Senin, 20 Juli 2009

Final Debat Capres

ACARA debat kandidat calon presiden (capres) dan cawapres telah membrikan keuntungan luar biasa kepada stasiun-stasiun televisi dan promosi produk-produk bisnis melalui layar kaca itu. Pada pesta demokrasi—pemilihan presiden (pilpres) 2009, model debat yang sebelumnya (pilpres sebelumnya) tidak diadakan dengan pertimbangan perkembangan demokrasi yang belum semena-mena seperti sekarang ini. Sangat tidak menarik bagi masyarakat—pemirsa televisi secara umum.
Berbagai acara sejak pemilu 2009 lalu di kemas managemen televisi di Indonesia, ragamnya sangat banyak dan kecenderungannya hanyalah sebuah paket bisnis di panggung manusia-manusia topeng. Mulai dari Ring Politik, Republik BBM, Wawancara Ekslusif atau Akhirnya, Presiden dan Wakil Presiden Bicara sampai kepada debat para capres dan cawapres yang sudah digelar.
Semuanya menjadi konsumsi bisnis media massa—yang acara debatnya sendiri tidak mendekati ruang lingkup debat. Sebab, para capres dan cawapres diminta menyampaikan visi dan misinya sebagai capres, dan kalau terpilih menjadi presiden, apa yang akan dilakukan dalam kondisi bangsa Indonesia saat ini.
Ketika terjadi lontaran ‘jawaban’ atau ‘tanggapan’ yang ada setrum katanya dari seorang capres ke capres lainnya. Maka dianggap serangkaian manuver, provokasi, perseteruan dan “saling serang”, demikian tulis analis politik, analis ekonomi, analis pendidikan, analis militer dan para analis lainnya.
Pada gilirannya ditangkap para Tim Sukses (TS) capres dengan terjemahan yang sering tidak mengena dan jauh dari trotoar persoalan yang sudah dikemas di media televisi (elektronika). Munculnya anggapan dan beranggapan dan atau kesan masing-masing pihak, telah meruntuhkan tembok debat—panggung politik—panggung para badut negeri seribu pulau ini. Yang namanya ‘debat’ tidak akan lepas dari saling tuding-menuding, saling kait-mengkait dan saling uji kemampuan, kemapanan, pengetahuan dan strategi sebagai calon pemimpin suatu bangsa. Sangat keliru jika para analis mengatakan, persinggunggungan kata dan penjelasan dalam debat dianggap tidak masuk materi debat.
Debat itu menyampaikan pandangan-pandangan (objektif—subjektif), pemikiran-pemikiran (realistis—teoritis) dan saling bertanya dan menjuawab dalam rangka mencari suatu tidak pertemuan—apa sih yang harus dilakukan para calon pemimpin bangsa dan negara, jika menjadi presiden—yang akan memberikan berbagai cara konkrit dalam penyelasaian berbagai persoalan di dalam negeri dan hubungannya dengan luar negeri.
Debat itu mewakili rakyat. Oleh karenanya, tidak ada larangan dalam perdebatan, apalagi debar capres—cawapres yang tidak membolehkan capres—cawapres tertentu, untuk menilai dan mengevaluasi ‘program’ andaikan para capres—cawapres yang lainnya. Penting tidak penting menurut capres—cawapres, jika rakyat menganggap penting. Maka itulah kepentingan bangsa dan negara ini. Tentunya, tidak ada satupun rakyat Indonesia yang menghendaki debat capres selama ini hanyalah “debat kusir”, debat yang berdesir-desir bagaikana angin lalu, tidak ada bekasnya, kecuali angin badai yang akan meninggalkan kerusakan wilayah pemukiman dalam kerugian material, jiwa dan secara ekonomi.
Apakah debat capres selama ini termasuk debat kusir, katakanlah dan jawablah dengan hati nurani pada saat pilpres tanggal 8 Juli 2009 mendatang. Waspadalah pilihan, jangan sampai salah pilih.

Tidak ada komentar: