PERBEDAAN – perbedaan memang
sering terjadi antar masyarakat suatu bangsa (dan negara), antara lain karena
faktor disiplin dan jati diri masyarakatnya. Seperti halnya pola pertanian
masyarakat di Jepang. Mereka (masyarakat petani di Jepang) mampu menghasilkan
hasil pertanian dengan stabilitas berkualitas yang mengagumkan. Apapun sumber
yang ada dimanfaatkan sebaik-baiknya dengan efisien dan bekerja secara efektif.
Stabilitas situasi
dan kondisi masyarakat di Jepang sangat bagus, bukan hanya berkesinambungan,
akan tetapu selalu meningkat. Khususnya masalah hasil panen pertaniannya. Di
sisi lain, pola bertani mereka juga meningkat dari waktu ke waktu, tanpa
menggangu ekosistem lingkungan (ekology). Siapapun yang pernah ke Jepang,
pulangnya ke Indonesia akan berkata, “Wah, bicara soal kehidupan masyarakat di
sana. Kita masih jauh ketinggalan.”
Di semua sektor
bangsa Jepang sangat maju. Yang patut dibanggakan, kemajuan yang mereka capai,
kemudian dipelihara untuk klesejahteraan bangsanya. Tidak mengganggu adat
istiadat mereka, terutama etika pergaulan di tengah masyarakat antarwarga.
Apalagi soal kualitas hasil pembangunan yang memanfaatkan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Sementara itu, di
Indonesia semakin pintar masyarakatnya, maka semakin rusak lingkungan dan adat
istiadatnya. Sangat berbeda, kan? Sebagai contoh masyarakat suatu daerah dengan
kemajuan pembangunan yang dicapai. Serta merta etika dan adat istiadatnya pasti
ditinggalkan. Kalaupun ada, Cuma formalitas yang belum tentu sekali setahun
dilakukan.
Jelasnya, sistem
kemasyarakatan di Indonesia selalu terobsesi hal-hal yang pada akhirnya membuat
mereka melupakan “jati diri” sendiri. Semakin besar manfaat imlu pengetahuan
dan teknolog yang ada semakin jauh masyarakat Indonesia meninggalkan identitas
mereka. Sedangkan identitas baru mereka dari pengaruh berbagai media di zaman
global ini, belum mereka pahami betul.
Cerita kehidupan
masyarakat Indonesia identik dengan cerita dunia pewayangan, tidak pernah ada
awal dan tidak pernah ada akhirnya. Semua mengakui juara, semua ingin menjuarai
kelompok lain. Sedangkan kelompok lain seperti itu juga. Kalau bulan ini ada
masyarakat yang panen semangka dan mendapat keuntungan luar biasa, maka besok
luisa dan bulan depannya. Semua menanam semangka. Pada gilirannya, buah
semangka yang membanjiri pasar harganya semakin murah.
Seterusnya dan
seterusnya. Bagaimana putaran sejarah setelah kejatuhan presiden Soeharto.
Kebebasan yang diilhami gerakan reformasi 1998, kebebasan berbicara,
berpendapat dan berbuat—membuat banyak orang menerbitkan surat kabar. Walau
dengan modal karena proposal atau musim proyek. Kini, satu per satu media yang
pernah terbit itu bergelimpangan. Sementara di Jepang, jati diri mereka sebagai
masyarakat suatu bangsa yang keadaan alamnya tidak begitu sebaik Indonesia.
Tekun, ulet, dan menghormati pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
mengandalkan adat istiadat dan keaslian alam lingkungan mereka. Tata kehidupan
(etika, sopan santun pergaulan saling menghormati) masih tetap mereka pelihara
dengan baik. Apapun pangkat, status dan kedudukan sosial mereka. Menghormati
orang lain merupakan suatu kebutuhan yang mendasar. Sementara orang Indonesia,
semakin status sosialnya baik (sudah punya harta kekayaan), maka, semakin
sombong dan angkuh dan tidak peduli dengan lingkungan. Apalagi adat
istiadatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar