Senin, 01 Desember 2008

Industri Tambang Emas Masih Menjanjikan

Cadangan Emas Indonesia Mencapai 1.300 Ton
Industri pertambangan emas Indonesia dinilai masih memiliki prospek yang menjanjikan di masa mendatang. Diperkirakan, cadangan emas di bumi Indonesia mencapai 1.300 ton dengan produksi 126,6 ton (tahun 2000).
Sekalipun kondisi ekonomi nasional yang terpuruk dan di tengah ketidakpastian regulasi, ternyata investor masih berminat menanamkan investasinya di sektor ini.
Oleh karena itu pemerintah harus mampu menyeimbangkan kepentingan investor dan stakeholder lain (lingkungan) agar potensi industri ini dapat dioptimalkan.
Demikian Dirjen Geologi dan Sumber Daya Mineral Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Simon Felix Sembiring, kepada SH di Jakarta, Selasa (27/7). Produksi emas tahun 2000 tercatat 126,6 ton.
Pernyataan itu disampaikan berkaitan dengan rencana penutupan tambang emas milik PT Newmont Minahasa Raya (NMR) karena cadangan emasnya telah habis, ditambah dengan merebaknya pemberitaan tentang kasus minamata di Desa Buyat, Ratatotok, Minahasa Selatan, Sulawesi Utara, yang diduga diakibatkan oleh pencemaran limbah logam berat PT NMR ke Teluk Buyat.
”Kita seharusnya gembira bahwa dalam keadaan negara terpuruk seperti saat ini masih ada minat dari para investor luar negeri untuk berinvestasi di sektor pertambangan emas. Banyak juga perusahaan yang mulai beroperasi sehingga membawa lapangan kerja yang cukup besar,” ucapnya.
Simon memaparkan, dari segi potensi geologi Indonesia sangat menjanjikan. Wilayah Indonesia yang merupakan pertemuan dari tiga lempeng yakni lempengan Pasifik, Atlantik dan Australia, membuat Indonesia memiliki kandungan bahan mineral dalam jumlah besar termasuk mineral emas.
Diperkirakan cadangan emas Indonesia 1.300 ton sementara produksi baru mencapai 126,6 ton. Produksi ini meningkat tajam dibandingkan tahun 1996 yang berjumlah 83,6 ton. Dengan produksi sebesar itu, Indonesia dikenal sebagai salah satu produsen emas terbesar di kawasan Asia.
Biaya Eksplorasi
Jalur emas Indonesia merentang dari Aceh sampai Sulawesi Utara, Irian Jaya dan Kalimantan, atau seluruhnya mencapai lebih dari 8.000 kilometer. Daerah yang sudah diketahui cebakannya terdapat di Aceh, Meulaboh, Muara Sipongi, Salida, Gunung Arum, Bengkulu, Lampung, Banten, Bogor, Tasikmalaya, Pacitan, Purwantoro, Sumbawa, Flores, Alor, Wetar, Sulawesi Tengah, Paleleh-Sumalata (Sulut), Minahasa, Kepulauan Sangir-Talaud, Kaputusan (Maluku).
Kemudian Pegunungan Jayawijaya-Irian Jaya seperti Geleide, Gunung Bijih (Ertsberg, Grasberg), Sungai Kakan, Pegunungan Cyclop, dan sekitar Jayapura.
Jalur emas Kalimantan mempunyai dua cabang yaitu Kalimantan Barat-Kalimantan Timur dan Pegunungan Meratus-Kalimantan Timur. Jalur emas ini melalui Kalimantan Tengah.
Sejumlah perusahaan multinasional dan nasional yang mengeruk hasil tambang emas di bumi Indonesia antara lain PT Freeport Indonesia, PT Prima Lirang, PT Indomuro Kencana, PT Monterado Mas, PT Ampalit Mas Perdana, PT Lusang Mining, PT Aneka Tambang, PT Newmont Nusa Tenggara (Sumbawa).
Dirjen Simon Felix Sembiring menambahkan salah satu yang mendorong investor melirik investasi tambang emas di Indonesia adalah biaya eksplorasi yang cukup kompetitif. Disebutkannya, untuk menemukan 1 troyounce (31,1 gram) emas diperlukan biaya eksplorasi sebesar US$ 35. Padahal di AS, biaya eksplorasi mencapai US$ 44 untuk mendapatkan produksi emas yang sama.
“Dengan prospek yang besar tersebut sebenarnya industri ini harus bisa dimanfaatkan untuk memberi kontribusi yang sebesar-besarnya bagi perekonomian negara. Janganlah kita anti pertambangan, tetapi yang penting menyeimbangkan kepentingan ekonomi dengan kelestarian lingkungan,” kata Simon. (rvs)

Tidak ada komentar: