Tampilkan postingan dengan label Kolom. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kolom. Tampilkan semua postingan

Senin, 22 Maret 2010

KTP Double

Oleh Naim Emel Prahana

KASUS Kartu Tanda Penduduk (KTP) ketua KPU Kota Metro, Buyung Syukron yang kemarin disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Metro terkesan ada pihak yang senbgaja membuat proses peradilannya menjadi lamban. Kasus tersebut sudah terjadi sejak 2008 akhir dan baru sekarang disidangkan. Ada apa? Proses penyelidikan dan penyidikan serta proses penuntutannya sangat, sangat lamban.
Padahal, bukti-bukti pelanggaran yang dilakukan Ketua KPU tentang pembuatan KTPnya di Metro (karena yang bersangkutan adalah penduduk dan mempunyai KTP Kota Bandarlampung), sudah sangat jelas. Pelanggaran itu juga dibantu secara penuh oleh Ketua KPU Bandarlampung, As’ad Muzamil—yang penduduk dan KTP-nya adalah di Kota Metro.
Boleh jadi, Buyung Syukron yang menumpang Kartu Keluarga (KK) As’ad Muzamil yangf penduduk Kota Metro adalah “tugar guling KTP”. Sebab, keduanya memang sudah di-plot oleh Ketua KPU Lampung dan anggota KPU Lampung, Edwin Hanibal dan Pattimura untuk menjadi ketua KPU Kota Metro dan Bandarlampung.
Dari kasus tersebut, terlihat jelas penegakan hukum di Indonesia memang dipengaruhi faktor X. Sebab, awal 2009 berdasarkan bocoran dari KPU Kota Metro. Kembaga pelaksana pemilu itu telah mengucurkan dana senilai Rp 30 juta dan diberikan kepada lembaga penegakan hukum di Kota Metro. Anggaran itu dalam laporannya dibuat sedemikian rupa, seakan-akan merupakan bantuan KPU dalam pelaksanaan pemilu dan pilpres dalam kampanye damai.
Namun, bocoran akurat itu menyebutkan, separuh dari Rp 20 juta itu dibuat sebagai anggaran pemesanan kaos dan separuhnya lagi dibuat untuk anggaran kampanye damai. Kedua item dimaksud pada kenyataannya tidak pernah dilaksanakan oleh lembaga penegak hukum yang menerima dana Rp 20 juta tersebut. Bukankah itu sebagai salah satu indikasi, kenapa proses peradilan kasus KTP ganda itu sampai 2 tahun. Itupun baru beberapa kali disidangkan.
Pertanyaannya, ada apa? Melihat kasus tersebut, maka banyak pihak yang bisa ditetapkan statusnya sebagai “turut serta” yang unsur pidananya sama dengan “orang yang melakukan”. Yang secara langsung membantu Buyung Syukron antara lain As’ad Muzamil (Ketua KPU Bandarlampung), Lurah (atau mantan) Iringmulyo, Camat Metro Timur dan Tim Seleksi (Timsel) anggota KPU 2008—2013 yang diketuai oleh Prof DR Juhri Muin MPd (dosen UMM), H Masnuni (Dinas Pendidikan), Rifian A Chepi (Dinas Pendidikan), DR Syarifuddin Basyar MA (Dir STAIN Jusi Metro). Mereka adalah anggota Timsel KPU Kota Metro akhir 2008 silam.
Seharusnya, majelis hakim PN Metro yang menyidangkan kasus tersebut, harus memanggil ke 5 mantan anggota Timsel KPU Kota Metro tersebut. Karena, akibat kecerobohannya dan akibat hanya mengusung pesanan pihak tertentu, sehingga seleksi calon anggota KPU tidak berjalan sesuai dengan ketentuannya. Dan, disitulah Buyung Syukron lolos soal pengecekjan KTP.
Semua berharap, kasus KTP ganda Ketua KPU Kota Metro itu menjadi bagian pelajaran politik yang “tidak bermoral” dan dapat dijadikan bahan renungan semua pihak, bahwa kelicikan karena ingin merebut kekuasaan dengan menghalalkan semua cara. Tidak akan berlangsung lama, dan pelakunya akan tidak akan bisa menikmati kursi jabatannya secara damai dan tenang.

Pembatalan CPNS


Oleh Naim Emel Prahana

DENGAN alasan tidak sesuai format formasi penerimaan PNS—guru di Kabupaten ‘anyar’ Pesawaran, Lampung. Akhirnya 34 CPNS yang diterima dan sudah diumumkan nama-namanya di media massa 2009, dibatalkan oleh Pemkab Pesawaran. Secara garis lurus, Pemkab Pesawaran memang lebih tahu dan lebih berkompeten terhadap para PNS yang akan bertugas di kabupaten tertsebut.
Namun, bukan sesuatu yang bijak jika ke 34 CPNS tersebut tetap dipertahankan untuk tetap ditolak keberadaannya. Bagi Pemkab Pesawaran keputusan menolak karena tidak sesuai dengan format formasi yang sudah diajukan dan ditentukan adalah keputusan yang mempunyai dasar hukum. Akan tetapi, dasar hukum yang melatarbelakangi penolakan itu. Tentu tidak sesaklek seperti sebuah batu.
Karena, tetap menerima sesuai dengan pengumuman mungkin akan lebih bermanfaat dan berdaya positif bagi Pesawaran di masa akan datang. Memang soal finansil akan jadi kajian yang cukup mendalam. Tetapi, tidak ada alasan yang mengatakan kalau ke 34 CPNS itu adalah salah dan harus ditolak. Ke 34 CPNS tersebut tidak melakukan apapun, kecuali mengikuti prosedure sebnagaimana yang sudah ditentukan.
Oleh karenanya, tidak dibenarkan pula kesewenangan begitu saja menolak ke 34 CPNS yang nama-nama mereka sudah diumumkan dan sudah diproses oleh BAKN di Jakarta dan yang penting lagi sudah dinyatakan lulus oleh tim seleksi penerimaan PNS untuk tahun 2009 khususnya untuk Kabupaten Pesawaran.
Jika demikian, siapa yang bersaalah dalam hal itu? Atau tidak ada pihak yang bersalah, karena mungkin antara Pemkab Pesawaran, Panitia Penerimaan dan Pengelola komputer hasil test CPNS tidak dalam koordinasi yang konkrit atau ada human eror dalam pelaksanaan ujian dan tes CPNS yang sudah berlalu tersebut.
Jika itu yang terjadi (mungkin) itulah yang terjadi sebenarnya, maka tidak berhak Pemkab Pesawaran menolak atau membatalkan SK ke 34 CPNS tersebut. Mereka tidak mempunyai kesalahan apapun dan mereka menjadi korban ketidakberesan administrasi penerimaan CPNS 2009 lalu.
Untuk itu, mengingat kejadian yang sama pernah terjadi di Kota Metro. Sebanyak 27 CPNS yang sudah diterima dibatalkan Pemkot Metro. Namun, karena ada lobby khusus antara DPRD dan Pemkot, akhirnya DPRD beserta Dinas Pendidikan Kota Metro dapat menjamin ke 27 CPNS tersebut untuk tetap diterima. Akhirnya, tetap diterima.
Mengambil hikmah persoalan CPNS tersebut, banyak gambaran yang terselubung dapat diungkapkan ke permukaan; kenapa antara BAKN dan Pemerintah Daerah terjadi kesalahpahaman. Kemudian akibatnya terjadi pembatalan SK CPNS yang secara hukum dan fakta harus diakui benar dan sahg. Sebab, sudah diumumkan dan pengumuman penerimaan itu sudah diketahui masyarakat luas.
Pemkab Pesawaran harus mencabut kembali pembatalan mereka itu. Dan, Pesawaran harus menerima ke 34 CPNS guru yang diterima tahun 2009 tersebut. Tentunya, ada yang menjamin. Setidak-tidaknya DPRD Pesawaran harus tamnpil sebagai wakil rakyat yang konkrit untuk membel;a rakyat mereka yang menjadi korban administrasi pemerintah yang kacau balau. Pada akhirnya, kita sepakat mengatakan bahwa pembatalan SK CPNS yang sudah diterima itu, tidak ada setitikpun alasan pembenar bagi perbuatan Pemkab Pesawaran tersebut. Untuk itu pembatalanb harus dicabut lagi demi hukum dan rakyat yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama yang dilindungi oleh UU.

Jasa Dukun

Oleh Naim Emel Prahana

APA yang terbayangkan jika benar-benar kenyataannya, seseorang menjadi korban santet alias ilmu hitam—hanya gara-gara sepele. Kaum agamais selalu beranggapan, meminta jasa dukun itu tidak benar dan hanya akan merusak jiwa seseorang atau sekelompok masyarakat. Di kalangan medis selama ini sulit mendeteksi penyakit seseorang korban perdukunan (ilmu santen) yang beragam pola, modus, jenis dan tingkatan dampaknya.
Memang sulit dipercayai, manakala ada orang yang menjadi korban ilmu hitam (dunia perdukunan) kemudian akibat sakit yang diderita. Koran tersebut meninggal dunia. Tapi, kita harus ingat, salah satu makhluk ciptaan Allah SWT yang diusir dari surga karena menantang Sang Fatharah (Allah—Tuhan Yang Maha Pencipta). Diberi kewenangan oleh Allah untuk menggoda manusia, khususnya yang tidak beriman.
“Jasa dukun” – banyak orang ada yang menyebut ‘paranormal’—lain pihak banyak pula yang menyebut “orang pintar”—banyak juga yang menyebut ‘dukun’ dengan dua kelompok. Pertama kelompok jasa dukun bidang pengobatan dan kedua kelompok dukun bidang ‘santet’. Namun, ada juga kelompok dukun yang mengerjakan kedua kategori bidang perdukunan itu. Lebih jauh, soal ilmu hitam yang berhubungan dengan makhluk halus—yang secara kasat mata tidak dapat dilihat oleh manusia kebanyakan; yang ditengarai makhluk halus itu sebagai masyarakat iblis, setan atau jin. Sebutran iblis dan setan selalu indentik dengan kejahatan, keburukan dan kekajaman. Sementara sebutan Jin—pendapat membaginya ke dalam dua kelompok. Yaitu, Jin Islam (baik) dan Jin kafir.
Persoalannya, kita tidak membicarakan, bagaimana substansi praktek di dunia jasa dukun tersebut. Kita hanya melihat kenyataan saat ini, jasa dukun sudah masuk ke dunia media massa atau dunia komunikasi massa, seperti tayangan di televisi atau media massa cetak.
Yang sulit kita terima dengan akal, menggunakan “jasa dukun” karena hal sepele antara teman, antara satu profesi (bisnis, pekerjaan tertentu dsb). Karena kurang enek atau mungkin mendapat informasi yang tidak akurat—tidak tepat, seseorang menggunakan jasa dukun untuk maksud mencelakai temannya tadi. Orang semacam itu (mnenggunakan jasa dukun untuk mencelakai teman sendiri) memang pantas dirajam atau dibunuh.
Demikian juga dalam dunia perselingkuhan, tidak sedikit lelaki atau perempuan yang menginginkan seorang wanita atau pria atau menginginkan isteri orang, lalu menggunakan jasa dukun, dan yang paling parah seorang dukun itu dimanfaatkannya untuk mencelakai suami si isteri orang yang ia sukai. Memang terlihat tidak masuk akal, kenyataannya memang ada, karena berhubungan dengan iblis dan setan.
Dalam dunia politik pun banyak politikus memanfaatkan jasa dukun, termasuk para pejabat tidak kurang-kurangnya memanfaatkan jasa dukun untuk mempertahankan status pejabatnya atau kekuasaannya. Apalagi menjelang pemilukada seperti saat ini di Lampung. Jasa dukun menjadi laris manis dimanfaatkan oleh para calon pemimpin daerah. Tujuannya jelas, agar bagaimana ia bisa menjadi bupati, waliukota atau wakil mereka.
Namun, perlu dipertegas bahwa barangsiapa memanfaatkan jasa dukun, hidupnya tidak akan tentram, karena ia menduakan Allah, Tuhan Sang Pencipta—bahkan mengarah kepada perbuatan syirik. Apapun hebatnya seorang dukun, paranormal, orang pinter. Jika tidak dimanfaatkan orang, maka ilmunya tidak akan berguna apa-apa dan tidak akan mencelakai orang lain secara sadis. Dan, kita perlu mengingatkan orang yang selalu menggunakan dukun untuk mencelakai orang lain, bahwa dirinya suatu saat akan celaka. Karena menentang kehendak Allah.

Demokrat Dan Parpol

KOALISI beberapa partai politik (parpol) yang biasanya terjadi setelah pemilu legislatif dan Pemilu Presiden, hanya kepentingan sesaat bagi pengurus inti parpol, guna menguasai kekuasaan—yang tepat disebut dengan “pembagian kekuasaan” dan “ mempertahankan kekusaan”. Pada negara yang menganut sistem demokrasi, koalisi parpol itu jarang terjadi. Yang ada hanyalah parpol yang pro pemerintah atau parpol yang pro parpol pemenang pemilu.
Perbedaan antara koalisi dengan pro, di sisi ada parpol yang oposisi, terletak pada keterikatan antar parpol itu sendiri. kalau koalisi, maka item-item perikatannya jelas, pembagian jabatan jelas, pembagian kursi dalam kabinet jelas. Sedangkan dalam pola ‘pro’, perikatan pada item-itemnya tidak mengikat dan sewaktu-waktu dapat mencabut dukungan itu.
Sebenarnya, pada pola koalisi pun pencabutan perikatan memang tidak ada larangannya. Hanya ada persoalan etis dan tidak etis. Sebab, pada koalisi jatah-jatah jabatan, kursi di kabinet dan (mungkin) termasuk kucuran dana bantuan serta fasilitas akan menjadi korban.
Pada hakekatnya, parpol-parpol tidaklah mungkin untuk bertsatu dalam penyelenggaraan pemerintahan dan kekuasaan. Di samping perbedaan arah dan tujuan serta azas. Juga, punya banyak perbedaan ideologi yang menjadi karakteristik sebuah parpol. Semuanya tidak ada kejelasan jika bicara parpol dan pemerintahan di Indonesia. Karena parpol di Indonesia belum mandiri atau independen dalam menghidupkan dan menjalankan roda organisasi politik.
Ketergantungan kepada pemerintah sangat terasa, terutama bantuan yang diberikan setiap tahun yang dihitung berdasarkan jumlah suara dan jumlah anggota parpol di legislatif. dan bantuan itu, sangat didambakan setiap parpol. Kemudian, parpol pun melakukan pemerasaan terhadap kadernya yang duduk di legislatif. Dari persoalan-persoalan itu, terlihat jelas parpol di Indonesia belum mampu berdiri sendiri, walaupun kadernya banyak yang menjadi penguasaha nasional sukses.
Kemudian berkaitan dengan koalisi Partai Demokrat dengan beberapa parpol sebelum penyusunan Kabinet Indonesia Bersatu II (KIB II), seperti dengan Golkar, PKS, PPP, PKB, PAN dan beberapa parpol kecil lainnya. Lebih banyak terlihat unsur manfaatisme. Partai Demokrat (PD) memanfaatkan beberapa parpol untuk melancarkan program-program kekuasaan, sementara parpol yang mengatakan berkoalisi pun memanfaatkan PD, untuk menerbangkan kader-kader mereka di berbagai jabatan strategis, khususnya pada susunan kabinet.
Koalisi parpol dengan PD memang tidak total. Sebab, papol di tingkat provinsi (daerah) sampai kabupaten/kota, nampaknya tidak terpengaruh dengan koalisi parpol mereka di tingkat pusat. Mereka pun di tingkat daerah, membangun koalisi baru. Semuanya bertujuan untuk mendapatkan jatah dan kemudahan-kemudahan selama berlangsungnya pemerintahan di pusat maupun di daerah.
Oleh sebab itu, koalisi yang dibangun bersama PD 2009 hanyalah lelucon dan permainan politik yang sungguh-sungguh tidak memperhatikan alam demokrasi yang sebenarnya dan kepentingan rakyat pada umumnya—yangs eharusnya menjadi dasar koalisi parpol (jika memang harus berkoalisi. Siapa yang beruntung dalam format koalisi parpol di Indonesia? Ya, para pengurus inti parpol itu sendiri.

Senin, 31 Agustus 2009

Pantau Tayangan TV


Kolom Naim Emel Prahana
MAJELIS Ulama Indonesia (MUI) bekerjasama dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Depkominfo selama bulan Ramadhan melakukan pemantauan terhadap tayangan-tayangan tak pantas di media televisi maupun di media cetak, yang diduga jauh dari koridor pendidikan.
Pemantauan itu menurut KH Ma`ruf Amin bersifat kerjasama yang nantinya tidak hanya sebatas himbauan seperti tahun lalu. Namun, akan ada tindakan sanksi. MUI, KPI dan Depkominfo nantinya jika ada yang melanggar, akan direkomendasikan untuk diambil langkah-langkah selanjutnya, seperti sanksi dan sebagainya.
Pihak KPI, MUI dan Depkominfo akan mengamati dan melihat tayangan-tayangan di televisi serta media cetak. Tentang kriterianya yang tidak diperkenankan adalah yang mengandung kekerasan, baik fisik maupun psikis, mistik, horor, pornografi dan pornoaksi.
Apa yang akan dilakukan MUI itu patut kita dukung, sebab selama ini banyak tayangan acara di televise swasta di Indonesia sudah jauh menyimpang dari norma-norma kebiasaan, maupun norma agama, social dan pendidikan masyarakat Indonesia. Barangkali, apa yang akan dilakukan MUI cs situ—walau dinilai terlambat, karena memfokuskan pada bulan ramdhan. Tetapi, patut mendapat dukungan seluruh masyarakat di Indonesia.
Persoalan yang akan muncul adalah sanksi yang akan diberikan atau dijatuhi nantinya, apakah dapat menjadi dampak jera atau tidak akan diulangi lagi oleh televise? Itu yang menjadi pertanyaan besar di masyarakat saat ini. Karena, khususnya tayangan film sinetron yang ada di televise beberapa tahun terakhir ini, sudah tidak mengindahkan banyak norma yang dipatuti dan dihormati di Indonesia.
Misalnya fil m sinetron Hareem yang kini diganti judulnya Inayah yang ditayangkan di Indosiar. Sinetron Manohara, lalu acara The Master atau acara-acara hipnotis seperti yang diisi oleh paranormal tersebut. Sementara tayangan acara bermaterikan pendidikan sudah mulai terkikis. Apalagi, film-film sinetron di televise sawsta yang mengeksploatasi dan mendramatisir pergaulan-pergaulan bebas para remaja.
Tayangan-tayangan yang sudah ke luar dari koridor norma-norma yang hidup dalam masyarakat di Indonesia, termasuk tayangan iklan yang sebenarnya tidak ada hubungannya sama sekali dengan produk yang diiklankan di media massa (elektronik dan cetak).
Masyarakat Indoneia harus mewaspadai beberapa acara yang ditayangkan di televise, karena siapa tahu tayangan-tayangan acara itu, seperti film, iklan dan acara lainnya tersebut merupakan paket pesanan pihak-pihak luar (asing) atau pihak tertentu yang akan menghancurkan nilai budaya masyarakat Indonesia.
Artinya, pengawasan dan sanksi bagi yang melanggar yang akan dijatuhkan oleh MUI, KPI dan Depkominfo jangan hanya sebatas pada bulan Ramadhan saja, tetapi harus terus dilanjutklan secara berkesinambungan. Sehingga beberapa tayangan di televise dan media massa tidak dijadikan publikasi dan propaganda anti norma agama, anti norma social, anti norma budaya dan normal lainnya termasuk norma adapt istiadat tang berlaku dan dipatuti oleh masyarakat di daerah-daerah tertentu.
Kita dukung upaya MUI, KPI dan Depkominfo itu untuk melestarikan masyarakat Indonesia yang benar-benar adalah masyarakat Indonesia dengan aktrivitasnya.

Bantuan Hibah


Kolom Naim Emel Prahana
BANYAK cara pemerintah daerah untuk memperdayai masyarakatnya dengan aneka ragam jenis bantuan sosial, rumah ibadah, kemasyarakatan dan lainnya. Tentu saja bantuan-bantuan tersebut sangat menggiurkan masyarakat atau kelompok masyarakat yang ditetapkan sebagai penerima.
Namun, lebel atau merek bantuan yang dikucurkan itu sering menipu dan menjebak masyarakat penerimanya. Di Metro, Pemerintah Kota (Pemkot) itu sejak 3 (tiga) tahun silam mengucurkan apa yang disebut produk bantuan Kelompok Masyarakat (Pokmas), pada tahun pertama diluncurkannya produk Pokmas. Ternyata banyak kelemahan dan kekurangan yang akihirnya membuat lumbung oknum-oknum tertentu di Pokmas menjadi kaya raya.
Lama kelamaan apa karena kekecewaan produk Pokmas yang tidak berjalan sebagaimana mestinya itu. Maka, sejak 2008 ayau mulai ditintis sejak 2007, Pemkot Metroi meluncurkan dana bantuan kepada kelompok masyarakat dalam organisasi kemasyarakatan, rumah ibadah, pendidikan dan sebagainya.
Produk itu bernama HIBAH, yang kalau kita definisikan kata ‘hibah’ maka terjadi suatu pemberian tanpa pamrih, tanpa ikatan, tanpa laporan pertanggungjawaban sebagaimana mestinya kalau menggunakan anggaran APBD. Produk bantuan hibah, ternyata hanyalah lebel yang menjerat masyarakat untuk bersusah payah menghabiskan dana bantuan itu hanya untuk urusan birokrasi pewngurusan administrasi yang bertele-tele.
Menghabiskan waktu, menghabiskan dana dan menghabiskan kesabaran akibat rumitnya birokrasi mendapatkan bantuan dana hibah itu. Ada dua bagian yang mengurus dana bantuan hibah itu. Pertama di bagian Kesra dan kedua langsung di bagian BPKD sub unitnya.
Anehnya, birokrasi pengurusan dana bantuan hibah di kedua unit kerrja masing-masing itu tidak seragam. Persyaratan umum pada unit kerja bagian pertama di atas (Kesra) untuk mendapatkan dana bantuan hibah yang penerimanya sudah ditetapkan oleh Walikota, cukup berat. Misalnya NPHD (naskah perjanjian Hibah Daerah) antara Kabag Kesra an Walikota dengan penerima. Yang membuat si penerima dan bebas memalsukan kop surat Sekretariat Daerah Kota Metro.
Kemudian, syarat yang aneh lagi. Siapapun yang menerima dana hibah dari bagian Kesra Pemkot Metro, semua surat-menyurat sampai kepada stempel dan rekening bank harus bernama POKMAS. Walaupun bantuan itu diberikan kepada masjid, langgar, vihara, gereja, guru-guru honor di TPA. Semuanya harus pakai kop Pokmas dan bukan hanya kop surat, stempel. Namun, prosedur yang harus dilalui si penerima, juga harus minta tandatangan kepada ketua Pokmas dan tim pengawas Pokmas. Walaupun dana bantuan itu bukan digunakan untuk proyek fisik.
Aneh lagi, bantuan honor guru TPA yang cuma Rp 300 ribu itu, ternyata uangnya hanya habis untuk masalah administrasi. Bayangkan, buat stempel guru TPA Pokmas, kop surat pokmas, stempel pokmas, rekening bank pokmas, materai 6000 lima lembar, map dan membuat proposal masing-masing dijilid 10 bundel.
“Perasaan kita bagaimana itu bisa dikategorikan kepada dana hibah?” Kalau unsur hibah yang dicantumkan, tidak melekat sama sekali. Kemudian, apa hubungannya sebuah langgar yang dibangun secara pribadi dengan Pokmas yang harus menandatangani semua berkas surat?

GOR Saburai Bandarlampung

Kolom Naim Emel Prahana
WALAUPUN rumah pengasingan Bung Karno yang aslinya di Bengkulu sudah dirombak total. Akan tetapoi, tulisan anak-anak Kampung Anggut di Bengkulu terakhir masih bisa dibaca tahun 1984 yang berbunyi, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawan dan menghormati sejarah bangsanya!”
Tetapi, kalimat di dinding rumah pembungan Bung Karno yang ditulis dengan arang itu masih tetap mengiang di telinga kita dan menjadi beban pikiran rakyat Indonesia. Banyak sekarang ini generasi muda yang tidak memahami sejarah dan apalagi untuk dijadikan referensi kehidupan pembangunan di kemudiannya.
Seakan-akan generasi sekarang terputus dengan generasi sebelumnya. Padahal, rakyat Indonesia adalah rakyat yang cinta akan adat istiadat, patuh, menurut dan taat akan nilai-nilai adat istiadat itu. Sebab, hukum nasional kita berpijak dan berdasarkan nilai-nilai tradisional yang hidup dan terus hidup di tengah masyarajatnya.
Berkaitan dengan itu, apa yang dilontarkan dalam gagasan Gubernur Lampung, Syachroedin ZP atau lebih dikenal dengan sapaan Kiyai Oedin yang tidak main-main untuk membangun dan mengembangkan Lampung dalam periode kedua masa jabatannya sebagai gubernur Lampung, untuk menukar-gulingkan GOR Saburai dengan mendirikan Mal besar di kawasan tersebut.
GOR Saburai sendiri akan dipindahkan ke Kemiling. Nampaknya, itu ide yang tidak populer dan tidak bijak. GOR Saburai di Enggal sudah menjadi icon dunia seni dan olahraga di Lampung. Sudah sangat akrab dengan masyarakat Lampung, di samping letaknya yang sangat strategis.
Kenapa harus dipindahkan? Bagaimana dengan roh GOR Saburai itu sendiri selama ini? Apakah setelah GOR Saburai dipindahan karena sudah disetujui oleh DPRD Lampung, akan bisa menjadi icon dengan kekuatan sihirnya terhadap masyarakat luas?
Membangun daerah bukan bebrati merobohkan bangunan-bangunan yang bernilai sejarah dan juga bukan berarti menghilangkan bangunan yang sudah memiliki icon dan mengandung filosofi dan nilai sejarah. Masih banyak kawasan lain yang bisa untuk dijadikan kawasan perdagangan.
GOR Saburai harus tetap ada di Enggal, karena GOR itu adalah lambang keperkasaan Kota Tanjungkarang, Telukbetung, Panjang dan kedaton bahkan kekuatan magis masyarakat yang tinggal di kota lainnya di Lampung. Kiyai Oedin harus membatalkan niatnya untuk m,emindahkan GOR Saburai itu, walaupun sudah disetujui oleh DPRD Lampung. Karena, anggota DPRD Lampung belum tentu mewakili rakyat Lampung. Hal itu dapat dibuktikan.
Filosofi sebuah kota (seperti Bandarlampung), tidak harus dipenuhi oleh toko-toko, pusat-pusat perbelanjaan modern. Tetapi, harus diperhatikan ekosistem yang akan melindungi kehidupan masyarakat kotanya. Misalnya dengan hutan kota seperti yang ada di sekitar GOR Saburai.
Masyarakat seniman dan kebudayaan di Lampung harus menggugat Kiyai Oedin dalam kasus tukar guling GOR Saburai itu dengan pusat perbelanjaan modern. Kalau semua pusat perbelanjaan didirikan di tengah kota, bagaimana pengembangan pembangunan kota selanjutnya, terutama di pinggiran kota yang rakyatnya masih butuh toko-toko kebutuhan sandang pangan dan papan. Dan, perlu diingatkan bahwa keinginan Kiyai Oedin itu belum tentu menjadi keinginan pemerintah Lampung.

Pengecut


Kolom Naim Emel Prahana
STATEMEN Juru bicara Departemen Luar Negeri Teuku Faizasyah tentang kasus pelecehan Lagu Indonesia Raya beberapa hari lalu dan kembali disiar ulang oleh beberapa stasiun televisi di Indonesia, yang meminta agar agar publik tidak terpancing dan mencampuradukkan apa yang dilakukan oleh orang-orang iseng (individual) dengan pemerintahan karena hal itu dapat mengganggu hubungan dwipihak yang lebih luas.
Kendati Teuku Faizasyah atas nama pemerintah agar situs yang memuat lirik pelecehan lagu kebangsaan Indonesia Raya dicabut. Namun, pernyataan meredamkan rakyat Indonesia adalah sikap pengecut. Teuku Faizasyah yang menghatakan atas nama pemerintah. Pemerintah mana yang diwakilinya dalam konteks tersebut.
Yang jelas, pemerintah maupun rakyat Malaysia sudah secara rutin melakukan pelecehan, penghinaan dan pengambilan paksa harta benda masyarakat Indonesia. Apakah pantas mengatakan jangan terpancing?
Ada dua perbuatan antar negara yang tidak dapat dimaafkan, pertama pembakaran bendera kebangsaan dan menghancurkan lirik lagu kebangsaan suatu negara dan kedua adalah intervensi untuk merebut wilayah kekuasaan negara lain dengan cara paksa maupun secara tidak langsung menggunakan berbagai pola, termasuk politik.
Hukum yang berlaku di dunia internet, jika suatu tulisan sudah dimuat dan ditayangkan, maka kemungkinan akan menyebar ke berbagai situs, sudah pasti. Bahkan, akan diprint untuk dinyatakan dalam bentuk teks. Kendati situs Topix Forum World Malaysia yang memuat persoalan tersebut sudah ditutup, tapi akses sebelumnya sudah berjalan. Apalagi pelecehan itu diketahui pertama kalinya pada tanggal 28 Juli 2009 lalu.
Sebagai contoh pembelaan terhadap rakyat, bendera, lagu kebangsaan seperti apa yang dilakukan oleh AS (Amerika Serikat). Pemerintah AS, kalau sudah menyangkut nyawa seorang warganya, mereka akan mengerahkan semua kemampuan militer, untuk menghancurkan pihak yang mensandera atau menyakiti rakyatnya. Walaupun yang akan diselamatkan itu hanya satu orang.
Bagaimana dengan Indonesia, sudah berapa banyak TKI—TKW kita yang mati, disiksa—dianaiyai, diperkosa dan diperlakukan semena-mena oleh rakyat negara lain, termasuk Malaysia, Singapura, Hongkong dan Asrab Saudi. Apa pernah Indonesia bertindak? Pemerintah bertindak hanya sebatas mengembalikan mayat TKI—TKW yang sudah mati yang disebabkan penganiayaan oleh rakyat negara asing. Upaya itupun banyak gagalnya, karena kualitas diplomasi pemimpin Indonesia sangat rendah di forum Internasional. Apalagi pemimpin di era presiden SBY, yang Cuma bisa marah kalau ada rakor kalau ada kepala daerah yang ngantuk.
Rakyat Indonesia tidak boleh dilarang untuk membela bangsa dan negaranya dengan berbagai ekspresi sampai kepada keinginan untuk menyerang Malaysia. Itu, hak rakyat Indonesia. Pemerintah harus mendukungnya.
Andaikan pemerintah Indonesia menarik semua TKI—TKW di malaysia dan Singapura, maka kedua negara itu akan menerima akibat kekurangan tenaga kerja yang selama ini banyak dikerjakan oleh orang Indonesia. Dengan kekurangan itu, besar kemungkinan ekonomi Malaysia dan Singapura akan berubah menjadi krisis ekonomi.
Kita berharap kepada presiden Sby dan para menteri serta anggota DPR-RI, agar benar-benar berani bertindak, tidak perlu banyak basa-basi. Karena basa-basi itu adalah pengecut dan tidak mempunyai keberanian apapun, kecuali kelicikan.

Virus Indonesia


Kolom Naim Emel Prahana
DISAAT masyarakat Indonesia gila akan kecanggihan, kepraktisan dan efektivitas penggunaan komputer dan perangkat pendukung lainnya. Justru orang Indonesia di balik layar dunia maya meluncurkan produk virus yang diyakini lebih berbahaya dari virus manapun di dunia ini untuk dunia komputer dan teknologinya.
Virus Buatan Indonesia Lebih Berbahaya dari Asing! Itulah judul berita yang dilansir ANTARA News 23 Agustus 2009 lalu yang beritanya sudah dibaca sebanyak 3906 kali oleh penggemar dunia maya.
Virus buatan Indonesia dianggap berbahaya dari virus produksi asing, karena bisa menghilangkan data file pengguna. Sementara, virus asing tidak sampai menghilangkan file penting penggunanya. Produsen virus tersebut hanya ingin menunjukkan kelemahan windows yang ada saat ini.
Hal itu dijelaskan oleh Technical Security Consultant, ESET Indonesia (perusahaan di bidang keamanan digital), Yudhi Kukuh beberapa waktu lalu di Surabaya. Diuraikan oleh Yudhi, dari sejumlah virus yang menyebar di seluruh jaringan komputer di dunia, virus asal Indonesia hanya menyumbang 0,1 persen. Meski penguasaannya terbilang minim secara internasional, pengguna komputer perlu menyadari pentingnya antivirus untuk melindungi data.
Sampai saat ini, variasi virus di dunia sangat beragam. Akan tetapi, kini yang menjadi trend dan berbahaya adalah virus configure. Virus itu sifatnya bisa menggandakan diri, sehingga kini variannya bisa mencapai turunan ke 30 (configure varian AQ). Mayoritas, selama ini yang menyerang komputer di antaranya configure generic, configure` varian A, dan configure varian AA.
Ragam virus lokal yang juga membahayakan data pengguna komputer seperti babon, aksika, coolface & coolface MP3 player, W32/Kill AV, pendekar blank, pacaran, blue fantassy, Windx-Matrox. Selain itu, ada juga virus amburadul, FD Shield, Purwo C, dan Nadia Saphira.
Sementara itu pengguna antivirus ESET di Indonesia, Marketing Communications ESET Indonesia kata Chrissie Maryanto, saat ini pasar terbesar sebanyak 60 persen berada di Jakarta, 30 persen di Surabaya, dan 10 persennya menyebar di kota lain. Dari jumlah tersebut, segmentasi pasar kami terdiri dari 80 persen kalangan korporasi dan 20 persen pelaku usaha ritel.
Dari persoalan yang dihadapi, maka nilai-nilai Alqur’an sangat relevan terhadap apapun kejahatan yang makin berkembang dan makin hebat di muka bumi ini. Alqur’an mengajarkan, bahwa semua perbuatan pasti ada akibatnya dan semua penyakit pasti ada obatnya.
Terkait dengan hal itu, sangat dibutuhkan manajemen penggunaan dan pemanfaatkan sarana dan prasarana teknologi seperti komputer, foto digital dan sebagainya. Sehingga, pengguna mampu mengecilkan kemungkinan diintervensi oleh produk-produk jahat yang melepaskan produknya tanpa tanggungjawab.
Oleh karena itu, semua virus yang berhubungan dengan teknologi digital dewasa ini memang diciptakan demikian, karena adanya persusahaan yang ingin juga mengeruk keuntungan menjual produk anti virus. Itulah yang disebut oleh Islam, setiap penyakit pasti ada obatnya.

Kriminalitas Lebaran


kolom Naim Emel Prahana
KETIKA kebutuhan seseorang harus ada dan terpenuhi, kemudian pada saat yang sama mereka tidak memiliki apa-apa, maka tindak kejahatan (kriminalitas) cenderung akan dilakukan untuk mengantisipasi kebutuhan tersebut.
Sebagai momentum kebutuhan yang membuat banyak orang kalangkabut adalah momentum lebaran, tahun baru atau hajatan keluarga. Kejahatan seperti slogan Bang Napi di televisi, bukan hanya karena niat, tetapi kesempatan akan menjadikan perbuatan itu terjadi.
Seperti tahun sebelumnya di Indonesia, sebentar lagi masyarakat masyoritas dari penduduk di Indonesia yang beragama Islam akan menghadapi hari yang fitri yaitu Hari Raya Idul Fitri atau populer diakrabkan pengucapannya oleh masyarakat dengan lebaran. Yang kemudian dipelesetkan menjadi waktu ‘berhabis-habisan’—yang mengambil dari imbuhan kata lebaran berarti ‘lebar’ dengan akhiran ‘an’ maka lebar (habis-habisan).
Segala sesuatu yang dimiliki dimunculkan, semua pakaian berbau baru, semua makan masuk dalam kelompok ‘wah’ dan sebagainya bernafas ‘baru’. Walaupun sebenarnya makna lebaran bukan itu. Yang paling utama adalah mengisi haris kemenangan setelah berjuang dan berkorban selama puasa bulan ramadhan. Kemudian harus membersihkan diri dengan sholat Idul Fitri dan membayar zakat.
Sekali lagi, karena masyarakat Indonesia dalam keadaan bimbang dan bingung akibat lamanya dijajah bangsa asing, maka banyak informasi yang diterima sering tidak disaring lagi, lalu ditelan mentah-mentah yang dianggap sebagai kewajiban. Pada kesempatan lain di pihak lain di tengah masyarakat, ada masyarakat yang serba kekurangan atau serba ingin bermewah-mewahan ketika lebaran.
Termasuk kelompok masyarakat yang biasa disebut dengan ‘penjahat’ atau kriminal. Mereka selalu mengambil kesempatan dalam kesempitan dan keriuhan pemenuhan kebutuhan. Misalnya menjelang lebaran, masyarakat antri belanja, masyarakat menghabiskan semua uangnya untuk lebaran.
Karena ‘kesempatan’ ada, maka kejahatan akan mengintai masyarakat lainnya setiap saat. Baik di pasar, jalan raya, di rumah atau di mana dan kapanpun kesempatan untuk melakukan kejahatan itu ada. Untuk itu, perlu dilakukan langkah antisipasi agar kejahatan tidak menimpa atau terjadi dengan kita sebagai warga.
Tentu hal itu mudah dilakukan, tetapi sulit diwaspadai, karena momentum lebaran biasanya orang pada lupa, karena otak sudah disesaki oleh keinginan yang baru serba baru, sehingga ketika bersilaturrahmi sesama tetangga ada kebanggaan. Walau kebanggan itu adalah semu.
Biasanya menjelang lebaran tingkat kriminalitas (kejahatan) akan meningkat. Korbannyapun meningkat dengan kerugianpun meningkat tajam. Masyarakat dan aparat penegak hukum harus bekerjasama mengantisipasi munculnya kejahatan musiman tersebut, sekaligus menandai pelaku kejahatan untuk dibasmi.
Terutama mewaspadai dan mengantisipasi kejahatan yang masuk kelompok sadis, bengis, kejam dan tidak berprikemanusiaan, hanya karena sebuah motor. Maka tak segan-segan membunuh korbannya dalam aksi kejahatan begal atau rampok di jalanan. Pemerintah adan aparat penegak hukum jangan bosan-bosan mengingat masyarakat akan bahaya kejahatan menjelang lebaran seperti sebentar lagi kita hadapi.

Latah Fatwa


Kolom Naim Emel Prahana
PEMERINTAH dan para pemimpin lembaga pemerintah maupun lembaga non pemerintah yang berafiliasi dengan pemerintah cenderung sangat senang melihat masyarakat tidak tentram, ragu, bingung dan terkonflik. Berbagai isu dilontarkan untuk menutupi kelemahan-kelemahan pada kebijakan yang sudah diambil oleh pemerintah maupun lembaga, badan atau lembaga atau badan non pemerintah yang berafialiasi dengan pemerintah.
Masyarakat Indonesia sejak lama sudah diincar oleh kebodohan yang disengaja oleh pemerintah. Misalnya berbagai fatwa yang hukum dalam agama sudah dijelas, difatwakan seakan-akan hukum yang ada pada agama tidak perlu dianuti dan yang harus diaikuti adalah fatwa MUI.
Setelah golongan putih (Golput), merokok, facebook diharamkan oleh MUI. Kini, MUI Madura memfatwakan haramnya warga miskin yang melakukan kegiatan pengemisan di muka umum. Fatwa itu sontak mengagetkan masyarakat Indonesia yang dikenal dengan masyarakat yang miskin secara struktural.
Sementara kegiatan lain masyarakat yang tengah menunggu fatwa, nampaknya akan dikeluarkan oleh MUI atau lembaga kompetensi lainnya yang memiliki legilitas keberadaan mereka di tengah masyarakat Indonesia.
Dalam KUHP memang ada pasal yang menyebutkan perbuatan ‘pengemis’ itu dikategorikan perbuatan yang melanggar norma dan kaidah hukum yang hidup dalam masyarakat. Persoalannya sekarang bukan hanya mengeluarkan fatwa atau melarang. Tetapi, mengenai keberadaan kaum papa (pengemis) di mata pemerintah, sudah sejauhmana diupayakan untuk ditanggulangi dan diberi kehidupan yang layak di wilayah Indonesia yang luas, kaya potensi alam, sumber mineral, gemah ripah loh jinawi.
Sejauh itu pula selama ini belum ada upaya pemerintah merehabilitasi status miskin yang disandang kaum papa ‘pengemis’ itu. Seperti halnya upaya pemerintah melakukan pembinaan terhadap para pekerja seks komersil (PSK) yang ditangkap atau para narapidana yang dibina untuk mampu berkarya usai menjalani hukuman di lembaga pemasyarakatan.
Tapi, terhadap pengemis nampaknya belum pernah ada upaya ke arah itu, kecuali penggarukan (penangkapan) dan kemudian dibawa oleh Pol PP atau Polisi ke kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja. Hanya untuk didata dan dipulangkan ke kampung asalnya tanpa bekal sedikitpun.
Pengemis, PSK, pengangguran perlu menjadi perhatian utama pemerintah, agar mereka akan menjadi sumberdaya manusia yang trampil, setidak-tidaknya mampu hidup mandiri walau dalam taraf kehidupan sosial ekonomi yang pas-pas saja. Nilai kemanusia dan pendidikan (pembinaan) dalam hal itu sangat dibutuhkan. Mereka adalah manusia juga seperti warga negara lainnya di tanah air ini.
Dengan catatan, pembinaan dan mendidik pengemis, pengangguran dan PSK atau napi jangan hanya ketika ada perlunya seperti menjelang pemilu, pilpres, pilkada atau pemilihan lainnya yang membutuhkan dukungan suara rakyat. Tetapi, tingkat kepedulian itu harus dilepaskan dari unsur politis. Sehingga orang miskin di Indonesia tidak tergiur hengkang bekerja sebagai TKI—TKW ke luar negeri yang pendapatannya belum tentu meningkatkan status sosial ekonomi keluarga mereka di kampung halaman para TKI—TKW.

Sabtu, 01 Agustus 2009

Hapuskan Program Gratis


APAKAH dimaksud dengan Gratis itu “Cuma-Cuma” atau “tidak dikenakan beban apapun dalam semua urusannya?” kalau pertanyaan masyarakat itu kemudian memunculkan gonjang-ganjing pembicaraan di tengah masyarakat dewasa ini. Pantas disimak dan diperhatikan. Khususnya program gratis di dunia pendidikan dan kesehatan.
Karena, program gratis untuk sekolah SD—SMA (negeri) itu, kenyataannya tidaklah gratis. Berbagai pungutan terjadi dengan berbagai alasan. Apalagi sekolah RSBI (Rintisan Sekolah Berstandar Internasional) yang saat ini banyak disoroti berbagai kalangan. Di sekolah reguler saja, pungutan yang join dengan komite sekolah masih tetap dilakukan. Kemungkinan terjadinya pungutan itu memang ada peluang dari pasal-pasal peraturannya sendiri. Sehingga celah itu dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh oknum kepala sekolah dan beberapa anggota dewan guru.
Hal yang sama juga berlaku di dunia kesehatan; puskesmas dan rumah sakit-rumah sakit yang tidak ada sama sekali realitas program gratis tersebut. Semua warga yang berobat harus mengeluarkan isi kantong, agar bisa dilayani; baik di rumah sakit, puskesmas atau sekolah-sekolah yang ditentukan untuk melaksanakan prgram gratis bagi masyarakat.
Tidak diketahui persis, kapan permainan retorika gratis itu diterus pemerintah. makin lama retorika gratis itu makin membuat masyarakat bingung dan diberatkan beban kehidupan sosial mereka. Sementara itu, segelintir keluarga masyarakat yang punya (baik jabatan, materi, kekuasaan) terkadang sering menikmati pelayanan gratis di sekolah dan di rumah sakit atau puskesmas
Anak keluarga pejabat, pengusaha dan keluarga the haves untuk masuk ke sekolah, cukup dengan telepon, demikian juga dengan pelayanan rumah sakit. Tapi, kalau warga biasa. Maka, harus benar-benar menjalani proses birokrasi di balik program pendidikan gratis dan kesehatan gratis.
Seyogyanya pemerintah, khususnya pemerintah daerah di era otonomi ini menjelaskan kriteria program gratis tersebut beserta batasan-batasannya. Jika di sekolah ada program gratis karena sudah disuplai habis-habisan oleh pemerintah pusat. Ada apa dengan formulir bantuan “katanya” sukarela. Tetapi, dipungut setiap siswa yang masuk di SMP dan SMA Negeri yang RSBI. Anehnya lagi, bantuan berupa pungutan itu dilakukan setiap tahun kepada siswa yang belajar di sekolah RSBI.
Sekarang, pihak mana yang mengaudit penggunaan dana-dana bantuan dari pemerintah pusat dan dana-dana bantuan pungutan yang dilakukan sekolah bersama komite sekolah? Selama ini tidak pernah diaudit oleh siapapun, kecuali kalau sudah timbul permasalahan penggunaan keuangan itu sendiri, setelah memasuki ruang publik (masyarakat).
Kalau tidak, maka ratusan miliar dana bantuan yang diberikan dan dikelola oleh sekolah, tetap hening, sepi, dan lengang. Kecuali suara mesin mobil baru kepala-kepala sekolah dan bendaharanya berikut para oknum pejabat di Dinas Pendidikan yang selalu mendapat cipratan uang-uang ‘siluman’.
Untuk itu, agar kebangkitan dunia pendidikan dan kualitas dunia kesehatan di Indonesia membaik. Pemerintah perlu melakukan langkah-langkah konkrit untuk menyelamatkan uang negara yang dipergunakan dunia pendidikan tanpa pertanggungjawaban yang baik dan tanpa pengawasan yang jelas. Pihak mana yang ikut andil mengawasi dan berhak mengoreksi. Walaupun dalam juklaknya ada, tetapi kenyataannya tidak ada. Hapuskan saja program gratis itu.

Konflik Jabatan

RUSAKNYA hubungan antar makhluk ciptaan Allah di muka bumi ini, nyaris 99% disebabkan oleh manusia dengan kata lain kalau dalam kamus kecelakaan (musibah) sering disebut dengan human eror. Ternyata human eror itu terjadi dan sering terjadi pada pasangan kepala daerah. Misalnya bupati dan wakilnya, walikota dan wakilnya, gubernur dan wakilnya. Terutama menjelang akhir jabatan periode kepala daerah.
Dalam sepuluh tahun terakhir ini di Lampung hampir semua pasangan kepala daerah yang diujung jabatan mereka, terjadi konflik yang kurang baik untuk penyelengara pemerintahan di daerah. Kita sebut saja di Way Kanan, Tanggamus, Tulangbawang, Kota Metro, Lampung Tengah, Lampung Barat dan untuk tingkat provinsi. Seharusnya tidak terjadi disharmonisasi hubungan pasangan menjelang akhir periode jabatan mereka. Kendati, masing-masing ingin mencalonkan diri menjadi orang nomor satu di daerahnya. Selalu yang menjadi korban adalah masyarakat luas, karena mesin penyelenggara roda pemerintahan di daerah terasa terhambat karena konflik tersebut.
Masih sangat jelas ingatan kita, bagaimana konflik bupati dan wakil bupati Lampung Tengah Andy Achmad Sampurnajaya dengan Syamsi Achmad yang waktu dipasangkan diyakini ‘duo’ Achmad itu akan selalu berkasih sayang dalam menjalankan roda pemerintahan. Ternyata, godaan kursi nomor satu di daerah kekuasaan mereka lebih penting dibandingkan dengan hubungan kekerabatan dan kekeluargaan yang proporsional serta profesional.
Juga, terjadi konflik yang luar biasa tajamnya antara walikota Metro Mozes Herman dengan Lukman Hakim menjelang akhir perioda jabatan mereka 2004. Kini, antara Lukman Hakim—yang dulu semasa walikota Mozes Herman adalah wakil—yangmenjadi walikota hubungannya dengan wakilnya Djohan diakhir periode jabatannya sudah merah menyala—tinggal menunggu ledakan rusaknya hubungan keduanya.
Masih di Lampung, bagaimana hubungan Tamanuri dengan wakilnya selama dua periode jabatannya sebagai bupati Way Kanan—sampai-samnpai saling lapor melaporkan. Betulkah jabatan kepala daerah yang lima tahun itu adalah segala-galanya dalam hidup seorang pejabat politis di negeri ini? Sehingga persaudaraan dan kepentingan daerah diabaikan karena memburu kursi BE 1 di daerah masing-masing.
Demikian pula hubungan yang sangat harmonis antara Fauzan Sa’ie dengan Bambang Kurniawan diawal periode jabatan mereka, akhirnya menjadi bara api dalam sekam dan membakar hubungan keduanya. Pertarungan konflik itu akhirnya dimenangkan oleh wakil bupati, Bambang Kurniawan ST. Demikian pula masa bupati Lampung Selatan antara Zulkifli Anwar dengan Muchtar Husein—yang akhirnya dimenangkan oleh Zulkifli Anwar. Di Lampung Tengah, Andy Achmad pun mengalahkan Syamsi Achmad, di Way Kanan Tamanuri mengalahkan wakilnya. Hanya di Metro konflik antara walikota dan wakil walikotanya dimenangkan oleh wakil walikotanya. Apakah pada pilkada tahun 2010 mendatang, wakil walikota, Djohan yang sudah lama berancang-anjang ingin merebut kursi BE 1 di Kota metro mampu mengalahkan Lukman Hakim. Sebagaimana Lukman Hakim tahun 2004 mampu mengalahkan Mozes Herman? Kita tunggu konflik yang terus menajam antara keduanya.
Bagaimana dengan Bandarlampung, apakah Khaelani mampu mengalahkan Eddy Sutrisno dalam pilkada 2010 mendatang atau malah menjadi bulan-bulanan Mas Tris ada puncak konflik keduanya? Wait and see.

Hasil Eror Pilpres


SEHARUSNYA, hasil pemilu pemilihan presiden (pilpres) tahun 2009 jangan dijadikan sebagai dasar penetapan pasangan capres sebagai presiden terpilih untuk periode 2009—2014. Sebelum semua bentuk pelanggaran diselesaikan melalui proses hukum dan semua pihak harus menghormati hal itu.
Kalau saat pilpres berlangsung ada pengawasan pihak-pihak di luar penyelenggara pilpres, maka atas pelanggaran dan pengaduan yang dilakukan seharusnya ada pula pihak-pihak di luar penyelenggara pilpres yang mau melakukan dan diminta melakukan investigasi di lapangan. Untuk menemukan dasar tentang pengaduan dan laporan adanya pelanggaran pilpres.
Sebab, dipercayai dan diyakini pilpres 2009 telah terjadi eror demokrasi. Faktor pertama kenapa pilpres itu eror, karena salah satu pasangan presiden atau calon presiden adalah presiden yang sedang berkuasa. Logislah kalau organisasi dan perangkat pemerintah sampai ke tingkat desa/kelurahan mendapat instruksi langsung dari presiden melalui mekanisme dan jaringan yang terencana dengan baik.
Seandainya beberapa waktu dan sampai beberapa waktu setelah pilpres seorang presiden dan wakil presiden yang mencalonkan diri sevagai presiden nonaktif sementara. Besar sekali keyakinan kita bahwa hasil pilpres tidak seperti apa yang telah terjadi pada pilpres 8 Juli 2009 lalu. Akan tetapi karena status capres SBY tidak jelas pada saat kampanye dan masa tenang, apakah ia capres atau presiden. Nyatanya SBY lebih banyak dan sering mengembankan statusnya sebagai presiden untuk menemui masyarakat.
Di situlah erornya pilpres 2009. Telah terjadi instruction capres make use [exploit] status as president (seorang capres memberikan instruksi dengan menggunakan statusnya sebagai presiden). Instruksi itu bisa langsung dan otomatis dan bisa juga melalui birokrasi eksekutif yang selama ini telah terjalin dengan baik antara top ke down.
Kalau kubu pasangan Megawati Soekarnoputri—Praboiwo Subianto dan Jusuf Kalla—Wiranto menolak hasil pilpres 2009 adalah suatu kewajaran. Bukan hanya sesuatu haknya sebagai warganegara akan tetapi merupakan kontrol sosial demokrasi yang dilakukan calon pemimpin yang merasa prihatin terhadap penyelenggaraan pilpres. Oleh karena itu, ketidak netralan KPU, aparat penegak hukum dalam pilpres 2009 harus dibawa ke meja hijau.
Apalagi pelanggaran seperti kekacauan daftar pemilih tetap (DPT), penggunaan KTP untuk mencontreng, pencontrengan berulang kali oleh seorang pemilih seperti di Papua dan pencontrengan blanko formulir C1 oleh pohak PPK dan PPS dan sebagainya. Untuk membuktikan bahwa demokrasi In donesia tidak berbeda dengan demoklrasio di negara lain, demikian juga pemilihan umum yang bebas, rahasia, umum dan langsung.
Pilpres adalah untuk mencari sosok pemimpin bangsa dan negara yang memenuhi standar harapan, rasa nyaman dan keadilan di tengah masyarakat. Bukan seorang pemimpin hasil paksaan karena kekuasaan, kekuansaan uang dan kekuasaan militer dengan mengadu-domba serta menuduh masyarakat sebagai pengkhianat bangsa.
Menduduki tahta di kursi panas semacam itu tidaklah bagus untuk proses dan perkembangan pembangunan selanjutnya. Karena akan terjadi berbagai unjukrasa menolak berbagai kebijakan pemerintah seperti kebijakan tentang pendidikan, TKI, upah regional, kesehatan, birokrasi, korupsi, nepotisme dan lain sebagainya sebagaimana selama ini terjadi. Semua karena pemimpin dipilih melalui demokrasi yang dierorkan.

Senin, 20 Juli 2009

K.D.R.T

K.D.R.T
LENGKAP sudah aturan hukum Indonesia yang banyak menguntungkan masyarakat the have (orang kaya). Sedangkan masyarakat kebanyakan sepanjang waktu akhirnya menjadi objek penegakan hukum saja. sudah banyak data dan bukti tentang hal itu. Selaras dengan adagium masyarakat, bahwa berperkara itu “menang jadi arang, kalah jadi abu”. Artinya, tidak ada yang kalah dan tidak ada yang menang.
Padahal, tujuan ditegakkannya aturan hukum adalah untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Termasuk persoalan yang sedang ramai sekarang ini tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Kenapa kitab hukum itu seperti tsunami (tiba-tiba) mencuat ke permukaan; apa lantaran kasusnya melibatkan orang kaya dan selebritis?
Jawabannya, ‘YA’. Karena, betapa banyaknya kasus rumah tangga yang cenderung memenuhi standar KDRT yang terjadi pada masyarakat kecil dengan berbagai latarbelakang munculnya kasus KDRT yang disiarkan televisi, diterbitkan oleh surat kabar, tidak sedahsyat kasus KDRT versi Manohara dan Cici Paramida.
Berbagai produk hukum di Indonesia mempunyai kelemahan yang sangat banyak, karena baik aturan hukumnya sendiri maupun aparat penegak hukumnya, hanya membidik atau memproses akibat dari suatu kejadian (peristiwa). Aturan hukum maupun aparat penegak hukum tidak mampu mnelihat latarbelakang suatu kejadian—peristiwa. Karenanya, rasa keadilan di tengah masyarakat setelah adanya proses hukum sampai mendapat kekuatan tetap dari putusan pengadilan, nyaris tidak ada.
Padahal, putusan pengadilan di tingkat apapun harus melahirkan kepastian hukum dan rasa keadilan di tengah (dirasakan) masyarakat luas. Kalau tidak ada, maka diktum Keadilan Berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa, tidak mempunyai makna apa-apa. Kepastian hukum dan rasa keadilan itu adalah intik dari penegakan hukum, di mana dan kapan pun.
Sebagai contoh kasus korupsi yang melibatkan besar SBY—Aliya Pohon yang terbukti bersalah dengan kerugian negara mencapai ratusan miliar, hukuman yang dijatuhkan hanya empat tahun. Jauh lebih ringan dibandingkan hukuman yang diterima kebanyakan terdakwa kasus penipuan yang nilainya hanya dua puluh juta rupiah.
Atau ancaman yang digulirkan Jaksa Penuntut Umum dari Kejari Tangerang terhadap Prita Mulyasari, di atas 5 tahun penjara. Dalam kasus Prita Mulyasari, siapa yang dirugikan dan berapa miliar? Kerugian terhadap kasus Prita hanyalah kerugian perasaan saja.
Meuthia Hatta yang Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, akhirnya angkat bicara. Muthia bilang, terjadinya KDRT tidak memandang pangkat maupun jenis pekerjaan seseorang. "Apapun jabatannya, ini (KDRT) adalah masalah rumah tangga," jelas putri Bung Hatta itu beberapa hari lalu. Ditegaskannya, seseorang yang melakukan KDRT bisa sangat berbeda penampilannya, baik ketika di dalam maupun di luar rumah. Di luar dia bisa menjadi baik, tapi di rumah memukuli istri. Mungkin ada kelainan pribadi. Dibutuhkan lembaga bantuan hukum, psikiater, atau ulama.
Muthia mengisyaratkan soal latarbelakang terjadinya KDRT. Soal itulah yang sering dilupakan aparat penegak hukum, sehingga hanya mementingkan populeritas penangangan dan uang yang akan diterima, karena kasusnya menyangkut orang kaya, selebritis dan kaum the have.



Kasihan Capres
HAMPIR rata-rata pemirsa televisi akan meninggalkan pesawat televisinya atau memindahkan chanel televisinya ke chanel lain, ketika para capres berkampnye atau talk show yang dikemas hampir setiap stasiun televisi kita. Dapat diartikan, ‘meningalkan’ chanel televisi itu adalah tidak suka. Apakah tidak suka memilih salah satu capres atau karena sebab lain, seperti sudah muak dengan kebohongan para politisi atau pejabat atau capres-lah kira-kira demikian.
Dari kampanye langsung di hadapan masyarakat, maupun melalui media massa elektronik dan cetak atau melalui publikasi iklan-iklan. Materi kampanye para capres tidak sama sekali mengungkapkan solusi yang akurat mengenai kebangkitan moralitas anak bangsa di semua bidang kegiatan.
Para capres selama ini dan sampai pilpres nanti, sepertinya tidak akan bergeser materi kampanyenya yaitu saling serang dan saling membela diri dengan yang tersirat hanyalah mereka mengatakan “sayalah yang terbaik!” Kisalnya kampanye SBY di Bandarlampung beberapa hari lalu. Dengan lantang SBY mengatakan, “tidak perlu cepat kalau ceroboh”—kita ini ingin menjadikan negara ini aman, makmur, sentosa, damai. Bukankah kita tahu tahun 1998, 1999 kata SBY rakyat tidak tenang, karena banyak kejahatan. Dan sebagainya dan sebagainya orasi kampanye SBY.
Sementara itu Jusuf Kalla dengan bla-blanya dalam bahasa yang sangat sederhana, masih menyimpan rahasia bahwa dia adalah wapres dan ngomongnya harus hati-hati, karena berjanji dengan masyarakat. Megawati pun dengan kewibawaannya, selalu berkata ketika menjawab pertanyaan, “saya itu pernah menghatakan ketika jadi presiden.....dan seterusnya!” materi kampanye kata-kata itu (memang kampanye itu kata-kata doang, jawabnya ‘ya’) belum secara utuh dan riil membahas masalah krisis multidimensional negara Indonesia.
Retorika bukanlah solusi, pernyataan politis bukan juga solusi, dan (ini bukan rakyat yang sok pintar) rakyatlah yang tahu apa yang terjadi di tengah kehidupan masyarakat itu sendiri. Apakah capres seperti SBY tahu kalau harga elpiji yang dipatok Rp 85 ribu sesampainya di kota kabupaten harganya menjadi Rp 125 ribu? Apakah para capres itu tahu kalau tarif angkutan yang ditetapkan pemerintah dan organda, di lapangan sudah naik sekian ribu? Pasti mereka tidak tahu, tidak juga menteri keuangan Sri Mulyani, tidak juga Budiono yang pakar keuangan dan perbankan. Tapi, yang tahu secara ril realitas itu adalah rakyat. Oleh karenanya, jika para capres itu omong kosong dalam kampnayenya, memang tidak ada yang instrupsi. Tetapi, hati kecil rakyat berteriak lantang dengan kata-kata “Ah, sudahlah bohong terus-menerus itu!”
Oleh karena itu (sub bagian kedua), semakin percuma ada banyak spanduk yang bertuliskan, “kenalilah dan hati-hati sebelum memilih!”. Kenapa percuma, karena moralitas yang makin jatuh ke tanah hanya berpikir soal uang. Oleh sebab itu, faktor uang dalam pemilu dan pilpres seperti pilkada merupakan bagian utama yang cukup dominan untuk memperoleh suara terbanyak. Walau bukan jaminan mutlak.
Persoalan pemilu dan pilpres bukan hanya persoalan jumlah kursi di legislatif atau jumlah suara yang diperoleh untuk diangkat tangannya sebagai pemenang. Tetapi, seperti soal TKW yang disiksa orang asing, lapangan pekerjaan, pendidikan yang mantap, sosial budaya yang national building dan sebagainya adalah serpihan yang harus dipungut dan diperbaiki secepatnya.

Mau Uang Lapor Korupsi

WALAUPUN Peraturan Pemerintah (PP) No 17 tahun 2001 belum dapat diterapkan secara menyeluruh oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Toh, lembaga pemberantasan korupsi itu tetap menjalankan tugasnya dengan semaksimal mungkin. KPK akan memberikan uang bagi pelapo tindak pidana korupsi. Apakah kebijakan KPK itu mengisyaratkan kesulitan KPK mengungkapkan praktek korupsi yang sudah merajalela itu.
Tentu saja, tidak semua pelapor korupsi akan mendapatkan uang. Sebab, KPK menentukan syaratnya secara urut. Yaitu mereka yang melaporkan kasus korupsi yang pertama. Namun, pihak KPK mengatakan masih kesulitan untuk menentukan siapa pelapor pertama suatu kasus korupsi?
Apa yang akan diterapkan KPK itu didasarkan kepada PP No 71 Tahun 2001 mengatur adanya reward dalam bentuk uang kepada pelapor korupsi. Pasal 9 PP, bunyinya, “besaran premi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ditetapkan paling banyak sebesar 2ˆ (dua per mil) dari nilai kerugian keuangan negara yang dikembalikan. Namun dengan catatan setelah putusan pengadilan yang memidana terdakwa telah memperoleh kekuatan hukum tetap”.
Catatan dalam pasal tersebut, memberi kesan kalau premi atau reward yang akan diberikan, masih ragu untuk diberikan kepada pelapor korupsi. Seperti halnya pemilu 2009 dengan susra terbanyak, ternyata bukan suara terbanyak. Karena masih harus ada bilangan pembagi, kuota dan lainnya. Sehingga tidak jaminan seorang caleg memperoleh suara banyak akan duduk jadi anggota legislatif.
Reward atau premi (uang) bagi pelapor korupsi iti menurut wakil ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas bertujuan lain, untuk merangsang anggota masyarakat yang mau melaporan kasus korupsi.
Kalau memang KPK akan menerapkan pasal 7 ayat (2) PP No 71/2001 itu, bisa jadi pembuka jalan buntu terhadap gerakan-gerakan pemberantasan korupsi selama ini. Tentu saja, reward atau premi tadi jangan asal beri karena nilainya kecil. Dan pemberiannya, tidak dapat dilakukan setelah adanya keputusan tetap dari Pengadilan.
Artinya, ketika laporan korupsi masuk, dan diselidiki validitasnya, kalau ya, maka premi harus diberikan kepada pelapor. Dengan demikian, para pelapor akan bersemangat untuk memantau praktek korupsi di sekitar kediamannya atau di daerah si pelapor.
apa yang dilakukan KPK tersebut semoga dapat didukung oleh semua lapisan masyarakat, bukan hanya masyarakat umum (sipil) tetapi masyarakat lainnya harus mendukung. Misalnya masyarakat TNI, profesi, lembaga pemerintah dan swasta maupun lembaga-lembaga lainnya.
Hanya saja, apakah dengan masuknya laporan masyarakat atas suatu tindakan korupsi, yang kemudian akan diberi uang tetap menjamin kerahasiannya si pelapor. Sebab, kalau tidak ada jaminan bagi diri pelapor. Mungkin warga masih enggan untuk memberikan laporan.
Rahasia pelapor merupakan jaminan keamanan dirinya dan keluarga. Kalau KPK dapat menjamin kerahasian itu, warga pasti akan banyak melaporkan kasus-kasus korupsi yang sudah terjadi, sedang maupun yang baru akan terjadi. KPK harus mendapat dukungan semua pihak dalam memberantas kasus korupsi yang kian parah di Indonesia ini.

Sumbangan Walimurid

KOSA kata dalam bahasa Indonesia begitu kaya raya. Kadang, satu kosa kata dengan kosa kata lain yang sama artinya, dibuat berbeda sehingga mempunyai dampak negatif dan positif. Inilah kondisi yang ada saat ini, ketika musim PSB (penerimaan siswa baru) tahun 2009 dijalankan semua sekolah.
Bedanya, ada sekolah RSBI (rintisan sekolah berstandar Internasional), ada RSBN (rintisan sekolah berstandar Nasional) dan ada sekolah masuk kelompok reguler. Dalam aturannya antara RSBI—RSBN dan sekolah nreguler, jelas perbedaannya. Namun, standar perbedaan pada saat kelulusan, masih dipertanyakan. Dan, itu mengakibatkan terjadinya jalur-jalur informal untuk lulus dan untuk diterima pada saat PSB.
Sekolah tingkat SMP dan SMA (tentunya sekolah negeri) yang menyandang status TSBI dan RSBN dalam PSB, dibolehkan meminta sumbangan kepada walimurid untuk satu tahun pelajaran. Tahun kedua dan ketiga, akan diminta lagi sumbangan berdasarkan kesepakatan dengan Komite Sekolah). Sedangkan untuk sekolah yang non RSBI dan RSBN, tidak diperkenankan sama sekali minta sumbangan alias memungut uang dari walimurid saat PSB—kendati pembayarannya melalui 4 tahapan.
Pungutan atau istilah lainnya sumbangan yang menyodorkan formulir sumbangan kepada orangtua murid atau walimurid saat ini sedang marak dijalankan oleh sekolah RSBI, sepertinya tidak memberi pilihan kepada orantua murid atau walimurid. Kendati besarnya sumbangan tidak ada patokan. Paling rendah Rp 500 ribu dan paling tinggi sekitar Rp 6 juta.
Menurut informasi yang dikumpulkan menyebutkan, bahwa minta sumbangan itu merupakan kebijakan kepala sekolah termasuk penggunaannya. Persoalannya akan ada tanggapan ‘kesan’, bahwa besar kecilnya sumbangan yang diberikan melalui isian formulir seperti di SMAN 1 Metro (RSBI) itu berpengaruh kepada lulus tidaknya seorang anak pada PSB. Walau itu dibantah pihak SMAN 1 Metro (Rabu, 24/6) kemarin.
Menurut salah seorang guru yang berwenang di SMAN 1 Metro kemarin, besar kecilnya sumbangan itu tidak ada kaitannya dengan kelulusan seorang peserta PSB. “Ada yang nyumbang sampai Rp 6 juta, tapi tak lulus,” kata guru tadi kepada koran ini. Tapi, ada yang hanya nyumbang Rp 500 ribu, dia lulus.
Kalau itu hanya kebijakan kepala sekolah mengtenai permintaan sumbangan melalui penyodoran formulir sumbangan, maka pertanyaan kemudian mengarah kepada penggunaan dana tersebut. Sebab, bantuan dana pendidikan yang diberikan oleh pemerintah pusat melalui jenis-jenis bantuan dana, dikemanakan? Dan, apa hubungannya dengan sekolah gratis untuk tingkat SD—SMA di seluruh Indonesia?
Kemarin karena pengumuman PSB untuk sekolah RSBI tingkat SMA,. Sampai hari ini perbincangan hangat orangtua atau walimurid masih berkisar antara kata ‘sumbangan’ dan ‘pungutan’ dalam menggunakan kesempatan pada saat para orangttua dan walumurid membutuhkan bantuan untuk anak mereka bisa masuk di sebuah sekolah.
Tapi, pihak Dinas Pendidika pun menyatakan hal yang sama, sumbangan itu tidak memaksa dan sumbangan tersebut dimintakan setelah orangtua/walimurid dipanggil, sehingga ketemu kata sepakat. Bagaimana benar atau tidaknya pola pungutan itu, kebijakan apapun yang menyangkut pemberatan beban orangtua/walimurid menyekolahkan anaknya di sekolah pada tingkatan “sekolah gratis” perlu diperhatikan semua pihak.

Sang Mega Bintang

MASIH sangat ingat ketika Jackson Five (lima bersaudara keluarga Jakcson) mendirikan grup band yang akhirnya menjadi grup band cukup terkenal di masa 70-an. Baik di Amerika Serikat maupun di belahan Eropa. Di Indonesia, Jakcson Five cukup populer—kemudian meroketkan Michel Jackson—vocalis Jackson Five. Era Jackson Dive “the super kid” memang banyak berdirinya grup band dengan personil saudara kandung.
Di Indonesia saja misalnya, ada The Panbers (Panbers), Koes Bersaudara dan lainnya. Mereka tumbuh subur dengan populeritas lagu-lagu yang mereka hasilkan dari banyak album.
Superstar, Mega Bintang, King of the King atau apapun namanya bagi kelompok selebritis, memang telah menjadi salah satu racun yang paling berpengaruh terhadap kehidupan manusia (masyarakat). Padahal, predikat-predikat tersebut dengan segala kemewahan yang akan mengalir ke kantong-kantong keuangan sang maha bintang, seratus persen berasal dari rakyat jelata.
Seperti seorang bupati, walikota, gubernur wakil gubernur, presiden dan wakil presiden, anggota DPR, DPRD provinsi, kabupaten/kota. Semuanya berangkat dari suara rakyat. Tetapi, apa yang didapat oleh rakyat dalam siklus demokrasi itu? Takyat hanyalah binatang-binantang ternak yang telur, daging, anak-anaknya serta populasinya menjadi komoditas orang-orang beken.
Padahal, rakyat dapat menggugat kepemilikan saham mereka terhadap kekayaan dan populeritas seseorang, apakah dijalur pemerintahan atau dijalus swasta. Namun, kembali lagi ke demokrasi bahwa “Suara Rakyat Suara Tuhan”, nyatanya “Suara Rakyat adalah Suara Orang Kaya dan Populer”
Karena, suara itu dibeli dengan serangkaian harga nominal. Tidak ada suara yang tidak dibeli dalam konteks kemajuan ilmu pengetahuan dan sosial saat ini. Jacko—panggilan si raja penyanyi pop rock asal Amerka itu atau disebut dengan Afro Amerika. Juga, membeli populeritasnya dengan kemampuan, keunikan dan tingkah polah yang lain dari yang lain.
Seandainya seperti Jacko dan selebritis atau tokoh dunia yang sedemikian hebat di Amerika atau di belahan dunia manapun yang bergaris rasa Negro peduli terhadap benua Afrika dengan penduduknya yang mayoritas miskin. Dalam waktu singkat rakyat di Afrika di semua negara yang bergurun pasir, akan menjadi Mutiara Hitam Dunia dengan kemakmuran dan pesona alam yang wah wah sekali.
Namun, sang Maha Bintang telah tiada dengan cara mendadak meninggal dunia, maka gossippun mengalir bagaikan air bah tanpa mengenal musim hujan. Terus mengalir. Dengan gosip (pro dan kontra, negatif dan positif), sang maha bintang terus menjadi bintang di dalam catatan kenangan perjalanan anak manusia yang selalu bercatatan baik dan buruk.
Hanya saja, catatan baik dan buruk bagi selebritis adalah panennya selebritis, semakin digosipkan buruk semakin kaya ia akan tawaran-tawaran dan tentunya tawaran itu akan berimbas kepada pendapatannya. Model kehidupan zaman sekarang memang demikian. Semakin lontroversialnya seseorang dalam profesinya semakin berpluang ia akan menjadi sang tokoh dan menjadi orang populer. Adalah sama apa yang terjadi di Indonesia, simak Dewi Persik, Ayu Azhari dean adik-adiknya, Manohara, Cici Paramida (yang paling anyar beritanya) dan sebagainya. Amboi !

In Memorial KPK

RAKYAT Indonesia harus bangkit melawan kelompok koruptor yang ingin menghancurkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan harus minta pertanggungjawaban Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selaku presiden Republik Indonesia yang ikut andil melemahkan posisi KPK dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Gara-gara ucapan SBY di redaksi Kompas tentang KPK, yang ia weanbti-wanti jangan menjadi seperti lembaga superbody yang tanpa kontrol memadai. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) langsung mendatangi dan ingin mengaudit keuangtan KPK dengan alasan instruksi presiden.
Sangat membingungkan dan sangat jelas rakyat Indonesia dibodohi oleh capres saat membutuhkan dukungan masyarakat, agar dipilih menjadi presiden. Ketika SBY bicara di harian Kompas itu, perlu dipertanyakan dan dijelaskan secara detail dengan payung hukumnya. Apakah saat itu SBY berbicara dalam kapasitas sebagai capres atau presiden?.
Walaupun beberapa saat setelah ribut soal dampak omongan SBY itu, kubu SBY akan menjelaskan duduk soalnya omongan dia itu salah satunya tidak menginstruksikan BPKP untuk mengaudit KPK. Namun, ucapan sudahy terlanjur diucapkan, penjelasannya pasti9 sangat politis. Jika tidak, maka SBY dapat dijerat dengan pasal-pasal pelanggaran peraturan tentang statusnya presiden.
Nasi sudah menjadi bubur, kubu yang sangat ingin menghancurkan KPK (nyatanya sekarang sudah makin dilemahkan), bisa disebut seperti Kejaksaan Agung, Polri dan tentunya disupport (didukung) all in oleh kelompok koruptor di Indonesia. Djoko Chandra tidak akan bisa leluasa lari ke luar negeri, jika tidak dibantuk kelompok pro koruptor. Apalagi berangkat dari Bandara Halim perdana Kusuma—di sana markasnya TNI AU.
Kemudian, pengacara Djoko Chandra harus bertanggungjawab atas pelarian koruptor tersebut. Tapi, apa kenyataannya. Kini semua yang terlibat hanya bermain kata-kata, melebihi kepiawaian sang penyair. Siapa yang bertanggungjawab penuh atas larinya Djoko Chandra? Sekarang bukan saatnya hanya menetapkan Djoko Chandra sebagai buronan.
Sama, sama seperti Edy Tanzil beberapa tahun silam, sama dengan para koruptor kelas kakap lainnya yang seenaknya meninggalkan Indonesia pergi ke China, Singapura, Malaysia atau Amerika Serikat. Kemampuan Polri dipertaruhkan dalam kasus-kasus koruptor yang melarikan diri selama ini.
In Memorial KPK—status itulah yang tepat diberikan kepada posisi KPK saat ini. Kedisiplinan, ketegasan, kelugasan dan keakuratan pelaksanaan tugasnya selama ini, memang telah membuat banyak lembaga yang korup sekuat tenaga untuk menghancurkan KPK. Mulai dari DPR-RI sampai ke Presiden RI. Jadi, apa komitmen SBY sebagai presiden maupun capres untuk meneruskan pemberantasan korupsi di tanah air, belum apa-apa sudah main hakim sendiri (baca kekerasan terhadap wartawan di Papua oleh tim SBY-Boediono).
Kemudian, baca dan simak tekanan-tekanan keras terhadap beberapa kepala daerah untuk memenangkan pasangan SBY-Boediono dalam pilpres 8 Juli 2009 beberapa hgari lagi. Selamatkan KPK, hancurkan komunitas koruptor dari desa sampai istana negara.

Perselingkuhan Antar PNS

KATA yang sangat populer itu, sudah lama menjadi kecenderungan warga masyarakat, termasuk masyarakat pegawai negeri sipil (PNS). Sukses dan lancarnya perselingkuhan antar PNS didukung penuh dengan alat komunikasi handphone (HP)—ponsel—jaringan mobile.
Praktek ‘mesum’ dari perselingkuhan di kalangan PNS dapat berjalan aman, lancar dan enjoy, karena dilakukan pada saat jam-jam kantor. Ketika jam kantor tutup, pasangan selingkuh biasanya sudah berada di rumah masing-masing. Sehingga tidak menimbulkan kecurigaan keluarga atau suami/isteri dari pelaku selingkuhan.
Perselingkuhan antar PNS, terutama di kalangan guru, sangat mudah terjadi yang diawali kepergian bersama (boncengan) dalam tugas-tugas sekolah. Itulah salah satu awal perslingkuhan para guru. Banyak guru selingkuh sesamanya dan tidak jarang seorang guru berselingkuh dengan kepala sekolahnya sendiri. “Dunia memang sudah gila!”
Perbuatan mesum pada perselingkuhan antar PNS yang masing-masing sudah terikat dalam ikatakan pernikahan yang sah, sulit terbongkar, karena jika perempuan selingkuh hamil. Ia punya alasan, wajar karena ia punya suami. Kalau ia pergi dengan atasannya, juga wajar, karena tugas kanbtor atau sekolah. Hanya kabar-kabari yang sering mengungkapkan kasus perselingkuhan tersebut.
Motif maraknya praktek perselingkuhan antar PNS—sampai saat ini tidak diketahui pasti. Apakah mereka karena senang-senangan saja atau memang ada kelainan atau karena yang namanya berhubungan seks dengan cara mencuri kesempatan itu enak dilakukan atau karena sebab lain.
Yang lebih konyol adalah perselingkuhan antara bawahan dan atasan, apalagi kalau ditanya, karena keributan. Mereka dengan enteng menjawab, tidak pernah. Semua kepergian mereka itu dalam rangka tugas kantor atau sekolah. Walaupun tugas-tugas yang dimaksud sudah tidak masuk akal lagi.
Di Metro saja dalam sebulan terakhir ini terungkap (bukan diekspos) beberapa pasangan selingkuh di kalangan PNS. Ada pelakunya seorang kepala dinas dengan bawahannya dan ada sesama PNS. Perselingkuhan dilanjutkan dengan hubungan badan layaknya suami isteri yang sah dalam suatu ikatan perkawinan, dilakukan pada jam-jam kerja atau jam kantor.
Yang cerdik, akan memanfaatkan jasa hotel di Bandarjaya, Natar dan Bandarlampung. Bahkan, informasinya ada yang melakukan hubungan seks di dalam mobil dinas dan di kebun-kebun di seputar Kota Metro. Sudah sedemikian rusakkah moral di kalangan PNS dewasa ini?
Ingat kasus mesum seorang guru asal Bumi Emas, batanghari, Lamtim dengan anggota DPRD Way Kanan lengkap dengan video yang menyebar di internet. Ingat pula kasus video porno PNS Pemprov Lampung beberapa waktu lalu.
Saat inimasih banyak pasangan PNS yang mesum, seperti akhir 2008 sekitar 10 kepala SD di Kecamatan Batanghari, Lamtim dipanggil atasannya karena diduga kuat melakukan ptaktek mesum sesama guru di daerah itu. Bahkan, ada seorang guru SD yang sudah bersel;ingkuh dengan kepala SDnya sejak tahun 1999. sampai kini persoaannya masih tetap menggantung di keluarga masing-masing.
Jadi, benarkah gaya hidup selingkuh di kalangan PNSsaat ini merupakan trend baru kehidupan masyarakat kita? Hanya mereka yang melakukan perselingkuhanlah yang tau persis. Tapi, kita berharap mereka mau tobat nasuha.