Minggu, 30 November 2008

Profil Daerah Kabupaten Lebong

Statistik Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Kabupaten Lebong
Tahun
Statistik Penduduk 2004 2005
Jumlah Pria - 46,843 jiwa
Jumlah Wanita - 44,882 jiwa
Jumlah Total - 91,725 jiwa
Pertumbuhan Penduduk 0 %
Kepadatan Penduduk per km248.00

Profil Daerah Kabupaten Lebong
Profil Komoditi
Menampilkan 1 sampai 4 dari 4
No Sektor / Komoditi Unggulan / Tidak Deskripsi
1 Sekunder-Industri:Industri Kelapa Terpadu Unggulan
Bahan baku & Ketersediaan di daerah (Untuk Kom. Sekunder Tersier) Kelapa (2,645.00 ton)
2 Sekunder-Industri:Industri Minyak Kelapa Unggulan
Bahan baku & Ketersediaan di daerah (Untuk Kom. Sekunder Tersier) Kelapa (2,645.00 ton)
3 Sekunder-Industri:Industri Minyak Pacheoli Unggulan
Bahan baku & Ketersediaan di daerah (Untuk Kom. Sekunder Tersier) Nilam (1,161.00 ton)
4 Sekunder-Industri:Industri Oleokimia Kelapa Unggulan
Bahan baku & Ketersediaan di daerah (Untuk Kom. Sekunder Tersier) Kelapa (529.00 ton)

Sumber Data:
Penyusunan Peta Komoditas Unggulan Sektor Sekunder Dan Pengkajian Tersedianya Bahan Baku, Lokasi dan Faktor Pendukungnya Diwilayah Provinsi Thn 2006
Badan Koordinasi Penanaman Modal, Bappeda Kabupaten Pegunungan Bintang
Jl. Gatot Subroto No. 44 Jakarta
Telp 021-5252008
Updated: 31-1-2007

Pembangunan Jalan Dalam TNKS Wilayah Lebong
(Lembar Info WALHI Bengkulu: 2 Desember 2005)
Saat ini, telah dilakukan pembangunan jalan untuk jalur Desa Tapus, Kecamatan Rimbopengadang, menuju Desa Tes-kota Donok, Kabupaten Lebong, yang dilaksanakan mulai tanggal 23 September hingga 21 Desember 2005.
Pembangunan sarana transportasi, baik transportasi darat, perairan, maupun udara, merupakan sarana umum penting dan mendesak yang diperlukan oleh setiap daerah. Dengan tujuan untuk membuka keterisoliran, sehingga memudahkan terjadinya interaksi dari satu daerah ke daerah lain di sekitarnya.
Untuk transportasi darat, Propinsi Bengkulu pada tahun 2004 tercatat memiliki jalan nasional sepanjang 750,43 Km (11,72%) dan jalan propinsi 1.574,63 Km. Dalam upaya meningkatkan sarana transportasi darat yang ada, pemerintah propinsi dan kabupaten telah melakukan kegiatan perbaikan dan peningkatan kualitas jalan, bahkan dengan membangun jalur-jalur jalan yang baru. Untuk jalur antardesa, kecamatan, dan kabupaten dalam propinsi maupun jalur antarpropinsi.
Pada tahun 2005, ada beberapa rencana dan pembuatan jalan yang mendapat reaksi dan tanggapan dari berbagai pihak, misalnya, rencana pembuatan jalan penghubung Mukomuko Bengkulu – Kerinci Jambi dirancang sedemikian rupa dengan jalan terowongan bawah tanah yang membelah TNKS. Rencana pembuatan jalan Kabupaten Lebong ke Kabupaten Merangin, Jambi, dan Rupit, Sumatera Selatan.

Jalan di Kabupaten Lebong
Kabupaten Lebong yang dibentuk berdasarkan ketetapan UU No. 39 Tahun 2003 merupakan kabupaten pemekaran dari Kabupaten Rejang Lebong. Kabupaten yang berbatasan dengan dua propinsi ini: Jambi dan Sumatera Selatan, memiliki luasan sekitar 192.924 ha dan sebagian besarnya merupakan daerah dengan kemiringan lebih dari 40%. Daerah dengan kemiringan >40% ini mencapai 121.209 ha atau 62,8%-nya.
Wilayah Kabupaten Lebong dilewati 2 sungai besar, Sungai Ketahun dan Sungai Sebelat, yang mengalir ke Kabupaten Bengkulu Utara dan bermuara ke Samudera Hindia. Salah satu sungai yang telah dimanfaatkan adalah Sungai Ketahun sebagai pembangkit PLTA Tes yang dikelola oleh PLN dengan daya 17,2 MW.
Sungai-sungai kecil di Kabupaten Lebong merupakan DAS Sungai Ketahun dan Sungai Sebelat. Pada saat ini, sungai-sungai kecil tersebut sebagian telah dimanfaatkan masyarakat sebagai sumber irigasi dan air bersih. Data Kabupaten Lebong menunjukan luas persawahan yang telah dikelola saat ini seluas 12.856 ha yang tersebar di 5 kecamatan, selain untuk mengairi sawah air irigasi juga dimanfaatkan masyarakat untuk budidaya ikan kolam dan air deras, tercatat pada tahun 2003 sektor ini mampu memproduksi ikan sebanyak 2.181 ton dengan luas total kolam 3.131 ha.
Mata pencaharian penduduk kabupaten ini sebagian besar merupakan petani, baik petani lahan menetap maupun petani lahan berpindah. Sedangkan sebagian penduduk lainnya sebagai PNS, TNI/Polri, dan buruh. Kepadatan penduduk kabupaten berpenghuni 103.997 jiwa ini sekitar 0,54 jiwa/Ha. Selintas kepadatan ini sangat kecil, namun kalau dibandingkan dengan lahan yang dapat dan diolah diluar 71%, yang merupakan kawasan hutan TN, CA, dan HL, maka kepadatan penduduk kabupaten ini mencapai 1,9 jiwa/ha.

Kontribusi TNKS bagi daerah
Kawasan taman nasional merupakan kawasan hutan yang sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup manusia, bahkan, untuk menunjukkan nilai istimewanya, dunia menetapkan Taman Nasional sebagai warisan dunia. Taman nasional Kerinci Sebelat (TNKS) merupakan habitat satwa langka, daerah tangkapan air untuk ratusan sungai besar dan kecil di Pulau Sumatera bagian tengah, menjadi produsen oksigen dan filter polusi udara, dan banyak fungsi dan keistimewaan lain dari kawasan ini.
Sederet manfaat TNKS di mata dunia, namun di mata Pemerintah Daerah Lebong dan masyarakat, manfaat dari penetapan dan keberadaan TNKS sangat kecil. Keberadaan TNKS hanya mengurangi lahan budidaya, membatasi pemanfaatan kawasan hutan, bahkan ancaman pengusiran dan penjara bagi pandangan masyarakat awam.
Asisten 1 Kabupaten Lebong, Rahman Chandra, mengatakan bahwa keberadaan TNKS menjadi dilematis, berdasarkan fisik wilayah penetapan kawasan konservasi di Lebong merupakan keharusan, tetapi nilai tambah bagi kabupaten yang menjaga kawasan ini dapat dikatakan sangat kecil. Bantuan langsung ke pemerintah daerah yang ada hanya berbentuk pembuatan tanggul tebing, pembuatan bak air, dan GERHAN. Pemerintah daerah tidak dapat mengelola dan memanfaatkan kawasan, tidak dapat memetik hasil langsung dari kawasan hutan. Berbeda dengan daerah yang memiliki kawasan hutan produksi, selain menjaga, juga dapat memperoleh PAD (Pendapatan Asli Daerah) dari kawasan hutan tersebut, seperti mengelola hasil hutan kayu dan non kayu.

Jalan Dalam TNKS
Bupati Lebong, Drs. Dalhadi Umar, melalui Dinas Kehutanan, Drs.Safuan Thoyib, sudah membicarakan rencana pembuatan jalan memotong TNKS dengan kepala Balai Taman Nasional Kerinci Sebelat, Ir. Suhartono. Kelanjutan dari pembicaraan dan upaya-upaya tersebut, saat ini telah dilakukan pembangunan jalan untuk jalur Desa Tapus, Kecamatan Rimbopengadang, menuju Desa Tes—Kotadonok, Kabupaten Lebong, yang dilaksanakan pada tanggal 23 September hingga 21 Desember 2005.
Menurut beberapa tokoh adat Tapus, mereka mendukung pembuatan jalan tersebut, namun yang seharusnya diutamakan pembangunan dan perbaikan jalan yang telah ada. Misalnya, jalan Desa Rimbo Pengadang ke Desa Tapus yang kondisinya telah rusak berat dan jalan menuju Desa Bandaragung yang belum dilakukan pengerasan.
Jalan tembus yang membelah TNKS ini melewati lokasi: Tapus, Talang Macan, Tanah putus, dan Turan Lalang. Volume jalan, panjang 12 Km dan lebar 8m dengan nilai kontrak Rp 1.242.168.000. Jalan tersebut lebih kurang sepanjang 8 Km, di antaranya dalam TNKS. Dengan kontraktor pembuatan jalan dilakukan oleh CV. ANDRI Bengkulu.
Selain jalur jalan tersebut rencana pembuatan jalan menembus TNKS lainnya adalah jalan tembus Desa Ketenong, Kecamatan Lebong Utara, menuju Kabupaten Meranging, Jambi, serta pembangunan jalan Desa Bandaragung, Kecamatan Rimbo Pengadang, menuju Kecamatan Rupit, Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan.
Informasi yang diperoleh WALHI Bengkulu dari Pemerintah Daerah dan DPRD Kabupaten Lebong saat dengar pendapat (hearing) pada tanggal 1 Desember 2005, bahwa pembuatan jalan tersebut merupakan rencana yang telah diwacanakan sejak lama, bahkan sebelum pemekaran Kabupaten Lebong.
Mereka menyadari pembukaan jalan dalam TNKS tersebut bukan hal yang mudah, dalam arti harus mendapat izin dan memiliki kajian yang kuat tentang dampak negatif dan positif jika dibukanya jalan. Merujuk dari rencana penetapan Lebong sebagai kabupaten konservasi, tentu pengelolaan wilayah di kabupaten ini harus spesifik, terbatas, dan dengan memperhatikan kaidah-kaidah konservasi, termasuk rencana pembuatan jalan ini.
Dalam dokumen Bentuk Penyusunan RTRW anggaran tahun 2005 disebutkan, dalam skenario I struktur ruang Kabupaten Lebong, perlu ditunjang oleh pembukaan akses jalan menuju ke arah lintas tengah Sumatera, tepatnya Propinsi Jambi. Dari jalur ini, diharapkan Kabupaten Lebong dapat mengambil manfaat sebagai pelintasan barang maupun manusia.
Dampak Kerusakan Hutan TNKS
Kajian fisik topografi wilayah Kabupaten Lebong tidak mendukung untuk pembukaan lahan, salah satunya kerena daerah yang memiliki kemiringan di atas 40% mencapai luas 121.209,8 Ha atau sekitar 69,8%. Dengan kondisi tersebut, pembukaan lahan harus dengan pertimbangan dan pola-pola konservasi pengelolaan terbatas. Jika pengelolaannya tidak dengan memperhatikan kondisi tersebut, maka erosi, bencana longsor, dan banjir akan terjadi.
Dengan dilakukannya pembukaan jalan dalam taman nasional ini, maka akses, dan tekanan aktivitas manusia terhadap kawasan akan sangat tinggi. Pembukaan lahan, penebangan liar dalam kawasan taman nasional semakin tidak terkendali.
Pembukaan kawasan ini akan mengakibatkan terjadinya dampak, seperti kerusakan habitat dan ekosistem, rusaknya daerah tangkapan air dan DAS, terjadi erosi, pendangkalan sungai, tidak stabilnya debit air, longsor, dan banjir.
Kontak:
Supintri Yohar [0813.7349.9788 / 0736-347.150].
Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi: liem
Email liem
Tanggal Buat: 02 Dec 2005 | Tanggal Update: 02 Dec 2005

Berendam Air Panas di Rejang Lebong


pariwisata

Selasa, 11 November 2008 | 12:22 WIB
Suban Air Panas yang terletak di Kabupaten Rejang Lebong, merupakan salah satu situ budaya yang juga menjadi obyek wisata andalan di daerah itu. "Kami menjadikan Suban Air Panas sebagai obyek wisata, tapi karena statusnya sebagai situ budaya maka kegiatan wisata tidak boleh mengganggu kondisi kawasan itu," kata Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu, Edi Nevian di Bengkulu, Senin (10/11).

Menurut dia, Suban Air Panas saat ini cukup ramai dikunjungi wisatawan, baik domestik maupun mancanegara, termasuk dari Kabupaten Musirawas dan Kota Lubuklinggau (Sumsel).

"Para wisatawan banyak berkunjung ke lokasi itu, karena selain bisa menikmati keindahan alam yang sejuk juga bisa ’memanjakan’ diri dengan berendam di air panas," ujarnya.

Suban Air Panas merupakan kawasan pemandian alam yang bersumber dari mata air panas. Guna memberikan pelayanan bagi para wisatawan, pemerintah daerah telah membangun sarana penunjang di lokasi itu di antaranya kolam renang, tempat peristirahatan dan rekreasi keluarga.

Di kawasan ini juga terdapat dua buah air terjun yang mengalir dari bukit dengan ketinggian masing-masing 75 meter dan 50 meter. Air terjun ini juga merupakan sumber air alam pegunungan yang sejuk dan jernih serta sehat untuk mandi.

Tak jauh dari lokasi tersebut juga terdapat perkebunan stroberi milik masyarakat setempat dan obyek wisata Danau Mas Harun Bestari (DMHB) yang memberikan layanan wisata keliling danau menggunakan perahu dan motor boat.

"Panorama alam yang indah dan elok di sepanjang perjalanan menuju lokasi membuat pengalaman tersendiri bagi liburan keluarga yang indah," kata Edi Nevian.

Lokasi ini mudah dijangkau dan hanya 15 menit perjalanan atau enam kilometer dari kota Curup dan 1,5 jam perjalanan dengan kendaraan roda empat atau sekitar 90 Km dari Bandara Fatmawati Kota Bengkulu.
"Bagi wisatawan yang ingin berkunjung ke lokasi itu sangat mudah, karena ada kendaraan angkutan umum dari Kota Bengkulu, yang siap mengantar setiap saat," ujarnya.
Menurut Edi, bagi wisatawan yang ingin membeli oleh-oleh khas Rejang Lebong juga banyak terdapat di sekitar kawasan itu, mulai dari sale, kacang dan marning (jagung goreng) serta jenis penganan lainnya.

Penangkaran Kacang Tanah PRIMATANI Rejang Lebong

Ditulis oleh Ahmad Damiri, Penyuluh Pertanian Muda BPTP Bengkulu
Monday, 13 October 2008
Kabupaten Rejang Lebong dikenal sebagai penghasil kacang tanah di Provinsi Bengkulu. Setiap pengunjung yang datang ke Kabupaten Rejang Lebong, pulangnya hampir selalu membeli oleh-oleh kacang tanah yang dikenal dengan sebutan "Kacang Curup", meskipun kenyataannya tidak semua "Kacang Curup" yang dijual menggunakan bahan baku dari Kabupaten Rejang Lebong. Kenyataan ini menjadikan perdagangan kacang tanah di Kabupaten Rejang Lebong cukup lancar. Tak heran jika
"Kacang Curup" sudah menjadi ikon Kabupaten Rejang Lebong. Berdasarkan hasil wawancara dengan pedagang oleh-oleh yang ada di Curup, pada saat-saat kekurangan bahan baku, pedagang mencari kacang tanah dari kabupaten lain seperti Kabupaten Bengkulu Utara atau Bengkulu Selatan. Mengingat perdagangan kacang tanah di Kabupaten Rejang Lebong cukup lancar, usahatani kacang tanah menjadi peluang bisnis yang menggiurkan bagi petani. Namun demikian peluang tersebut tidak dapat ditangkap dengan baik di Kabupaten Rejang Lebong. Tidak terpenuhinya permintaan kacang tanah oleh petani Kabupaten Rejang Lebong karena produktifitas yang rendah yang dihasilkan oleh petani. Hasil diskusi dengan petugas lapang maupun petani setempat diketahui bahwa petani sudah biasa menanam kacang tanah, namun produksi yang dicapai relatif rendah yang diduga karena penggunaan bibit dari varietas lokal yang telah ditanam berulang-ulang. Menurut kepala BPTP Bengkulu Dr. Tri Sudaryono, varietas tanaman kacang tanah yang ditanam terus menerus akan mengalami penurunan daya hasil karena proses heterosis. Untuk itu perlu dilakukan pergantian varietas baru yang memiliki daya hasil tinggi. Menangkap peluang pasar kacang tanah yang cukup baik khususnya di Kabupaten Rejang Lebong, Gapoktan "Prima Usaha" Prima Tani Desa Air Bening Kecamatan Bermani Ulu Raya Kabupaten Rejang Lebong dengan bimbingan BPTP Bengkulu dan Pemerintah Kabupaten Rejang Lebong melakukan penangkaran bibit kacang tanah guna mendapatkan bibit kacang tanah yang pertumbuhan dan produksinya cukup baik. Produksi kacang tanah hasil penangkaran yang dipanen pada tanggal 4 Februari 2008 dibandingkan dengan produksi kacang tanah berdasarkan deskripsinya seperti terlihat pada tabel. Kacang tanah yang ditanam di lokasi Prima Tani Desa Air Bening Kabupaten Rejang Lebong berumur lebih panjang ± 10 hari bila Kepala BPTP Bengkulu (Dr. Ir.Tri Sudaryono, MS) dan Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kab. Rejang Lebong (Ir. RosihanYT, M.Si) saat panen kacang tanah dibandingkan dengan deskripsinya. Umur yang lebih panjang ini karena lokasi penanaman terletak di dataran tinggi (1.000 — 1.100 m dpl) dengan iklim yang relatif dingin, sementara tanaman kacang tanah dapat dipanen lebih cepat bila ditanam di dataran rendah. Dampak yang diperoleh dari penangkaran kacang tanah yang telah dilakukan di desa Air Bening Kecamatan Bermani Ulu Raya bagi Prima Tani adalah meningkatnya jumlah petani yang menangkarkan kacang tanah dari seorang petani dengan luas lahan 0,3 ha menjadi 4 prang petani dengan luas lahan 1,0 ha. Bagi pemangku kepentingan di daerah seperti Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Rejang Lebong, dampak yang diperoleh berupa terbantunya pembinaan petani terutama petani kacang tanah dan rasa kebanggaan dengan keberhasilan tersebut yang ditunjukkan dengan dikoleksinya sampel masing-masing varietas kacang tanah yang ditangkarkan 0,25 kg. Koleksi ini digunakan sebagai bahan pameran bagi Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Rejang Lebong. Dengan adanya penangkaran benih kacang tanah ini, efek ke Penyerahan benih kacang tanah hasil penangkaran oleh Kepala BPTP Bengkulu ke ketua Gapoktan. depan yang akan diharapkan terjadi yaitu, tersedianya benih kacang tanah yang dapat dijadikan sumber produksi kacang tanah bagi kota Curup yang dikenal dengan ikon kacang curupnya. Sebagai sumber teknologi, BPTP Bengkulu akan semakin dihargai keberadaannya. Sebagai contoh penghargaan kepada BPTP Bengkulu adalah diberikannya kesempatan Kepala BPTP Bengkulu untuk menyerahkan kacang tanah hasil penangkaran kepada ketua gapoktan Prima Usaha pada saat acara Bedah Kampung yang diadakan di desa tetanggga lokasi Prima Tani yaitu desa Babakan Baru Kecamatan Bermani Ulu Raya pada bulan Maret 2008. Acara bedah kampung itu sendiri diresmikan pelaksanaannya oleh Bupati Kabupaten Rejang Lebong Dr Suherman,

Kabupaten Rejang Lebong

Kabupaten Rejang Lebong adalah sebuah kabupaten di Provinsi Bengkulu. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 4.109,8 km² dan populasi 450.000 jiwa. Ibu kotanya ialah Curup Terletak di pegunungan Bukit Besar. Penduduk asli terdiri dari suku Rejang dan suku Lembak. Suku Rejang mendiami kecamatan Kota Padang, Padang Ulak Tanding, Sindang Kelingi. Kabupaten Rejang Lebong memiliki 15 buah kecamatan yang masih dalam pengembangan. Sebelah utara berbatas dengan Kota Lubuk Linggau dan Kabupaten Musi Rawas, sebelah Selatan dengan kabupaten Kepahiang, sebelah timur berbatas dengan kabupaten Lebong dan propinsi Jambi, sedangkan sebelah barat berbatas dengan kabupaten Lahat. Ibukota kabupaten ini di Curup. Terletak 85 km dari kota Bengkulu. Mata pencarian penduduk adalah bertani, dagang, PNS dan lain-lain. Perkebunan rakyat adalah perkebunan kopi, karet. Sedangkan palawija banyak ditanam di lereng gunung Kaba. Sebagian lagi merupakan petani pembuat aren/gula merah.

Kabupaten Konservasi

Kabupaten Lebong merupakan salah satu Daerah Tingkat II di Provinsi Bengkulu. Kabupaten Lebong beribukota di Muaraaman. Kabupaten Lebong dibentuk dari hasil pemekaran Kabupaten Rejang Lebong berdasarkan UU No.39 Tahun 2003, Kabupaten ini terletak di posisi 105º-108º Bujur Timur dan 02º,65’-03º,60’ Lintang Selatan di sepanjang Bukit Barisan serta terklasifikasi sebagai daerah Bukit Range pada ketinggian 500-1.000 dpl dan secara Adminsitratif terdiri dari 77 Desa dan Kelurahan dan 6 Kecamatan dengan Luas wilayah keseluruhan 192.424 Ha dari total luas ini seluas 134.834,55 Ha adalah Kawasan Konservasi dengan peruntukan untuk Kawasan Taman Nasional Kerinci Sebelat 111.035,00 Ha, Hutan Lindung 20.777,40 Ha dan Cagar Alam 3.022,15 Ha. Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS) yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No 736/Mentan/X/1982 kemudian dipekuat berdasarkan SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No 901/kpts-II/1999 sebagai kawasan konservasi dan di wilayah lain juga di kukuhkan sebagai kawasan Hutan Lindung Rimbo Pengadang Register 42 dan kawasan lindung Boven Lais yang awal pengukuhan kawasan ini ditetapkan sebagai hutan lindung oleh Pemerintahan Kolonial Belanda sekitar tahun 1927 yang dikenal sebagai hutan batas Boszwezen (BW).

Hutan Gundul di Rejang Lebong (RL)

41.313 Hektar HL Rejang Lebong (RL) Gundul
Rakyat Bengkulu 22 oktober 2003
Curup - Sejak sembilan bulan terakhir sebanyak 14 warga Rejang Lebong diduga
melakukan tindak pidana kehutanan berhasil digaruk oleh tim terpadu. Saat ini
para tersangka yang diduga menggarap HL atau TNKS itu sudah mendekam di LP
Curup. Ke - 14 warga itu masing-masing Usman, Takhiran, Yaumin, Adil Fitri, Mursalin, Burhan, Sahran, Indar, Wandi, Saip, Iskandar, Herlen Susanto, Roni,
Bahermansyah. Mereka digaruk saat menggarap HL dibeberapa lokasi HL dalam
Kecamatan Tebat Karai, Kepahyang dan Ujan Mas. Kadis Kehutanan dan Perkebunan RL
Chairil Burhan B.Sc melalui Kasubdin Keamanan dan Penyuluhan Ishak Efendi AM. SH
mengatakan saat ini ke- 14 warga itu perkaranya dalam proses penyelidikan untuk
diketahui " kata Ishak, Luas wilayah RL 410.980 Ha, 50 persen dari luas wilayah
itu merupakan hutan dengan fungsi lindung. "Saat ini sudah 1,96 persen habis
ditebang (illegal Logging, red) atau berkurang setiap tahun seluas 2.020 Ha,
"jelas Ishak Efendi, AM, SH didampingi PPNS kehutanan Herodin, SH kepada RB
kemarin". Papar Herodin luas Hutan Lindung RL tercatat 52.600 Ha, sementara
kawasan hutan wisata seluas 13.450 Ha. Hutan suaka alam seluas 3.022,5 Ha dan
cagar alam 11,7 Ha serta TNKS 137.063 Ha. " Saat ini fung si hutan lindung
seluas 206.190,43 Ha yang gundul alias dibabat masyarakat sudah 41.313 Ha,
artinya wilayah RL yang masih ada hutan hanya tersisa 164.862 Ha. Kita masih
kekurangan personil dan peralatan pendukung operasional. Idealnya untuk 25 - 100
Ha itu harus ada satu petugas kehutanan. Untuk menjaga 410.980 Ha hutan di RL
itu kita hanya mempunyai 40 personil. "makanya angka kerusakan hutan akibat
perambah itu terus meningkat", demikian kata Herodin, SH.

Pertamina Mulai Garap Cadangan Panas Bumi di Lebong

PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) mulai menggarap cadangan gas panas bumi di Desa Talang Sakti, Hulu Lais, Kecamatan Lebong Tengah, Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu dengan besar cadangan sekitar 650 Mega Watt Energi (MWE).
Sementara cadangan di beberapa lokasi seperti di Desa Tambang Sawah, Kecamatan Lebong Utara dan di kawasan Bukit Daun, akan menjadi target berikutnya, kata Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Lebong Darsono ATP, Jumat.
Pihak Pertamina sangat serius dan saat ini sudah melakukan sosialisasi terhadap warga sekitar lokasi tambang gas alam itu, disamping sudah mempersiapkan sarana untuk bahan operasi tahap awal yakni mengadakan eksplorasi.
Pemkab Lebong sangat mendukung langkah badan usaha milik negara itu untuk menggarap potensi panas bumi yang sangat melimpah ruah di perut bumi Kabupaten Lebong.
Bupati Lebong Drs Dalhadi Umar belum lama ini mengakui di daerahnya ditemukan potensi panas bumi dan gas alam yang bisa dimanfaatkan untuk memproduksi listrik ratusan MW.
Gas alam berenergi tinggi ditemukan di enam lokasi di daerah itu, sebagian besar berada di pinggiran sungai Ketahun atau hanya sekitar 10 Km dari kota Muara Aman, ibukota Lebong.
Dari enam lokasi itu antara lain di sekitar Desa Sukaraja, ujung Sungai Ketahun dan di Air Kopras, selain itu juga terdapat di sekitar transmigrasi Ladang Palembang dan Lebong Sulit serta di Ulu Lais.
Manajer Mutu PT PGE Wilman Napitupulu mengatakan, untuk menggarap gas panas bumi di Desa Talang Sakti Ulu Lais itu, memerlukan waktu sekitar lima tahun dan menggunakan empat unit turbin dengan kapasitas masing-masing 55 MWE.
Mulai awal tahun 2008 ini pihaknya akan melakukan sosialisasi kepada masyarakat setempat guna melihat dampak negatif dan positif yang dapat dijadikan acuan lokasi pengeboran.
"Kami optimis program itu akan terwujud, karena berbagai elemen masyarakat dan pemerintah sangat mendukung," katanya.
Berdasarkan hasil survei Dinas ESDM Provinsi Bengkulu, cadangan gas alam di daerah itu ditaksir bisa menghasilkan sekitar 1.073 MWE yang terdapat di tiga lokasi, disamping cadangan gas alam berkapasitas besar.
Cadangan panas bumi sebesar itu terdapat di Tambang Sawah, Kecamatan Lebong Utara Kabupaten Lebong dengan jumlah sekitar 173 MWE, kandungan panas bumi di Padang Hulu Lais, Bengkulu Utara ada 650 MWE dan cadangan di Bukit Daun, Kabupaten Rejang Lebong sebanyak 250 MWE.
Potensi panas bumi itu merupakan hasil survei Pertamina sekitar tahun 90-an, sedangkan gas alam tersebut belum tercatat dalam peta geologi, karena baru ditemukan, katanya. (*/rsd)

Kabupaten Lebong

"BERANI lewat hutan kalau pulang malam dari Lebong ke Curup?" Intonasi bernada khawatir terngiang di telinga. Terbayang pula ekspresi cemas dan pandangan tidak percaya. Suasana jalan yang diceritakan salah seorang warga Kabupaten Lebong ternyata benar.
Dalam siraman cahaya lampu mobil, terkadang tampak seorang atau tiga orang berjalan perlahan-lahan di bagian tepi. Pejalan kaki itu tidak membekali diri dengan lentera. Pohon-pohon dan belukar terlihat jauh lebih besar dibandingkan sebelum sinar Matahari menghilang. Tumbuhan yang berada di kanan-kiri jalan itu adalah bagian dari hutan lindung seluas 20.123 hektar di Pegunungan Bukit Barisan. Kabupaten Lebong berada di lereng pegunungan itu.
Jarak dari Lebong Atas, calon ibukota Kabupaten Lebong, ke Curup, ibukota Kabupaten Rejang Lebong, sekitar 60 kilometer. Meski beraspal mulus, kondisi jalan yang berkelok-kelok membuat waktu tempuh sekitar tiga jam. Jalan itu hanya satu-satunya penghubung Kabupaten Lebong dengan daerah lain. Kabupaten ini berposisi kuldesak.
Posisi kuldesak bila di perumahan-menurut feng shui atau ilmu tata letak-mendatangkan hoki atau keberuntungan. Karena hanya memiliki satu jalan masuk dan ke luar, ia bukan merupakan jalan umum. Jalan itu seakan menjadi milik penghuni rumah atau tamunya. Selain terhindar dari suara bising kendaraan yang lewat dan polusi dari asap knalpot, lokasi dengan posisi seperti itu menimbulkan rasa tenang, aman, dan nyaman.
Rasa serupa muncul bila menyusuri lima kecamatan yang berada di Kabupaten Lebong. Meski demikian, posisi itu juga mengakibatkan daerah ini seakan-akan "terisolasi". Satu-satunya daerah yang menjadi tetangga adalah Kabupaten Rejang Lebong yang berada di bagian selatan.
Sebelum akhir tahun 2003, Kabupaten Rejang Lebong merupakan kabupaten induk. Lebong adalah salah satu kecamatan yang masuk wilayah kabupaten itu. Pada 7 Januari 2004, Kecamatan Lebong resmi menjadi Kabupaten Lebong.
Sebagai daerah otonom, kabupaten baru ini telah membuat beberapa rencana pengembangan wilayah. Salah satunya adalah membuka jalan. Jalan alternatif yang hendak dibuat dimaksudkan untuk membuka isolasi transportasi. Dalam perencanaan, jalur baru itu berada di Lebong bagian utara.
Di bagian ini, Kabupaten Lebong berbatasan dengan Kabupaten Kerinci di Provinsi Jambi. Bila terealisasi, jalur itu akan menjadi feeder road atau jalan pengumpan bagi kendaraan trans Sumatera. Kendaraan yang melintasi jalan trans Sumatera akan memiliki alternatif lain ke Provinsi Bengkulu, yakni melalui Kabupaten Lebong.
Dengan keberadaan jalur baru, Kabupaten Lebong bisa memosisikan dirinya sebagai daerah transit di Provinsi Bengkulu dari jalur lintas timur, lintas tengah, serta lintas barat Sumatera. Meski demikian, pembuatan jalan itu terbilang tidak mudah. Pro dan kontra mungkin akan timbul karena jalan itu akan "menembus" Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Luas TNKS yang berada di Kecamatan Lebong Utara sekitar 75.000 ha.
Di luar pro dan kontra yang mungkin akan terjadi, bagi kabupaten sendiri, jalan itu akan mempermudah mengoptimalkan segala potensi yang dimiliki. Lebong bertekad menjadi salah satu daerah penghasil beras dan ikan di Provinsi Bengkulu. Selain itu, kabupaten ini juga ingin mendirikan pabrik pengolah nilam. Rencana lain yang hendak diwujudkan adalah mengembalikan kejayaan Lebong sebagai daerah penghasil emas, seperti yang pernah dicapainya saat penjajahan Belanda sampai era Orde Lama.
Sayangnya kabupaten ini tidak memiliki catatan berapa banyak kandungan emas yang sekarang dimiliki. Meskipun begitu, dengan cara tradisional, masyarakat berusaha mendapatkan emas. Setidaknya ada sekitar 1.100 orang penambang mengadu nasib di lokasi tambang emas. Satu tambang emas di Kecamatan Lebong Selatan dan empat di Kecamatan Lebong Atas. Emas yang mereka peroleh dijual ke Curup atau ke Kota Bengkulu dengan harga jual Rp 98.000 per gram.
Selain emas, tanah kabupaten ini mengandung berbagai macam bahan galian golongan C. Hasil galian yang masuk dalam golongan ini, seperti marmer, batu kapur, pasir kuarsa dan kaolin, juga sering disebut sebagai bahan galian industri. Penambangan bahan galian C tidak memerlukan teknologi canggih dan umumnya dilakukan secara tradisional sebagai tambang rakyat. Meskipun begitu, potensi ini belum termanfaatkan secara optimal.
Kendala yang dihadapi terutama berasal dari ketiadaan modal. Pertambangan termasuk kegiatan padat modal. Selain digunakan untuk pembebasan tanah pada lokasi penambangan, juga untuk biaya eksploitasi. Terkadang nilai eksploitasi yang dikeluarkan tidak sebanding dengan kapasitas cadangan. Selain itu, berdasarkan inventarisasi dan pemetaan galian C yang dilakukan pada tahun 2002, beberapa deposit bahan galian yang terdapat di kabupaten ini berada di kawasan hutan lindung.
Sampai saat ini perekonomian kabupaten bersandar pada pertanian. Produk pertanian yang menjadi unggulan berasal dari tanaman pangan, perikanan, dan perkebunan. Komoditas andalan dari tanaman pangan adalah padi. Sekitar 20.000 tenaga kerja menghabiskan sebagian besar waktu mereka di lahan persawahan. Dari luas panen sedikitnya 8.000 hektar, diperoleh 33.000 ton gabah kering giling. Selain untuk konsumsi lokal, padi juga dipasarkan ke Curup dan Kota Bengkulu.
Sebagai produk unggulan, pertanian memberi kontribusi bagi pendapatan asli daerah (PAD) melalui retribusi. Setiap tahun dari tanaman bahan pangan, terutama beras, diperoleh Rp 60 juta. Sementara perikanan memberi sumbangannya bagi PAD sebesar Rp 25 juta.
Demi peningkatan pendapatan masyarakat dan kas kabupaten, Pemerintah Kabupaten Lebong membuat berbagai program kerja. Untuk tanaman bahan pangan, terutama beras, dilakukan penanaman padi dua kali setahun di seluruh wilayah persawahan. Lebong yang menghadapi hama tikus membuat gerakan pembasmian hama secara serentak dan gotong royong. Mereka yang dapat menangkap hewan pengerat itu mendapat insentif Rp 500 per ekor.
Untuk meningkatkan produksi ikan mas, primadona dari perikanan, Pemkab Lebong mengadakan balai benih ikan yang berfungsi sebagai penyedia bibit ikan. Usaha lainnya adalah memelihara jalan untuk memperlancar pengangkutan hasil ikan ke pasar. Di pasar, harga jual ikan mas Rp 10.000 per kilogram.
Dari perkebunan, yang menjadi primadona adalah nilam. Sekitar 4.000 pekerja menggarap lahan nilam seluas 575 hektar. Dari luas seluruhnya, terdapat tanaman menghasilkan seluas 171 hektar yang memproduksi 16,84 ton nilam. Dengan menggunakan kayu bakar, nilam mengalami proses penyulingan menjadi minyak nilam. Minyak ini kemudian dipasarkan ke Kota Medan di Sumatera Utara dengan harga Rp 225.000 per liter.
Perkebunan, terutama kopi dan nilam, memberi kontribusi terhadap PAD lewat retribusi sebesar Rp 10 juta. Pemkab Lebong tengah mencari cara baru untuk proses penyulingan minyak nilam. Selama ini masyarakat menyuling secara tradisional dengan bahan bakar kayu. Jika cara ini terus dibiarkan, dikhawatirkan masyarakat akan mengambil kayu dari hutan atau melakukan penebangan liar. (BE JULIANERY/Litbang Kompas)

Lebongsimpang

Lebongsimpang
original name: Lebongsimpang
geographical location: Rejang Lebong, Bengkulu, Indonesia, Asia
geographical coordinates: 3° 20' 0" South, 102° 18' 0" East
detailed map of Lebongsimpang and near places
Welcome to the Lebongsimpang google satellite map! This place is situated in Rejang Lebong, Bengkulu, Indonesia, its geographical coordinates are 3° 20' 0" South, 102° 18' 0" East and its original name (with diacritics) is Lebongsimpang. See Lebongsimpang photos and images from satellite below, explore the aerial photographs of Lebongsimpang in Indonesia.

Lebongsimpang hotels: low rates, no booking fees, no cancellation fees. Maplandia.com in partnership with Booking.com offers highly competitive rates for all types of hotels in Lebongsimpang, from affordable family hotels to the most luxurious ones. Booking.com, being established in 1996, is longtime Europe’s leader in online hotel reservations.
At Maplandia.com you won't be charged any booking fees, cancellation fees, or administration fees – the reservation service is free of charge. The reservation system is secure and your personal information and credit card is encrypted.
Hotels nearest to the centre of Lebongsimpang

If you would like to recommend this Lebongsimpang map page to a friend, or if you just want to send yourself a reminder, here is the easy way to do it. Simply fill in the e-mail address and name of the person you wish to tell about Maplandia.com, your name and e-mail address (so they can reply to you with gracious thanks), and click the recommend button. The URL of this site will be included automatically. You may also enter an

Alat-Alat Bertani Orang Rejang

Oleh Naim Emel Prahana
Foto Taneak Jang Land

1. Rimbe (asli Rejang)
2. Pakua (cangkul)
3. Arit
4. Golok
5. Gesek Lai
6. Gesek titik
7. Piseu (pisau)
8. Kapok (kampak)
9. Linggis

Alat Mencari Ikan
1. Kewea (pancing)
Kewea terbuat dari mata pancing, senar (tali), tiang kecea (dari bamboo khusus).
2. Kacea
Kacea sama dengan pancing, perbedaannya terletak pada penggunaan dan pada mata pancingnya. Mata pancing kaeca lebih besar dan di atasnya diikat timah lempeng—gunanya untuk memancing ikan-ikan besar mengejar lempengan timah tersebut. Cara menggunakannya dengan cara dilempar dan diayun-ayunkan di atas permukaan air.
3. Tajua
Tajua itu berupa pancing khusus untuk ikan-ikan besar seperti ikan gabus, limbek (lele; limbat), ikan Slan dan Belut besar (seperti di Danau tes). Tajua biasanya dipasang di waktu sore menjelang magrib dan akan ditarik (diambil) pada pagi hari.
Tajua itu unik, tali senarnya hanya sekitar 1 meter dan di atasnya diberi potongan bamboo kecil atau kayu seukuran jari telenjuk yang tujuan, agar ketika ditarik oleh ikan, tidak hilang tenggelam. Biasanya digunakan potongan-potongan pohon Peak (bambu air yang banyak tumbuh di daerah Danau Tes.
4. Jalai (jala)
Sama dengan jala pada umumnya.
5. Ja’ing (jarring)
Sama dengan jarring pada umumnya
6. Cakik
Cakik adalah bokoa kecil yang sengaja dibuat dengan lubang-lubangnya
7. Bau (Bumbu)
Bau itu terbuat dari anyaman khusus dari bahan bambu, berbentuk loncong. Di bagian mulut Bau memang agak kecil dan didalamnya dibuat perangkap ikan. Jika ikan sudah masuk, maka sulit untuk ke luar lagi. Biasanya Bau itu dipasang di air deras atau antara air yang tenang dengan aliran air deras.
Bau itu efektif sekali untuk menangkap ikan Slan (belut besar), ikan putih, ikan paleu dan lainnya, termasuk ikan sebdok dan limbek.
8. Tabem
Tabem itu sejenis Bau, tapi ukurannya kecil seperti silinder dan pintu masuk ikan ke dalamnya sama dengan mulut Bau. Terbuat dari lidi bambu dan rotan.
9. Tubo (tuba)
Tubo adalah alat peracun ikan yang dibuat dari akar khusus yang beracun. Biasanya ketika ditebarkan ke air—sebelumnya dicampur dengan abu atau tanah atau dedak. Tubo itu tidak membuat ikan mati, akan tetapi menjadikan ikan itu mabuk. Saat mabuk itulah ikan-ikan itu ditangkap.
10. Serapang
Terbuat dari besi dengan tiga mata (seperti trisula) dan dimasukkan ke dalam ujung bambu khusus yang panjangnya sekitar 1,5—2 meter. Tergantung selera yang punya. Serapang itu digunakan pada malam hari yang disebut dengan ‘menyuluak’. Mereka yang mencari ikan dengan menggunakan serapang itu biasanya naik perahu, kemudian menggunakan lampu petromak menyisir pinggir sungai atau Danau Tes.
Serapang dapat dipergunakan untuk mencari ikan, ketika air sungai atau danau sedangkan keadaan bersih dan jernih. Sehingga dari permukaan air, dengan mudah dapat melihat ikan di dasar sungai atau pinggiran danau.


Sambang
Sambang adalah tempat minum yang biasanya digunakan oleh orang Rejang di kebun, sawah sebagai pengganti gelas atau cangkir tempat minum. Sambang itu terbuat dari potongan bambu yang ada ruasnya. Kemudian, kulit luar bambunya dikupas dan dihaluskan dengan pisau. Ukuran sambang sama dengan ukuran gelas atau cangkir, begitu juga tingginya. Ditulis oleh Naim Emel Prahana

Alat Petani Masyarakat Rejang

Oleh Naim Emel Prahana
Foto Taneak Jang Land

Pane
Pane merupakan alat angkut tradisional orang Rejang yang dibawa dengan menggendong atau dipikul dengan alat bantu berupa tali dengan ukuran panjang antara 1,5—2 meter. Alat angkut tradisional orang Rejang itu bersifat multifungsi. Pane itu terbuat dari anyaman kulit bamboo yang sudah tua yang dibuat dengan bentuk: bagian bawahnya empat persegi dan dibagian atasnya berbentuk bundar. Bagian bawah tertutup rapat dengan anyaman yang khas dan bagian atas terbuka—tempat memasukkan barang-barang yang akan diangkut.
Di bagian atap Pane pada pinggiran anyamannya kemudian diikat, dijalin rapat dengan rotan belahan dengan cara pengikatan yang sangat artistic dan berkualitas. Sekitar ¼ ukuran pane di bagian atas lebih kurang 7—10 cm disisipkan rotan belahan atau rotan bulat untuk / tempat tali dipasang. Tali pane itu terbuat dari kulit kayu khusus yang disebut tali pukut—yang dalam pengikatannya agar bias digendong dan disangkutkan ke atas kepala. Tali tersebut diikat sampai bagian bawah pane secara silang. Maksudnya untuk supaya kuat bila dimasukkan barang-barang yang akan diangkut.
Pane sangat multifungsi, gunanya bias mengangkut pakaian, padi dan beras, kayu baker, biji kopi mentah, sayuran dan lainnya.
Bahan-bahan Membuat Pane:
1. kuliat bambu (berusia tua) yang tahan dan biasanya sudah melalui proses pengawetan alami; direndam atau disimpan dengan rentang waktu yang ditentukan atau tidak.
2. rotan (yang sudah tua)
3. kulit kayu pukut (berusia tua).

Ukuran
Ukuran panen tergantung selera. Kalau pane itu berukuran kecil, tanpa menggunakan tali dan ikatan rotan di bagian atasnya disebut dengan bokoa serta bokoa itu pun beraneka ragam ukurannya.
Tingginya ukuran pane sudah ditentukan dengan mempertimbangkan keseimbangan ketika digendong. Kalau pane ukuran besar bias mencapai 1 meter lebih sedikit.

Citong
Citong itu adalah alat dapur masyarakat rejang, terbuat dari bahan kayu yang berkualitas bagus. Gunakanya bias dibuat sendok besar untuk nasi, bias dijadikan untuk pengolah gorengan dengan ukuran tertentu. Bias juga dimanfaatkan (sesuai ukurannya) untuk keperluan lain di dapur.
Cara membuat citong sangat artistic. Bagian pegangannya dibuat sedemikian rupa sehingga bias dipegang oleh tangan (pas untuk dipegang)

Cakik
Cakik adalah sejenis bokoa yang mirip dengan gentong (untuk jenis keramik). Uniknya cakik itu terbuat dari anyaman kulit bamboo atau rotan belahan dengan anyaman yang diselang-selingi dengan jarak tertentu. Untuk membuat lubang-lubang. Biasanya cakik digunakan untuk tempat sayuran, sebelum sayur dimasak, maka dicuci dulu di dalam cakik.
Cakik, juga dimanfaatkan untuk mencari ikan di kali-kali atau danau-danau kecil ataupun di petak sawah yang ada ikannya.

Tudung Bkuwang
Tudung Bkuwang merupakan topi (tudung) berukuran lebar terbuat dari anyaman daun bkuwang yang tumbuh di hutan-hutan bukit barisan di daerah Lebong. Tudung Bkuwang dibuat berbentuk lingkatan dengan bagian atas—bagian yang biasanya diletakkan di atas kepala berbentuk kerucut.
Cara menggunakannya, di bagian dalam tudung bkuwang diberi tali yang gunakan untuk supaya ketika dipakai tidak terbang atau jatuh. Talinya dapat dibuat dari apa saja dan ketika dipakai, tali tersebut melilit hingga dagu.
Semua alat-alat masyarakat Rejang tersebut dibuat dengan tangan-tangan trampil yang memiliki nilai seni tinggi. Baik dalam pembentukannya, penganyamannya, dan ada yang memberikan warna.

Teleng
Teleng adalah alat untuk menampi beras atau padi—agar menjadi bersih. Teleng terbuat dari anyaman kulit bamboo atau rotan belahan yang seluruh pinggir bagian atasnya diikat dengan rotan agar menjadi kuat. Teleng berbentuk panjang separuh krucut. Dari ujung bagian belakang (krucut) ke bagian depan bentuknya melebar dan terbuka di bagian atasnya.
Cara menggunakannya adalah dipegang bagian sisi kiri dan kanan dengan tangan, kemudian diayun-ayun dengan system naik turun. Padi atas beras yang ditampi (dibersihkan), biasa naik turun dan ketika turun membuat angin yang akan menghembuskan (mengeluarkan) kotoran dedak pada beras atau padi hampa pada padi.

Keterangan
Semua alat-alat rumah tangga orang Rejang di atas, bila dimiliki oleh sebuah keluarga merupakan suatu kebanggaan tersendiri. Karena, tidak semua orang Rejang bias membuat pane, tudung bkuwang, cakik, bokoa atau teleng dan lainnya. Bagi yang tidak bias membuat, umumnya membeli dengan harga cukup terjangkau, tergantung bagus tidaknya kualitas alat-alat tersebut.

Sabtu, 29 November 2008

Puluhan Kosmetik Berbahaya Masih Beredar

Puluhan Kosmetik Berbahaya Masih Beredar
Jakarta—Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) kembali mengumumkan 27 jenis produk kosmetik yang mengandung bahan berbahaya dan zat warna di Jakarta, baru-baru ini. Selama Januari silam, BPOM telah menguji produk berbahaya itu.
Data Badan POM menunjukkan, kosmetik tersebut terdiri dari 11 produk impor asal Cina dan Jepang, delapan produk lokal, serta delapan produk yang tidak jelas asal produksinya. Sejumlah produk itu mengandung bahan merkuri, asam retinoat dan zat pewarna rhodamine. Krim pemutih merek Doctor Kayama, Meei Yung putih dan kuning, dua di antaranya. Krim tersebut terdiri atas krim siang dan malam.
Lebih lanjut BPOM menjelaskan, produk kosmetik berbahaya tersebut bisa menimbulkan kerusakan permanen pada susunan saraf otak manusia. Bahkan dapat menimbulkan gangguan ginjal, hati dan perkembangan janin.
Berikut daftar beberapa produk yang masih banyak beredar di pasaran: MRC Puteri Salju Cream, MRC PS Crystal Cream, Blossom Day Cream, Blossom Night Cream, Cream malam Lily Cosmetics, Day Cream Vitamin E Herbal, Locos Antifleck Vitamin E dan Herbal, Meei Yung putih dan kuning. Produk tersebut dijual dengan harga mulai puluhan ribu hingga jutaan rupiah

Puluhan Kilogram Kosmetik Oplosan Disita

Denpasar—Balai Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) Bali menyita puluhan kilogram kosmetik oplosan yang mengandung bahan kimia berbahaya merkuri. Barang-barang tersebut disita dari sebuah industri rumahan di Jalan Watu Renggong, Denpasar, Bali, Kamis (27/11). Diduga bisnis kosmetik oplosan berbahaya ini sudah berjalan sekitar satu tahun. Itu karena produknya sudal lama dijual di kota hingga desa.
Kemarin Badan POM mengumukan 27 kosmetik yang mengandung bahan berbahaya, seperti merkuri, rhodamin juga zat pewarna. Produk-produk ini menjanjikan para penggunanya bisa secantik model yang dipakai dalam iklannya. Selain dijual langsung pemasaran kosmetik itu ada yang melalui sistem multi level marketing. Menurut Kepala Badan POM, Husniah R Thamrin, produk-produk ini sangat berbahaya terutama bagi wanita hamil.

कोस्मेती बेर्बहाया मेंगंदुंग MERCURY

DILARANG BEREDAR DAN DITARIK BPOM)
Ditulis pada Nopember 26, 2008 oleh barcodeindonesia
Diposting lagi oleh Naim Emel Prahana, 28 November 2008.

Pastikan wahai para wanita wajah cantik anda tidak di olesi oleh produk produk yang berbahaya ini, maunya cantik bisa-bisa tambah…..rusak
Inilah daftar kosmetik yang ditarik dari peredaran oleh BPOM karena mengandung bahan berbahaya dan zat warna yang dilarang digunakan dalam kosmetik. Penggunaan bahan tersebut dalam sediaan kosmetik dapat membahayakan kesehatan dan dilarang digunakan seperti tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No 445 / MENKES / PER / V / 1998 tentang Bahan, Zat Warna, Substratum, Zat Pengawet dan Tabir Surya dalam Kosmetik dan Keputusan Kepala BPOM No.HK.00.05.4.1745 tentang Kosmetik.

Berikut daftar 27 kosmetik berbahaya:
1. Doctor Kayama (Whitening Day Cream) : diproduksi oleh CV. Estetika Karya
Pratama, Jakarta mengandung
merkuri.
2. Doctor Kayama (Whitening Night Cream) : diproduksi oleh CV. Estetika Karya
Pratama, Jakarta mengandung
merkuri.
3. MRC Putri Salju Cream : diproduksi oleh CV. Ngongoh
Cosmetic, Bekasi mengandung
retinoic acid.
4. MRC PS Crystal Cream : diproduksi oleh CV. Ngongoh
Cosmetic, Bekasi mengandung
retinoic acid.
5. Blossom Day Cream : tak diketahui produsennya,
mengandung Merkuri.
6.Blossom Night Cream : tak diketahui produsennya,
mengandung Merkuri.
7. Cream Malam : distributor Lily Cosmetics,
Yogyakarta mengandung Merkuri.
8. Day Cream Vitamin E Herbal : diproduksi PT. Locos, Bandung
mengandung Merkuri.
9. Locos Anti Flek Vit.E dan Herbal : diproduksi PT. Locos, Bandung mengandung
Merkuri.
10. Night Cream Vitamin E Herbal : diproduksi PT. Locos, Bandung mengandung
Merkuri.
11. Kosmetik Ibu Sari Krim Siang : tidak ada produsennya, mengandung Merkuri.
12. Krim Malam : tidak ada produsennya, mengandung Merkuri.
13. Meei Yung (putih) : diimpor dari Huang Zhou mengandung Merkuri.
14. Meei Yung (kuning) : diimpor dari Huang Zhou mengandung Merkuri.
15. New Rody Special (putih) : diimpor dari Shenzhen, China mengandung
Merkuri.
16. New Rody Special (kuning) : diimpor dari Shenzen, China mengandung
Merkuri.
17. Shee Na Whitening Pearl Cream : dari Atlie Cosmetic mengandung Merkuri
18. Aily Cake 2 in 1 Eye Shadow “01″ : tidak ada produsennya, mengandung merah K.3.
19. Baolishi Eye Shadow : diproduksi dari Baolishi Group Hongkong
mengandung Rhodamin B (merah K.10).
20. Cameo Make Up Kit 3 in 1 Two Way Cake
dan Multi Eye Shadow
dan Blush dari Tailamei Cosmetic
Industrial Company : mengandung Rhodamin B.
21. Cressida Eye Shadow : tak ada produsennya, mengandung Rhodamin B.
22. KAI Eye Shadoq dan Blush On : mengandung Rhodamin B.
23. Meixue Yizu Eye Shadow : diproduksi oleh Meixue Cosmetic Co.Ltd
mengandung Merah K.10.
24. Noubeier Blusher : diproduksi oleh Taizhou Xhongcun Tianyuan
mengandung Merah K 3.
25. Noubeier Blush On : mengandung merah K 3 dan Rhodamin B.
26. Noubeier Pro-make up Blusher No.5 : diproduksi oleh Taizhou Zhongcun Tianyuan
Daily-Use Chemivals Co Ltd mengandung
merah K3.
27. Sutsyu Eye Shadow : diproduksi oleh Sutsyu Corp Tokyo
mengandung Merah K3.

Sumber: bpom-RI

Puluhan Merek Kosmetik Tak Terdaftar di Bandung


27 November 2008 23:37 – Kesehatan
Puluhan Merek Kosmetik Tak Terdaftar di Bandung
Liputan6.com, Bandung: Kaum hawa jangan terbuai dengan janji manis produk kosmetik. Harga mahal yang dijual di pusat perbelanjaan bukan jaminan. Buktinya, saat inspeksi mendadak di Kings Plaza di Kota Bandung, Jawa Barat, belum lama ini petugas Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan menyita sedikitnya 50 merek kosmetik tak terdaftar.
Janji kulit bak pualam memikat konsumen untuk menggunakan kosmetik merek Blossom yang dijual lewat sistem marketing berjenjang. Tak disangka, kosmetik seharga ratusan ribu tak berizin dan mengandung bahan berbahaya merkuri.
Ulah produsen rumahan tak bertanggung jawab juga terendus petugas di Bali. Dari sebuah rumah di Jalan Watu Renggong, Denpasar, puluhan kilogram kosmetik disita. Semuanya positif mengandung merkuri. Setelah dioplos, kosmetik dikemas dalam pot plastik, diberi label palsu dari Cina. Selanjutnya dilempar ke pasar seharga mulai Rp 2.000 hingga Rp 7.000.
Beberapa waktu lalu, Badan Pengawasan Obat dan Makanan mengumumkan daftar kosmetik berbahaya. Dengan demikian, setiap konsumen diharapkan segera mengenalinya produk-produk berbahaya itu. Bila tidak, pemakaian dalam jangka panjang bisa menimbulkan berbagai gangguan organ tubuh seperti ginjal, hati hingga kematian.

DAFTAR KOSMETIK BERBAHAYA

DILARANG BEREDAR DAN DITARIK BPOM)
Ditulis pada Nopember 26, 2008 oleh barcodeindonesia
Diposting lagi oleh Naim Emel Prahana, 28 November 2008.

Pastikan wahai para wanita wajah cantik anda tidak di olesi oleh produk produk yang berbahaya ini, maunya cantik bisa-bisa tambah…..rusak
Inilah daftar kosmetik yang ditarik dari peredaran oleh BPOM karena mengandung bahan berbahaya dan zat warna yang dilarang digunakan dalam kosmetik. Penggunaan bahan tersebut dalam sediaan kosmetik dapat membahayakan kesehatan dan dilarang digunakan seperti tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No 445 / MENKES / PER / V / 1998 tentang Bahan, Zat Warna, Substratum, Zat Pengawet dan Tabir Surya dalam Kosmetik dan Keputusan Kepala BPOM No.HK.00.05.4.1745 tentang Kosmetik.

Berikut daftar 27 kosmetik berbahaya:
1. Doctor Kayama (Whitening Day Cream)
: diproduksi oleh CV. Estetika Karya Pratama, Jakarta mengandung merkuri.
2. Doctor Kayama (Whitening Night Cream)
: diproduksi oleh CV. Estetika Karya Pratama, Jakarta mengandung merkuri.
3. MRC Putri Salju Cream
: diproduksi oleh CV. Ngongoh Cosmetic, Bekasi mengandung retinoic acid.
4. MRC PS Crystal Cream
: diproduksi oleh CV. Ngongoh Cosmetic, Bekasi mengandung retinoic acid.
5. Blossom Day Cream
: tak diketahui produsennya,mengandung Merkuri.
6.Blossom Night Cream
: tak diketahui produsennya,mengandung Merkuri.
7. Cream Malam
: distributor Lily Cosmetics,Yogyakarta mengandung Merkuri.
8. Day Cream Vitamin E Herbal
: diproduksi PT. Locos, Bandung mengandung Merkuri.
9. Locos Anti Flek Vit.E dan Herbal
: diproduksi PT. Locos, Bandung mengandung Merkuri.
10. Night Cream Vitamin E Herbal
: diproduksi PT. Locos, Bandung mengandung Merkuri.
11. Kosmetik Ibu Sari Krim Siang
: tidak ada produsennya, mengandung Merkuri.
12. Krim Malam
: tidak ada produsennya, mengandung Merkuri.
13. Meei Yung (putih)
: diimpor dari Huang Zhou mengandung Merkuri.
14. Meei Yung (kuning)
: diimpor dari Huang Zhou mengandung Merkuri.
15. New Rody Special (putih)
: diimpor dari Shenzhen, China mengandung Merkuri.
16. New Rody Special (kuning)
: diimpor dari Shenzen, China mengandung
Merkuri.
17. Shee Na Whitening Pearl Cream
: dari Atlie Cosmetic mengandung Merkuri
18. Aily Cake 2 in 1 Eye Shadow “01″
: tidak ada produsennya, mengandung merah K.3.
19. Baolishi Eye Shadow
: diproduksi dari Baolishi Group Hongkong mengandung Rhodamin B (merah K.10).
20. Cameo Make Up Kit 3 in 1 Two Way Cake dan Multi Eye Shadow dan Blush dari Tailamei Cosmetic Industrial Company
: mengandung Rhodamin B.
21. Cressida Eye Shadow
: tak ada produsennya, mengandung Rhodamin B.
22. KAI Eye Shadoq dan Blush On
: mengandung Rhodamin B.
23. Meixue Yizu Eye Shadow
: diproduksi oleh Meixue Cosmetic Co.Ltd mengandung Merah K.10.
24. Noubeier Blusher
: diproduksi oleh Taizhou Xhongcun Tianyuan mengandung Merah K 3.
25. Noubeier Blush On
: mengandung merah K 3 dan Rhodamin B.
26. Noubeier Pro-make up Blusher No.5
: diproduksi oleh Taizhou Zhongcun Tianyuan Daily-Use Chemivals Co Ltd mengandung
merah K3.
27. Sutsyu Eye Shadow
: diproduksi oleh Sutsyu Corp Tokyo mengandung Merah K3.

Sumber: bpom-RI

Kamis, 27 November 2008

Marga Bukan Administrasi Pemerintah Masyarakat Rejang

Oleh Naim Emel Prahana

Mengenai istilah marga dalam masyarakat Rejang, sebenarnya bukan asli dari suku Rejang melainkan dibawa dan diterapkan oleh Asisten Residen Belanda di Keresidenan Palembang, J Waland. J Waland membawa konsep ke-marga-an itu dari Palembang ke Bengkulu tahun 1861. (mungkin untuk lebih pasnya silakan baca Adatrectbundel XXVII hal 484-6.)
Di dalam IGOB (Inlandsch Gemeente OrdonantieBuitengewesten) tahun 1928 Belanda secara resmi menerap system pemerintahan yang diberi nama Marga. Sedangkan pengaturan system pemerintah di Lampung baru diatur pada tahun 1929. seperti termuat dalam Staatblad 1929 N0 362. Waktu itu Lampung dijadikan satu Afdeling yang dipimpin seorang Residen.
Satu wilayah Afdeling terbagi dalam 5 (lima) onder afdeling masing-masing dikepalai oleh seorang kontolir yang dijabat oleh orang Belanda. Sedangkan system marga di Bengkulu—khususnya pada masyarakat Rejang diterapkan pada tahun 1861 yang dibawa oleh J Waland dari Palembang. Dengan demikian, penerapan pemerintah marga di Bengkulu lebih tua dari di Lampung.
Suku Rejang dikenal mudah penerima pendatang dalam pergaulan sehariu-hari. Namun, di balik penerimaan tersebut. Suku Rejang (Orang Rejang) sering melupakan identitas mereka, karena mudah percaya dengan pendatang. Sebagai satu dari 18 lingkaran suku bangsa terbesar di Indonesia, suku bangsa Rejang 100% menganut agama Islam. Mata pencaharian utama adalah dari sektor pertanian.
Marga atau Mego yang merupakan pola atau sistem administrasi pemerintahan di zaman Hindia Belanda. Bukan asli dari sukubangsa Rejang. Melainkan diimport dari Palembang oleh J Waland, tujuannya untuk kepentingan penjajahan pihak Belanda. Walau kemudian sistem marga itu sangat dikenal oleh masyarakat Rejang, tapi pada akhirnya sistem itu dihapus.

Definisi Marga
Marga adalah komunitas masyarakat yang mendiami beberapa dusun (sekarang, desa) yang merupakan pola atau system administrasi pemerintahan yang dikepalai oleh seorang Pasirah (pesirah, pen). Kalau di Lampung, Marga terdiri beberapa Mego dan sebaliknya demikian. Namun, di Lampung setelah system pemerintahan Marga dihapus dan diganti Negeri. Dan, di Bengkulu langsung masuk ke system tata pemerintahan Indonesia.
Marga juga bias diartikan sebagai nama nama keluarga dari turun temurun yang mengingatkan generasi berikutnya akan nenek moyang mereka. Itu, biasa digunakan di daerah Batak, orang China, Padang dan daerah lainnya. Artinya, marga itu dikaitkan dengan bagian nama sebagai pertanda dari keluarga mana seseorang itu berasal. Marga lazim ada di banyak kebudayaan di dunia.
Nama marga pada kebudayaan Barat dan kebudayaan-kebudayaan yang terpengaruh budaya Barat (yang lebih menonjolkan individu) umumnya terletak di belakang, oleh karena itu disebut pula nama belakang. Kebalikannya, budaya Tionghoa dan Asia Timur lainnya menaruh nama marga di depan karena yang ditonjolkan adalah keluarga, individu dinomorduakan setelah keluarga.
Ada pula kebudayaan-kebudayaan yang dulunya tidak menggunakan marga, misalnya suku Jawa di Indonesia, meski saat ini banyak yang sudah mengadopsi nama keluarga. Dalam sistematika biologis, marga digunakan bergantian untuk takson 'genus'. Dalam hal itu dapat kita lihat di Lampung yang mengenal marga-marga yang mulanya bersifat geneologis-territorial. Tapi, tahun 1928, pemerintah Belanda menetapkan perubahan marga-marga geneologi-teritorial menjadi marga-marga teritorial-genealogis, dengan penentuan batas-batas daerah masing-masing.
Setiap marga dipimpin oleh seorang kepala marga atas dasar pemilihan oleh dan dari punyimbang-punyimbang yang bersangkutan. Demikian pula, kepala-kepala kampung ditetapkan berdasarkan hasil pemilihan oleh dan dari para punyimbang.

Di seluruh keresidenan Lampung, terdapat marga-marga teritorial sebagai berikut:
No. Nama Marga Kecamatan sekarang Beradat Berbahasa(Dialek)
1. Melinting Labuhan Maringgai Peminggir Melinting A (api)
2. Jabung Jabung idem idem
3. Sekampung idem idem idem
4. Ratu Dataran Ratu Peminggir Darah Putih idem
5. Dataran idem idem idem
6. Pesisir Kalianda idem idem
7. Rajabasa idem idem idem
8. Ketibung Way Ketibung idem idem
9. Telukbetung Telukbetung Peminggir Teluk idem
10. Sabu Mananga Padangcermin idem idem
11. Ratai idem idem idem
12. Punduh idem idem idem
13. Pedada idem idem idem
14. Badak Cukuhbalak Peminggir Pemanggilan (Semaka) idem
15. Putih Doh idem idem idem
16. Limau Doh idem idem idem
17. Kelumbayan idem idem idem
18. Pertiwi idem idem idem
19. Limau Talangpadang idem idem
20. Gunungalip idem idem idem
21. Putih Kedondong idem idem
22. Beluguh Kotaagung idem idem
23. Benawang idem idem idem
24. Pematang Sawah idem idem idem
25. Ngarip Semuong Wonosobo idem idem
26. Buay Nunyai (Abung) Kotabumi Pepadun O (nyou)
27. Buay Unyi Gunungsugih idem idem
28. Buay Subing Terbanggi idem idem
29. Buay Nuban Sukadana idem idem
30. Buay Beliyuk Terbanggi idem idem
31. BuayNyerupa Gunungsugih idem idem
32. Selagai Abung Barat idem idem
33. Anak Tuha Padangratu idem idem
34. Sukadana Sukadana idem idem
35. Subing Labuan Labuan Maringgai idem idem
36. Unyi Way Seputih Seputihbanyak idem idem
37. Gedongwani Sukadana idem idem
38. Buay Bolan Udik Karta (Tulangbawang Udik) Pepadun (Megou-pak) idem
39. Buay Bolan Menggala idem idem
40. Buay Tegamoan Tulangbawang Tengah idem idem
41. Buay Aji Tulangbawang Tengah idem idem
42. Buay Umpu Tulangbawang Tengah idem idem
43. Buay Pemuka Bangsa Raja Negeri Besar Pepadun A (api)
44. Buay Pemuka Pangeran Ilir Pakuonratu idem idem
45. Buay Pemuka Pangeran Udik Pakuonratu idem idem
46. Buay Pemuka Pangeran Tuha Belambangan Umpu idem idem
47. Buay Bahuga Bahuga (Bumiagung) idem idem
48. Buay Semenguk Belambangan Umpu idem idem
49. Buay Baradatu Baradatu idem idem
50. Bungamayang Negararatu Pepadun (Sungkai) idem
51. Balau Kedaton idem idem
52. Merak-Batin Natar idem idem
53. Pugung Pagelaran idem idem
54. Pubian (Nuat) Padangratu idem idem
55. Tegineneng Tegineneng idem idem
56. Way Semah Gedongtataan idem idem
57. Rebang Pugung Talangpadang Semende Sumatera Selatan
58. Rebang Kasui Kasui idem idem
59. Rebang Seputih Tanjungraya idem idem
60. Way Tube Bahuga Ogan idem
61. Mesuji Wiralaga Pegagan idem
62. Buay Belunguh Belalau Peminggir (Belalau) A (api)
63. Buay Kenyangan Batubrak idem idem
64. Kembahang Batubrak idem idem
65. Sukau Sukau idem idem
66. Liwa
Balik Bukit Liwa idem idem
67. Suoh Suoh idem idem
68. Way Sindi Karya Penggawa idem idem
69. La'ai Karya Penggawa idem idem
70. Bandar Karya Penggawa idem idem
71. Pedada Pesisir Tengah idem idem
72. Ulu Krui Pesisir Tengah idem idem
73. Pasar Krui Pesisir Tengah idem idem
74. Way Napal Pesisir Selatan idem idem
75. Tenumbang Pesisir Selatan idem idem
76. Ngambur Bengkunat idem idem
77. Ngaras Bengkunat idem idem
78. Bengkunat Bengkunat idem idem
79. Belimbing Bengkunat idem idem
80. Pugung Penengahan Pesisir Utara idem idem
81. Pugung Melaya Lemong idem idem
82. Pugung Tampak- Pesisir Utara idem idem
83. Pulau Pisang Pesisir Utara idem idem
84. Way Tenong Way Tenong Semendo Sumatera Selatan

Susunan marga-marga territorial yang berdasarkan keturunan kerabat tersebut, pada masa kekuasaan Jepang sampai masa kemerdekaan pada tahun 1952 dihapus dan dijadikan bentuk pemerintahan negeri. Sejak tahun 1970, nampak susunan negeri sebagai persiapan persiapan pemerintahan daerah tingkat III tidak lagi diaktifkan, sehingga sekarang kecamatan langsung mengurus pekon-pekon/kampung/desa sebagai bawahannya.

Dalam perkembangannya, suku bangsa Rejang atau Suku Rejang (boleh disebut dengan kata Orang Rejang) banyak melakukan reformasi pola pikir dari pola pikir agraris tradisional ke pola pikir pendidik formal. Masyarakat Rejang pada awalnya banyak mengirimkan putra-putrinya bersekolah ke daerah Sumatera Padang dengan tujuan Padang, Padang Panjang, Bukittinggi, Payakumbuh dan daerah lainnya.

Di samping itu banyak dari mereka bersekolah di Palembang, dan sangat sedikit melanjutkan pendidik ke Jawa. Kalaupun ada, jumlahnya sangat sedikit. Baru sekitar tahun 70-an kelanjutan sekolah orang-orang Rejang berkiblat ke Jawa, terutama Yogyakarta, Jakarta dan Bandung dan adapula yang menerobos ke Medan.

Akibat banyaknya putra-putri orang Rejang pergi merantau melanjutkan pendidikan di luar Bengkulu membawa konsekuensi logis terhadap pertambahan penduduk di Lebong, Rejang dan sekitarnya—di dalam wilayah provinsi Bengkulu. Pertambahan penduduknya lamban.

Dipelopori orang Rejang dari Kotadonok, Talangleak, Semelako dan Muara Aman yang banyak menjadi pejabat di luar daerah, jadi anggota TNI dan Polri. Akhirnya sekitar tahun 1980-an orang Rejang yang jadi anggota TNI dan Polri serta PNS semakin banyak dan bertebaran dari Aceh sampai Irian Jaya.

Rabu, 26 November 2008

Marga Bukan Administrasi Pemerintah Masyarakat Rejang

Marga Bukan Administrasi Pemerintah Masyarakat Rejang
Oleh Naim Emel Prahana

Mengenai istilah marga dalam masyarakat Rejang, sebenarnya bukan asli dari suku Rejang melainkan dibawa dan diterapkan oleh Asisten Residen Belanda di Keresidenan Palembang, J Waland. J Waland membawa konsep ke-marga-an itu dari Palembang ke Bengkulu tahun 1861. (mungkin untuk lebih pasnya silakan baca Adatrectbundel XXVII hal 484-6.)
Di dalam IGOB (Inlandsch Gemeente OrdonantieBuitengewesten) tahun 1928 Belanda secara resmi menerap system pemerintahan yang diberi nama Marga. Sedangkan pengaturan system pemerintah di Lampung baru diatur pada tahun 1929. seperti termuat dalam Staatblad 1929 N0 362. Waktu itu Lampung dijadikan satu Afdeling yang dipimpin seorang Residen.
Satu wilayah Afdeling terbagi dalam 5 (lima) onder afdeling masing-masing dikepalai oleh seorang kontolir yang dijabat oleh orang Belanda. Sedangkan system marga di Bengkulu—khususnya pada masyarakat Rejang diterapkan pada tahun 1861 yang dibawa oleh J Waland dari Palembang. Dengan demikian, penerapan pemerintah marga di Bengkulu lebih tua dari di Lampung.
Suku Rejang dikenal mudah penerima pendatang dalam pergaulan sehariu-hari. Namun, di balik penerimaan tersebut. Suku Rejang (Orang Rejang) sering melupakan identitas mereka, karena mudah percaya dengan pendatang. Sebagai satu dari 18 lingkaran suku bangsa terbesar di Indonesia, suku bangsa Rejang 100% menganut agama Islam. Mata pencaharian utama adalah dari sektor pertanian.
Marga atau Mego yang merupakan pola atau sistem administrasi pemerintahan di zaman Hindia Belanda. Bukan asli dari sukubangsa Rejang. Melainkan diimport dari Palembang oleh J Waland, tujuannya untuk kepentingan penjajahan pihak Belanda. Walau kemudian sistem marga itu sangat dikenal oleh masyarakat Rejang, tapi pada akhirnya sistem itu dihapus.

Definisi Marga
Marga adalah komunitas masyarakat yang mendiami beberapa dusun (sekarang, desa) yang merupakan pola atau system administrasi pemerintahan yang dikepalai oleh seorang Pasirah (pesirah, pen). Kalau di Lampung, Marga terdiri beberapa Mego dan sebaliknya demikian. Namun, di Lampung setelah system pemerintahan Marga dihapus dan diganti Negeri. Dan, di Bengkulu langsung masuk ke system tata pemerintahan Indonesia.
Marga juga bias diartikan sebagai nama nama keluarga dari turun temurun yang mengingatkan generasi berikutnya akan nenek moyang mereka. Itu, biasa digunakan di daerah Batak, orang China, Padang dan daerah lainnya. Artinya, marga itu dikaitkan dengan bagian nama sebagai pertanda dari keluarga mana seseorang itu berasal. Marga lazim ada di banyak kebudayaan di dunia.
Nama marga pada kebudayaan Barat dan kebudayaan-kebudayaan yang terpengaruh budaya Barat (yang lebih menonjolkan individu) umumnya terletak di belakang, oleh karena itu disebut pula nama belakang. Kebalikannya, budaya Tionghoa dan Asia Timur lainnya menaruh nama marga di depan karena yang ditonjolkan adalah keluarga, individu dinomorduakan setelah keluarga.
Ada pula kebudayaan-kebudayaan yang dulunya tidak menggunakan marga, misalnya suku Jawa di Indonesia, meski saat ini banyak yang sudah mengadopsi nama keluarga. Dalam sistematika biologis, marga digunakan bergantian untuk takson 'genus'. Dalam hal itu dapat kita lihat di Lampung yang mengenal marga-marga yang mulanya bersifat geneologis-territorial. Tapi, tahun 1928, pemerintah Belanda menetapkan perubahan marga-marga geneologi-teritorial menjadi marga-marga teritorial-genealogis, dengan penentuan batas-batas daerah masing-masing.
Setiap marga dipimpin oleh seorang kepala marga atas dasar pemilihan oleh dan dari punyimbang-punyimbang yang bersangkutan. Demikian pula, kepala-kepala kampung ditetapkan berdasarkan hasil pemilihan oleh dan dari para punyimbang.

Di seluruh keresidenan Lampung, terdapat marga-marga teritorial sebagai berikut:
No. Nama Marga Kecamatan sekarang Beradat Berbahasa(Dialek)
1. Melinting Labuhan Maringgai Peminggir Melinting A (api)
2. Jabung Jabung idem idem
3. Sekampung idem idem idem
4. Ratu Dataran Ratu Peminggir Darah Putih idem
5. Dataran idem idem idem
6. Pesisir Kalianda idem idem
7. Rajabasa idem idem idem
8. Ketibung Way Ketibung idem idem
9. Telukbetung Telukbetung Peminggir Teluk idem
10. Sabu Mananga Padangcermin idem idem
11. Ratai idem idem idem
12. Punduh idem idem idem
13. Pedada idem idem idem
14. Badak Cukuhbalak Peminggir Pemanggilan (Semaka) idem
15. Putih Doh idem idem idem
16. Limau Doh idem idem idem
17. Kelumbayan idem idem idem
18. Pertiwi idem idem idem
19. Limau Talangpadang idem idem
20. Gunungalip idem idem idem
21. Putih Kedondong idem idem
22. Beluguh Kotaagung idem idem
23. Benawang idem idem idem
24. Pematang Sawah idem idem idem
25. Ngarip Semuong Wonosobo idem idem
26. Buay Nunyai (Abung) Kotabumi Pepadun O (nyou)
27. Buay Unyi Gunungsugih idem idem
28. Buay Subing Terbanggi idem idem
29. Buay Nuban Sukadana idem idem
30. Buay Beliyuk Terbanggi idem idem
31. BuayNyerupa Gunungsugih idem idem
32. Selagai Abung Barat idem idem
33. Anak Tuha Padangratu idem idem
34. Sukadana Sukadana idem idem
35. Subing Labuan Labuan Maringgai idem idem
36. Unyi Way Seputih Seputihbanyak idem idem
37. Gedongwani Sukadana idem idem
38. Buay Bolan Udik Karta (Tulangbawang Udik) Pepadun (Megou-pak) idem
39. Buay Bolan Menggala idem idem
40. Buay Tegamoan Tulangbawang Tengah idem idem
41. Buay Aji Tulangbawang Tengah idem idem
42. Buay Umpu Tulangbawang Tengah idem idem
43. Buay Pemuka Bangsa Raja Negeri Besar Pepadun A (api)
44. Buay Pemuka Pangeran Ilir Pakuonratu idem idem
45. Buay Pemuka Pangeran Udik Pakuonratu idem idem
46. Buay Pemuka Pangeran Tuha Belambangan Umpu idem idem
47. Buay Bahuga Bahuga (Bumiagung) idem idem
48. Buay Semenguk Belambangan Umpu idem idem
49. Buay Baradatu Baradatu idem idem
50. Bungamayang Negararatu Pepadun (Sungkai) idem
51. Balau Kedaton idem idem
52. Merak-Batin Natar idem idem
53. Pugung Pagelaran idem idem
54. Pubian (Nuat) Padangratu idem idem
55. Tegineneng Tegineneng idem idem
56. Way Semah Gedongtataan idem idem
57. Rebang Pugung Talangpadang Semende Sumatera Selatan
58. Rebang Kasui Kasui idem idem
59. Rebang Seputih Tanjungraya idem idem
60. Way Tube Bahuga Ogan idem
61. Mesuji Wiralaga Pegagan idem
62. Buay Belunguh Belalau Peminggir (Belalau) A (api)
63. Buay Kenyangan Batubrak idem idem
64. Kembahang Batubrak idem idem
65. Sukau Sukau idem idem
66. Liwa
Balik Bukit Liwa idem idem
67. Suoh Suoh idem idem
68. Way Sindi Karya Penggawa idem idem
69. La'ai Karya Penggawa idem idem
70. Bandar Karya Penggawa idem idem
71. Pedada Pesisir Tengah idem idem
72. Ulu Krui Pesisir Tengah idem idem
73. Pasar Krui Pesisir Tengah idem idem
74. Way Napal Pesisir Selatan idem idem
75. Tenumbang Pesisir Selatan idem idem
76. Ngambur Bengkunat idem idem
77. Ngaras Bengkunat idem idem
78. Bengkunat Bengkunat idem idem
79. Belimbing Bengkunat idem idem
80. Pugung Penengahan Pesisir Utara idem idem
81. Pugung Melaya Lemong idem idem
82. Pugung Tampak- Pesisir Utara idem idem
83. Pulau Pisang Pesisir Utara idem idem
84. Way Tenong Way Tenong Semendo Sumatera Selatan

Susunan marga-marga territorial yang berdasarkan keturunan kerabat tersebut, pada masa kekuasaan Jepang sampai masa kemerdekaan pada tahun 1952 dihapus dan dijadikan bentuk pemerintahan negeri. Sejak tahun 1970, nampak susunan negeri sebagai persiapan persiapan pemerintahan daerah tingkat III tidak lagi diaktifkan, sehingga sekarang kecamatan langsung mengurus pekon-pekon/kampung/desa sebagai bawahannya.

Dalam perkembangannya, suku bangsa Rejang atau Suku Rejang (boleh disebut dengan kata Orang Rejang) banyak melakukan reformasi pola pikir dari pola pikir agraris tradisional ke pola pikir pendidik formal. Masyarakat Rejang pada awalnya banyak mengirimkan putra-putrinya bersekolah ke daerah Sumatera Padang dengan tujuan Padang, Padang Panjang, Bukittinggi, Payakumbuh dan daerah lainnya.

Di samping itu banyak dari mereka bersekolah di Palembang, dan sangat sedikit melanjutkan pendidik ke Jawa. Kalaupun ada, jumlahnya sangat sedikit. Baru sekitar tahun 70-an kelanjutan sekolah orang-orang Rejang berkiblat ke Jawa, terutama Yogyakarta, Jakarta dan Bandung dan adapula yang menerobos ke Medan.

Akibat banyaknya putra-putri orang Rejang pergi merantau melanjutkan pendidikan di luar Bengkulu membawa konsekuensi logis terhadap pertambahan penduduk di Lebong, Rejang dan sekitarnya—di dalam wilayah provinsi Bengkulu. Pertambahan penduduknya lamban.

Dipelopori orang Rejang dari Kotadonok, Talangleak, Semelako dan Muara Aman yang banyak menjadi pejabat di luar daerah, jadi anggota TNI dan Polri. Akhirnya sekitar tahun 1980-an orang Rejang yang jadi anggota TNI dan Polri serta PNS semakin banyak dan bertebaran dari Aceh sampai Irian Jaya.

Lintas Tambang Emas Di Lebong

Dr Lindayanti. M.Hum
Diposting kembali oleh Naim Emel Prahana
Tanggal 27 November 2008.

Diperkirakan perusahaan eksplorasi emas pertama di Rejang Lebong, khususnya di Lebong sekitar tahun 1897. Perusahaan Eksplorasi Emas Redjang Lebong itu pada tahun 1898 merubah menjadi Perusahaan Tambang Redjang Lebong. Tahun 1900 berdiri pula Perusahaan Eksplorasi Tambang Lebong Sulit, Perusahaan Eksplorasi Tambang Emas Simau (1901), Perusahaan Tambang Lebong Kandis (1909), dan Perusahaan Tambang Glumbuk (1910).
Namun demikian, jauh sebelum pembukaan tambang emas secara besar-besaran itu, masyarakat Rejang sudah melakukan kegiatan penambangan emas secara tradisionil. Terutama setelah selesai panen.
Dari brbagai sumber, seperti keterangan informasi dari Haji Ismael, warga Pasar Curup yang menceritakan pengetahuannya tentang daerah Rejang Lebong yang banyak mengandung emas. Kemudian informasi Administratur Perkebunan Kopi Soeban Ayam , Eugen Kassel. Pembukaan tambang emas di Lebong diawali dengan penelitian awal dilakukan Eugen Kassel di daerah Lebong. Hasil penelitian emas di daerah Lebong itu menarik perhatian para pengusaha tambang emas di Batavia, yang kemudian mendirikan perusahaan tambang emas bernama Lebong Goud Syndicaat untuk mengadakan penelitian tentang kandungan emas di daerah Lebong.
Lalu diikuti berdirinya perusahaan-perusahaan tambang di daerah Lebong. Sebenarnya, sebelum orang-orang Eropa menemukan tambang emas di daerah Lebong, penduduk setempat sudah terlebih dahulu melakukan penambangan emas. Hal ini dapat diketahui berdasarkan cerita rakyat, dan diantaranya berdasarkan informasi dari Sultan Maruan keturunan dari Sultan Muko-Muko.
Oleh karena itu, sejak dimulainya pembangunan jalan dari kota Bengkulu menuju dataran tinggi Lebong, perusahaan telah menggunakan kuli-kuli pendatang. Pemakaian jumlah kuli pendatang bertambah sejak 1900-an dengan kegiatan eksplorasi tambang di daerah Lebong. Saat itu di Lebong diperkirakan terdapat enam sampai tujuh perusahaan eksplorasi, salah satunya milik Firma Erdmann & Sielcken, yaitu Perusahaan Eksplorasi Tambang Redjang Lebong. Setelah perusahaan eksplorasi berhasil menemukan area penambangan di Lebong Donok (Marga Suku IX) maka perusahaan tambang dibentuk, yaitu Perusahaan Tambang Emas Redjang-Lebong di bawah direksi Lebong-Goudsyndicaat.
Pada masa awal eksploitasi, Perusahaan Tambang Redjang Lebong banyak menggunakan kuli orang Cina yang didatangkan dari Singapura, dan sebagian kecil kuli dari Jawa Barat. Penggunaan kuli dari Cina itu karena kuli dari Pulau Jawa sulit didapatkan dengan adanya permintaan yang besar terhadap kuli dari Pulau Jawa untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi tambang di wilayah Hindia Belanda. Mereka pun sulit mendapatkan kuli dari daerah sekitar penambangan karena kebanyakan orang Rejang tidak berminat bekerja di perusahaan tambang maupun perkebunan milik orang Eropa. Mereka hanya bersedia bekerja sekali waktu di pertambangan dan kadang kala mereka menjual hasil padi, ternak, sayur, dan kayu untuk bangunan pada perusahaan.
Setelah mendapatkan kuli, perusahaan masih harus menghadapi permasalahan banyak kuli yang sakit, bahkan meninggal dunia pada awal kedatangannya. Hal ini terjadi antara lain karena lokasi penambangan yang jauh di pedalaman Dataran Tinggi Rejang Lebong sehingga kuli pendatang harus menempuh perjalanan panjang untuk mencapai lokasi penambangan. Kuli pendatang dari Pelabuhan Bengkulu harus berjalan kaki selama tujuh hari melewati Kepahiang, Pasar Curup, dan Dusun Kotadonok untuk sampai ke Lebong Donok.
Menurut laporan perusahaan, pada tahun 1898 Perusahaan Tambang Redjang-Lebong telah mempekerjakan kuli sebanyak 650 orang. Mereka dipekerjakan untuk pembukaan hutan dan pembangunan jalan dengan upah kerja sebesar 40 sen/orang/hari dengan tambahan 20 sen bagi kuli yang bekerja di luar perusahaan. Masa eksplorasi tambang dan pembuatan jalan dirasakan berat bagi para kuli tambang, karena mereka bekerja di daerah ketinggian 1.200 meter/dpl. di perbukitan Barisan. Selain medan yang berat, para kuli sering mengalami kurang makan dan terserang penyakit, terutama pada musim hujan. Penyakit yang sering menyerang para kuli saat membuka hutan dan membangun jalan adalah malaria dan beri-beri. Kematian kuli yang tinggi terutama terjadi saat eksplorasi tambang di Lebong Donok (tahun 1901), yaitu 50 orang/bulan dan pada tahun 1902 kuli yang meninggal dunia berjumlah 263 orang, sedangkan kuli yang sakit berjumlah 1584 orang.
Curah hujan yang tinggi di Dataran Tinggi Rejang Lebong menjadi salah satu sebab banyak kuli terjangkit penyakit, selain itu juga mengakibatkan banyak jembatan dan jalan yang rusak karena diterjang banjir. Misalnya, pada tahun 1898 banjir mengakibatkan jalan pemerintah antara kota Bengkulu menuju Lais tertutup untuk angkutan gerobak. Hal ini mengakibatkam pasokan beras untuk para kuli yang kebanyakan berada di daerah Redjang-Lebong terhenti. Oleh karena beras masih didatangkan dari Batavia melalui pelabuhan Bengkulu, apabila terjadi keterlambatan kedatangan beras, maka di lokasi penambangan akan terjadi kekurangan pangan.
Pada awal pertumbuhan, perusahaan mengalami berbagai kesulitan, antara lain kekurangan tenaga kerja dan kecukupan kebutuhan pangan bagi pekerja perusahaan. Dalam hal mengatasi kekurangan tenaga kerja, perusahaan mendatangkan tenaga kerja kuli dari daerah lain, terutama dari Pulau Jawa. Selanjutnya, dalam hal memenuhi kebutuhan pangan, pihak perusahaan berusaha menarik para bekas kuli untuk menetap di sekitar perusahaan. Perusahaan akan menyediakan lahan untuk bertani bagi bekas kuli yang mau menetap.

( Dikutip dari dan seizin Dr. Lindayanti. M.Hum “ BAB III : KEBUTUHAN TENAGA KERJA DAN KEBIJAKAN KEPENDUDUKAN: MIGRASI ORANG DARI JAWA KE BENGKULU 1908-1941” Disertasi untuk memperoleh derajat Doktor Ilmu Sejarah pada Universitas Gadjah Mada 9 Agustus 2007.)Untuk kajian tentang Sejarah Perkebunan Teh di Bengkulu dapat dilihat dari Skripsi Sarjana Sastra bidang Ilmu Sejarah. Fak. Sastra Universitas Andalas Padang. Ardiansyah.DSS “SEJARAH PERKEBUNAN TEH DI BENGKULU 1927-1988”

Literature
[1] Mengenai Traktat London lihat, P.H. van der Kemp, “Benkoelen Krachtens het Londensch Tractaat van 15 Maart 1824” BKI deel 56, (‘s-Gravenhage: Martinus Nijhoff, 1903) hlm. 308-312.

[2] Seorang posthouder untuk daerah Lais dan Kaur, seorang gezaghebber untuk daerah Muko-Muko dan Manna, dan seorang kontrolir untuk daerah Seluma dan Krui dengan fungsi yang sama, yaitu penanggung jawab wilayah masing-masing, L. van Vinne, “Benkoelen zoo als het is, en de Benkoelezen zoo als Zij zijn”, TNI vijfde jrg. (Batavia: Ter Landsdrukkerij, 1843), hlm. 558.

[3] Penduduknya terdiri dari penduduk asli (disebut anak sungai) dan penduduk pendatang dari Indrapura (disebut anak pesisir).

[4] Penduduknya adalah suku Rejang Empat Petulai, distrik Sungai Itam yang dihuni oleh penduduk yang disebut anak lakitan

[5] Penduduknya disebut anak lakitan

[6] Pada masa pemerintahan Kompeni Inggris daerah-daerah ini disebut wilayah Keresidenan Luar yang diperintah oleh seorang Residen

[7] Mengenai besarnya tunjangan yang diberikan kepada para Kepala Adat di Bengkulu dapat dilihat di ‘Over Pangerangs Raad Bencoelen’, Arsip Bengkulu, no. B 6/13

[8]Surat Keputusan Komisaris Jendral no.69, tanggal. 18 Agustus 1826, lihat ‘Aantekeningen Gehouden op een Reis in de Binnenlanden van Sumatra enz, De Oosterlingen 1832, Arsip Bengkulu, no. B 6/24
[9] P. Wink, “ De Ontwikkeling der Inheemsche Rechtspraak in het Gewest Benkoelen”, TBG deel LXIX (Batavia: Albrecht & Co., 1912), hlm. 27

[10] Perjanjian berisi tentang pengukuhan hak pemilikan wilayah kepada Pangeran Sungai Lemau, Pangeran Sungai Itam, Sultan Muko-Muko, serta Kepala distrik di wilayah Manna, Seluma, dan Kaur. Lebih lanjut lihat Orders by the Honble the Lieutenant Governor Fort Marlborough 22 May 1820”, Arsip Bengkulu B. 6/14

[11] Mengenai percobaan tanam paksa pala dan cengkeh masa Asisten Residen Knoerle dapat dilihat pada “Extract uit het Register der Handelingen en Resolutien van der Gouverneur Generaal in Rade 1832-1833”, Arsip Bengkulu, no. B 8/12
[12] “Nota Over Benkoelen Geschreven te Padang, in 18 Februari 1840 door Resident van Ajer Bangis de Perez, Arsip Bengkulu no. B 6/17, mengenai Tanam Paksa di Bengkulu lihat pada E.B. Kielstra, “Dwangcultuur en Vrije Arbeid in Bengkoelen”, Indische Gids 10e jrg II, 1888, hlm. 1209-1235.
[13] Mvo. Residentie Benkoelen, 1924, KIT 200, hlm. 53.
[14] Staatsblad 1860. no. 30a.


Jumat, 21 November 2008

Ekonomi

Naim Emel Prahana
Ekonomi Tumbuh
Rakyat Tetap Miskin
PEMERINTAH sudah mengeluarkan statemen tentang persentase pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan III 2008, yang dibandingkan dengan triwulan ke III 2007 mencapai 6,1 persen. Padahal diketahui sejak 2000 Indonesia mengalami keisis multidimensi yang menurut banyak analis, sulit akan ke luar jika kondisi penyelenggaraan pemerintah masih seperti sekarang ini.
Yang lebih parahnya, pernyataan pemerintah tentang pertumbuhan ekonomi di tengah krisis ekonomi global, dikatakan tidaklah penting. Karena, para analis ekonomi dan pengamat menilai, yang paling utama adalah bagaimana pemerintah membidik perhatian mengenai kualitas pertumbuhan ekonomi itu sendiri.
Sebab, pernyataan pemerintah tentang kondisi membaik dunia ekonomi, tidak menjelaskan kondisi riil perekonomian masyarakat yang benar-benar terlihat dalam aktivitas masyarakat itu sendiri.
Perhitungan perekonmian yang membaik secara year on year (2008—2007) itu telah membuat pemerintah berani mennargetkan komposisi pertumbuhan ekonomi sepanjang 2008 atau antara Januari—September 2008 sebesar 6,3 persen. Dikatakan, persentase pertumbuhan sebesar itu menurut para pengamat didasari factor pendukung apa.
Artinya, siapa yang menikmati pertumbuhan demikian, sedangkan kondisi rakyat belum sama sekali meeningkat kesejahteraannya. Bahkan, secara umum m.werosot. tingkatydaya beli masyarakat makin rendah.
Hal itu wajar, sebab tumbuhnya ekonomi secara baik dicerminkan dengan meningkatnya factor kesejahteraan rakyat (masyarakat). Sektor padat modal, mengasumsikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak dirasakan semua orang, terutama rakyat miskin. Kelompok mayoritas penduduk Indonesia itu tetap saja miskin dengan tingginya tingkat inflasi.
Akibatnya, tidak kenaikan pendapatan. Dengan demikian, yang tumbuh itu bukanlah sector ekonomi terkait dengan kegiatan rakyat. Boleh jadi, melihat perjalanan krisis multidimesinal bangsa Indonesia, terutama ekonomi, politik, hokum dan pendidikan. Maka tingkat pertumbuhanm ekonomi riil tahun 2008 tidak akan mencapai 6 persen.
Beberapa factor pendukungnya adalah tingginya suku bunga yang menjadi hambatan kegiatan (rutinitas) sector riil. Dengan pemberatan sikap pemerintah yang tidak memperhatikan kebutuhan konkrit pada sector domestic (dalam negeri).
Kemudian, masih tingginya angka tindak pidana korupsi, kejahatan, penyalahgunaan anggaran bantuan yang merata di semua lini, yang pemerintah terlihat jelas tidak mampu mempercepat realisasi anggaran.
Yang lebih menyedihkan sekarang ini—yang sangat dirisaukan para tokoh perbankan BNI dengan melemahnya tingkat konsumsi. Dengan situasi pra krisis seperti sekarang, sektor tersebut sudah memberi isyarata akan terjadinya gelombang PHK beberapa waktu ke depan (2009).
Sisi konsumsi, angkanya melemah. pertumbuhan kuartal IV-2008 akan lebih buruk karena sektor konsumsi turun yang mampu mendorong jika proyek-proyek pemerintah dikerjakan dan akan mendapat income, konsumsi pun naik Stimulus fiskal APBN belum optimal, dari penyerapan belanja modal APBN 2008 s/d 31 Oktober 2008 baru 50 persen.nep.
Naim Emel Prahana
Pembangunan Pedesaan
MELALUI Koran ini, sering dilontarkan bahwa sebenarnya pemerintah itu tidak ikhlas membayar para pegawainya dengan pembuktian, pemerintah selalu membuat kebijakan pendapatan lebih rumit dengan peraturan-peraturan yang nyaris bertabrakan dan saling menindih.
Di tingkat riil—di lapangan, aparat pemerintah sangat mendominasi pergerakan peredaran uang melalui sektor dana bantuan. Baik dana bantuan melalui dunia pendidikan, partai politik, kesenian, keamanan dan ketertiban, SDM dan tenaga kerja dan sector lainnya.
Kebijakan alokasi dana di seluruh Indonesia, khususnya untuk alokasi dana pembangunan desa tidak lebih dari 1,3 persen dari total APBN yang sudah mencapai Rp 1.000,- triliun. Hal itu bertentangan sekali dengan penyebaran penduduk Indonesia yang 60% berada di pedesaan.
Atau sekitar 220 juta jiwa tinggal di pedesaan. Nilai alokasi dana desa (ADD) yang sangat kecil dan rendah itu jika dihitung secara riil hanya Rp 47 juta per tahun. Dengan asumsi pembagian adalah biaya operasional (OP) pengurus rukun tetangga/rukun warga (RT/RW) nilainya hanya Rp 50.000,- per tahun.
Di hamper semua desa terlihat jelas, bagaimana kondisi fasilitas kerja kepala desa dan perangkatnya. Sangat-sangat tidak baik, kondisi seperti itu, bagaimana mungkin perangkat desa bisa bekerja maksimal membangun desanya. Idealnya ADD harus lebih dari 10% dari APBN dan harus pula merombak UU 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Belum lagi kita melihat sarana fisik lainnya di desa, seperti jalan, sekolah, rumah-rumah penduduk dan fasilitas utama seperti listrik, air bersih dan penegakan hukum yang tidak prosfektif untuk membangun desa lebih lanjut di kemudian waktu.
Kalau tidak maksimalnya jumlah bantuan anggaran untuk ADD, desa hanyalah sebuah cerita yang terus dan terus makin tidak berdaya mempertahankan otonomi desanya yang menjadi pendukung utama suatu negara dan bangsa. Hamper 70% kondisi desa kita sangat memprihatinkan yang menjadi objek perubahan dan perkembangan zaman.
Oleh karena itu, di tengah hiruk pikuk pelaksanaan pilkada, pemilu dan pilpres yang menghabiskan uang yang luar biasa itu. Pemerintah sudah harus berpikir tentang desa tentang factor desa sebagai pertahanan utama bangsa dan Negara ini.
Desa harus jadi pusat kegiatan ekonomi, pusat peradaban, pusat keamanan dan ketyertiban, pusat pendidikan dan pusat sumber tenaga kerja yang trampil dan terdidik. Tidak berlebihan jika setiap 2 buah desa terdapat 1 buah SMA, 1 buah SMP, TK, dan minimal 5 buah sekolah dasar.
Rakyat tak perlu lagi ke kota atau menjadi tenaga kerja Indonesia yang hanya menjadi pembantu rumah tangga di negeri orang. Sudah seharus penyelenggara pemerintahan meninggalkan citra bangsa ini sebagai bangsa pembantu rumah tangga.
Bagaimana caranya? Maka, arahkanlah pembinaan dalam pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dengan memberikan basic dasar jiwa nasionalisme dalam diri setiap orang Indonesia yang dimulai dari desa. Membangun desa ibarat mempercantik putrid-putri desa yang memang sudah cantiok alami—sehingga orang desa tidak perlu berbondong-bondong ke kota.nep.

Jumat, 14 November 2008

Premanisme

Naim Emel Prahana
Olahraga Karate
MULAI besok di Liwa, Lampung Barat digelar Gashuku, Ujian DAN & Ujian Wasit/Juri Inkai Daerah Lampung tahun 2008 yang akan berlangsung mulai tanggal 14 November 2008 sampai 17 November 2008. Kemudian istirahat dua minggu, para karateka seluruh Indonesia akan ikut dalam Kejuaraan Nasional (Kejurnas) Kasad Cup IX 2008 di Gelora Bung Karno, Jakarta—tepatnya mulai tanggal 4 sampai 8 Desember 2008.
Untuk sementara, Lampung yang dulunya banyak memback up atlet nasional di berbagai event kejuaraan karate Nasional dan Internasional. Memang beberapa tahun terakhir ini agak kedodoran. Dan, prestasi demikian perlu mendapat perhatian serius berbagai kalangan.
Atlet karate Lampung dari berbagai perguruan yang tergabung dalam Federasi Olahraga Karate-Do Indonesia (Forki), perlu mendapat perhatian dengan beberapa faktor pendukung yang harus diupayakan secara maksimal.
Sejak beberapa tahun terakhir prestasi atlet karate secara nasional memang maju pesat. Baik perkembangan per daerah maupun teknik yang digunakan dalam kejuaraan, sudah sedemikian maju. Kecepatan (speed) menjadi andalan, di samping kemampuan meminit dan mengantisipasi gerakan lawan (pembacaan gerakan).
Tapi, ada hal pokok yang tidak boleh dilupakan yaitu tentang bantuan dana dari pemerintah daerah. Apakah melalui KONI atau langsung oleh pemerintah daerah hingga kabupaten/kota. Selama ini anggaran untuk olahraga karate masih sangat minim. Kita ketahui, bahwa kebutuhan pertandingan, latihan dan pembinaan di dunia olahraga karate membutuhkan dana yang cukup besar.
Kenyataan yang harus diterima beberapa tahun terakhir ini, perjuangan induk organisasi karate-do Indonesia (Forki) tadi, sangat berat sekali. Apalagi untuk mengirimkan atlet-atletnya ke berbagai even (kejuaraan). Sebab, semakin banyak mereka mengikuti kejuaraan, semakin bagus prospek prestasi yang bakal diraih.
Semuanya membutuhkan dana cukup besar, semuanya melibatkan banyak pihak dan itu merupakan tanggungjawab bersama. Artinya, pemerintah daerah—khususnya jangan hanya bangga dan senang ketika atlet karate memperoleh penghargaan di tingkat nasional saja. Tetapi, dalam perjalanan proses mencapai yang paling baik prestasi itulah yang membutuhkan kasih sayang.
Atlet saat ini, termasuk karateka—tidak bisa hanya mengandal mitos “datang, tanding dan menang!”. Sebab, kemenangan harus dicapai dengan perjuangan dan pengorbanan yang cukup berat dan besar tantangannya.
Mungkin, itulah besok Afialiasi Inkai Pusat akan mengadakan Gashuku, Ujian DAN & Ujian Wasit/Juri Inkai Daerah Lampung tahun 2008 di Liwa, Lampung Barat. Sebuah even tingkat daerah dan nasional yang penting artinya bagi atlet karate Kyu I, DAN I sampai selanjutnya.
Event itu merupakan penorehan status dan golongan seorang atlet karate dan wasit/juri karate di lingkungan keluarga besar Inkai di Lampung ini. Semuanya tidak gratis, termasuk biaya yang harus dikeluarkan seorang karateka, sangat-sangat besar. Jika ada bantuan dari pemerintah kabupaten/kota—mungkin prestasi bisa ditingkatkan dan kualitas atlet makin hari makin baik. nep.


Naim Emel Prahana
Premanisme
KONSEP pemberantasan premanisme sudah disosialisasi oleh aparat penegak hukum sejak reformasi tahun 1998. Namun, kebebasanisme tetap menjadi bagian yang tak terpisahkan lahirnya generasi premanisme sampai ke pelosok pedesaan. Paham ‘bebas’—di kalangan masyarakat, juga terjadi di kalangan birokrat dan aparat penegak hukum.
Persoalannya, apakah konsep pemberantasan premanisme dengan menangkap atau ‘mengamankan’ orang-orang yang dinilai dapat menimbulkan keresahan, ketidaktertiban sosial masyarakat atau munculnya tindak kejahatan. Mampu menekan angka kriminalitas di tengah kehidupan?
Itu pertanyaan yang pas untuk diajukan kepada aparat penegak hukum melalui lembaganya, seperti Polri dan TNI. Ada beberapa faktor munculnya paham preman (premanisme) tersebut. Antara lain lemahnya pelaksanaan penegakan hukum, kesulitan ekonomi, tingginya tingkat pengangguran, munculnya prinsip hidup kapitalisme yang hanya mementingkan diri sendiri (keluarga) dan kelompok tertentu.
Aksi-aksi premanisme, bukan hanya terjadi di tempat-tempat umum, melainkan hampir di semua tempat. Misalnya di lingkungan rumah, lingkungan sekolah, lingkungan RT, LK, RW dan kampung. Selama ini premanisme dikenal hanya di lingkungan kota; seperti di pasar, terminal, stasiun, pelabuhan atau di tempat-tempat keramaian.
Semuanya dilatarbelakangi oleh faktor tersebut di atas ditambah lagi faktor lain, yaitu psikologi masyarakat yang tengah dilanda krisis ekonomi dan krisis kepercayaan kepada aparat pemerintah dan penegak hukum.
Untuk mengatasi itu semua, tidak cukup hanya mengamankan (menangkap) para preman yang di pasar. Sebab, preman itu banyak jenisnya. Ada preman berdasi, ada preman berseragam, ada preman mistetius, preman profesi dan yang biasanya adalah preman biasa yang mangkal tempat-tempat ramai. Semuanya adalah preman yang dimaksud dalam kamus premanisme.
Mengatasinya atau solusinya, memang harus ada pola pikir negatif thinking dan positif thinking. Yaitu ramuan dari kedua pola pikir tersebut, untuk bagaimana menegakkan aturan hukum yang sebenarnya dan bagaimana pemerintah mampu mengatasi krisis multidimensi yang tengah melanda bangsa dan negara ini.
Korupsi yang dilakukan pejabat, bisa jadi sebagai faktor pendukung munculnya premanisme, akibat tingginya ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah dan aparat penegak hukum.
Kenapa demikian, sebab dalam penegakan hukum antara aparat penegakan hukum dengan pemerintah (pejabat) selalu terjadi kompromi bila menyangkut kasus yang melibatkan keluarga pejabat. Sementara bila kasus yang sama melibatkan keluarga masyarakat biasa, hukum selalu ditegakkan, bahkan berlebihan penegakannya.
Artinya, mulai dari pengaduan dan jika dicabut pengaduan selalu diminta biaya administrasi, padahal tidak demikian aturan hukumnya. Hal-hal demikian harus diselesaikan lebih dulu, ketimbang menangkap para preman, kemudian dilepas lagi. Bila itu saja yang dilakukan, maka preman akan muncul terus dan jumlahnya akan bertambah serta hasil yang dicapai aparat penegak hukum, sia-sia.
Sekali lagi, hukum harus selaras antara rule of law dan rule of gamenya—soal penerapan hukum yang dikesamping, ada aturannya tersendiri.nep.

Sejarah Transmigrasi di Bengkulu

Sejarah Transmigrasi di Bengkulu
Oleh Naim Emel Prahana

Pendahuluan
Awal abad ke XX di Indonesia (Hindia Belanda) ramai diberitakan tentang kelebihan penduduk di Pulau Jawa. Dengan adanya kelebihan penduduk tersebut, dikhawatirkan munculnya persoalan-persoalan serius mengenai kelaparan yang akhirnya membuat rakyat menjadi melarat.

Pada September 1902 Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan instruksi kepada Asisten Residen Sukabumi, HG Heyting dengan beslit (surat) No 17 tanggal 30 September 1902. dalam surat itu diminta Asisten Residen Sukabumi untuk mempelajari secermat mungkin untuk memindahkan penduduk di Pulau Jawa ke daerah seberang (ke pulau-pulau yang ada di luar Pulau Jawa).

Desember 1902, Asisten Residen Sukabumi, Heyting mengeluarkan rancangan anggaran belanja untuk penyelenggaraan perpindahan penduduk atau waktu itu disebut dengan kolonisasi, sedangkan pendudukan (rakyat) yang akan dipindahkan disebut dengan nama kolonis. Anggaran belanja itu akan dipergunakan untuk memindahkan penduduk dari 5 daerah di pulau Jawa ke 5 daerah di luar pulau Jawa. Anggaran belanjanya direncanakan sebesar f 7 miliun.

Akan tetapi, rencana itu belum dilaksanakan, karena pemerintah Belanda hanya menginginkan perpindahan pendudukan itu untuk satu daerah saja dan itu sebagai percobaan programn kolonisasi. Akibatnya, Heyting kembali mengajukan usulan, agar diadakan program percobaan kolonisasi (transmigrasi). Program itu tidak mengirimkan kolonis ke luar pulau Jawa melainkan perpindahan penduduk dari daerah Kedu ke selatan, yaitu ke Banyuwangi pada tahun 1905.

Boleh jadi, Heyting adalah tokoh transmigrasi (kolonisasi) di Indonesia. Walau demikian keputusan parlemen Belanda (Tweede Kamer) 1904 yang mengutus 2 (duia ) anggotanya ke Hindia Belanda, yaitu Cramer dan Fock . Perpindahan pendudukan dari daerah Kedu dan Madura ke Banyuwangi yang tak pernah terlaksanya, telah memberikan pelajaran yang berarti bagi pemerintah Hiandia Belanda. Terutama efektivitas penggunaan anggaran untuk mengirim para kolonis ke luar Jawa.

Cramer dan Fock sangat setuju jika perpidahan penduduk itu diarahkan dari Jawa ke luar Jawa. Sebab, program kolonisasi dari Kedua ke Banyuwangi diperintahkan untuk dihentikan.

Maka, tahun 1905 pemerintah Hindia Belanda memulai program kolonisasi ke Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung dan Palembang. Namun, setelah dipertimbangkan, maka program kolonisasi pertama dilakukan ke Telukbetung (Lampung)—tepatnya di Gedong Tataan (dalam wilayah keresidenan Lampung).

Program kolonisasi tahun 1905 ke Gedong Tataan itu, kemudian disusul ke daerah-daerah lain di Lampung, seperti Gedong Dalam (Sukadana), Wonosobo dan sebagainya. Antara tahun 1905—1915 proghram kolonisasi diserahkan dan dipimpin oleh asisten wedana. Akan tetapi sejak tahun 1915 program kolonisasi di Lampung dipimpin oleh administrator bank. Dan, system kolonisasi pun diganti dengan system yang baru yaitu system utang.

Kolonisasi Bengkulu
Pada tahun 1905 diadakanlah pembicara antara pemerintah dengan resideng Bengkulu tentang perconaan pengiriman kolonis ke wilayah itu. Daerah yang dipilih adalah daerah Rejang Lebong sekitar 4 pal jaraknya dari tanah konsesi maskapai tambang Rejang Lebong.

Dari hasil penelitian dio daerah Bengkulu (Rejang), maka pada tahun 1908 kontrolir Kepahiang DG Hoeyer bersama dengan beberapa kepala marga (pasirah) mengajukan usul kolonisasi ke daerah Bengkulu. Dengan tujuan, agar ilmu yang tinggi dibidang pertanian masyarakat Jawa akan dapat memajukan daerah Bengkulu. Usulan itu diterima oleh pemerintah Belanda.

Pada tahun 1909 dikirimkanlah kolonis pertama ke daerah kepahiang. Para kolonis yang dikirim itu berasal dari daerah Bogor dan Periangan. Program itu berhasil dengan baik sekali. Maka, ke luarlah beslit No 17 tanggal 25 Januari 1909 dengan menyerahkan uang f 20.000,- sebagian uang itu untuk membantu kas marga (restitutie). Sebagian lagi untuk biaya pemindahan para kolonis dari daerah Pesundan ke Kepahiang.

Kemudian, 1909 itu juga dibuka 3 (tiga) desa kolonisasi di daerah rejang, yaitu Permu, Air Sompiang dan Talang Benih. Para kolonis yang pandai bercocok tanam itu, di daerah-daerah tersebut mengalami kesulitan masalah kesehatan. Oleh karena itu tanggal 20 Desember 1910 ke luarlah beslit No 23 yang isinya pemerintah menyediakan anggaran sebesar f 5.000,-untuk memindahkan kolonis suku Jawa ke daerah dekat Muara Aman (Lebong) dan f 3.000,-biaya untuk perbaikan saluran air yang melalui daerah itu.

Keadaan para kolonis di daerah Lebong lebih baik daripadfa keadaan kolonis di daerah Permu, Air Sompeang dan Talang Benih. Pada tahun 1911 pemerintah mendatangkan lagi kolonis dari JawaTengah dan Periangan yang ditempatkan di Sukabumi, dekat Muara Aman.

Tahun 1912 beberapa kolonis di Sukabumi dikirim ke Jawa, untuk mencari para kolonis baru yang akan diberangkatkan ke daerah Lebong. Sampai tahun 1915 di daerah Rejang sudah terdapat 791 jiwa kolonis dan di daerah Lebong sebanyak 268 jiwa kolonis. Pada tahun 1919 pemerintah membuka lagi daerah kolonisasi di Lebong yang diberi nama Magelang Baru. Keadaan para kolonis di Sukabumi dan Magelang Baru di Lebong itu keadaannya sangat baik dan sejahtera.

Para kolonis itu awalnya bekerja di kebun-kebun milik orang lain, kemudian setelah kebun-kebun kopi mereka berhasil. Mereka pun memperluas areal perkebunan dengan cara yang lebih baik lagi. Dalam tahun 1930 Bank Rayat di Lebong menyediakan uang sebesar f 5.000,-untuk pemindahan 43 keluarga kolonis dari daerah keresidenan Banyumas (Jawa Tengah). Para kolonis itu ditempatkan di dekat Kota Bengkulu 10 keluarga, Perbo 35 keluarga, di Perbo sudah tersedia tanah seluas 200 bau yang siap dikerjakan dan diairi.

Antara bulan Februari—Maret 1931 di daerah Perbo didatangkan lagi (ditempatkan) 600 jiwa kolonis. Mereka terdiri dari korban letusan Gunung Merapi di Yogyakarta. Kemudian ditempatkan lagi di Rejang kolonis dari Begelen sebanyak 150 jiwa. Pembukaan lahan-lahan kolonisasi terus dilakukan. Pada tahun 1932 di sebelah Timur Curup yaitu di Pelalo didatangkan lagi kolonis berasal dari Blitar (Jawa Timur), yang kedudukan mereka berdiri sendiri tanpa bantuan pemerintah.

Kolonisasi-kolonisasi baru tersu dibuka oleh pemerintah. Pada tahun 1935 pmerintah membuka daerah kolonisasi baru bernama Lubuk Mampo sebanyak 200 keluarga yang berasal dari buruh kontrak di Jawa. Untuk anggaran pengiriman biaya para kolonis itu ditanggung oleh Departemen Kehakiman.

Sebab, setelah tahun 1935 pemerintah meletakkan kewajiban pada kolonis untuk membayar ongkos pemindahan f 12,50 setiap keluarga. Sebagai balasannya, para kolonis untuk 1 keluarga mendapat 1 bau pekarangan dan 1 bau tanah sawah. Tanah-tanah itu dapat diperluas sekuat mereka mengerjakannya. Maka, ketika mereka panen sangat membutuhkan tenaga bawon.

Akhir tahun 1938 luas tanah yang sudah ditanami mencapai 1.766 bau, sedangkan sampai tahun 1939 luas areal sawah sudah mencapai 1.600 bau. Hasil panennya di Rejang Lebong mencapai 20—29 kwintal padi kering per hektar. Di Kemumu hasil lading sekitar 24 kwintal per hektar dan di Perbo 19 kwintal per hektar padi kering. Sedangkan hasil sawahnya antara 12 kwintal—44 kwintal per hektar padi kering.

Tanah kolonisasi di Kemumu luasnya mencapai 1.200 bau yang sangat cocok untuk dijadikan lahan sawah. Dari tanah seluas itu, 200 baunya sudah ditanami dan 396 bau tahun 1940 dibagikan lagi. Di antaranya 90 bau untuk tanah pekarangan para kolonis.

Di Perbo luas tanah sawah kolonis 456,5 bau yang telah dibagikan kepada 445 keluarga (1.752 jiwa). Pembagiannya adalah 301,5 bau yang sudah ditanami, sisanya 112 bau dibagikan lagi kepada keluarga kolonis. Untuk tanah pekarangan yang sudah dibagikan mencapai luas 120 bau. Untuk keluarga kolonis yang baru dating mendapat bantuan bahan makanan selama 1 minggu. Selanjutnya mereka akan mendapat hasil dari upahan di sawah milik kolonis yang sudah lama menetap. Para kolonis yang baru, setelah 1—4 bulan sudah dapat memetik hasil berupa palawija yang ditanam di lahan-lahan yang sudah dibagikan.




Hasil Pertanian 1939
(per hektar )
daerah padi sawah padi lading
kolonisasi dalam kwintal dalam kwintal

Kemumu 25 29
Perbo 17 16
Rejang Lebong 17 18

Biasanya keluarga kolonis sehabis panen padi sawah atau lading menanam palawija yang hasilnya sangat baik. Mereka menghasilkan kacang 6,5 kwintal per hektar, kacang kedelai 7 kwintyal per hektar.

Akhir tahun 1940 di Kemumu jumlah keluarga kolonisasi sebanyak 281 KK atau 1.396 jiwa dan di Perbo 445 KK atau 1.792 jiwa. Sedangkan jumlah kolonis di seluruh keresidenan Bengkulu akhir tahun 1940 berjumlah 7.443 jiwa (orang), diantaranya 4.295 orang (kl. 1.273 keluarga) menetap di Rejang Lebong yang telah membuka 1.685 bau tanah.

Setelah pecah perang dunia ke II (PD II), di daerah keresidenan Bengkulu belum ada keluarga kolonis yang besar. Namun, kehadiran para kolonis di Bengkulu, khususnya di Kepahiang, Curup dan Muara Aman dan sekitarnya banyak memberikan aspirasi kepada penduduk asli Rejang tentang tata cara bertani dan lainnya.

Program kolonisasi yang diselenggarakan oleh pemerintah Hindia Belanda sejak tahun 1905—1941, kemudian ketika Indonesia sudah merdeka. Maka program kolonisasi itu diganti namanya menjadi program transmigrasi yang mulai diselenggarakan oleh pemerintah Indonesia sejak tahun 1950—1951.

Namun di daerah Bengkulu pengiriman transmigrasi tidak seperti di daerah lainnya di Indonesia, seperti ke Sumatera Utara, Sumatera Tengah, Kalimantan Selatan, Lampung, Sulawesi, Maluku. Program transmigrasi pemerintah RI merupakan pemindahan keluarga dari Jawa ke luar pulau Jawa.

Untuk daerah Bengkulu, antara tahun 1980—1985 diadakan program transmigrasi yang ditempatkan di Mangkurajo. Suatu daerah pegunungan antara Desa Kotadonok dan Sawah Mangkurajo atau di jalan menuju ke Tambang emas Lebong Simpang. Program transmigrasi di Mangkurajo itu diadakan saat Kepala Desa Kotadonok dijabat oleh Bachnir.

Penempatan keluarga trans di Mangkurajo memang tidak berjalan mulus. Hampir 40 % keluarga trans meningggalkan daerah pemukimannya. Hanya di bagian Barat mendekati daerah Bioa Puak (Air Pauh) keadaan keluarga trans agak baik dan sukses. Sampai sekarang mereka sudah berhasil menggarap lahan yang sudah mereka terima, bahkan sudah dapat menambah luas lahan untuk perkebunan kopi dan tanaman lainnya.
Kesulitannya hanya masalah air. Karena, letak lokasi transmigrasi di Mangkurajo itu berada di atas bukit barisan yang cukup tinggi di atas permukaan laut. Walaupun di kaki bukit barisan (buki Mangkurajo) terdapat aliran sungai (Bioa) yang disebut Bioa Puak (Air Pauh), Bioa Putiak (Air Putih), Bioa Tamang, Bioa Tiket, Bioa Telang dan sungai-sungai kecil lainnya.