Kamis, 02 April 2009

Jumat Bersih-Bersih

Jumat Bersih-Bersih
Oleh Naim Emel Prahana
KALAU mendengar orang mengatakan, “jangan samakan teori dengan pelaksanaan suatu program!”, mungkin ada benarnya. Sebab sampai saat ini masih banyak kelompok yang sedang berjibaku mendata berapa banyak slogan-slogan, pencanangan-pencanangan, dan motto-motto yang sudah dipublikasikan oleh pemerintah. baik pemerintah pusat maupun pemerintah di daerah.
Seperti yang satu ini “Jumat Bersih” yang dulunya setiap hari Jumat dijadikan hari krida dan olahraga bagi pejabat dan PNS mengikut sertakan masyarakat kelompok-kelompok tertentu. Tapi, kini hari Jumat oleh banyak pemerintah daerah dijadikan “hari bersih-bersih atau hari bergotong royong di kalangan pejabat dan PNS.”
Kalau di dusun-dusun di Sumatera Bagian Selatan (Palembang dan sekitarnya, Bengkulu, Lampung dan Jambi) zaman dulu, khusus hari Jumat penduduk banyak yang menghentikan pekerjaan rutin mereka, seperti petani, pedagang, supir angkutan umum. Pokoknya hari Jumat dijadikan hari libu dan bersih-bersih di sekitar rumah dan lahan milik mereka yang tidak dimanfaatkan.
Masyarakat Lampung, Bengkulu, Palembang dan Jambi yang penduduknya beragama Islam menjadikan hari Jumat itu benar-benar hari libur. Tidak ada aktivitas rutin yang berat dilakukan. Bagi para supir mobil, hari Jumat mereka tidak menjalankan mobilnya. Ada kandungan kepercayaan yang cenderung islaminisme. Tapi, sangat positif dan tidak menimbulkan kecenderungan kegiatan-kegiatan sesat.
Oleh karenanya, dusun-dusun di daerah Sumbagsel zaman dulu selalu rapih, tertata baik, asri dan bersih. Bagaimana sekarang, ketika pemerintah daerah menyadap rutinitas istirahat penduduk tersebut? Sekarang di dusun-dusun di daerah Sumbagsel ini, tidak ada hari istirahat. Banyak penduduk memang sudah banyak istirahat akibat makin meningkatnya jumlah orang yang menganggur.
Makin banyaknya usaha pertanian ditinggalkan akibat berbagai UU yang melarang menebang kayu, merusak hutan, membunuh harimau, membunuh kera, membunuh binatang yang dikatakan “dilindungi” tersebut. Sedangkan pekerjaan lain bagi penduduk di dusun-dusun tidak ada. Akhirnya, mereka selalu nongkrong di kampung, di warung, di prapatan dengan tingkat kebutuhan terus meningkat. Karena pekerjaan rutin ditinggalkan, ekonomi makin sempit dan akhirnya tingkat kriminalitas menjadi-jadi.
Apakah Jumat Bersih sebagai program pemerintah kabupaten dan kota maupun provinsi dapat menyadarkan masyarakat yang sudah hilang kepercayaannya kepada pemerintah untuk menjaga lingkungan tetap asri, bersih, tertata rapih dan indah dipandang mata?
Banyak harapan sebenarnya. Tetapi, harapan kita itu selalu dibenturkan kepada realitas, bahwa kegiatan Jumat bersih pejabat dan PNS itu tidak mempengaruhi kekumuhan lingkungan pemukiman, jalan raya, pasar, terminal dan tempat-tempat lainnya. Sampah tetap saja berserakan.
Apalagi kalau dibilang efektif kegiatan Jumat Bersih, masih sangat jauh mencapai sasaran atau hanya sekedar untuk refreshing sesama PNS? Bisa jadi. Tapi, kalau itu yang menjadi implisit dalam program tak tertulis itu, maka kebiasaan baik telah diluluhkan dengan sistimatika.
Sinerji para pejabat dan PNS makin mengendor. Tidak banyak yang dapat mereka perbuatan untuk memulihkan situasi dan kondisi sosial dan linbgkungan kehidupan. Baik di kota maupoun di desa.nep.

Tidak ada komentar: