Harus Didukung oleh Semua Pihak
Keinginan mewujudkan Lebong, Provinsi Bengkulu, sebagai kabupaten konservasi adalah pekerjaan besar dan strategis yang harus didukung semua pihak. Agar dapat direalisasikan secara konkret, harus ada payung hukum agar saat pelaksanaannya tidak terjadi benturan di lapangan.
”Payung hukum yang kita harapkan itu harus dikeluarkan pemerintah pusat, tidak sekadar peraturan daerah. Kabupaten konservasi memiliki cakupan luas. Dalam pelaksanaan di lapangan, nantinya akan bersentuhan dengan berbagai kepentingan beberapa institusi dan lembaga di luar Pemerintah Kabupaten Lebong itu sendiri,” kata Bupati Lebong, Dalhadi Umar, menjawab pertanyaan Kompas di Muara Aman, ibu kota Lebong, pekan lalu.
Menurut Dalhadi, ide menjadikan Lebong sebagai kabupaten konservasi pada dasarnya terkait dengan kondisi geografis dan ketersediaan lahan budidaya di daerah ini.
Dari luas wilayah Lebong yang mencapai sekitar 192.924 hektar, sekitar 70% di antaranya terdiri atas hutan lindung, cagar alam, dan areal Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Khusus areal TNKS yang berada di wilayah Lebong luasnya mencapai sekitar 117.000 hektar.
”Jika melihat ketersediaan lahan yang layak untuk budidaya, Lebong hanya memiliki sekitar 30 persen saja. Sisanya merupakan kawasan hutan yang semestinya tidak boleh disentuh dan digarap. Menyadari akan terbatasnya lahan budidaya tersebut, maka kami usulkan Lebong ini menjadi kabupaten konservasi,” ujar Dalhadi Umar.
Dia mengemukakan, untuk mewujudkan kabupaten konservasi tersebut memang tidaklah mudah. Apalagi di tingkat daerah sendiri masih ada pro dan kontra. Di satu pihak ada yang mendukung, tetapi di lain pihak juga ada yang tidak setuju.
”Sebagai bupati saya tidak akan mundur dan merasa optimistis kabupaten konservasi bisa direalisasi. Meskipun dirasakan sebagai pilihan yang dilematik, kabupaten konservasi tetap menjadi alternatif paling tepat, guna menyelamatkan wilayah Lebong dari ancaman degradasi lingkungan yang parah di masa datang,” ujarnya.
Semua pihak
Menurut Dalhadi Umar, Lebong sebagai kabupaten konservasi tidak akan bisa diwujudkan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lebong sendiri. Obsesi ini harus didukung semua pihak, terutama berbagai institusi yang menangani langsung kawasan hutan di daerah ini.
Dalhadi memberi contoh soal keberadaan beberapa kawasan hutan di daerah itu. Hutan lindung dan cagar alam yang ada di Lebong ditangani Departemen Kehutanan.
Adapun TNKS ditangani oleh Kepala Balai yang berkedudukan di Sungaipenuh, Kabupaten Kerinci, Jambi.
Sementara di lapangan, ribuan hektar hutan lindung dan areal TNKS tersebut kini justru sudah berubah menjadi areal perladangan, yang digarap masyarakat secara turun-temurun sejak puluhan tahun lalu.
Berbagai kepentingan
”Atas dasar itulah, kami minta agar pemerintah pusat segera membuat payung hukum yang jelas dan tegas. Ini penting agar berbagai kepentingan di lapangan tidak berbenturan. Di satu pihak, misalnya, Balai TNKS menganggap para peladang dan petani penggarap harus dikeluarkan dari hutan itu,” ujar Dalhadi.
Akan tetapi, di pihak lain, seperti Pemkab Lebong sendiri menganggap jika para peladang dikeluarkan begitu saja dari sana malah akan menimbulkan masalah sosial. (zul)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar