Rabu, 05 Mei 2010

Hari Indonesia

Kolom Naim Emel Prahana
INDONESIA adalah satu-satunya negara di dunia yang memiliki banyak hari-hari peringatan di luar hari nasional yang memang sudah ditetapkan dan sudah banyak pula jumlahnya. Kadang, melihat pegawai negeri yang ke sana-ke mari mempringati berbagai hari, timbul kasihan. Bukan lantaran biaya (kost) yang ke luar, akan tetapi nasib mereka yang terus dipaksa.
Hanya ada satu Indonesia tidak memiliki hari peringatan, yaitu Hari Laki-Laki atau Hari Pria. Selain dari itu, semuanya ada. Begitu hebatnya pemerintah Indonesia menghargai banyak status, keadaan, faktor dan bidang dan sebagainya. Tentu saja peringatan hari-hari di Indonesia itu membutuhkan biay, kadang-kadang dan sering peringatan hari-hari itu mengambil biaya dari pos pembangunan yang sudah ditetapkan. Dan, sering peringatan hari-hari itu menguras isi kantong para pegawai.
Ada kesan luar biasa. Tetapi, di balik kesan itu ada kesan yang “tak ada kesan”. Seperti angin lewat, ya lewat begitu saja. Seperti air, ya mengalir begitu saja. Di rumah atau keluarga atau rumah tangga saja, peringatan hari-hari itupun semakin semarak dan banyak. Ada hari ulang tahun yang dirayakan setiap tahunnya. Ada peringatan 25 tahun perkawinan, ada peringatan perkawinan perak, peringatan perkawinan emas dan sebagainya.
Pemerintah menduduki jumlah aktivitas peringatan hari yang paling banyak, ditambah lagi peringatan hari-hari lahirnya organisasi-organisasi profesi, kemasyarakatan, sosial dan lainnya. Peringatan hari-hari itu selalu diacarakan dengan berbagai jenis acara. Termasuk siraman rohani oleh penceramah.
Waktu acara berlangsung, semua peserta begitu khidmat, sementara peringatan hari di jalanan, juga tidak kalah maraknya. Unjukrasa, demo bentrok dengan polusi, demo anarkis, polisi yang anarkis, Pol PP yang bruta, dan sebagainya. Semuanya dalam rangka memperingati hari-hari tertentu.
Habis peringatan, habis pula ingatan. Semua kembali ke habitat masing-masing, prilaku sosial yang jadi trend, kembali beraktivitas. sepertinya isi pidato yang baik-baik, bagus-bagus, termasuk siraman rohani yang menyentuh kalbu hingga meneteskan air mata. Habis peringatan habis ingatan! Hanya itu yang ada.
Mungkin di antara hari-hari yang diperingati itu, yang paling berkesan dan selalu diingat adalah hari hujan, hari panas, hari gelap gulita dan hari-hari yang membuat orang trauma seperti hari gempa mengingati (bukan memperingati) kejadian gempa, tsunama, badai, longsor, biasanya selalu dalam ingatan. Tapi, yang namanya hari ibu, hari kebangkitan nasional, hari balita, hari lingkungan hidup, hari pendidikan nasional dan semacamnya.
Semua monoton dan tidak ada kesan, apalagi dampak positif yang bisa dijalankan masyarakat setelah peringatan harinya. Apalagi peringatan hari-hari besar yang disertai dengan pameranpembangunan. Sepertinya kita dipertontonkan kesia-siaan belaka. Kita disodorkan gambaran tentang kebodohan pemerintah dari tahun ke tahun. Padahal, biayanya luar biasa. Andaikan biaya seperti itu untuk diberikan kepada rakyat miskin, tentu manfaatnya akan lebih terasa dan pasti diinget terus oleh rakyat.
Hari apa lagi yang belum ditetapkan oleh pemerintah, agar diperingati setiap tahunnya dan agar dijadikan proyek multiyears. Mudah-mudahan DPR-RI bisa mengesahkannya, seperti hari kecelakaan lalulintas, hari perselingkuhan, hari kebohongan atau hari-hari kematian.

Kampanye “Kecap No 1”

kolom Naim Emel Prahana

MUSIM kampanye pilkada (pemilukada) di beberapa kabupaten/kota di Lampung secara resmi belum. Akan tetapi, kampanye lewat acara kamuflase nyaris tanpa waktu, apalagi melalui atribut (alat peraga) seperti baleho, spanduk, banner dan stiker maupun kaos. Merek atau tulisan di alat peraga itu memang penuh dengan rayuan. Kalau tidak kita katakan “rayuan gombal”
Tapi, itulah namanya kampanye! Bahasa yang disampaikan semuanya bahasa janji, rayuan yang manis-manis antara satu pasangan dengan pasangan lainnya. Bahkan, saling intip apa mereka di alat peraga pasangan lain. Maka, pasangan lainnya lagi membuat tandingan.
Semuanya seperti merek kecap. Sebab, kecap yang dijual di pasar, semuanya memasang merek kualitas nomor 1. di dalam kampanye alat peraga yang berbentuk teks (tulisan) membuat yang membacanya sering geleng kepala. Kok semuanya nomor 1. bahkan, membawa-bawa nama dalam ajaran agama. Misalnya “Pesan Rahmat”. Padahal, kata Rahmat itu merupakan singkatan. Namun, jika sepintas masyarakat membacanya berkpmentar, “wah, alim banget tu pasangan
Tapi, memang itulah potret yang terjadi di tengah masyarakat kita. Black Campaign (kampanye hitam) sudah menjadi lumrah dan tujuannya bagaimana menjatuhkan pasangan lainnya. Bisa dikatakan hal itu sebagai menghalalkan segala macam pelanggaran atau tindak amoral, asusila sampai ke asosial. Padahal, masyarakat sebenarnya sudah tahu. Siapa pasangan calon yang itu dan yang ini atau yang di sana.
Pada akhirnya, warga masyarakatpun menjalankan strategi, siapapun calonnya mereka dekati, yang penting uang. “Soal suara, itu nanti,” kata mereka. Kacau sudah demokrasi di tengah masyarakat dewasa ini. Demokrasi yang didasarkan kepada materi (salah satu bentuk kehancuran sistem demokrasi).
Apaboleh buat, pelanggaran atau tindak pidana dalam pemilu, pilpres atau pemilukada memang tidak jelas. Padahal, aturannya sudah sangat jelas. Pelanggaran dan tindak pidana dalam pilkada pada akhirnya menjadi proyek pihak berkepentingan dalam penyelenggaraan pilkada. Semua bisa diatur, walau sudah diekspos di media massa. Itulah hebatnya demokrasi Indonesia saat ini.
Yang lebih parah lagi banyak calon yang incumbent memanfaatkan jabatannya untuk memobilisir fasilitas jabatan dan uang rakyat untuk kepentingan dirinya sendiri. Apalagi sekarang, calon incumbent hanya cuti sebentar sebelum hari pencoblosan. Banyak anggaran yang sudah di poskan di APBD, dipakai oleh calon incumbent. Anehnya, penegakan hukum di daerah, membenarkan penyalahgunaan penggunaan anggaran itu untuk kapnaye calon.
“Yah, mereka ingin tetap menjadi nomor satu di daerahnya, apapun pertaruhannya, mereka lakukan sampai mendatangkan dukun/orang piunter lintas daerah..!”
Luar biasa, nomor satu itu memang kecap. Nama kecap itu akhirnya dipatri oleh kosa kata dalam bahasa Iondonesia sebagai orang yang suka membual—“mengecap”. Tong kosong nyaring bunyinya. Masih banyak harapan untuk berlaku sopan, jujur dan jentelmen (gentlemen) dalam pilkada. Kita tidak mau mendengar adanya humar error atau kekhilafan melakukan perbuatan yang dilarang dalam UU pemilu.
Gakumpun mulai memasang jaringan, jaringan itu selalu dilekatkan dengan lebel like and dislike.

Senin, 22 Maret 2010

Diami Malam

Depan Rumah dan Malam

KTP Double

Oleh Naim Emel Prahana

KASUS Kartu Tanda Penduduk (KTP) ketua KPU Kota Metro, Buyung Syukron yang kemarin disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Metro terkesan ada pihak yang senbgaja membuat proses peradilannya menjadi lamban. Kasus tersebut sudah terjadi sejak 2008 akhir dan baru sekarang disidangkan. Ada apa? Proses penyelidikan dan penyidikan serta proses penuntutannya sangat, sangat lamban.
Padahal, bukti-bukti pelanggaran yang dilakukan Ketua KPU tentang pembuatan KTPnya di Metro (karena yang bersangkutan adalah penduduk dan mempunyai KTP Kota Bandarlampung), sudah sangat jelas. Pelanggaran itu juga dibantu secara penuh oleh Ketua KPU Bandarlampung, As’ad Muzamil—yang penduduk dan KTP-nya adalah di Kota Metro.
Boleh jadi, Buyung Syukron yang menumpang Kartu Keluarga (KK) As’ad Muzamil yangf penduduk Kota Metro adalah “tugar guling KTP”. Sebab, keduanya memang sudah di-plot oleh Ketua KPU Lampung dan anggota KPU Lampung, Edwin Hanibal dan Pattimura untuk menjadi ketua KPU Kota Metro dan Bandarlampung.
Dari kasus tersebut, terlihat jelas penegakan hukum di Indonesia memang dipengaruhi faktor X. Sebab, awal 2009 berdasarkan bocoran dari KPU Kota Metro. Kembaga pelaksana pemilu itu telah mengucurkan dana senilai Rp 30 juta dan diberikan kepada lembaga penegakan hukum di Kota Metro. Anggaran itu dalam laporannya dibuat sedemikian rupa, seakan-akan merupakan bantuan KPU dalam pelaksanaan pemilu dan pilpres dalam kampanye damai.
Namun, bocoran akurat itu menyebutkan, separuh dari Rp 20 juta itu dibuat sebagai anggaran pemesanan kaos dan separuhnya lagi dibuat untuk anggaran kampanye damai. Kedua item dimaksud pada kenyataannya tidak pernah dilaksanakan oleh lembaga penegak hukum yang menerima dana Rp 20 juta tersebut. Bukankah itu sebagai salah satu indikasi, kenapa proses peradilan kasus KTP ganda itu sampai 2 tahun. Itupun baru beberapa kali disidangkan.
Pertanyaannya, ada apa? Melihat kasus tersebut, maka banyak pihak yang bisa ditetapkan statusnya sebagai “turut serta” yang unsur pidananya sama dengan “orang yang melakukan”. Yang secara langsung membantu Buyung Syukron antara lain As’ad Muzamil (Ketua KPU Bandarlampung), Lurah (atau mantan) Iringmulyo, Camat Metro Timur dan Tim Seleksi (Timsel) anggota KPU 2008—2013 yang diketuai oleh Prof DR Juhri Muin MPd (dosen UMM), H Masnuni (Dinas Pendidikan), Rifian A Chepi (Dinas Pendidikan), DR Syarifuddin Basyar MA (Dir STAIN Jusi Metro). Mereka adalah anggota Timsel KPU Kota Metro akhir 2008 silam.
Seharusnya, majelis hakim PN Metro yang menyidangkan kasus tersebut, harus memanggil ke 5 mantan anggota Timsel KPU Kota Metro tersebut. Karena, akibat kecerobohannya dan akibat hanya mengusung pesanan pihak tertentu, sehingga seleksi calon anggota KPU tidak berjalan sesuai dengan ketentuannya. Dan, disitulah Buyung Syukron lolos soal pengecekjan KTP.
Semua berharap, kasus KTP ganda Ketua KPU Kota Metro itu menjadi bagian pelajaran politik yang “tidak bermoral” dan dapat dijadikan bahan renungan semua pihak, bahwa kelicikan karena ingin merebut kekuasaan dengan menghalalkan semua cara. Tidak akan berlangsung lama, dan pelakunya akan tidak akan bisa menikmati kursi jabatannya secara damai dan tenang.

Pembatalan CPNS


Oleh Naim Emel Prahana

DENGAN alasan tidak sesuai format formasi penerimaan PNS—guru di Kabupaten ‘anyar’ Pesawaran, Lampung. Akhirnya 34 CPNS yang diterima dan sudah diumumkan nama-namanya di media massa 2009, dibatalkan oleh Pemkab Pesawaran. Secara garis lurus, Pemkab Pesawaran memang lebih tahu dan lebih berkompeten terhadap para PNS yang akan bertugas di kabupaten tertsebut.
Namun, bukan sesuatu yang bijak jika ke 34 CPNS tersebut tetap dipertahankan untuk tetap ditolak keberadaannya. Bagi Pemkab Pesawaran keputusan menolak karena tidak sesuai dengan format formasi yang sudah diajukan dan ditentukan adalah keputusan yang mempunyai dasar hukum. Akan tetapi, dasar hukum yang melatarbelakangi penolakan itu. Tentu tidak sesaklek seperti sebuah batu.
Karena, tetap menerima sesuai dengan pengumuman mungkin akan lebih bermanfaat dan berdaya positif bagi Pesawaran di masa akan datang. Memang soal finansil akan jadi kajian yang cukup mendalam. Tetapi, tidak ada alasan yang mengatakan kalau ke 34 CPNS itu adalah salah dan harus ditolak. Ke 34 CPNS tersebut tidak melakukan apapun, kecuali mengikuti prosedure sebnagaimana yang sudah ditentukan.
Oleh karenanya, tidak dibenarkan pula kesewenangan begitu saja menolak ke 34 CPNS yang nama-nama mereka sudah diumumkan dan sudah diproses oleh BAKN di Jakarta dan yang penting lagi sudah dinyatakan lulus oleh tim seleksi penerimaan PNS untuk tahun 2009 khususnya untuk Kabupaten Pesawaran.
Jika demikian, siapa yang bersaalah dalam hal itu? Atau tidak ada pihak yang bersalah, karena mungkin antara Pemkab Pesawaran, Panitia Penerimaan dan Pengelola komputer hasil test CPNS tidak dalam koordinasi yang konkrit atau ada human eror dalam pelaksanaan ujian dan tes CPNS yang sudah berlalu tersebut.
Jika itu yang terjadi (mungkin) itulah yang terjadi sebenarnya, maka tidak berhak Pemkab Pesawaran menolak atau membatalkan SK ke 34 CPNS tersebut. Mereka tidak mempunyai kesalahan apapun dan mereka menjadi korban ketidakberesan administrasi penerimaan CPNS 2009 lalu.
Untuk itu, mengingat kejadian yang sama pernah terjadi di Kota Metro. Sebanyak 27 CPNS yang sudah diterima dibatalkan Pemkot Metro. Namun, karena ada lobby khusus antara DPRD dan Pemkot, akhirnya DPRD beserta Dinas Pendidikan Kota Metro dapat menjamin ke 27 CPNS tersebut untuk tetap diterima. Akhirnya, tetap diterima.
Mengambil hikmah persoalan CPNS tersebut, banyak gambaran yang terselubung dapat diungkapkan ke permukaan; kenapa antara BAKN dan Pemerintah Daerah terjadi kesalahpahaman. Kemudian akibatnya terjadi pembatalan SK CPNS yang secara hukum dan fakta harus diakui benar dan sahg. Sebab, sudah diumumkan dan pengumuman penerimaan itu sudah diketahui masyarakat luas.
Pemkab Pesawaran harus mencabut kembali pembatalan mereka itu. Dan, Pesawaran harus menerima ke 34 CPNS guru yang diterima tahun 2009 tersebut. Tentunya, ada yang menjamin. Setidak-tidaknya DPRD Pesawaran harus tamnpil sebagai wakil rakyat yang konkrit untuk membel;a rakyat mereka yang menjadi korban administrasi pemerintah yang kacau balau. Pada akhirnya, kita sepakat mengatakan bahwa pembatalan SK CPNS yang sudah diterima itu, tidak ada setitikpun alasan pembenar bagi perbuatan Pemkab Pesawaran tersebut. Untuk itu pembatalanb harus dicabut lagi demi hukum dan rakyat yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama yang dilindungi oleh UU.