KENAPA baru sekarang aparat penegak hukum (polisi) baru mencurigai ada
tenaga kerja asing di PT Drydock World, Tanjung Uncang, Batam, Kepulauan Riau. Karena adanya
kerusuhan yang melanda perusahaan galangan kapal milik WNA keturunan India?
Kenapa yang l;ain tidak pernah diucapkan, atau karena tidak terjadi kekacauan.
Kalau hanya itu, maka betapa parahnya sistem penertiban dan keamanan di tengah
masyarakat Indonesia selama ini.
Sebab, bukan hanya
pekerja asing. Di Indonesia diduga banyak sekali “pendatang haram” (prohibited
outsider) yang sudah mengantongi kartu tanpa penduduk
(KTP) negara Indonesia. Terutama warga dari daratan Tiongkok, Hongkong, dan Taiwan.
Namun, sedikit sekali kita mendengar atau membaca adanya operasi yustisia di
rumah-rumah WNI keturunan asing—khususnya WNI keturunan Tiongkok (China).
Padahak, masyarakat sering berjumpa dengan warga masyarakat asing yang
sudah memiliki KTP di suatu kelurahan atau kecamatan, tidak bisa sama sekali
berbahasa Indonesia.
Sangat memalukan sekali, Indonesia
yang merupakan negara yang didasarkan kepada hukum, ternyata hukumnya seperti
karet. Siapa yang berkuasa dan punya uang, maka ia mampu memainkan hukum
sedemikian rupa.
Seperti diketahui, banyak perusahaan besar bergerak di beberapa sektor
di Indonesia
dimiliki (modalnya) oleh orang asing, termasuk susunan personalia pengelola
perusahaan. Suatu hal yang tidak mustahil, para manejer asing yang mengelola
perusahaan asing di Indonesia
memasukkan warga mereka secara ilegal melalui perusahaannya.
Tapi, sejauhmana pihak terkait melakukan pengawasan maksimalnya untuk
mendeteksi pendatang haram di Indonesia
yang masuk melalui berbagai kegiatan, seperti industri dan perusahaan yang
dimodali dan dimiliki oleh orang asing. Pascakerusuhan di
galangan kapal milik PT Drydock World, Tanjung Uncang, Batam, pihak kepolisian
masih melakukan pemeriksaan 36 Tenaga Kerja Asing (TKA). Polisi mengendus
adanya TKA yang melabrak aturan keimigrasian.
Sebagaimana
dijelaskan oleh Kapolda Riau, Brigjen Pudji Hartanto Iskandar beberapa waktu
lalu, mengatakan, terkait 36 TKA di perusahaan itu, sampai kini masih dimintai
keterangan di Poltabes Barelang. Dari hasil pemeriksaan, pihak kepolisian sudah
menemui titik terang akar persoalan terjadinya bentrok di lokasi perusahaan.
Namun sejauh ini pihak Polda Kepri belum bersedia menjelaskan secara rinci
pemicu kerusuhan tersebut.
Secara umum kita
memang menyayangkan kerusuhan di perusahaan galangan kapal tersebut, namun di
balik itu semua ada kelalaian dan keteledoran pihak aparat penegakan dalam
mengawasi perusahaan tersebut, sebelum terjadinya kerusuhan.
Kenapa harus
terjadi kerusuhan lebih dulu, baru dideteksi adanya pekerja asing (warga India)
di perusahaan tersebut. Selama ini, Dinas Tenaga Kerja Kepulauan Riau, apa saja
yang dilakukannya terhadap aktrivitas-aktivitas pekerja di sana? Seharusnya
secarta rutin, baik pemda setyempat, polisi, TNI atau melalui lembaga
pengawasan lain yang terkait, sudah harus mendeteksi adanya pendatang haram di
daerah itu, yang masuk melalui perusahaan-perusahaan asing. Sayang, semuanya
sudah terlambat. Ada dugaan selama ini aparat polisi dan disnakersos Kepulauan
Riau lebih peka terhadap materi, upeti atau uang masuk ketimbang mempedulikan
kedaulatannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar