MUKTAMAR Muhammadiyah yang
sedang berlangsung di Yogyakarta, boleh dibilang cukup strategis. Sebab,
dilemma yang dihadapi bangsa ini—sebagian besar penduduknya beragama Islam
terus berlanjut. Banyak ketentuan—masalah dan perkara yang jelas, menjadi tidak
jelas. Sementara persoalan yang tidak jelas, tidak signifikan bagi umat Islam,
terlihat ada upaya pihak-pihak tertentu untuk dimantapkan agar menjadi jelas
dan menjadi aturan hukum.
Namun, harapan umat Islam
yang menjadi basis pergerakan sosial Muhammadiyah nampaknya terlalu terlalu
banyak pada Muktamar mereka itu. Alasannya, persoalan rokok dan judi—yang
sebenarnya sudah jelas hukum dan aturannya. Masih menjadi perhatian utama
peserta Muktamar dan panitia pelaksana hajat orang-orang Muhammadiyah itu.
Lontaran-lontaran gagasan,
justru bukan masalah jlimetnya urusan
bangsa ini,. Akan tetapi masih masalah rokok dan fatwanya, masalah judi dan
fatwanya. Sebenarnya, forum besar seperti Muktamar itu, tidak lagi membahas
masalah sepele tersebut. Jika masyarakatnya sejahtera, tingkat pendidikan
bagus, kesejahteraan terus membaik. Maka, ajaran agama Islam akan membaik pula.
Tetapi, sebaliknya akan terjadi kemerosotan di mana-mana, apabila hal-hal aspek
kehidupan di atas tadi, tidak dipikirkan oleh organisasi besar seperti
Muhammadiyah itu.
Kita akan
mengevaluasi, organisasi masyarakat yang besar seperti Muhammadiyah itu, apa
yang sudah dilakjukannya terhadap rakyat yang beragama Islam atau rakyat negara
ini. Apa yang dinikmati umat Islam pada Muhammadiyah tidak lebih tidak kurang,
sama halnya dengan apa yang dihadapi masyarakat terhadap negara dan pemerintah
ini. Muhammadiyah punya sekolah banyak dengan tingkatan pendidikannya, punya
rumah sakit, punya menteri dan fasilitas lainnya.
Tetapi, apakah bagi
warga Muhammadiyah menggunakan jasa dan fasilitas yang dimiliki Muhammadiyah
itu, akan diberi diskon (ala harga pasar) atau pengurangan biaya, seperti
berobat di Rumah Sakit Muhammadiyah, belajar di sekolah-sekolah Muhammadiyah
dan sebagainya? Nampaknya warga Muhammadiyah itu hanya dibutuhkan ketika musim
pemilu, musim pemelihan presiden atau musim pemilihan kepala daerah. Selain
waktu di atas. Warga yang dianggap warga Muhammadiyah itu, tidak memiliki
apa-apa dari kebesaran nama organisasi Muhammadiyah.
Yang kaya pengurus,
yang kaya para guru dan dosen Muhammadiyah, yang kaya hanya pegawai di rumah
sakit Muhammadiyah. Rakyat tetaplah rakyat Indonesia yang miskin. Kalau mau
pakai fasilitas Muhammadiyah ya harus bayar, ikuti prosedure. Hal itu yang
diberlakukan, sama dengan fasilitas yang diberikan oleh Pemerintah.
Oleh karena itu,
kegiatan Muktamar yang menghadirkan semua wakil orang Muhammadiyah dari seluruh
pelosok di Indonesia, seyogyanya tidak lagi bicara soal rokok, soal judi, soal
perangkat Muhammadiyah di daerah, soal jabatan dan soal lazim lainnya. Tetapi,
yang harus dipikirkan bagaimana menyelamatkan bangsa ini dari pengaruh-pengaruh
global yang sangat merusak mental, moral, etika, susila, dan akhlak manusia di
Indonesia yang kebanyakan penduduknya orang Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar