RAKYAT miskin di Indonesia saat ini benar-benar menjadi rakyat jelata tanpa perlindungan dan jaminan hak-hak yang sama seperti warga yang status sosialnya menengah ke atas. Dan, itu terjadi di semua sektor kehidupan warganegara. Sampai-sampai hak-hak yang harusnya mereka peroleh dan dapatkan, dirampok oleh warganegara kelas menengah dan the have akibat kangkalingkong dengan petugas pencatat jumlah penduduk.
Apalagi di bidang hukum, bantuan hukum bagi rakyat miskin yang tidak berdaya di semua kehidupannya sama sekali tidak ada. Selain itu, sulit mencari pengacara yang mau memberikan bantuan secara cuma-cuma kepada rakyat miskin. Boleh dibilang tidak ada pengacara yang mau memberiukan bantuan hukum kepada rakyat miskin dengan cuima-cuma.
Masalah itu disinggung pihak YLBHI, yang meminta segera dibuat undang-undang mengenai bantuan hukum. Yang anggarannya disusun dan berada dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang mengalokasikan dana untuk bantuan hukum secara cuma-cuma bagi rakyat miskin.
Bukian hanya akhirnya ini saja, banyak kasus hukum yang merugikan masyarakat miskin. Kondisi itu diperparah dengan ketidaktahuan terhadap berbagai informasi hukum, sehingga sering mereka dibodohi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Kita ambil contoh saja tahun 2008 dari 80 kasus yang ditangani YLBHI dan disidangkan, tidak sampai 10 persen yang bisa dimenangkan.
Sehingga timbul pameo di kalangan YLBHI, bahwa bagi mereka, menang itu istimewa. Kalau kalah, ya, biasa. Pemasalahan utama, misalnya dalam kasus penggusuran, mereka (rakyat miskin) tidak mempunyai bukti berupa sertifikat tanah atas lahan yang mereka tempati.
Bukan di bidang hukum saja, di bidang lain seperti pendidikan, sosial, keagamaan, adat istiadat, hiburan serta bidang lainnya. Rakyat miskin tidak pernah dipandang oleh masyarakat luas, apalagi oleh pemerintah. Kalaupun ada, misalnya dibidang kesehatan, rakyat miskin terombang-ambing oleh prosedur yang ’direkayasa’ untuk menerima pasien warga miskin dalam pengurusan gakin, raskin dan sebagainya.
Akibatnya, terjadilah kasus-kasus busung lapar, penyakit yang tidak pernah bisa diobatai, karena tidak ada uang. Lalu, banyak anggota keluarga miskin akhirnya terjebak dalam tindakan kriminal, dan jika itu terjadi maka mereka akan menjadi korban penegakan hukum dalam sistem penegakan hukum di negara hukum Indonesia ini.
Permasalahan seperti dalam kasus pertanahan, perburuhan, dan penangkapan yang semena-mena, terjadi di mana-mana, sepertinya tidak ada kontrol sosial terhadap pelaksanaan tugas dari aparat penegak hukum. Hak-hak masyarakat miskin yang dijamin seperti dalam pasal 16 dan 26 Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik yang menyatakan, siapa saja memiliki persamaan kedudukan di depan hukum. Justru yang menghalanginya adalah aparat penegak hukum itu sendiri dengan pengertian dan pengetahuan hukum yang tidak pas atau sengaja diplesetkan, karena kepentingan uang.
Kita semakin prihatin di negara yang berdasarkan hukum itu penegakan hukumnya malah menyandarkan kepada ada tidaknya uang oleh petugas, mulai dari petugas kepolisian, kejaksaan sampai ke pengadilan.nep.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar