Metro, LE
Para mahasiswa Kota Metro yang tergabung pada Persatuan Mahasiswa
Muslim Indonesia (PMII) meminta walikota Metro untuk meninjau kembali berbagai
kebijakan yang sudah dikeluarkan, termasuk visi misi sebagai kota pendidikan.
Hal itu disuarakan PMII, Senin (13/4) kemarin di halaman kantor
walikota Metro. Mereka dengan berorasi menuntut pembenahan pengelolaan Taman
Kota yang dinilai telah diskriminatif terhadap pedagang kecil.
Bahkan, para mahasiswa juga meneriakkan penolakan mereka atas kenaikan
BBM oleh pemerintah dan para mahasiswa belum merasakan kalau Kota Metro menjadi
“kota pendidikan”
Demo mahasiswa PMII Kota Metro kemarin sempat terjadi ketegangan
akibat keinginan mereka untuk masuk ke halaman kantor walikota dicegat oleh
barisan Sat Pol PP dengan mengunci pintu gerbang kantor walikota.
Sementara itu, walikota Metro tidak berada di tempat karena sedang
meninjau UN SMA hari pertama bersama beberapa pejabat kepala dinas di daerah
kota itu.
Akibat pintu masuk kantor walikota ditutup sat Pol PP, terjadi dorong
mendorong—dan sempat adu mulut antara mahasiswa dan anggota Pol PP yang
akhirnya membuka pintu gerbang tersebut.
Jumlah penndemo (pengunjuk-rasa) dengan aparat keamanan (polisi)
memang tidak sebanding, sehingga para pendemo diblokir oleh ketatnya penjagaan
pihak kepolisian dan Sat Pol PP.
Unjukrasa kemarin, berakhir dengan tertib dan para mahasiswa mengakui
jika terjadi kesalahpahaman ketika hendak memasuki halaman kantor walikota,
semata-mata karena pihak Pol PP dan polisi menutup pintu gerbang.
“Kami datang ke sini dengan niat baik, tidak ada maksud untuk berbuat
anarkis,” kata salah satu oratornya. (RD-02)
Keterangan gambar
DEMO—Mahasiswa Kota Metro yang tergabung dalam PMII,
Senin (13/4) kemarin melakukan aksi unjuk rasa memprotes beberapa kebijakan
Walikota Metro maupun kebijakan pemerintah pusat seperti kenaikan harga BBM,
diskriminasi terhadap pedagang kecil dan sebagainya. FOTO NAIM EP/LE