Minggu, 07 Februari 2016

“Sumpah Timah dan Air Panas” Syirik Modern Terkutuk


Oleh Naim Emel Prahana

BILA dikatakan sekarang manusia semakin maju, berpikir dan berkehidupan. Ternyata benar! Tetapi, di balik kemajuan yang dicapai itu, ternyata manusia disaat ini semakin mundur pola pikirkannya tentang kehidupan itu sendiri. Sudah tahu tetapi pura-pura tidak tahu, sudah beragama tetapi msih berbuat dosa dan melanggar norma-norma agama. Yang terdekat yang sering dilakukan adalah perbuatan syirik, pengkianatan terhadap hati nurani, pengingkaran janji dan sumpah. Dan, melawan kodrat alam, termasuk merekayasa firman-firman Allah dan sunah-sunah Rasul-Nya.

Sebenarnya kita tidak bingung menghadapi fenomena demikian. Membaca dan mehamai Alquran telah memberikan petunjuk kepada kita tentang mbalelonya manusia, pengkhianatan, pengingkaran dan perekayasaan manusia terhadap perbuatan-perbuatannya. Boleh jadi hal itu terjadi setiap hari di lingkungan kehidupan kita saat ini. Seorang pejabat yang sudah bergelar haji, bahkan sudah beberapa kali naik haji menuntaskan pelaksanaan rukun Islam pada dirinya. Ternyata dengan wajah tanpa dosa, dengan kata-kata tanpa menyesal, masih sering melakukan sumpah atas nama Tuhan ketika ia membela perbuatan korupsinya, perbuatan penyelewengan tugasnya dan perbuatan amoral, asosial dan anti kejujurannya.

Kenap asih masih demikian, sedangkan predikat, status dan harta kekayaan sudah digenggam semua. Seperti halnya banyak insan pendidikan alias guru yang berbuat tidak senonoh. Pengertian, pemahaman dan penyadaran diri terhadap predikatnya sebagai guru, dibuang begitu saja, ketika nasfu birahainya memuncak. Selalu memerankan tokoh yang antigonis (berlawanan). Betapa banyaknya seorang guru pria menjalin hubungan gelap dengan guru perempuan yang diperoleh dengan cara-cara tidak normal, yaitu menggunakan—meanfaatkan jasa dukun, paranormal ata “orang pinter”.

Semua yang dilakukannya itu, hanya ingin mendapatkan seorang guru wanita yang sudah punya suami. Astaqfirullahalazim. Apa yang dikenal sepanjang masa tentang guru adalah orang yang patut—pantas ditiru, digugu, dirindukan perbuatannya di tengah kehidupan. Ternyata, sekarang sudah tidak pernah terlihat lagi. Bermain dengan handphone (HP), mengusik ketentraman keluarga orang lain dengan short mesage service (SMS) yang menggelar-glegar berisi kata-kata, “say, lagi apa yanng...!”, lalu si guru perempuan yang sudah punya suami, pada saat di dalam kamarnya, dan suami berada di ruang tamu. Si guru perempuan itupun menjawab, lagi tidur-tiduran. Maka si guru laki-laki tadi mengirim lagi sms dengan isinya, “ yo tak bobokin..” atau dengan bahasa dan kata-kata ABG lainnya.

Tanpa memikirkan akibat, tanpa merasa berdosa mengganggu isteri orang atau mengganggu suami orang. Kebanyakan insan pendidikan, khususnya di daerah (bahkan di kota), membuat inovasi baru tentang predikat guru. Dari yang digugu dan ditiru menjadi diburu dan dicumbu raya. Padahal, mereka telah mengikuti berbagai jenis pendidikan dan latihan (diklat), mengikuti berbagai pembekalan dan mengikuti berbagai training, termasuk masalah ESQ dan sebagainya. Pakaian ibadah sekarang ii bukan lagi merupakan lambang kesucian atau kejujuran dan kebaikan. Tetapi, sudah menjadi trend pakaian. Hanya trend. Moralitasnya tidak sebagus busana yang mereka kenakan setiap hari di sekolah atau di tengah masyarakatnya.

Termasuk juga para PNS, yang di kantor jika datang waktu sholat mereka sholat, bicaranya sopan dan santun. Tetapi ketika menghadapi musibah seperti pencurian di kantor. Lalu menggunakan pola pikir atheisme! Pola pikir yang menggunakan jasa dukun untuk menuduh, menentukan, menetapkan, dan memastikan kepuasan bathin terhadap pencuri di kantornya. Ketika dikasih saran, kalau benar merasa tidak bersalah dan memang benar terjadi pencurian. Kenapa tidak pakai sumpah dengan Alquran saja? Lalu ia menjawab, saya nggak mau, karena nggak pasti. Saya maunya sumpah menggunakan air panas dan timah panas yang direbus dalam kuali.

“Bagi siapa yang mencuri uang saya, ketika ia celupkan tangannya ke air panas dan di atas timah panas dalam wajan (kuali) maka tangannya akan melepuh. Bila itu terjadi, maka dialah si pencurinya!” katanya dengan yakin dan pasti ajaran dukun itulah yang pasti, bukan janji dan kekusaan Allah SWT. Astaqfiruyllahal azim!  Fenomena kekafiran, kesyirikan apa lagi yang dibuat oleh manusia modern, manusia berstatus pejabat, PNS ata guru dewasa ini?

Mereka semua lupa dan sangat lupa, bahwa dukun, paranoirmal atau orang pinter tidak akan mampu memberikan rezki kepadanya. Tidak akan mampu memberikan kehidupan setelah kematian. Tidak akan mampu melindunginya dari musibah, peristiwa alam dan atau menyembuh penyakit secara permanen. Seorang dukun tidak akan mampu menyelematankan seseorang dari kecelakaan pesawat terbang atau kecelakaan tabrakan kendaraan umum yang ditumpangi.

Kenapa? Kenapa karena ingin memuaskan hati, ketika kehilangan uang yang dia sendiri belum tahu hilangnya di mana, apakah di kantor tempat ia bekerja, apakah di rumah atau apakah memang ia lupa, bahwa uang yang dikatakan hilang itu sebenarnya tidak hilang, tetapi sudah dibelanjakan atau memang lupa disimpan dimana? Kenapa harus menuduh sekian puluh orang pegawai se kantornya—dengan tuduhan diantara mereka adalah pencuri. Oleh sebab itu, digunakanlah “sumpah air dan timah panas” sebagaimana diajarkan oleh seorang dukun.

Seharusnya, sebagai umat beragama, ketika kita mengalami suatu musibah; katakanlah kehilangan uang. Kita harus istiqfar, kita harus menyadari, mengevaluasi dan mengoreksi diri tentang apakah harta atau uang yang hilang itu kita dapat melalui jalur yang benar atau istilahnya kita dapat melalui jalur panas dan dingin! Sebelum menuduh orang lain, sebaiknya kita membersihkan dulu hati dan pikiran kita. Hal itu bukan berarti kita tidak percaya dengan hal-hal yang ghaib sebagaimana Rukun Iman. Percayakepada yang ghaib harus ada pada diri kita sebagai manusia yang hanya mengabdi kepada Sang Pencipta.

Artinya, kalau kita selalu syirik dalam kehidupan kita, sedikit-sedikit persoalan lari ke dukun, paranormal atau orang pinter. Tetapi, syirik pribadi kita itu jangan dibawa ke kantor atau ditularkan ke muka umum (masyarakat). Sebab, dosa kita tidak bisa dipindahkan ke orang lain, demikian pula sebaliknya, termasuk pahala kita. Hanya doalah yang dapat memberikan kekuatan lahir dan bathin dalam kehidupan. Doa itu ditujukan kepada Sang Fatharah.

Melakukan “sumpah timah dan air panas” di dalam wajan adalah perbuatan syirik, jika itu dilakukan, maka selama 40 hari amal ibadah kita menjadi blank—tidak diterima oleh Allah SWT. Percuma kita suntuk jungkir balik sholat, tapi masih melakukan perbuatan syirik!

Tidak ada komentar: