Minggu, 07 Februari 2016

Butau Gesea



Mitos Rakyat Rejang Di Lebong
Danau Tes dan sekitarnya serta masyarakat di Kotadonok, Lebong mempunyai cerita yang cukup banyak. Mulai dari legenda, mitologi, misteri dan peninggalan zaman purbakala, baik berupa megalitik maupun sisa-sisa sejarah masyarakat Rejang tempoe doeloe yang masih terbengkalai. Tapi, sangat diketahui oleh masyarakatnya. Salah satu adalah Butau Gesea (batu hampir atau nyaris, red). Kenapa dinamakan Butau Gesea?
Karena posisi batu yang permukaannya sekira lebar dan panjang satu meter kali dua meter itu sangat aneh. Batu yang besarnya (secara ukuran umum) mencapai sebesar mobil kijang kapsul lebih sedikit itu, kelihatannya hanya menempel sekian sentimeter saja bagiannya yang tertanam di tanah. Padahal, batu itu berada di lereng bukit yang terletak di Teluk Lem. Letak Butau Gesea berada beberapa meter di atas Srawung Dung Ulau Tujuak (gua ular kepala tujuh) yang terkenal itu. 
Letak persisnya bila di horizontalkan dari seberang Teluk Lem (Teluk Dalam) berada di seberang Pondok Lucuk (Rumah Runcing) tempat wisata di Kotadonok Kecamatan Lebong Selatan. Walaupun ukuran permukaan Butau Gesea itu tidak lebar dan normalnya hanya bisa muat sekitar maksimal enam orang duduk bersila. Tapi, kenyataannya permukaan batu itu mampu memuat lebih dari 20 orang di atasnya, tanpa berdesak-desakan. Itulah keanehan kalau tidak boleh kita menyebutkan suatu keajaiban. Biasanya, banyak orang berziarah ke Butau Gesea itu, terutama dari kalangan orang rejang yang tinggal di luar Lebong dan masyarakat dari etnis Tionghoa.
Cerita persisnya memang tidak ada. Tapi, semua masyarakat di sekitar Danau Tes, baik di Kotadonok, Tlang Ratau, Topos, Tlang Blau, Tanjung, Tabeak (Taba Anyar), Tran Tinging (Turan Tiging), Mubai, Tran Lalang (Turan Lalang) dan lainnya sangat mengenal cerita Butau Gesea. Masyarakat di Kotadonok mempercayai kalau Butau Gesea itu bukan batu sembarangan dan mempunyai nilai magisnya, apalagi di bawahnya di Teluk Lem di Danau Tes itu terdapat goa ular kepala tujuh yang cerita mitos maupun legendanya sangat tersohor ke berbagai pelosok. Selain itu, ada cerita lain di Teluk Lem itu, yaitu sering munculnya ikan mas besar berukuran sekitar lebar dan panjang tikea purun (tikar, red). 
Menurut ceritanya, jika ikan itu muncul dan terlihat oleh seseorang atau beberapa orang, dipercayai alamatnya adalah Danau Tes minta korban atau ada orang yang akan meninggal dalam waktu dekat di sekitar danau itu. Bahkan, sering berubah wujud menjadi sebatang kayu besar tanpa ujung ( sangat panjang ), ada pula yang mempercayainya sebagai perubahan wujud dari ular kepala tujuh itu sendiri. Jika Butau gesea itu dikelola oleh pemerintah dan dijadikan salah satu objek wisata, akan mendatangkan pendapatan daerah yang cukup besar, terutama mendatangkan pendapatan bagi masyarakat sekitarnya. Sampai saat ini, belum ada yang berani mengambil foto Butau Gesea itu. Sehingga dokumen fotonya masih kosong. Butau gesea itu nyata keberadaannya, bisa dilihat dengan mata dan bisa diraba. 
Di lokasi lain, di Tempat Taukem (Keramat Rukam) dulunya diyakini sebagai pusat salah satu kerajaan di Lebong terdapat pula benda purbakala berupa meriam besi dan peluru besinya berbentuk bundar sebesar kelapa. Masyarakat di Lebong sangat percaya kalau anak hasil zina yang datang ke sana dan mencoba mengangkat peluru besi itu. Pasti tidak akan bisa mengangkatnya. Tapi, kalau orang biasa (bukan anak hasil zina,red), besi peluru itu dengan gampang bisa diangkat. Peninggalan itu, saat ini masih ada dan berada di bukit sebelah kiri jalan menuju tes dari Kotadonok yang sekarang sudah ditumbuhi hutan pinus yang lebat. Bioa Tebet di dalam kamus lisan masyarakat Rejang, nama Danau Tes jarang dipergunakan, bahkan masih asing di telinga warga masyarakat khususnya masyarakat di Topos, Tlang Blau, Tanjung, Rimbo Pengadang, Bioa Sengok (Air Dingin), Tlang Ratau, Kotadonok, Tes, Taba Anyar, Turun Tiging, Mubai dan Turun Lalang.
Masyarakat Rejang di Lebong dan masyarakat Rejang di daerah lain hanya mengenal akrab nama Bioa Tebet. Nama Bioa Tebet (Bioa berarti air, sungai, kali dan tebet berarti dibendung, dam atau aliran sungai yang sengaja ditutup dengan maksud air aliran airnya bisa tergenang, kolam). Oleh karenanya, dalam bahasa Rejang mengenai ‘tebet’ ada tingkatannya. Misalnya tebet titik (bendungan atau kolam kecil), tebet lai (bendungan atau kolam besar). Tentang nama Bioa Tebet untuk Danau Tes dalam bahasa Indonesianya erat kaitannya cerita rakyat Rejang tentang Si Pahit Lidah (sering juga disebut dengan Si Lidah Pahit). 
Konon cerita, Bioa Tebet (Danau Tes) merupakan danau buatan secara sengaja dilakukan si Pahit Lidah dikarenakan kemarahannya atas tipu daya masyarakat Kota Donok terhadap dirinya. Sebenarnya masyarakat Kota Donok tidak menipu Si Pahit Lidah, melainkan untuk mencegah pekerjaan Si Pahit Lidah mencangkul kawasan di seberang Dusun Tes (dusun berarti desa dalam pemahaman orang Rejang). Kawasan yang dicangkul Si Pahit Lidah itu mulai dari Ujung Semapak pelabuhan perahu masyarakat Kotadonok dan kawasan wisata di Desa Kotadonok sampai Baten Daet seberang Tes, Taba Anyar dan Turun Tiging. Karena kekhawatiran masyarakat Kotadonok akan pekerjaan Si Pahit Lidah yang nantinya akan menenggelamkan desa mereka. Maka sepakatlah para anggota masyarakat dalam komunitas pengurus Kutei (Kutai, Desa) untuk bagaimana mencegah pekerjaan Si Pahit Lidah itu. Kalau dicegah dengan kasar, masyarakat takut akibatnya. Dicarilah solusi, sehingga Si Pahit Lidah mau menghentikan pekerjaannya itu. Solusi itu adalah dengan mengabarkan bahwa anak Si Pahit Lidah meninggal dunia.
Tentu saja kabar itu tidak dipercayai oleh Si Pahit Lidah. Akan tetapi, karena keuletan utusan dari masyarakat Kota Donok menyampaikan pesan kepada Si Pahit Lidah, akhirnya terucaplah kata dari mulutnya, “Anakku mati ya!”. Tentu saja, ucapan itu menjadi kenyataan dan sadar akan ucapannya yang pahit itu, Si Pahit Lidah marah kepada masyarakatnya. Kemarahannya itu ia lampiaskan dengan mengayunkan cangkulnya, lalu tanah yang ia cangkul dilemparkan ke aliran Bioa Tawen (Air Ketahun) di dekat Desa Tes. Tentu saja aliran sungai itu tertutup dan airnya tergenang. Itulah singkat cerita terjadinya Bioa Tebet (Danau Tes) yang merupakan danau terbesar di provinsi Bengkulu. 
Kawasan- Kawasan di Danau Tes Di Bioa Tebet itu, terdiri dari beberapa kawasan yang sangat dikenal oleh masyarakat Rejang. Kawasan- kawasan itu sebagai berikut: Pertama, Kawasan Teluk Lem Kawasan Teluk Lem oleh masyarakat dipercayai mempunyai cerita misteri yang angker. Karena, di situ ada gua yang konon dijadikan rumah Ular Kepala Tujuh. Letaknya berada di seberang areal wisata Pondok Lucuk. Di Teluk Lem, juga ada batu yang penuh keajaiban yang disebut dengan Butau Gesea (Batu hampir jatuh)
kedua, Jungut Benei Jungut Benei atau Tanjung Pasir merupakan pulau kecil dengan permukaannya hanya pasir. Pulau kecil itu tidak begitu besar dan letaknya berada di muara aliran Air Ketahun dengan Danau Tes (Bioa Tebet). Untuk mencapai Jungut Benei bisa dilakukan dengan naik perahu atau jalan kaki dari Tlang Macang terus ke Tanjung dan sampailah di Jungut Benei. 
Di Jungut Benei biasanya dimanfaatkan oleh satwa burung, seperti Blibis, dan burung sawah lainnya dan bagi masyarakat yang suka mencari ikan, Jungut Benei sering dijadikan tempat istirahat. Begitu pula bagi anak-anak atau remaja, dimanfaatkan untuk mencari ikan dan menjerat burung atau tempat bermain yang mengasyikkan. Apalagi di musim kemarau. Jungut Benei dikelilingi Bioa Tebet, Tawen Blau, dan Bioa Ketawen. Di daratannya ditumbuhi rumput selet (sejenis rumput yang tajam dan biasanya untuk makanan kerbau), pun dak (pohon dadak), peak (bambu air), bakung (enceng gondok) dan pun sagau (pohon rumbia). Dari Jungut Benei kita bisa memandang lepas ke arah Danau Tes sejauh mata memandang, dapat melihat bagaimana komposisi rumah- rumah penduduk di Desa Kotadonok dan Sukasari. Termasuk alam pegunungan di sekitarnya. Mengasyikkan sekali.
Gambar: Teluk Lem Daneu Tes

Ketiga, Bioa Tamang merupakan kawasan di muara Bioa Tamang yang berada di paling ujung rumah penduduk Desa Kotadonok (bukan ujung wilayah desa). Di kawasan ini, selain tempat masyarakat mencari ikan, ada jalan raya ke arah Tes yang mendaki. Seperti pendakian Tarahan di Lampung Selatan, Lampung. Daerah pendakian Bioa Tamang dulu terkenal angker, beberapa kejadian mobil yang terjun ke Danau Tes. Sekarang, nampaknya keangkeran daerah itu sudah jarang dibicarakan, karena, masyarakat di desa Kotadonok masih mempercayai bahwa kalau berada di sekitar Danau Tes jangan bicara Takabur. Keempat, Muara Bioa Putiak kawasan ini berada di wilayah Desa Tes yang terdiri dari hutan Peak (bambu air) dan rawa. Di daerah ini, juga sangat subur untuk lahan pertanian padi sawah. Jika melintasi kawasan ini, dapat dilihat areal persawahan penduduk Kotadonok dan Tes. Di muara Bioa Putiak itulah konon cerita adanya Siamang Bioa yang suka menganggu penduduk naik perahu di kawasan muara sungai tersebut.
Kelima, Jungut Mutung kawasan Jungut Mutung itu berada di seberang pulau pasit atau dikenal dengan Jungut Benei. Daerah itu masih menyatu dengan kawasan Teluk Buluak yang dianggap masih angker karena beberapa satwa liar yang berada di kawasan tersebut. 
Jungut Mutung merupakan pinggir Danau Tes yang sedikit menjorok ke tengah dan tanahnya terlihat merah. Pinggiran Jungut Mutung itu sering dimanfaatkan penduduk untuk mencari ikan, terutama di malam hari. Keenam, Tawen Blau Tawen Blau merupakan anak Danau Tes yang berada di kaki Desa Kotadonok. Air Tawen Blau selalu berwarna kuning, sekelilingnya dipenuhi tumbuhan rawa atau air seperti pohon peak, rumbia dan di Tawen Blau itu tempat bermuaranya beberapa anak sungai atau setidak-tidaknya empat anak Sungai, di antaranya Bioa Pacua Telai, Bioa Ujung Semapak dan lainnya (belum diketahui namanya, hanya orang menyebut bioa tik (air atau sungai kecil). Konon cerita di kawasan Tawen Blau ada seekor binatang yang menunggu, yaitu Buai Kotong (buaya yang ekornya putus). 
Buaya itu dipercayai bersarang di bawah pepohonan peak yang berada di kawasan kuburan umum desa Kotadonok. Ketujuh, Ujung Semapak Ujung Semapak boleh jadi sebagai kawasan pelabuhan (untuk perahu) masyarakat Kota Donok yang memanfaatkan potensi Danau Tes. Rumah-rumah penduduknya sebagian berada di atas permukaan air Danau Tes yang ada di pinggiran. Berupa rumah- rumah bertiang tinggi. Di Ujung Semapak itu setiap pagi atau sore dapat dilihat puluhan bahkan lebih perahu yang ditambatkan, juga jaring-jaring yang dijemur atau peralatan penagkapan ikan lainnya milik warga dijemur di pinggir air Danau Tes.

Tidak ada komentar: