Oleh Naim Emel Prahana
PAGI hari ini adalah hari pertama masa kampanye secara resmi bagi calon legislatif atau lebih ngetrend disebut ‘caleg’. Hari pertama masa kampanye versi undang-undang pemilu itu, tentunya tidak disia-siakan para caleg DPR-RI, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.
Artinya, secara resmi pula Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) mulai bekerja, mengawasi, mengintip, memberi sanksi dan memasukkan para penggar ke sel yang berjeruji besi. Demikian pula KPU dan pemerintah. begitu idealnya proses pemilu ‘demokrasi’ di Indonesia. Seperti tidak ada celah kelemahan apapun dari aturan yang sudah dibuat.
Mungkin itulah hebatnya Indonesia yang menurut penelitian di luar negeri adalah bangsa yang sangat pintar membuat proposal dan undang-undang. Namun, pelaksanaanya tidak sehebat dan sepintar mereka menuliskan rangkaian kata dan kalimat dalam kumpulan perundang-undangan.
Belum diketahui persis bentuk acara kampoanye yang dikemas oleh para caleg. Apakah sama dengan para calon gubernur, bupati dan walikota dalam momentum pilkada, atau bagaimana rupanya kampanye resmi itu. Bukan apa-apa, kita ingin mengetahui, apa yang dimaksudkan oleh pemerintah dengan masa kampanye pemilu itu. Termasuk kampanye yang akan dilakukan oleh parpol mulai hari ini.
Dan, apakah selama ini pemasangan stiker, baleho, spanduk, banner, selebaran, sosialisasi kepada masyarakat, rupa-rupa bantuan kepada kelompok masyarakat, iklan di media massa ‘bukan’ bentuk kampanye? Apapun alasan para caleg, rasanya itulah kampanye yang sebenarnya, dan masa kampanye yang ditetapkan pemerintah hanyalah proyek bagi Panwaslu dan KPU untuk melakukan lobi-lobi dan negosiasi politik yang ujung-ujungnya adalah uang.
Alasanya, adalah pelanggaran kampanye. Bisa jadi pasal-pasal itu akan meramaikan media massa. Tetapi, tindak lanjutnya masih diragukan. Bukankah kita sudah dua kali melakukan pemilu langsung! Rasanya cerminan-cerminan pemilu 1999 dan 2004 tidak jauh berbeda dengan pemilu 2009 ini. Yang pasti, caleg nomor urut satu tidak lagi bisa melenggang begitu saja duduk di kursi legislatif sebagaimana pemilu 1999 dan 2004. sebab, sistem yang dipakai untuk mendapatkan status anggota DPR dan DPRD adalah digunakannya sistem suara terbanyak.
Jadi, perjuangan dan pengorbanan benar-benar menentukan berapa suara yang diperoleh dan didukung oleh populeritas si caleg itu sendiri. Karena rakyat dominan melihat figur caleg, kewaspadaan caleg harus benar-benar dilakukan. Kalau tidak, mungkin uang ratusan juta yang sudah dikeluarkan akan menimbulkan masalah. Jika tidak duduk di kursi anggota legislatif. Sebab, uang bukan jaminan bahwa seseorang yang banyak mengeluarkan uang secara otomatis akan mendapat suara terbanyak, demikian pula penyebaran informasi pencalegan dari berbagai media, juga bukan jaminan. Namun, kalau tidak ada publikasi apapun yang kemungkinan tidak akan dikenal oleh rakyat saat melakukan pencontrengan (pencoblosan) tanggal 9 April 2009 nanti.
Jadi, bagaimana sebaiknya si caleg dalam masa kampanye resmi ini? Yah, harus ulet, gaul, tidak menebar janji dan tidak mengucapklan kata-kata tidak pantas kepada masyarakat. Karena, kata-kata itu akan menghilangkan suara yang diharapan. “Selamat berkampanye” nep.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar