Masyarakat Redjang Di Lebong
Oleh Naim Emel Prahana
SEIRING kemajuan zaman dan kecepatan berubahnya bidang peradaban
masyarakat dunia. Bukan hanya karena pengaruh glasnot atau globalsasi. Akan
tetapi dipengaruhi oleh akibat ulah manusia yang membuat tatanan kehidupan di
muka bumi ini menjadi irreguler (tidak teratur) dalam regulerisasitas yang
dikembangkan melalui berbagai teori dan kemjauan ilmu pengetahuan.
Namun perkembangan masyarakat dunia di berbagai belahan bumi ini tidak
merata. Ada yang super maju dan ada yang super terisolir dengan peradaban tradisionalnya.
Seperti yang terjadi di beberapa negara di benua Asia, Afrika, Australia dan
kepulauan di Samudera Pasifik. Banyak negara dengan masyarakatnya yang
terkebelakang. Ketika masyarakat terkebelakang itu sedikit mengalami kemajuan,
khususnya pengaruhi globalisasi teknologi. Maka, akan muncul arus pemberontakan
yang akan menghabiskan tenaga, pikiran dan harta benda.
Kondisi daerah Lebong yang luas keseluruhannya wilayahnya 192.424
hektar menempati posisi 105º-108º Bujur Timur dan 02º,65’-03º,60’ Lintang
Selatan di sepanjang Bukit Barisan serta masuk dalam klasifikasi daerah Bukit Range pada ketinggian 500-1.000
dpl (di atas permukaan laut), terbagi
ke dalam 6 wilayah kecamatan adminsitratif, 77 desa dan luas total keseluruhan
wilayah Lebong seluas 134.834,55 hektar yang berada pada kawasan Konservasi
dengan perincian: (1) Kawasan Taman Nasional Kerinci Sebelat 111.035,00 hektar,
(2) Hutan Lindung 20.777,40 hektar, (3) Cagar Alam 3.022,15 hektar dan (4)
wilayah pemukiman penduduk seluas 192.424 hektar.
Kabupaten Lebong berdiri hasil pemekaran wilayah Kabupaten Rejang
Lebong berdasarkan UU No 39 tahun 2003. Namun, Surat keputusan (SK) Menteri
Pertanian No 736/Mentan/X/1982 yang menetapkan luasnya areal kawasan Taman
Nasional Kerinci Sebelat (TNKS) seluas 111.035,00 hektar. Kawasan TNKS itu
kemudian ditegaskan oleh Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI melalui SK No
901/kpts-II/1999 sebagai kawasan konservasi.
SK Menhutbun itu mengokohkan kawasan hutan di Reimbo Pengadang sebagai
“kawasan hutan lindung” Register 42 dan Kawasan Lindung Boven Lais yang semula
pengukuhan kawasan Hutan Lindung itu merupakan produk Pemerintahan Kolonial
Belanda tahun 1927 yang dikenal sebagai hutan batas Boszwezen (BW). Pada umumnya, daerah Lebong merupakan daerah yang
subur, bukan hanya terletak pada sepanjang dataran tinggi pegunungan Bukit
Barisan. Akan tetapi, struktur tanah di daerah Lebong memang subur sekali
dengan curah hujan sepanjang tahun sangat tinggi.
Seharusnya masyarakat Lebong lebih makmur dibandingkan masyarakat
lainnya di provinsi Bengkulu. Kenyataan yang ada sangat kontorvresi antara
kondisi sosial masyarakat Lebong dengan kesuburan daerah tersebut. Tentu, ada
beberapa hal yang salah dalam perkembangan dan pembangunan di daerah Lebong.
Hal itu mengingatkan kita semua, bahwa masyarakat Lebong sejak zaman Bikau,
Ajai-Ajai dan zaman penjajahan adalah masyarakat yang sejahtera, makmur dan
berkeadilan dalam menerapkan norma-norma hukum adat masyarakatnya. Walaupun
areal pertanian (padi) di Lebong tidak cukup luas, akan tetapi karena jumlah
penduduknya yang relatif lamban pertumbuhannya, pada umumnya masyarakat Lebong
bermata pencaharian dari sektor pertanian padi (sawah dan ladang). Secara
perlahan-lahan penggarapan dan pengolahan pertanian bidang pada ladang, ditinggalkan.
Pertanian padi sawah masih tetap menjadi primadona.
Aktivitas pertanian masyarakat Lebong tersebut, memang masih
menggunakan pola tradisional. Artinya, mereka bercocok tanam padi sawah hanya
sekali setahun menggunakan bibit padi usia enam bulan lebih. Masyarakat petani
di Lebong yang beberapa kawasan persawahannya mereka sudah mengenal sistem
irigasi. Sekali lagi mereka belum memanfaatkan teknologi pertanian untuk
meningkatkan hasil pertanian mereka.
Untuk menopang (mendukung) hasil pertanian pada saat vacumnya kegiatan
bercocok tanam. Itulah masyarakat Lebong menggarap usaha perkebunan secara
tradisional yang menanam jenis tanaman seperti kopi, jenis-jenis jambu, jeruk,
kemiri, nangka, kulit manis dan sebagainya. Hanya yang dijadikan komoditas unggulan
adalah tanaman kopi. Di sisi lain, dukungan sektor pertanian oleh masyarakat
Lebong terlihat pada kegiatan usaha dan upaya mereka untuk menggenapkan
kebutuhan rumah tangga seperti mencari ikan sepanjang aliran Sungai Ketahun.
Hanya saja, kegiatan itu belum memberikan kontribusi komoditas yang baik
hasilnya untuk kebutuhan rumah tangga sehari-hari.
Ada beberapa daerah yang melakukan aktivitas pertanian secara khusus,
seperti masyarakat di Topos yang sejak zaman dahulu kala menggemari usaha
berkebun tembakau. Tidak heran kalau tembakau asal Topos begitu terkenal di
daerah Sumatera Bagian Selatan. Dan, sekarang kegiatan pertanian sektor itu
sudah banyak ditinggalkan, bahkan nyaris dilupakan generasi masyarakat sekarang
di Topos.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar