Oleh Naim Emel Prahana
BILA dikatakan sekarang manusia semakin maju, berpikir dan berkehidupan.
Ternyata benar! Tetapi, di balik kemajuan yang dicapai itu, ternyata manusia
disaat ini semakin mundur pola pikirkannya tentang kehidupan itu sendiri. Sudah
tahu tetapi pura-pura tidak tahu, sudah beragama tetapi msih berbuat dosa dan
melanggar norma-norma agama. Yang terdekat yang sering dilakukan adalah
perbuatan syirik, pengkianatan terhadap hati nurani, pengingkaran janji dan
sumpah. Dan, melawan kodrat alam, termasuk merekayasa firman-firman Allah dan
sunah-sunah Rasul-Nya.
Sebenarnya kita tidak bingung menghadapi fenomena demikian. Membaca dan
mehamai Alquran telah memberikan petunjuk kepada kita tentang mbalelonya
manusia, pengkhianatan, pengingkaran dan perekayasaan manusia terhadap
perbuatan-perbuatannya. Boleh jadi hal itu terjadi setiap hari di lingkungan
kehidupan kita saat ini. Seorang pejabat yang sudah bergelar haji, bahkan sudah
beberapa kali naik haji menuntaskan pelaksanaan rukun Islam pada dirinya.
Ternyata dengan wajah tanpa dosa, dengan kata-kata tanpa menyesal, masih sering
melakukan sumpah atas nama Tuhan ketika ia membela perbuatan korupsinya,
perbuatan penyelewengan tugasnya dan perbuatan amoral, asosial dan anti
kejujurannya.
Kenap asih masih demikian, sedangkan predikat, status dan harta kekayaan
sudah digenggam semua. Seperti halnya banyak insan pendidikan alias guru yang
berbuat tidak senonoh. Pengertian, pemahaman dan penyadaran diri terhadap
predikatnya sebagai guru, dibuang begitu saja, ketika nasfu birahainya
memuncak. Selalu memerankan tokoh yang antigonis
(berlawanan). Betapa banyaknya seorang guru pria menjalin hubungan gelap dengan
guru perempuan yang diperoleh dengan cara-cara tidak normal, yaitu
menggunakan—meanfaatkan jasa dukun, paranormal ata “orang pinter”.
Semua yang dilakukannya itu, hanya ingin mendapatkan seorang guru wanita
yang sudah punya suami. Astaqfirullahalazim.
Apa yang dikenal sepanjang masa tentang guru adalah orang yang patut—pantas
ditiru, digugu, dirindukan perbuatannya di tengah kehidupan. Ternyata, sekarang
sudah tidak pernah terlihat lagi. Bermain dengan handphone (HP), mengusik
ketentraman keluarga orang lain dengan short mesage service (SMS) yang menggelar-glegar
berisi kata-kata, “say, lagi apa yanng...!”, lalu si guru perempuan yang sudah
punya suami, pada saat di dalam kamarnya, dan suami berada di ruang tamu. Si
guru perempuan itupun menjawab, lagi tidur-tiduran. Maka si guru laki-laki tadi
mengirim lagi sms dengan isinya, “ yo tak bobokin..” atau dengan bahasa dan
kata-kata ABG lainnya.
Tanpa memikirkan akibat, tanpa merasa berdosa mengganggu isteri orang atau
mengganggu suami orang. Kebanyakan insan pendidikan, khususnya di daerah
(bahkan di kota), membuat inovasi baru tentang predikat guru. Dari yang digugu
dan ditiru menjadi diburu dan dicumbu raya. Padahal, mereka telah mengikuti
berbagai jenis pendidikan dan latihan (diklat), mengikuti berbagai pembekalan
dan mengikuti berbagai training, termasuk masalah ESQ dan sebagainya. Pakaian
ibadah sekarang ii bukan lagi merupakan lambang kesucian atau kejujuran dan
kebaikan. Tetapi, sudah menjadi trend pakaian. Hanya trend. Moralitasnya tidak
sebagus busana yang mereka kenakan setiap hari di sekolah atau di tengah
masyarakatnya.
Termasuk juga para PNS, yang di kantor jika datang waktu sholat mereka
sholat, bicaranya sopan dan santun. Tetapi ketika menghadapi musibah seperti
pencurian di kantor. Lalu menggunakan pola pikir atheisme! Pola pikir yang menggunakan jasa dukun untuk menuduh,
menentukan, menetapkan, dan memastikan kepuasan bathin terhadap pencuri di
kantornya. Ketika dikasih saran, kalau benar merasa tidak bersalah dan memang
benar terjadi pencurian. Kenapa tidak pakai sumpah dengan Alquran saja? Lalu ia
menjawab, saya nggak mau, karena nggak pasti. Saya maunya sumpah menggunakan
air panas dan timah panas yang direbus dalam kuali.
“Bagi siapa yang mencuri uang saya, ketika ia celupkan tangannya ke air
panas dan di atas timah panas dalam wajan (kuali) maka tangannya akan melepuh.
Bila itu terjadi, maka dialah si pencurinya!” katanya dengan yakin dan pasti
ajaran dukun itulah yang pasti, bukan janji dan kekusaan Allah SWT. Astaqfiruyllahal azim! Fenomena kekafiran, kesyirikan apa lagi yang
dibuat oleh manusia modern, manusia berstatus pejabat, PNS ata guru dewasa ini?
Mereka semua lupa dan sangat lupa, bahwa dukun, paranoirmal atau orang
pinter tidak akan mampu memberikan rezki kepadanya. Tidak akan mampu memberikan
kehidupan setelah kematian. Tidak akan mampu melindunginya dari musibah,
peristiwa alam dan atau menyembuh penyakit secara permanen. Seorang dukun tidak
akan mampu menyelematankan seseorang dari kecelakaan pesawat terbang atau
kecelakaan tabrakan kendaraan umum yang ditumpangi.
Kenapa? Kenapa karena ingin memuaskan hati, ketika kehilangan uang yang dia
sendiri belum tahu hilangnya di mana, apakah di kantor tempat ia bekerja,
apakah di rumah atau apakah memang ia lupa, bahwa uang yang dikatakan hilang
itu sebenarnya tidak hilang, tetapi sudah dibelanjakan atau memang lupa
disimpan dimana? Kenapa harus menuduh sekian puluh orang pegawai se
kantornya—dengan tuduhan diantara mereka adalah pencuri. Oleh sebab itu,
digunakanlah “sumpah air dan timah panas” sebagaimana diajarkan oleh seorang
dukun.
Seharusnya, sebagai umat beragama, ketika kita mengalami suatu musibah;
katakanlah kehilangan uang. Kita harus istiqfar, kita harus menyadari,
mengevaluasi dan mengoreksi diri tentang apakah harta atau uang yang hilang itu
kita dapat melalui jalur yang benar atau istilahnya kita dapat melalui jalur
panas dan dingin! Sebelum menuduh orang lain, sebaiknya kita membersihkan dulu
hati dan pikiran kita. Hal itu bukan berarti kita tidak percaya dengan hal-hal
yang ghaib sebagaimana Rukun Iman. Percayakepada yang ghaib harus ada pada diri
kita sebagai manusia yang hanya mengabdi kepada Sang Pencipta.
Artinya, kalau kita selalu syirik dalam kehidupan kita, sedikit-sedikit
persoalan lari ke dukun, paranormal atau orang pinter. Tetapi, syirik pribadi
kita itu jangan dibawa ke kantor atau ditularkan ke muka umum (masyarakat).
Sebab, dosa kita tidak bisa dipindahkan ke orang lain, demikian pula
sebaliknya, termasuk pahala kita. Hanya doalah yang dapat memberikan kekuatan
lahir dan bathin dalam kehidupan. Doa itu ditujukan kepada Sang Fatharah.
Melakukan “sumpah timah dan air panas” di dalam wajan adalah perbuatan
syirik, jika itu dilakukan, maka selama 40 hari amal ibadah kita menjadi
blank—tidak diterima oleh Allah SWT. Percuma kita suntuk jungkir balik sholat,
tapi masih melakukan perbuatan syirik!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar