INI mungkin satu diantara deretan panjang peninggalan sejarah yang terlupakan. Belum lama ini, Tim Radutraveling mengunjungi rumah bersejarah di Desa Napal Putih Kecamatan Napal Putih. Rumah bersejarah ini merupakan aset peninggalan sejarah pada tahun 1949 dan menjadi kebanggaan masyarakat Napal Putih.
Rumah yang berada di atas areal lahan seluas 50 x 170 meter ini merupakan bukti sejarah pada masa Gebernur Militer Belanda Daerah Sumbagsel. Masyarakat Napal Putih sering menyebut rumah ini dengan sebutan Markas Pangeran M Ali. Melalui UU Cagar Budaya No 5 tahun 1992, tiga rumah di atas areal lahan ini sudah dijadikan sebuah aset sejarah yang dilindungi. Sementara ini, pengelolaannya masih di bawah naungan Balai Pelestarian Peninggalan Sejarah Purbakala Provinsi Jambi.
Untuk mengunjungi jejak peninggalan sejarah di Kecamatan Napal Putih ini sebenarnya tidaklah sulit. Sebab letaknya strategis berada di tengah pemukiman penduduk dan berada di tengah-tengah Kecamatan Napal Putih. Hanya saja, perjalanan menuju ke Napal Putih yang memang masih membutuhkan persiapan matang. Sebab dengan kendaraan roda dua saja, setidaknya dibutuhkan lebih dari dua jam perjalanan dari Ketahun. Jarak Ketahun-Napal Putih memang tak lebih dari 60 Km dari jalinbar Kecamatan Ketahun atau via Karang Pulau. Namun karena kondisi jalan penuh lubang dan rusak total, membuat perjalanan menuju Napal Putih semakin sulit.
Pantauan tim ketika tiba di rumah bersejarah ini, aset tersebut tampak jelas tak maksimal diperhatikan pemerintah. Bahkan perawatan dan pemeliharaan rumah induk yang berukuran 12 x 24 meter dengan konstruksi rumah kayu dua tingkat itu lebih banyak mengandalkan swadaya petugas kebersihan yang memang sudah sejak beberapa tahun terakhir telah ditetapkan oleh BP3 Jambi sebagai petugas tetap.
Meski minim fasilitas dan tak direhab, kondisinya masih tampak bersih. Hanya saja, karena belum maksimalnya perhatian pemerintah, dari 118 macam benda bersejarah yang ada dalam rumah itu, kini hanya dapat ditemukan delapan macam benda bersejarah saja. Kedelapan benda bersejarah itu yakni kaca, lemari, tempat tudur serta kursi dan beberapa perlengkapan lain. Sisanya, lenyap entah kemana. Begitu pula dengan areal lahan yang luas harus diakui belum maksimal tertata. Sehingga beberapa ikon sejarah yang ada seperti kolam pemandian sang Pangeran Ali pun masih tersimpan di balik semak belukar.
Tanpa Listrik
Sementara itu, penjaga sekaligus pengelola rumah bersejarah yang telah ditugaskan BP3 Jambi, Susila, 45 tahun, mengaku cukup kewalahan untuk memaksimalkan perawatan serta pelestarian aset bersejarah ini. Tanpa bermaksud mengeluh, namun menurutnya perhatian pemerintah daerah memang belum ada.
Sesuai amanah, dia mengaku akan tetap menjaga dan merawat aset sejarah ini semampunya. Meskipun upaya ini sering harus mengorbankan honornya sendiri untuk melengkapi beberapa kebutuhan perawatan. Mirisnya, rumah bersejarah ini jika malam hari tanpa diterangi sinar listrik. Selain kotak sampah tak tersedia di lokasi ini, bendera merah putih pun masih dibeli penjaga rumah bersejarah ini dengan uang pribadi. "Enggak ada. Bendera itukan saya beli sendiri jadi terpaksa saya pasang pada hari Senin dan hari tertentu saja biar enggak cepat rusak," katanya.
Diakui Sila, pendapatan yang diperolehnya dari BP3 Jambi memang sudah dinilai cukup sebagai penghargaan terhadap apa yang telah dilakukanya untuk aset sejarah itu. Hanya saja, untuk melakukan perawatan secara maksimal tentu masih sangat banyak keperluan yang semestinya dapat diperhatikan pemerintah. Menurutnya, dengan areal lahan luas tersebut dia hanya mampu memaksimalkan separuhnya dalam hal kebersihan dan perawatan, begitu juga dengan bagian dalam rumah. "Apalagi rumah bersejarah ini memang belum tersentuh pemugaran. Listrik belum ada, kamar mandinya hampir rusak. Bahkan sumur peninggalan sejarah pun kondisinya sangat memprihatinkan. Belum lagi masalah atap dan beberapa bagian rumah yang mulai lapuk dimakan rayap," bebernya.
Dia berharap, kedepan aset sejarah ini dapat diperhatikan oleh pemerintah. Sehingga penataan, pengelolaan dan perawatannya akan lebih maksimal. Dengan demikian, nilai sejarah budaya di daerah ini tetap lestari sekaligus memberikan kontribusi besar bagi Napal Putih. (ependi harian- radar utara)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar