketiga pasangan calon tercatat Rp 257.600.050.000,- (Mega-Pro) + Rp 200.470.446.232,- (SBY—Boediono) + JK—Win Rp 83.327.864.390,- = Rp 541.398.360.522,- atau setengah triliun lebih. “Wowww banyak sekali!”. Pertanyaan yang paling mudah dilontarkan adalah apakah uang sebanyak itu memang sengaja untuk dibuang sia-sia, terutama bagi pasangan yang memenangkan pilpres 2009 ini?
jumlah dana demikian menimbulkan angan dan berandai-andai tentang kalau uang sebanyak itu untuk ini dan itu. Woowww pasti mampu dinikmati rakyat banyak.
Namun, sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan potensi manusia, alam dan letak yang strategis tersebut. Dunia berandai-andai, tidak boleh ditradisikan. Karena akan memperpanjang sifat dan sikap yang selalu ingin dijajah oleh bangsa lain. Kurun waktu lima tahun ke depan ada beberapa skala perioritas yang harus menjadi pekerjaan pasangan presiden.
Pertama masalah tingginya biaya kebutuhan vital rakyat, seperti listrik, BBM, telepon , transportasi serta sandang pangan dan papan. Kedua, menyelamatkan ekosistem alam Indonesia dengan menghentikan semua bentuk eksploatasi hutan. Baikuntuk industri berat maupun untuk perkebunan, pertanian skala besar dengan menghidupkan tradisi kearifan lokal yang dimiliki oleh setiap rakyat di masing-masing daerah.
Ketiga, mengikis habis praktek KKN, pecundang penengakan supremasi hukum dari dalam tubuh institusi lembaga penegakan hukum seperti polri, kejaksaan, pengadilan dengan meningkatkan fungsi independennya dalam melakukan penegakan hukum. Kelima, meletakkan dasar pendidikan bangsa Indonesia yang stabil, permanen dan upto date dan keenam adalah meningkatkan kekuatan perekat bangsa untuk menjaga kedaulatan negara Indonesia tetap utuh dalam kesatuan dan persatuan.
Ketujuh adalah membuang semua produk hukum yang tumpang tindih dengan hukum lainnya secara hirarki dengan memperjelas fungsi, wewenang dan kekuasaan masing-masing lembaga yang ikut menjadi penyelenggaraan roda pemerintahan.
Sebenarnya ketujuh pokok persoalan itulah yang harusnya di dalam kampanye para pasangan capres untuk diungkapkan dijelaskan kepada rakyat—bukan opinian belaka serta akan dilaksanakan ketika mereka terpilih nanti. Tanggungjawab sebagai pemimpin bangsa harus diletakkan di atas dasar moral dan martabat manusia Indonesia. Ketika tidak mampu menyelesaikan krisis yang sedang berjalan, seharusnya presiden dan para menteri mundur dari jabatan.
Dan, tidak boleh melakukan kebohongan terhadap publik sendiri. Perombakan harus dilakukan secara total, mengingat reformasi Indonesia sudah gagal membawa bangsa ini ke luar dari krisis multidimensional dengan dampak yang sangat dahsyat terhadap kehidupan rakyat di semua sektor.
Indonesia memiliki dasar perekonomian dan ideologi, akan tetapi para pemimpin membawa persoalannya ke perekonomian berazas kapital—liberal dan ideologi sekuler yang merupakan ancaman kelangsungan hidup bangsa Indonesia sekarang dan ke depan.
Pilpres ini merupakan momentum terbaik dalam sebelum pelaksanaan pencontrengan pilpres. Banyak orang menjadi pesimis dan terpaku pada garis kemiskinanb bangsa yang terus merosot tajam, terutama bidang ekonomi dan kemajuan bangsa.kesempatan perjalanan bangsa dan negara, akan tetapi melihat persoalan yang muncul
jumlah dana demikian menimbulkan angan dan berandai-andai tentang kalau uang sebanyak itu untuk ini dan itu. Woowww pasti mampu dinikmati rakyat banyak.
Namun, sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan potensi manusia, alam dan letak yang strategis tersebut. Dunia berandai-andai, tidak boleh ditradisikan. Karena akan memperpanjang sifat dan sikap yang selalu ingin dijajah oleh bangsa lain. Kurun waktu lima tahun ke depan ada beberapa skala perioritas yang harus menjadi pekerjaan pasangan presiden.
Pertama masalah tingginya biaya kebutuhan vital rakyat, seperti listrik, BBM, telepon , transportasi serta sandang pangan dan papan. Kedua, menyelamatkan ekosistem alam Indonesia dengan menghentikan semua bentuk eksploatasi hutan. Baikuntuk industri berat maupun untuk perkebunan, pertanian skala besar dengan menghidupkan tradisi kearifan lokal yang dimiliki oleh setiap rakyat di masing-masing daerah.
Ketiga, mengikis habis praktek KKN, pecundang penengakan supremasi hukum dari dalam tubuh institusi lembaga penegakan hukum seperti polri, kejaksaan, pengadilan dengan meningkatkan fungsi independennya dalam melakukan penegakan hukum. Kelima, meletakkan dasar pendidikan bangsa Indonesia yang stabil, permanen dan upto date dan keenam adalah meningkatkan kekuatan perekat bangsa untuk menjaga kedaulatan negara Indonesia tetap utuh dalam kesatuan dan persatuan.
Ketujuh adalah membuang semua produk hukum yang tumpang tindih dengan hukum lainnya secara hirarki dengan memperjelas fungsi, wewenang dan kekuasaan masing-masing lembaga yang ikut menjadi penyelenggaraan roda pemerintahan.
Sebenarnya ketujuh pokok persoalan itulah yang harusnya di dalam kampanye para pasangan capres untuk diungkapkan dijelaskan kepada rakyat—bukan opinian belaka serta akan dilaksanakan ketika mereka terpilih nanti. Tanggungjawab sebagai pemimpin bangsa harus diletakkan di atas dasar moral dan martabat manusia Indonesia. Ketika tidak mampu menyelesaikan krisis yang sedang berjalan, seharusnya presiden dan para menteri mundur dari jabatan.
Dan, tidak boleh melakukan kebohongan terhadap publik sendiri. Perombakan harus dilakukan secara total, mengingat reformasi Indonesia sudah gagal membawa bangsa ini ke luar dari krisis multidimensional dengan dampak yang sangat dahsyat terhadap kehidupan rakyat di semua sektor.
Indonesia memiliki dasar perekonomian dan ideologi, akan tetapi para pemimpin membawa persoalannya ke perekonomian berazas kapital—liberal dan ideologi sekuler yang merupakan ancaman kelangsungan hidup bangsa Indonesia sekarang dan ke depan.
Pilpres ini merupakan momentum terbaik dalam sebelum pelaksanaan pencontrengan pilpres. Banyak orang menjadi pesimis dan terpaku pada garis kemiskinanb bangsa yang terus merosot tajam, terutama bidang ekonomi dan kemajuan bangsa.kesempatan perjalanan bangsa dan negara, akan tetapi melihat persoalan yang muncul
Dana Kampanye
SECARA keseluruhan jumlah uang yang beredar selama proses pemilu presiden (pilpres) dari ketiga pasangan calon tercatat Rp 257.600.050.000,- (Mega-Pro) + Rp 200.470.446.232,- (SBY—Boediono) + JK—Win Rp 83.327.864.390,- = Rp 541.398.360.522,- atau setengah triliun lebih. “Wowww banyak sekali!”. Pertanyaan yang paling mudah dilontarkan adalah apakah uang sebanyak itu memang sengaja untuk dibuang sia-sia, terutama bagi pasangan yang memenangkan pilpres 2009 ini?
jumlah dana demikian menimbulkan angan dan berandai-andai tentang kalau uang sebanyak itu untuk ini dan itu. Woowww pasti mampu dinikmati rakyat banyak.
Namun, sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan potensi manusia, alam dan letak yang strategis tersebut. Dunia berandai-andai, tidak boleh ditradisikan. Karena akan memperpanjang sifat dan sikap yang selalu ingin dijajah oleh bangsa lain. Kurun waktu lima tahun ke depan ada beberapa skala perioritas yang harus menjadi pekerjaan pasangan presiden.
Pertama masalah tingginya biaya kebutuhan vital rakyat, seperti listrik, BBM, telepon , transportasi serta sandang pangan dan papan. Kedua, menyelamatkan ekosistem alam Indonesia dengan menghentikan semua bentuk eksploatasi hutan. Baikuntuk industri berat maupun untuk perkebunan, pertanian skala besar dengan menghidupkan tradisi kearifan lokal yang dimiliki oleh setiap rakyat di masing-masing daerah.
Ketiga, mengikis habis praktek KKN, pecundang penengakan supremasi hukum dari dalam tubuh institusi lembaga penegakan hukum seperti polri, kejaksaan, pengadilan dengan meningkatkan fungsi independennya dalam melakukan penegakan hukum. Kelima, meletakkan dasar pendidikan bangsa Indonesia yang stabil, permanen dan upto date dan keenam adalah meningkatkan kekuatan perekat bangsa untuk menjaga kedaulatan negara Indonesia tetap utuh dalam kesatuan dan persatuan.
Ketujuh adalah membuang semua produk hukum yang tumpang tindih dengan hukum lainnya secara hirarki dengan memperjelas fungsi, wewenang dan kekuasaan masing-masing lembaga yang ikut menjadi penyelenggaraan roda pemerintahan.
Sebenarnya ketujuh pokok persoalan itulah yang harusnya di dalam kampanye para pasangan capres untuk diungkapkan dijelaskan kepada rakyat—bukan opinian belaka serta akan dilaksanakan ketika mereka terpilih nanti. Tanggungjawab sebagai pemimpin bangsa harus diletakkan di atas dasar moral dan martabat manusia Indonesia. Ketika tidak mampu menyelesaikan krisis yang sedang berjalan, seharusnya presiden dan para menteri mundur dari jabatan.
Dan, tidak boleh melakukan kebohongan terhadap publik sendiri. Perombakan harus dilakukan secara total, mengingat reformasi Indonesia sudah gagal membawa bangsa ini ke luar dari krisis multidimensional dengan dampak yang sangat dahsyat terhadap kehidupan rakyat di semua sektor.
Indonesia memiliki dasar perekonomian dan ideologi, akan tetapi para pemimpin membawa persoalannya ke perekonomian berazas kapital—liberal dan ideologi sekuler yang merupakan ancaman kelangsungan hidup bangsa Indonesia sekarang dan ke depan.
Pilpres ini merupakan momentum terbaik dalam sebelum pelaksanaan pencontrengan pilpres. Banyak orang menjadi pesimis dan terpaku pada garis kemiskinanb bangsa yang terus merosot tajam, terutama bidang ekonomi dan kemajuan bangsa.kesempatan perjalanan bangsa dan negara, akan tetapi melihat persoalan yang muncul
Sebuah Pengakuan
kolom Naim Emel Prahana
MEMANG sudah lama terdengar kabar yang dapat dengan mudah dibuktikan di dunia pendidikan. Sayangnya, aparat penegak hukum tidak punya greget atau tidak memiliki kemampuan untuk melakukan penyelidikan sampai ke proses hukum terhadap penyalahgunaan anggaran bantuan untuk sekolah-sekolah di daerah yang jumlah keseluruhannya setiap tahun. Dapat mencapai puluhan miliar untuk sekolah-sekolah di wilayah satu kabupaten atau kota saja.
Sangat menarik, Minggu (12/7/2008) kemarin ketika bertemu dengan mantan kepala sekolah menengah pertama. Dia bicara blak-blakan. Menurutnya, untuk menghabiskan dana-dana bantuan dari pusat dan daerah betapa sulitnya. “Sulit sekali menghabiskan anggaran bantuan untuk sekolah setiap tahunnya,” kata dia dengan menguraikan pengalamannya.
Namun, sampai sekarang berbagai instansi pemerintah, termasuk instansi penegakan hukum, sepertinya buta dengan penyalahgunaan anggaran-anggaran dana bantuan untuk sekolah tersebut. Sehingga seorang kepala sekolah dengan mudah memperkaya dirinya. Sementara, sistem laporan pertanggungjawaban setiap penggunaan dari oleh sekolah-sekolah, sangat longgar. Tidak ada pengawasan, pemeriksaan dan audit penggunaan dana yang dilaporan dalam pertanggungajawaban itu.
Padahal, dalam beberapa juklak tentang dana-dana bantuan dari pusat untuk sekolah-sekolah di daerah pihak yang ikut mengawasi, termasuk pemerintah daerah, inspektorat, dinas pendidikan dan lembaga-lembaga swadya masyarakat. Namun, sejauh ini semua pihak tersebut seperti tutup mata tutup telinga terhadap penggunaan dana-dana bantuan untuk sekolah tersebut.
Akibatnya, beberapa oknum pengelola sekolah dengan leluasa mengeruk keuntungan secara pribadi dan berkelompok. Sedangkan laporan pertanggunjawabannya sangat diragukan. Namun, oknum-oknum di sekolah-sekolah yang menerima bantuan sudah mempunyai kiat untuk membuat bukti palsu penggunaan dana-dana tersebut.
Penyalahgunaan dana bantuan oleh pengelola sekolah di daerah, diduga kuat kaitannya dengan peranan seorang Kabid Dikdasmen dan Kabid Dikmen, juga Kadis Pendidikan dan Kabid bagian perencanaan. Oleh karena itu, dirasa sangat perlu melakukan mutasi para pejabat dan pegawai di lingkungan Dinas Pendidikan yang sudah terlalu bertugas di sana.
Mutasi itu sekaligus sebagai upaya meningkatkan kualitas dunia pendidikan dan efektivitas dan efisiensi daya guna dana-dana bantuan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat. Sebab, sebegitu banyaknya dana bantuan yang diterima sekolah, toh masih banyak sekolah yang menerima dana bantuan yang kondisinya memprihatinkan.
Jalan pemecahannya adalah mengaudit semua keuangan sekolah, mulai dari SD sampai ke PT, khususnya yang menjadi langganan sebagai penerima dana bantuan melalui berbagai program myang dikucurkan pemerintah. jika tidak, dana APBN yang begitu besar dikeluarkans etiap tahunnya untuk dunia pendidikan. Tidak akan merubah kondisi dunia pendidikan di Indonesia. Sekarang, Pemda/Pemkot di daerah perlu serius memperhatikan penggunaan dana dari APBN tersebut, bukan hanya mengawasi dana-dana bantuan dari APBD. Sebab, dana APBN merupakan kunci pelaksanaan roda pendidikan di seluruh Indonesia. Sekali lagi, jika tidak diaudit, maka banyak sekali dana rakyat yang diambil oleh oknum-oknum kepala sekolah dan kroninya.
MEMANG sudah lama terdengar kabar yang dapat dengan mudah dibuktikan di dunia pendidikan. Sayangnya, aparat penegak hukum tidak punya greget atau tidak memiliki kemampuan untuk melakukan penyelidikan sampai ke proses hukum terhadap penyalahgunaan anggaran bantuan untuk sekolah-sekolah di daerah yang jumlah keseluruhannya setiap tahun. Dapat mencapai puluhan miliar untuk sekolah-sekolah di wilayah satu kabupaten atau kota saja.
Sangat menarik, Minggu (12/7/2008) kemarin ketika bertemu dengan mantan kepala sekolah menengah pertama. Dia bicara blak-blakan. Menurutnya, untuk menghabiskan dana-dana bantuan dari pusat dan daerah betapa sulitnya. “Sulit sekali menghabiskan anggaran bantuan untuk sekolah setiap tahunnya,” kata dia dengan menguraikan pengalamannya.
Namun, sampai sekarang berbagai instansi pemerintah, termasuk instansi penegakan hukum, sepertinya buta dengan penyalahgunaan anggaran-anggaran dana bantuan untuk sekolah tersebut. Sehingga seorang kepala sekolah dengan mudah memperkaya dirinya. Sementara, sistem laporan pertanggungjawaban setiap penggunaan dari oleh sekolah-sekolah, sangat longgar. Tidak ada pengawasan, pemeriksaan dan audit penggunaan dana yang dilaporan dalam pertanggungajawaban itu.
Padahal, dalam beberapa juklak tentang dana-dana bantuan dari pusat untuk sekolah-sekolah di daerah pihak yang ikut mengawasi, termasuk pemerintah daerah, inspektorat, dinas pendidikan dan lembaga-lembaga swadya masyarakat. Namun, sejauh ini semua pihak tersebut seperti tutup mata tutup telinga terhadap penggunaan dana-dana bantuan untuk sekolah tersebut.
Akibatnya, beberapa oknum pengelola sekolah dengan leluasa mengeruk keuntungan secara pribadi dan berkelompok. Sedangkan laporan pertanggunjawabannya sangat diragukan. Namun, oknum-oknum di sekolah-sekolah yang menerima bantuan sudah mempunyai kiat untuk membuat bukti palsu penggunaan dana-dana tersebut.
Penyalahgunaan dana bantuan oleh pengelola sekolah di daerah, diduga kuat kaitannya dengan peranan seorang Kabid Dikdasmen dan Kabid Dikmen, juga Kadis Pendidikan dan Kabid bagian perencanaan. Oleh karena itu, dirasa sangat perlu melakukan mutasi para pejabat dan pegawai di lingkungan Dinas Pendidikan yang sudah terlalu bertugas di sana.
Mutasi itu sekaligus sebagai upaya meningkatkan kualitas dunia pendidikan dan efektivitas dan efisiensi daya guna dana-dana bantuan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat. Sebab, sebegitu banyaknya dana bantuan yang diterima sekolah, toh masih banyak sekolah yang menerima dana bantuan yang kondisinya memprihatinkan.
Jalan pemecahannya adalah mengaudit semua keuangan sekolah, mulai dari SD sampai ke PT, khususnya yang menjadi langganan sebagai penerima dana bantuan melalui berbagai program myang dikucurkan pemerintah. jika tidak, dana APBN yang begitu besar dikeluarkans etiap tahunnya untuk dunia pendidikan. Tidak akan merubah kondisi dunia pendidikan di Indonesia. Sekarang, Pemda/Pemkot di daerah perlu serius memperhatikan penggunaan dana dari APBN tersebut, bukan hanya mengawasi dana-dana bantuan dari APBD. Sebab, dana APBN merupakan kunci pelaksanaan roda pendidikan di seluruh Indonesia. Sekali lagi, jika tidak diaudit, maka banyak sekali dana rakyat yang diambil oleh oknum-oknum kepala sekolah dan kroninya.
Langganan:
Postingan (Atom)