Senin, 01 Februari 2016

Karakteristik dan Kreativitas Perekonomian



Masyarakat Redjang Di Lebong
Oleh Naim Emel Prahana

SEIRING kemajuan zaman dan kecepatan berubahnya bidang peradaban masyarakat dunia. Bukan hanya karena pengaruh glasnot atau globalsasi. Akan tetapi dipengaruhi oleh akibat ulah manusia yang membuat tatanan kehidupan di muka bumi ini menjadi irreguler (tidak teratur) dalam regulerisasitas yang dikembangkan melalui berbagai teori dan kemjauan ilmu pengetahuan.
Namun perkembangan masyarakat dunia di berbagai belahan bumi ini tidak merata. Ada yang super maju dan ada yang super terisolir dengan peradaban tradisionalnya. Seperti yang terjadi di beberapa negara di benua Asia, Afrika, Australia dan kepulauan di Samudera Pasifik. Banyak negara dengan masyarakatnya yang terkebelakang. Ketika masyarakat terkebelakang itu sedikit mengalami kemajuan, khususnya pengaruhi globalisasi teknologi. Maka, akan muncul arus pemberontakan yang akan menghabiskan tenaga, pikiran dan harta benda.
Kondisi daerah Lebong yang luas keseluruhannya wilayahnya 192.424 hektar menempati posisi 105º-108º Bujur Timur dan 02º,65’-03º,60’ Lintang Selatan di sepanjang Bukit Barisan serta masuk dalam klasifikasi daerah Bukit Range pada ketinggian 500-1.000 dpl (di atas permukaan laut), terbagi ke dalam 6 wilayah kecamatan adminsitratif, 77 desa dan luas total keseluruhan wilayah Lebong seluas 134.834,55 hektar yang berada pada kawasan Konservasi dengan perincian: (1) Kawasan Taman Nasional Kerinci Sebelat 111.035,00 hektar, (2) Hutan Lindung 20.777,40 hektar, (3) Cagar Alam 3.022,15 hektar dan (4) wilayah pemukiman penduduk seluas 192.424 hektar.
Kabupaten Lebong berdiri hasil pemekaran wilayah Kabupaten Rejang Lebong berdasarkan UU No 39 tahun 2003. Namun, Surat keputusan (SK) Menteri Pertanian No 736/Mentan/X/1982 yang menetapkan luasnya areal kawasan Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS) seluas 111.035,00 hektar. Kawasan TNKS itu kemudian ditegaskan oleh Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI melalui SK No 901/kpts-II/1999 sebagai kawasan konservasi.
SK Menhutbun itu mengokohkan kawasan hutan di Reimbo Pengadang sebagai “kawasan hutan lindung” Register 42 dan Kawasan Lindung Boven Lais yang semula pengukuhan kawasan Hutan Lindung itu merupakan produk Pemerintahan Kolonial Belanda tahun 1927 yang dikenal sebagai hutan batas Boszwezen (BW). Pada umumnya, daerah Lebong merupakan daerah yang subur, bukan hanya terletak pada sepanjang dataran tinggi pegunungan Bukit Barisan. Akan tetapi, struktur tanah di daerah Lebong memang subur sekali dengan curah hujan sepanjang tahun sangat tinggi.
Seharusnya masyarakat Lebong lebih makmur dibandingkan masyarakat lainnya di provinsi Bengkulu. Kenyataan yang ada sangat kontorvresi antara kondisi sosial masyarakat Lebong dengan kesuburan daerah tersebut. Tentu, ada beberapa hal yang salah dalam perkembangan dan pembangunan di daerah Lebong. Hal itu mengingatkan kita semua, bahwa masyarakat Lebong sejak zaman Bikau, Ajai-Ajai dan zaman penjajahan adalah masyarakat yang sejahtera, makmur dan berkeadilan dalam menerapkan norma-norma hukum adat masyarakatnya. Walaupun areal pertanian (padi) di Lebong tidak cukup luas, akan tetapi karena jumlah penduduknya yang relatif lamban pertumbuhannya, pada umumnya masyarakat Lebong bermata pencaharian dari sektor pertanian padi (sawah dan ladang). Secara perlahan-lahan penggarapan dan pengolahan pertanian bidang pada ladang, ditinggalkan. Pertanian padi sawah masih tetap menjadi primadona.
Aktivitas pertanian masyarakat Lebong tersebut, memang masih menggunakan pola tradisional. Artinya, mereka bercocok tanam padi sawah hanya sekali setahun menggunakan bibit padi usia enam bulan lebih. Masyarakat petani di Lebong yang beberapa kawasan persawahannya mereka sudah mengenal sistem irigasi. Sekali lagi mereka belum memanfaatkan teknologi pertanian untuk meningkatkan hasil pertanian mereka.
Untuk menopang (mendukung) hasil pertanian pada saat vacumnya kegiatan bercocok tanam. Itulah masyarakat Lebong menggarap usaha perkebunan secara tradisional yang menanam jenis tanaman seperti kopi, jenis-jenis jambu, jeruk, kemiri, nangka, kulit manis dan sebagainya. Hanya yang dijadikan komoditas unggulan adalah tanaman kopi. Di sisi lain, dukungan sektor pertanian oleh masyarakat Lebong terlihat pada kegiatan usaha dan upaya mereka untuk menggenapkan kebutuhan rumah tangga seperti mencari ikan sepanjang aliran Sungai Ketahun. Hanya saja, kegiatan itu belum memberikan kontribusi komoditas yang baik hasilnya untuk kebutuhan rumah tangga sehari-hari.
Ada beberapa daerah yang melakukan aktivitas pertanian secara khusus, seperti masyarakat di Topos yang sejak zaman dahulu kala menggemari usaha berkebun tembakau. Tidak heran kalau tembakau asal Topos begitu terkenal di daerah Sumatera Bagian Selatan. Dan, sekarang kegiatan pertanian sektor itu sudah banyak ditinggalkan, bahkan nyaris dilupakan generasi masyarakat sekarang di Topos.

Tidak ada komentar: