Warga Hanya Dituntut Menjaga Keutuhan Hutan
September 18, 2007 oleh lebong, Kompas
Permintaan warga di sekitar Taman Nasional Kerinci Seblat tidak muluk-muluk. Warga hanya ingin di desanya dibangun irigasi sehingga lahan telantar milik mereka di luar taman nasional dapat ditanami padi dua kali. Jika itu terwujud, merambah hutan tidak akan mereka lakukan lagi. Perambahan cukup sampai di lokasi sekarang ini.
Kami tidak akan merambah lagi. Buat apa? Kalau lahan bisa ditanami padi dua kali, penghasilan dari sawah pasti cukup, ujar Dodi, warga Kampung III, Desa Talang Donok, Kecamatan Rimbo Pengadang, Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu.
Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dengan luas 1,4 juta hektar, wilayahnya terdapat di empat provinsi, yaitu Bengkulu, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, dan Jambi. Taman nasional ini adalah yang terluas di Sumatera.
Warga Talang Donok hanyalah salah satu warga desa di sekitar TNKS yang berharap di desanya dibangun irigasi. Sebagian warga desa itu, seperti diakui oleh Kepala Desa Talang Donok, Muslich, selama ini memang hidup dengan merambah hutan.
Mereka menanam nilam dan tanaman lain seperti sayuran di lahan TNKS atau hutan lindung di sekitarnya. Mereka tidak punya pilihan lain untuk bertahan hidup.
Di desa ini ada sekitar 500 hektar lahan tidur milik warga yang bisa ditanami padi kalau ada irigasi. Sekitar 500 hektar lahan tidur lain di desa-desa tetangga juga bisa diairi. Warga Talang Donok dan desa tetangga saya pastikan tidak akan masuk dan membuka hutan lagi karena kebutuhan hidup bisa dicukupi dari tanaman padi, papar Muslich.
Warga Desa Seblat Ulu di Kecamatan Lebong Utara juga berharap sama. Mereka ingin pemerintah atau lembaga mana pun, termasuk TNKS, membantu membangun irigasi untuk mengairi 200 hektar lahan tidur di desa itu. Selama ini, seluruh warga desa yang terdiri atas 20 keluarga mengandalkan hidup dengan membuka hutan TNKS di sebelah desa untuk menanam nilam dan tanaman lain.
Seluruh warga desa ini merambah hutan TNKS. Kami tidak bisa berbuat lain karena lahan yang seharusnya bisa ditanami padi telantar karena tidak bisa diairi. Kami berharap dibangun irigasi di desa kami, papar Muhajir, Kepala Desa Seblat Ulu.
Kebutuhan irigasi di desa-desa di sekitar TNKS diakui Bupati Lebong Dalhadi Umar. Menurut dia, jika ada bantuan pembangunan irigasi tentu warga tidak akan merambah hutan lagi. Mereka akan bisa hidup dari tanaman padi atau palawija di tanah milik mereka sendiri.
Di Desa Talang Donok, warganya sudah lama berharap bantuan irigasi. Mereka berjanji tidak akan merambah hutan lagi jika lahan mereka bisa ditanami padi, ucap Dalhadi.
Untuk membangun irigasi dengan membendung sungai yang melintas di desa-desa itu, tentu membutuhkan biaya tidak sedikit. Pemerintah daerah tidak mampu memenuhi keinginan itu terlebih lagi untuk Lebong yang baru berdiri sendiri sebagai daerah otonom dua tahun lalu.
Bantuan dari lembaga lain, termasuk badan-badan dunia yang menaruh perhatian terhadap pelestarian hutan paru-paru dunia, sangat dinantikan.
Selama bantuan yang dapat meningkatkan taraf hidup warga sekitar taman nasional belum terwujud, jangan harap hutan bisa terus terjaga. Demi perut, hutan akan terus dirambah dan juga ditebang secara liar. Akibat aksi-aksi ilegal tersebut, kerusakan hutan di Indonesia terus terjadi dan beberapa tahun ini kian parah.
Terpaksa merambah
Degradasi hutan di Indonesia memang kian parah. Setiap tahun dua juta hektar lebih hutan lenyap akibat ditebang orang- orang yang tidak bertanggung jawab dengan masa depan, termasuk nasib anak cucu mereka kelak.
Penebangan liar atau illegal logging dan perambahan hutan tak kunjung dapat dihentikan, bahkan ketika pemerintah gencar melakukan penertiban belakangan ini. Sebagian manusia yang rakus terus mengoyak hutan untuk mencari keuntungan besar sesaat. Sebagian lain melakukannya dengan terpaksa, juga atas nama nasib anak-anak dan cucu-cucu mereka.
Kami terpaksa merambah hutan untuk menanam nilam. Kalau tidak begitu, dari mana saya mendapat penghasilan untuk menghidupi keluarga. Tanah saya tidak bisa ditanami padi karena tidak ada air yang bisa mengairi, ujar Arpan, warga Desa Seblat Ulu.
Seblat Ulu adalah salah satu desa dari 134 desa yang berbatasan langsung dengan TNKS, salah satu hutan warisan dunia. Desa itu hanya bisa dijangkau dengan susah payah, baik dengan berjalan kaki selama tiga jam hingga empat jam dari desa terakhir yang bisa dijangkau mobil, atau dengan menggunakan ojek sepeda motor.
Seluruh warga desa yang berjumlah 120 keluarga telah lama hidup dengan merambah TNKS. Mereka menanam sayuran, dan tiga tahun ini nilam untuk menghidupi keluarga masing-masing. Tidak ada pilihan lain karena lahan milik warga di desa tidak bisa ditanami.
Warga Seblat Ulu dan juga Talang Donok adalah contoh dua desa 134 desa yang berbatasan langsung dengan TNKS, atau bagian dari 346 desa yang punya keterkaitan dengan TNKS. Mereka merambah hutan TNKS sekadar untuk membuka lahan dan menanam sayuran atau apa saja, yang hasilnya dapat dijual atau dikonsumsi untuk keluarga.
Paru-paru dunia
Warga desa-desa di sekitar TNKS dan taman nasional lain, seperti Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), di Lampung dan Bengkulu, selalu dituding sebagai salah satu biang keladi kerusakan paru-paru dunia tersebut. Bersama para penebang liar yang hanya mencari kayu-kayu yang dapat dijual, para perambah selalu dipojokkan sebagai pelaku perusakan hutan.
Sudah lama warga dituntut pula agar turut menjaga taman nasional. Akan tetapi, apa yang bisa mereka lakukan jika bantuan untuk hidup mereka tak kunjung terwujud? Lantas ke mana mereka mengajukan bantuan tersebut selain kepada pemerintah daerah?
Saya tidak tahu apakah bisa meminta bantuan selain ke pemda (pemerintah daerah). Kalau ke pemda saya sudah berkali-kali mengajukan agar di sini dibangun irigasi, tetapi belum ada tanda-tanda terwujud, ujar Muslich pula.
Syamsul Bahri, Koordinator Pemangkuan Data TNKS, mengungkapkan, warga di sekitar TNKS sebenarnya bisa mengajukan permintaan batuan, tetapi tidak melalui pemerintah.
Bisa melalui lembaga swadaya masyarakat lokal, dan kami dari TNKS nanti menyalurkannya ke lembaga-lembaga donor. Disetujui atau tidak bantuan itu, tergantung lembaga donor tersebut, paparnya.
Kepala Seksi TNBBS wilayah Krui, Achmad Sutardi menyebutkan pula, pihaknya pernah menyalurkan permohonan bantuan warga ke lembaga donor melalui LSM tersebut. Akan tetapi, dia tidak pernah mendengar ada permohonan yang dipenuhi.
Selain proyek ICDP (Integrated Conservation Development Project) di TNKS yang berakhir tahun 2002, rakyat yang bermukim di sekitar memang tidak mendapatkan apa-apa, selain hidup dengan lingkungan alam nan permai. Akan tetapi, jika kebutuhan perut belum terpenuhi, mereka pun bisa berbuat apa saja termasuk merambah hutan.
Potensi tambang
Kondisi itu pun dialami pemerintah daerah yang sebagian wilayahnya berada di dalam taman nasional. Kabupaten Lebong di Provinsi Bengkulu adalah salah satunya. Tujuh puluh persen dari wilayah Lebong seluas 192.924 hektar berada di dalam TNKS. Bayangkan, bagaimana kami bisa membangun daerah, ungkap Dalhadi Umar, Bupati Lebong.
Padahal, di dalam TNKS sana, potensi tambang yang besar begitu menggoda Pemerintah Kabupaten Lebong. Jika saja deposit tambang—terbesar emas—bisa digali, niscaya akan mampu menambah pendapatan asli daerah. Dari uang itulah sebagian pembangunan daerah (PAD) akan dibiayai.
Sebagai salah satu daerah yang juga akan diusulkan menjadi kabupaten konservasi, Lebong tentu saja harus turut serta menjaga TNKS. Dalhadi pernah menyatakan komitmen Pemkab Lebong untuk secara aktif menjaga paru-paru dunia TNKS tersebut.
Tidak ada ampun bagi para pencuri kayu, mereka harus diberantas. Saya menyebut mereka bukan penebang liar tetapi pencuri kayu, ujar Dalhadi.
Akan tetapi, tekadnya itu tentu saja akan menjadi sebuah dilema karena pemkab tidak bisa berbuat apa-apa untuk menambah PAD dari potensi tambang di dalam TNKS. Oleh karena itu, Dalhadi minta perhatian pemerintah pusat, melalui kerja sama antardepartemen, untuk mencarikan jalan keluar. Apalagi selama ini kompensasi atas peran daerah ikut menjaga taman nasional belum ada.
Misalnya, perlu dicarikan teknologi, bagaimana penambangan tetap bisa dilakukan dengan tidak merusak hutan, ujarnya menambahkan.
Bagaimana akhir dari berbagai persoalan itu, tinggal menunggu waktu. Namun, apa pun masalah yang ada, tentu saja tidak harus menabrak kepentingan lebih besar, yaitu tetap terjaganya paru-paru dunia seperti TNKS, TNBBS, taman nasional lain, dan hutan lindung di Tanah Air.
Di sisi lain, upaya menjaga kelestarian alam pun harus dipikirkan bersama oleh umat manusia di Bumi ini, termasuk mengikutkan rakyat yang hidup di sekitar taman nasional.
Bukankah Bumi milik bersama? Jika Bumi tidak dijaga dan dibiarkan terus rusak, niscaya akan berbuah musibah besar yang akan merugikan banyak manusia. (jos/iam)
Lebong Perlu Payung Hukum
September 18, 2007 oleh lebong, Kompas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar