Dikembalikan ke DPR
DPD Usulkan Konflik Batas BU-Lebong
Anggota DPD asal Bengkulu, Muspani mengusulkan agar penyelesaian sengketa batas wilayah antara Kabupaten Lebong dengan Bengkulu Utara dikembalikan kepada DPR, sebagai pembuat undang-undang pembentukan kedua kabupaten tersebut.
“Timbulnya sengketa itu, karena adanya tumpang tindih antara dua UU, yakni UU darurat No 4 tahun 1956 tentang pembentukan kabupaten di Sumatera Bagian Selatan yang menjadi dasar pembentukan Kabupaten Bengkulu Utara dan UU No 39 tahun 2003, tentang pembentukan Kabupaten Lebong dan Kepahiang,” katanya di Bengkulu, Rabu.
Dalam UU darurat No 4 tahun 1956 dijelaskan kalau Kecamatan Giri Mulya masuk ke wilayah Bengkulu Utara, sementara berdasarkan UU No 39 tahun 2003, Giri Mulya masuk ke Lebong, kemudian namanya diubah menjadi Kecamatan Padang Beno.
Masalah tersebut timbul, karena UU No 39 tidak mencabut UU darurat No 4 itu, khususnya mengenai status Kecamatan Giri Mulya (Padang Beno).
Karena itu, klaim Bengkulu Utara atas wilayah tersebut sah karena memang sesuai UU, demikian juga dengan pengakuan Lebong yang mengaku kecamatan itu masuk wilayahnya benar kerena juga berdasarkan UU.
“Karena masalahnya ada pada uU, maka sebaiknya diserahkan kembali pada pembuat UU, tidak bisa hanya diselesaikan di daerah,” katanya.
Musapani juga menyerankan, agar bupati dari kedua kabupaten dapat menahan diri, dengan tidak melakukan kegiatan pembanguna di wilayah yang masih disengketakan.
Ia juga mengaku khawatir kalau masalah itu berlarut-larut dan tetap diupayakan penyelesaian di daerah akan menimbulkan konflik fisik antar masyarakat seperti yang terjadi pada masalah batas antara Rejang Lebong dengan Kepahiang.
Paska pemekaran wilayah di Provinsi Bengkulu, menyisahkan konflik perbatasan yakni antara Kabupaten Lebong dengan Bengkulu Utara, Kepahiang-Rejang Lebong, Seluma-Bengkulu Selatan dan Kaur dengan Bengkulu Selatan.
Penyelesaiaan persoalan batas yang berlarut-larut telah memicu bentrokan yang berunjung pembacokan yang dilakukan oleh Kepala Desa Durian Depun SF dan anaknya No terhadap Ketua BPD Zulkarnain.
Peristiwa itu terjadi, Senin (22/1) sekitar pukul 15.30 WIB, dan berawal dari keinginan korban bersama sekitar 200 warga dari enam desa yang berada di perbatasan untuk memasang batas wilayah di pinggir sungai Ka.
Namun, ketika mereka akan menurunkan papan tapal batas dari atas truck, tiba-tiba muncul SF dan No, dengan parang terhunus mereka langsung mengejar Zulkarnain dan terjadilah pembacokan itu.
Ia juga menjelaskan, masalah batas Rejang Lebong-Kepahiang kini sudah diserahkan ke DPR, dan kemungkinan besar akan dilakukan perubahan terhadap UU No 39 tahun 2003.
Kebupaten Lebong dan Kepahiang merupakan pemekaran dari Kabupaten Rejang Lebong. (kpl/rit)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar