Sabtu, 27 Februari 2016

Hakim Terima Uang ?



HAKIM Terima Uang, apakah kita kaget? Ah, tidak! Kalau hakim terima uang berkaitan perkara yang disidangkannya, di Indonesia sudah hal-hal yang sangat biasa. Tidak mengherankan, dan sepertinya hal itu akan terus berlanjut ke masa depan penegakan hukum di Indonesia.
Selama ini ada kecenderungan bahwa putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN), kemudian Putusan Pengadilan Tinggi (PT) sampai putusan Mahkamah Agung (MA) acapkali membuat kita terperangah. Seakan-akan tidak percaya, karena perkaranya secara hukum, realitas yang memiliki kekuatan kebenaran. Tiba-tiba kandas begitu saja di pengadilan yang mulia itu.
Seperti kasus markus pajak dari Gayus Tambunan sebesar Rp 28 miliar lebih. Ternyata PNS golongan IIIA itu mampu memenjarakan para petinggi Mabes Polri termasuk perwira menengah, para hakim dan para jaksa yang pernah menangani kasus pajak Gayus.
Sidang di PN Tangerang beberapa waktu sbeleum kasus Gayus menjadi bagian dari kasus multidimensional Bank Century. Majelis hakimnya dipimpin oleh Muktadi Asnun –yang kemudian menjatuhkan vonis bebas terhadap Gayus Tambunan. Ternyata, vonis bebas itu berasal dari uang Gayus Tambunan sebesar Rp 50 juta yang diberikan kepada Muktadi Asnum.
Gegerkah pembeberan Gayus di Mabes Polri itu, tidak. Sekarang banyak kalanbgan mengatakan, putusan terhadap Gayus oleh PN Tangerang, diyakini akan berubah di tingkat kasasi. Tentu, harus berubah, mengingat di tingkat PN keputusan yang dijatuhkan kepada Gayus (vonis bebas) akibat suap Rp 50 juta.
Secara ekstrim dapat dikatakan perbuatan hakim Mukhtadi Asnun itu merupakan bagian dari ikut serta melakukan penggelapan pajak. Andaikan tidak ada uang Rp 50 juta, sudah barang tentu vonis kepada Gayus pasti ada angka tahunnya (waktunya). Namun, karena Rp 50 juta, maka vonisnya bebas.
Dari satu kasus tersebut dapat dibaca, bagaimana peta penegakan hukum di Indonesia sebenarnya. Belum lagi kasus-kasus lain yang oleh PN dimenangkan. Akan tetapi, kenyataannya di lapangan dan payung hukum pihak yang dikalahkan, sudah jelas benar menurut hukum. Tapi, kenapa banyak kebenaran dikalahkan oleh uang?
Menurut kacamata masyarakat, atas perbuatan menerima suap saat menangani kasus Gayus, Muktadi Asnun harus dihukum lebih berat daripada Gayus. Jika perlu untuk memberikan efect jera terhadap hakim lainnya di negeri kaya akan korupsi ini. Muktadi Asnun harus dipecat dari kepegawaiannya. Harapan itu bukan tidak beralasan. Akan tetapi mempunyai alasan yang sangat kuat sekali.
Hakim bukanlah malaikat, hakim bukan sekelompok manusia super yang kebal hukum. Tetapi, hakim adal;ah sebuah jabatan yang disandang oleh seseorang karena kepercayaan dan keahliannya. Untuk itu, kesalahan seorang hakim atau secara berkelompok yang merugikan negara maupun rakyat. Harus mendapat sanksi hukum yang lebih berat dan lebih terakomodir rasa keadilan di tengah masyarakat.
Jika, tidak. Niscaya akan banyak timbul bentrokan antara pihak-pihak yang berperkara, khususnya yang dikalahkan oleh hakim yang akan melibatkan massa. Kalau sudah demikian. Maka, kerusakan yang ditimbulkan oleh kesalahan yang disengaja oleh hakim dalam mengambil keputusan, akan menjadi kekacauan secara umum.

Tidak ada komentar: