Senin, 31 Agustus 2009
Bantuan Hibah
Kolom Naim Emel Prahana
BANYAK cara pemerintah daerah untuk memperdayai masyarakatnya dengan aneka ragam jenis bantuan sosial, rumah ibadah, kemasyarakatan dan lainnya. Tentu saja bantuan-bantuan tersebut sangat menggiurkan masyarakat atau kelompok masyarakat yang ditetapkan sebagai penerima.
Namun, lebel atau merek bantuan yang dikucurkan itu sering menipu dan menjebak masyarakat penerimanya. Di Metro, Pemerintah Kota (Pemkot) itu sejak 3 (tiga) tahun silam mengucurkan apa yang disebut produk bantuan Kelompok Masyarakat (Pokmas), pada tahun pertama diluncurkannya produk Pokmas. Ternyata banyak kelemahan dan kekurangan yang akihirnya membuat lumbung oknum-oknum tertentu di Pokmas menjadi kaya raya.
Lama kelamaan apa karena kekecewaan produk Pokmas yang tidak berjalan sebagaimana mestinya itu. Maka, sejak 2008 ayau mulai ditintis sejak 2007, Pemkot Metroi meluncurkan dana bantuan kepada kelompok masyarakat dalam organisasi kemasyarakatan, rumah ibadah, pendidikan dan sebagainya.
Produk itu bernama HIBAH, yang kalau kita definisikan kata ‘hibah’ maka terjadi suatu pemberian tanpa pamrih, tanpa ikatan, tanpa laporan pertanggungjawaban sebagaimana mestinya kalau menggunakan anggaran APBD. Produk bantuan hibah, ternyata hanyalah lebel yang menjerat masyarakat untuk bersusah payah menghabiskan dana bantuan itu hanya untuk urusan birokrasi pewngurusan administrasi yang bertele-tele.
Menghabiskan waktu, menghabiskan dana dan menghabiskan kesabaran akibat rumitnya birokrasi mendapatkan bantuan dana hibah itu. Ada dua bagian yang mengurus dana bantuan hibah itu. Pertama di bagian Kesra dan kedua langsung di bagian BPKD sub unitnya.
Anehnya, birokrasi pengurusan dana bantuan hibah di kedua unit kerrja masing-masing itu tidak seragam. Persyaratan umum pada unit kerja bagian pertama di atas (Kesra) untuk mendapatkan dana bantuan hibah yang penerimanya sudah ditetapkan oleh Walikota, cukup berat. Misalnya NPHD (naskah perjanjian Hibah Daerah) antara Kabag Kesra an Walikota dengan penerima. Yang membuat si penerima dan bebas memalsukan kop surat Sekretariat Daerah Kota Metro.
Kemudian, syarat yang aneh lagi. Siapapun yang menerima dana hibah dari bagian Kesra Pemkot Metro, semua surat-menyurat sampai kepada stempel dan rekening bank harus bernama POKMAS. Walaupun bantuan itu diberikan kepada masjid, langgar, vihara, gereja, guru-guru honor di TPA. Semuanya harus pakai kop Pokmas dan bukan hanya kop surat, stempel. Namun, prosedur yang harus dilalui si penerima, juga harus minta tandatangan kepada ketua Pokmas dan tim pengawas Pokmas. Walaupun dana bantuan itu bukan digunakan untuk proyek fisik.
Aneh lagi, bantuan honor guru TPA yang cuma Rp 300 ribu itu, ternyata uangnya hanya habis untuk masalah administrasi. Bayangkan, buat stempel guru TPA Pokmas, kop surat pokmas, stempel pokmas, rekening bank pokmas, materai 6000 lima lembar, map dan membuat proposal masing-masing dijilid 10 bundel.
“Perasaan kita bagaimana itu bisa dikategorikan kepada dana hibah?” Kalau unsur hibah yang dicantumkan, tidak melekat sama sekali. Kemudian, apa hubungannya sebuah langgar yang dibangun secara pribadi dengan Pokmas yang harus menandatangani semua berkas surat?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar